Tag: Budi Prasetyo

  • DPRD Apresiasi Keterlibatan GMNI Surabaya Awasi 10 Proyek Infrastruktur Strategis

    DPRD Apresiasi Keterlibatan GMNI Surabaya Awasi 10 Proyek Infrastruktur Strategis

    Surabaya (beