Tag: Budi Prasetyo

  • 8
                    
                        KPK Ungkap Modus Korupsi Whoosh: Tanah Punya Negara Dibeli Lagi Oleh Negara
                        Nasional

    8 KPK Ungkap Modus Korupsi Whoosh: Tanah Punya Negara Dibeli Lagi Oleh Negara Nasional

    KPK Ungkap Modus Korupsi Whoosh: Tanah Punya Negara Dibeli Lagi Oleh Negara
    Tim Redaksi
    JAKARTA KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap salah satu modus dugaan korupsi proyek pengadaan lahan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.
    Juru Bicara
    KPK
    Budi Prasetyo menyatakan bahwa modus kasus ini masih dalam penyelidikan. Namun, diduga negara membeli kembali tanah yang dijual yang dipelukan untuk pembangunan proyek ini.
    “Jadi, nanti kita akan terus menelusuri adanya tanah-tanah yang diduga punya negara kemudian dijual kembali begitu, ya, dalam proses pengadaan lahan,” jelas dia di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan, Senin (17/11/2025).
    “Artinya negara membeli kembali yang sebetulnya tanah itu adalah milik negara. Nah, modus-modus seperti ini masih terus didalami terkait dengan pengondisian-pengondisian dalam proses pengadaan lahannya,” tegas dia.
    Dalam pengondisian-pengondisian tersebut, KPK juga masih menelusuri apakah memang ada
    mark up
    dana atau tidak.
    Sejauh ini, KPK enggan membeberkan lebih perinci pihak-pihak yang sudah diperiksa sebagai saksi dalam perkara tersebut.
    “Nah, karena ini memang di tahap penyelidikan, kami belum bisa menyampaikan pihak-pihak mana saja yang didalami, dimintai keterangan,” tegas dia.
    KPK berjanji akan memberikan perkembangan jika memang pembaruan dari tim yang menangani kasus tersebut.
    Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (KPK) menduga ada tanah yang seharusnya milik negara yang dijual lagi oleh oknum ke negara dalam penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek
    Kereta Cepat

    Jakarta-Bandung
    (KCJB) atau Whoosh.
    “Ada oknum-oknum, di mana yang seharusnya ini milik negara, tetapi dijual lagi ke negara,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/11/2025).
    Selain itu, Asep menyebut, lahan-lahan milik negara tersebut kemudian tidak dijual sesuai dengan harga pasar, bahkan lebih tinggi.
    Padahal, tanah-tanah milik negara karena dipakai untuk proyek pemerintah, maka seharusnya negara tidak perlu membayar untuk memanfaatkan lahan tersebut.
    “Kalaupun itu misalkan kawasan hutan, ya dikonversi nanti dengan lahan yang lain lagi, seperti itu,” kata Asep.
    Oleh karena itu, dia mengatakan, KPK menyelidiki soal dugaan pengadaan lahan untuk Whoosh yang tidak wajar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Cecar Pendamping PKH di Jawa Tengah soal Distribusi Bansos Beras

    KPK Cecar Pendamping PKH di Jawa Tengah soal Distribusi Bansos Beras

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) terkait dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial (Bansos) beras di Lingkungan Kementerian Sosial pada tahun 2020.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan pemeriksaan bertujuan untuk mendalami proses distribusi penyaluran bantuan sosial di Jawa Tengah.

    “Dalam rangkaian pemeriksaan terhadap para pendamping PKH tersebut, penyidik meminta keterangan para saksi berkaitan dengan proses distribusi bansos beras di masing-masing wilayah di jawa tengah,” ujar Budi, Senin (17/11/2025).

    Penyidik lembaga antirasuah menanyakan perihal proses yang dijalankan sesuai aturan yang dijanjikan dan termuat dalam kontrak antara PT Dos Ni Roha Corporation dengan Kementerian Sosial.

    Selain itu, Budi menuturkan pemeriksaan juga mendalami mengenai kendala pendistribusian di lapangan.

    Sebelumnya, KPK memeriksa enam pendamping PKH Koordinator Wilayah Jawa Tengah pada Selasa (11/11/2025) di Polrestabes Semarang.

    Mereka adalah Theo Markis, Titik Puji Rahayu, Setiawan Kosasih, Muhammad Arifin Arif RM, Ibnu Rouf, dan Vita Kurniasari (pendamping di Kabupaten Semarang).

    Kasus ini merupakan pengembangan perkara korupsi bansos beras untuk Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH) tahun 2020–2021, yang sebelumnya menjerat mantan Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), Muhammad Kuncoro Wibowo, bersama sejumlah pihak lain.

    Kuncoro divonis enam tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi dalam penyaluran bansos beras. Ia dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Dalam perkara itu, Kuncoro terbukti merekayasa pekerjaan konsultansi dengan menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada sebagai konsultan PT BGR dalam penyaluran bansos beras Kemensos, yang merugikan negara Rp127,14 miliar. 

    Selain Kuncoro, dua petinggi PT BGR lainnya juga ikut didakwa, yakni Budi Susanto (Direktur Komersial periode Juni 2020–Desember 2021) serta April Churniawan (Vice President Operation and Support periode Agustus 2020–Maret 2021).

    Lembaga antirasuah menyebut potensi kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp200 miliar dari total nilai proyek sekitar Rp336 miliar.

  • Dinilai Rugikan Keuangan Negara, 4.132 Polisi Aktif Didesak Mundur dari Jabatan Sipil

    Dinilai Rugikan Keuangan Negara, 4.132 Polisi Aktif Didesak Mundur dari Jabatan Sipil

    GELORA.CO – Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, menilai 4.132 personel polisi aktif yang menduduki jabatan sipil telah menghamburkan keuangan negara karena rangkap jabatan.

    “Bayangkan 4.132 personil polisi mendapat gaji ganda dari negara, ini jelas tindakan yang dapat ditafsirkan secara sengaja merugikan keuangan Negara,” kata Ficar melalui keterangannya kepada Inilah.com, Sabtu (15/11/2025).

    Menurut Ficar, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), perwira aktif seharusnya mundur dari jabatan sipil.

    “Putusan ini menegaskan kembali norma yang ada pada UU Kepolisian yang mengharuskan pengunduran diri atau pensiun terlebih dahulu sebelum menduduki jabatan sipil,” ucap Ficar.

    Termasuk Ketua KPK, Setyo Budiyanto, yang menurut Ficar juga seharusnya mundur dari jabatan di lembaga antirasuah tersebut. Hal itu dianggap ironi karena KPK bertugas memberantas korupsi dan kerugian negara. Walaupun Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, telah mengklarifikasi bahwa Setyo sudah pensiun dari Polri dan tidak lagi aktif.

    “Yang ironis, ini juga dialami dan dilakukan justru oleh seorang Ketua KPK yang notabene juga seorang polisi aktif. Jika sudah begini, maka tidak keliru orang menyatakan inilah korupsi yang terjadi di atas pemberantasan korupsi,” ucap Ficar.

    Sebelumnya diberitakan, Ketua KPK Setyo Budiyanto disebut sudah tidak lagi aktif sebagai anggota Polri dan telah memasuki masa pensiun sejak 1 Juli 2025.

    Hal itu disampaikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menanggapi pemberitaan Inilah.com berjudul “Berikut Sebagian Nama Polisi Aktif yang Duduki Jabatan Sipil, Ada Ketua KPK.”

    “Adapun Ketua KPK, Bapak Setyo Budiyanto, sudah purnawirawan per 1 Juli 2025,” kata Budi kepada Inilah.com, Sabtu (15/11/2025).

    Budi menegaskan bahwa Setyo terpilih sebagai Ketua KPK melalui mekanisme seleksi panitia dan telah memenuhi seluruh prosedur yang berlaku.

    “Dan pemilihan Pimpinan KPK, awal prosesnya melalui Pansel yang memberikan kesempatan pada semua WNI yang memenuhi syarat,” ucap Budi.

    Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengabulkan permohonan uji materiil Pasal 28 ayat 3 dan Penjelasan Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

    Permohonan dengan nomor 114/PUU-XXIII/2025 tersebut berkaitan dengan penugasan anggota Polri di luar kepolisian. “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Suhartoyo, di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).

    Dengan putusan itu, MK menghapus ketentuan yang selama ini menjadi celah bagi polisi aktif menduduki jabatan sipil tanpa melepas status keanggotaan mereka terlebih dahulu.

  • KPK Sita Jam Tangan Mewah, Sepeda Balap, hingga Rubicon saat Geledah Rumah Direktur RSUD Ponorogo

    KPK Sita Jam Tangan Mewah, Sepeda Balap, hingga Rubicon saat Geledah Rumah Direktur RSUD Ponorogo

    KPK Sita Jam Tangan Mewah, Sepeda Balap, hingga Rubicon saat Geledah Rumah Direktur RSUD Ponorogo
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan dua mobil mewah jenis Jeep Rubicon dan BMW saat menggeledah rumah Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo, Yunus Mahatma (YUM).
    Selain mobil, penyidik juga mengamankan
    jam tangan
    mewah dan puluhan sepeda berbagai merek. Penyitaan ini dilakukan terkait kasus dugaan suap dan penerimaan lainnya atau
    gratifikasi
    di lingkungan Pemerintah Kabupaten
    Ponorogo
    .
    “Selain itu dari rumah saudara YUM, penyidik juga mengamankan sejumlah aset bergerak lainnya, di antaranya sejumlah jam tangan mewah dan 24 sepeda,” kata Juru Bicara
    KPK
    Budi Prasetyo kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (15/11/2025) melansir
    Antara
    .
    Ia menjelaskan, penyidik melakukan penggeledahan secara maraton sejak Selasa (11/11/2025) hingga Jumat (14/11/2025).
    Selain rumah Yunus, lokasi lain yang digeledah yaitu Kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU), RSUD Ponorogo, rumah dinas bupati, rumah dinas sekretaris daerah, rumah pribadi tersangka Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), rumah Sucipto (SC) selaku pihak swasta atau rekanan RSUD Ponorogo, serta sejumlah lokasi lainnya.
    Dalam rangkaian penggeledahan tersebut, penyidik juga mengamankan dan menyita beberapa dokumen dan barang bukti elektronik yang terkait dengan perkara, seperti dokumen penganggaran maupun proyek.
    Selanjutnya, Budi menuturkan penyidik akan mengekstrak dan mempelajari setiap dokumen dan barang bukti yang disita untuk mendukung proses penyidikan.
    “Termasuk penyitaan aset-aset tersebut, selain untuk proses pembuktian juga sebagai langkah awal asset recovery,” tuturnya menambahkan.
    Pada 9 November 2025, KPK mengumumkan menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan jabatan, proyek pekerjaan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Harjono Ponorogo, dan penerimaan lainnya atau gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo. Penetapan tersangka dilakukan setelah diadakan OTT di wilayah Ponorogo.
    Empat orang tersangka itu adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM), Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP), serta Sucipto (SC) selaku pihak swasta atau rekanan RSUD Ponorogo.
    Dalam klaster dugaan suap pengurusan jabatan, penerima suap adalah Sugiri Sancoko bersama Agus Pramono. Sementara pemberi suapnya adalah Yunus Mahatma.
    Untuk klaster dugaan suap dalam proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo, penerima suap adalah Sugiri Sancoko bersama Yunus Mahatma. Sementara pemberi suapnya adalah Sucipto.
    Adapun pada klaster dugaan gratifikasi di lingkungan Pemkab Ponorogo, penerima suapnya adalah Sugiri Sancoko. Sementara pemberi suapnya adalah Yunus Mahatma.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Sita Jeep Rubicon dan BMW Terkait Kasus Suap Bupati Ponorogo

    KPK Sita Jeep Rubicon dan BMW Terkait Kasus Suap Bupati Ponorogo

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan dua mobil mewah jenis Jeep Rubicon dan BMW dalam penggeledahan terkait kasus dugaan suap dan penerimaan lainnya atau gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan kedua mobil mewah tersebut diamankan dari rumah tersangka Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM).

    “Selain itu dari rumah saudara YUM, penyidik juga mengamankan sejumlah aset bergerak lainnya, di antaranya sejumlah jam tangan mewah dan 24 sepeda,” kata Budi dilansir dari Antara, Sabtu (15/11/2025).

    Dia mengatakan penggeledahan dilakukan selama empat hari maraton, yakni dari hari Selasa (11/11) hingga Jumat (14/11).

    Selain di rumah YUM, tim penyidik melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi lainnya, antara lain di Kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU), RSUD Ponorogo, rumah dinas bupati, rumah dinas sekretaris daerah, rumah pribadi tersangka Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), rumah Sucipto (SC) selaku pihak swasta atau rekanan RSUD Ponorogo, serta sejumlah lokasi lainnya.

    Dalam rangkaian penggeledahan tersebut, penyidik juga mengamankan dan menyita beberapa dokumen dan barang bukti elektronik yang terkait dengan perkara, seperti dokumen penganggaran maupun proyek.

    Selanjutnya, Budi menuturkan penyidik akan mengekstrak dan mempelajari setiap dokumen dan barang bukti yang disita untuk mendukung proses penyidikan.

    “Termasuk penyitaan aset-aset tersebut, selain untuk proses pembuktian juga sebagai langkah awal asset recovery,” tuturnya menambahkan.

    Pada 9 November 2025, KPK mengumumkan menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan jabatan, proyek pekerjaan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Harjono Ponorogo, dan penerimaan lainnya atau gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo. Penetapan tersangka dilakukan setelah diadakan OTT di wilayah Ponorogo.

    Empat orang tersangka itu adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM), Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP), serta Sucipto (SC) selaku pihak swasta atau rekanan RSUD Ponorogo.

    Dalam klaster dugaan suap pengurusan jabatan, penerima suap adalah Sugiri Sancoko bersama Agus Pramono. Sementara pemberi suapnya adalah Yunus Mahatma.

    Untuk klaster dugaan suap dalam proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo, penerima suap adalah Sugiri Sancoko bersama Yunus Mahatma. Sementara pemberi suapnya adalah Sucipto.

    Adapun pada klaster dugaan gratifikasi di lingkungan Pemkab Ponorogo, penerima suapnya adalah Sugiri Sancoko. Sementara pemberi suapnya adalah Yunus Mahatma.

     

     

     

  • Geledah Rumah Direktur RSUD dr Harjono, KPK Sita Jam Tangan Mewah, 24 Sepeda, Rubicon dan BMW

    Geledah Rumah Direktur RSUD dr Harjono, KPK Sita Jam Tangan Mewah, 24 Sepeda, Rubicon dan BMW

    GELORA.CO  — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah aset mewah milik Direktur RSUD Dr Harjono Kabupaten Ponorogo, Yunus Mahatma (YUM), yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi.

    ​Aset-aset tersebut diamankan dalam rangkaian penggeledahan maraton selama empat hari, sejak Selasa (11/11/2025) hingga Jumat (14/11/2025).

    ​Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, merinci bahwa aset mewah tersebut ditemukan saat tim menggeledah rumah pribadi Yunus Mahatma.

    ​”Dari rumah YUM, penyidik juga mengamankan sejumlah aset bergerak,” kata Budi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (15/11/2025).

    ​Aset yang disita tersebut mencakup sejumlah jam tangan mewah, 24 unit sepeda, serta dua mobil mewah Jeep Rubicon dan BMW.

    ​Budi menjelaskan, penyitaan aset-aset tersebut dilakukan tidak hanya untuk kepentingan pembuktian, tetapi juga sebagai langkah awal pemulihan aset (asset recovery) dari hasil tindak pidana korupsi.

    ​Penggeledahan di rumah Yunus merupakan bagian dari serangkaian upaya paksa yang dilakukan KPK di berbagai lokasi di Ponorogo. 

    Lokasi lain yang turut digeledah antara lain Dinas PU, RSUD Ponorogo, rumah dinas Bupati, rumah dinas Sekda, rumah pribadi Bupati Sugiri Sancoko, dan rumah tersangka swasta Sucipto.

    ​”Dalam rangkaian penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan dan menyita beberapa dokumen dan barang bukti elektronik yang terkait dengan perkara ini, seperti dokumen penganggaran maupun proyek,” ujar Budi.

    ​Seluruh barang bukti yang disita, lanjut Budi, akan diekstrak dan dipelajari lebih lanjut untuk mendukung proses penyidikan.

    ​Yunus Mahatma sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekretaris Daerah Agus Pramono, dan pihak swasta Sucipto usai operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (7/11/2025).

    ​Dalam konstruksi perkara, Yunus diduga terlibat dalam dua klaster korupsi.

    ​Pertama, Yunus diduga sebagai pemberi suap senilai total Rp 1,25 miliar (Rp 900 juta untuk Sugiri Sancoko dan Rp 325 juta untuk Agus Pramono) untuk mengamankan jabatannya sebagai direktur RSUD Dr Harjono.

    ​Kedua, Yunus bersama-sama dengan Sugiri Sancoko diduga terlibat dalam suap terkait proyek pekerjaan di RSUD Harjono pada tahun 2024. 

    Yunus diduga menerima fee proyek sebesar 10 persen atau Rp 1,4 miliar dari tersangka Sucipto atas proyek senilai Rp 14 miliar. 

    Uang tersebut kemudian diduga diserahkan Yunus kepada Sugiri Sancoko.

  • KPK Duga Istri Kasat Lantas Polres Batu Tahu Aset Korupsi Heri Gunawan

    KPK Duga Istri Kasat Lantas Polres Batu Tahu Aset Korupsi Heri Gunawan

    GELORA.CO — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan istri Kasat Lantas Polres Batu, Melissa B Darbang, memiliki pengetahuan terkait aset-aset tersangka korupsi Heri Gunawan yang diduga berasal dari tindak pidana.

    Hal ini didalami penyidik saat memeriksa Melissa sebagai saksi pada Kamis (13/11/2025) lalu.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi fokus pemeriksaan tersebut. 

    Saat ditanya apakah penyidik mendalami aset Heri Gunawan yang dipegang oleh Melissa atau terkait jual beli aset, Budi memberikan penegasan.

    “Didalami pengetahuannya terkait aset tersangka,” kata Budi kepada wartawan pada hari ini, Sabtu (15/11/2025).

    Pernyataan Budi ini memperkuat dugaan bahwa KPK memandang Melissa, yang merupakan anggota Bhayangkari, sebagai saksi kunci untuk memetakan dan menelusuri hasil kejahatan Heri Gunawan.

    Sebelumnya, Melissa B Darbang, yang merupakan istri dari Kasat Lantas Polres Batu AKP Kevin Ibrahim, telah menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis (13/11/2025).

    Pantauan Tribunnews.com di lokasi, Melissa diperiksa selama kurang lebih tiga jam, dari pukul 16.57 WIB hingga 19.57 WIB. 

    Namun, usai pemeriksaan, ia memilih bungkam seribu bahasa.

    Saat dicecar awak media mengenai materi pemeriksaan dan hubungannya dengan tersangka Heri Gunawan, Melissa terus berjalan cepat meninggalkan gedung KPK tanpa memberikan komentar apapun.

    Pemeriksaan ini merupakan bagian dari pengembangan penyidikan kasus korupsi dana corporate social responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menjerat Heri Gunawan, anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024.

    Heri Gunawan diduga menerima total Rp 15,86 miliar dengan modus mengatur penyaluran dana CSR ke yayasan-yayasan fiktif.

    KPK kini tengah berfokus pada dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan Heri Gunawan. 

    Uang hasil korupsi tersebut diduga kuat telah dialihkan, disamarkan, dan diubah bentuk menjadi berbagai aset.

    Selain Melissa, KPK pada hari yang sama juga memeriksa sejumlah saksi lain untuk kepentingan penelusuran aset, termasuk dua Tenaga Ahli Heri Gunawan, yakni Martono dan Helen Manik.

    Langkah gencar KPK memanggil berbagai saksi, mulai dari tenaga ahli, mahasiswa, hingga istri perwira polisi, menunjukkan keseriusan lembaga antirasuah untuk memburu dan menyita seluruh aset hasil korupsi Heri Gunawan demi memaksimalkan pemulihan kerugian negara

  • Sugiri Sancoko Kena OTT, KPK Gas Pol Usut Dugaan Korupsi Proyek Monumen Reog Rp35 Miliar

    Sugiri Sancoko Kena OTT, KPK Gas Pol Usut Dugaan Korupsi Proyek Monumen Reog Rp35 Miliar

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kekinian mengusut dugaan korupsi proyek Monumen Reog dan Museum Peradaban (MRMP) di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Proses ini dilakukan setelah menetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko sebagai tersangka yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada pekan lalu.

    “Peristiwa tertangkap tangan seringkali menjadi pintu masuk bagi KPK untuk menelusuri dan melacak apakah praktik-praktik dugaan tindak pidana korupsi juga terjadi pada sektor-sektor lainnya di wilayah tersebut,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Jumat, 14 November.

    Budi mengatakan pengusutan dugaan korupsi monumen reog dan museum peradaban berangkat dari temuan penyidik di lapangan. “Ini masih didalami,” tegasnya.

    “Oleh karena itu informasi dan laporan dari masyarakat menjadi sangat penting untuk membantu KPK dalam mengungkap suatu perkara,” sambung Budi.

    Adapun dugaan korupsi monumen reog juga pernah dilaporkan ke KPK pada Agustus lalu oleh warga, Ardian Fahmi. Ketika datang ke kantor komisi antirasuah, dia bilang proyek ini diduga merugikan negara hingga Rp35 miliar dari total nilai Rp76 miliar.

    “Jauh-jauh datang ke KPK pada siang ini untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang ada di Ponorogo terutama mengenai megaproyek Monumen atau Museum Reog Ponorogo yang ada di Kecamatan Sampung, Ponorogo,” kata Ardian Fahmi yang merupakan warga Ponorogo kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

    Ardian menyebut pelaporan ini juga menyasar pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo dan swasta. “Untuk pihak swasta yang diduga terlibat, yakni PT Widya Satria yang berkantor di Kota Surabaya dan owner PT tersebut adalah pimpinan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Jawa Timur,” ujarnya.

    Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni Agus Pramono yang merupakan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Ponorogo yang sudah menjabat sejak 2012; Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo; dan Sucipto yang merupakan pihak swasta rekanan RSUD Ponorogo dalam paket pekerjaan di lingkungan Kabupaten Ponorogo.

    Penetapan tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat, 7 November. Ada tiga klaster korupsi yang ditemukan KPK.

    Pertama adalah dugaan suap pengurusan jabatan. Lalu suap proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya atau gratifikasi.

    Dalam kasus suap pengurusan jabatan, Yunus selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo tahu akan diganti oleh Sugiri sejak awal tahun. Sehingga, dia menyiapkan sejumlah uang dan menyerahkannya sebanyak tiga kali.

    Penyerahan pertama dilakukan Yunus kepada Sugiri pada Februari 2025 dengan nominal Rp400 juta. Duit ini diberikan melalui ajudan.

    

Kemudian, pada periode April-Agustus, Yunus menyerahkan uang senilai Rp325 juta kepada Agus Pramono.

    Lalu, dia kembali menyerahkan uang sebesar Rp500 juta kepada Ninik yang merupakan kerabat Sugiri pada November. Sehingga, duit yang diterima Sugiri mencapai Rp900 juta.

    Tak sampai di situ, Sugiri juga mendapatkan Rp1,4 miliar dari proyek paket pekerjaan di lingkungan RSUD Ponorogo dengan nilai Rp14 miliar. Duit ini disebut KPK awalnya lebih dulu diterima Yunus selaku Kepala RSUD.

    Sedangkan pada klaster terakhir, diduga ada penerimaan gratifikasi berupa uang ratusan juta dari pihak swasta oleh Sugiri.

  • DPRD Apresiasi Keterlibatan GMNI Surabaya Awasi 10 Proyek Infrastruktur Strategis

    DPRD Apresiasi Keterlibatan GMNI Surabaya Awasi 10 Proyek Infrastruktur Strategis

    Surabaya (beritajatim.com) – Wakil Ketua DPRD Surabaya, Arif Fathoni, menilai keterlibatan mahasiswa dalam pengawasan pembangunan menjadi bagian penting dari kontrol publik. Dia menyampaikan hal itu usai menerima audiensi DPC GMNI Surabaya yang menyerahkan kajian terkait sepuluh proyek infrastruktur strategis di Kota Pahlawan.

    “Teman-teman DPC GMNI Surabaya menyampaikan hasil diskusi internal soal 10 proyek infrastruktur strategis di Kota Surabaya,” kata Arif Fathoni, Jumat (14/11/2025).

    Dalam pertemuan tersebut, GMNI membawa kajian lengkap dan menyatakan kesiapan untuk ikut memantau proses pembangunan. Toni, sapaan akrabnya, menilai langkah itu sebagai bentuk keberpihakan mahasiswa terhadap tata kelola pembangunan yang lebih terbuka.

    “Teman-teman membawa hasil kajian dan akan terlibat dalam pengawasan proyek infrastruktur strategis tersebut agar sesuai dengan perencanaan,” ujarnya.

    GMNI Surabaya juga mengkritisi aspek pembiayaan, terutama agar percepatan pembangunan tidak berujung pada kenaikan pajak daerah. Toni menyebut masukan tersebut sebagai aspirasi yang patut dipertimbangkan dalam perumusan skema pendanaan alternatif.

    “GMNI juga mendorong agar pembiayaan alternatif tidak membebankan kenaikan pajak di tengah masyarakat,” jelasnya.

    Menanggapi hal itu, Toni menegaskan bahwa pembiayaan alternatif merupakan salah satu inovasi yang dapat mempercepat pembangunan tanpa terlalu bergantung pada APBD. Dia menyebut model pendanaan modern sebagai jalan keluar untuk mengatasi keterbatasan fiskal daerah.

    “Saya menyampaikan bahwa pembiayaan alternatif merupakan inovasi agar akselerasi pembangunan di Surabaya dapat terlaksana dengan baik,” tuturnya.

    Lebih jauh, Toni menegaskan percepatan pembangunan infrastruktur tidak hanya berkaitan dengan estetika kota, namun berdampak langsung terhadap ekonomi masyarakat. Menurutnya, semakin banyak proyek berjalan, semakin besar potensi terbukanya lapangan kerja dan pergerakan usaha kecil.

    “Percepatan pembangunan juga dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang otomatis akan mengentas kemiskinan di Kota Surabaya,” katanya.

    Sementara itu, Ketua DPC GMNI Surabaya, Virgiawan Budi Prasetyo, menegaskan komitmen organisasinya untuk terlibat aktif dalam pengawasan 10 proyek infrastruktur strategis di Kota Surabaya.

    “Kami memandang bahwa pengawasan kolektif adalah kunci agar pembangunan di Surabaya berjalan sesuai tujuan dan memberi manfaat yang merata,” ujar Virgiawan.

    Dia menambahkan bahwa GMNI Surabaya ingin mendorong pembangunan kota yang berpijak pada prinsip keberlanjutan fiskal dan keberpihakan sosial. Karena itu, dia menilai perlu adanya ruang dialog yang lebih luas antara pemangku kepentingan, baik pemerintah daerah, DPRD, maupun masyarakat sipil.

    “Kami ingin memastikan pembangunan ini selesai secara fisik dan tetap menjaga keberlanjutan APBD serta program-program kerakyatan,” kata Virgiawan.

    Menurutnya, mahasiswa memiliki posisi strategis dalam menjembatani aspirasi publik dan membantu meminimalkan risiko sosial maupun hambatan teknis di lapangan.

    “Partisipasi publik harus menjadi bagian dari ekosistem pembangunan. Kami siap ambil peran demi Surabaya yang lebih maju dan berkeadilan,” pungkasnya. [adv/but]

  • KPK ‘Cupu’ tak Berani Hadirkan Menantu Jokowi di Sidang Suap Proyek Jalan Sumut

    KPK ‘Cupu’ tak Berani Hadirkan Menantu Jokowi di Sidang Suap Proyek Jalan Sumut

    GELORA.CO – Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan aksi teatrikal di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (14/11/2025).

    Aksi yang menampilkan wayang dan penggunaan sejumlah topeng itu merupakan bentuk sindiran terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai tidak berani memeriksa Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Sumut.

    “Kita menuntut KPK untuk memeriksa Bobi dalam perkara korupsi pembangunan jalan Sipiongot–Labuhanbatu dan Hutaimbaru–Sipiongot,” kata Peneliti ICW, Zararah Azhim Syah, kepada awak media di lokasi.

    Zararah mengingatkan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan, melalui Ketua Majelis Khamozaro Waruwu, pernah memerintahkan Jaksa Penuntut KPK untuk menghadirkan Bobby sebagai saksi dalam sidang terdakwa pemberi suap, Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang.

    Menurut Zararah, dasar hukum pemeriksaan Bobby sudah jelas. Namun KPK dinilai terus menunda dan tidak menepati janji yang sebelumnya disampaikan Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak.

    “Dan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pada 30 September juga menyatakan bahwasanya apabila ada perintah dari pengadilan, maka KPK akan memeriksa Bobi Nasution begitu, karena ada dasar hukumnya,” ucapnya.

    Zararah bahkan menyebut KPK terkesan takut memeriksa menantu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Ia merujuk pemberitaan media yang menyatakan adanya usulan internal penyidik untuk memeriksa Bobby, namun tidak ditindaklanjuti kasatgas penyidikan kasus tersebut.

    “Bahkan yang kami tahu penyidik KPK sudah mengusulkan kepada ketua satgas yang menangani kasus ini untuk memeriksa Bobby, tapi ketiga kepala satgas tersebut tidak ada yang berani untuk memeriksa Bobby,” kata Zararah.

    Dalam aksi tersebut, para peserta duduk di halaman yang dipagari kawat berduri sambil memainkan wayang-wayang kertas berbentuk berbagai tokoh. Mereka juga membawa properti bambu dan sejumlah poster bernada sindiran.

    Di belakang peserta aksi terbentang spanduk besar berwarna oranye bertuliskan “Kalau KPK Masih Independen Periksa Bobby Sekarang!” Puluhan poster senada juga diletakkan di lantai, antara lain bertuliskan “Periksa Bobby” “KPK Takut Sama Siapa?” hingga “KPK Cupu Karena Cepu.”

    Beberapa peserta aksi tampak menggunakan topeng bergambar wajah Jokowi, Bobby, dan Kahiyang Ayu. Aksi teatrikal ini menjadi simbol kritik keras terhadap KPK yang dinilai enggan memeriksa Bobby dalam kasus dugaan suap proyek infrastruktur jalan di Sumut.

    Eks Kadis PUPR Sumut Segera Disidang

    Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Ginting (TOP), yang disebut dekat dengan Gubernur Bobby Nasution, akan segera diadili di Pengadilan Tipikor Medan.

    Dua pejabat lain turut menjadi terdakwa, yakni Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta Heliyanto (HEL), PPK Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumut.

    Ketiganya didakwa terkait penerimaan suap proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumatera Utara dan Satker PJN Wilayah I Sumut. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah melimpahkan berkas perkara dan para terdakwa ke Pengadilan Tipikor Medan.

    “Hari ini, Rabu (12/11), Tim JPU KPK melimpahkan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait suap proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatra dan proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatra Utara ke PN Tipikor Medan a.n. Tersangka Topan Obaja Ginting, Rasuli, dan Heliyanto,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

    Budi mengatakan, masyarakat diminta menunggu jadwal sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh JPU.

    “Sidang bersifat terbuka. KPK mengajak masyarakat untuk turut mengikuti jalannya persidangan sebagai salah satu bentuk pelibatan publik dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya.

    Sementara itu, pihak pemberi suap telah lebih dulu disidangkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, serta Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi.

    Keduanya didakwa memberikan suap sebesar Rp4,5 miliar kepada sejumlah pihak, termasuk Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Ginting. Akhirun dituntut 3 tahun penjara, sedangkan Rayhan dituntut 2 tahun 6 bulan.

    Pada hari yang sama, keduanya membacakan pembelaan (pledoi) atas tuntutan jaksa. Budi menyebut para terdakwa memberikan apresiasi atas pembuktian jaksa selama persidangan.

    “Pada hari ini juga, telah selesai agenda pledoi dari terdakwa Muhammad Akhirun Piliang dan Muhammad Rayhan yang pada intinya mereka salut atas pembuktian dari Tim JPU KPK selama persidangan,” kata Budi.

    Kasus suap ini terungkap dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Sumut pada Kamis malam, 26 Juni 2025.

    Namun hingga kini, langkah JPU KPK untuk menghadirkan Gubernur Sumut, Bobby Nasution (BN), sebagai saksi dalam sidang kasus suap tersebut masih belum jelas.

    Ketua Majelis Hakim Tipikor PN Medan, Khamozaro Waruwu, sempat memerintahkan jaksa agar menghadirkan Bobby di persidangan terdakwa Akhirun. Tidak lama setelah perintah itu, rumah Khamozaro dilaporkan mengalami kebakaran dan memicu dugaan teror.

    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan pemanggilan Bobby masih menunggu laporan jaksa kepada pimpinan KPK.

    “Kami tambahkan kembali terkait dengan tadi pertanyaan bagaimana saudara BN. Seperti sudah disampaikan oleh Pak Ketua, kita juga sama sedang menunggu itu,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Senin (10/11/2025).

    Asep menjelaskan laporan jaksa baru akan disampaikan setelah sidang perkara dengan terdakwa pemberi suap, Muhammad Akhirun Piliang (KIR), diputuskan. Pemanggilan Bobby kemungkinan dilakukan pada sidang lain yang masih berkaitan dengan perkara suap yang menjerat Topan Obaja Ginting.

    “Ini kan belum putusannya. Putusannya seperti apa, setelah persidangan baru dilaporkan. Kita tunggu ya, sama-sama,” ujar Asep.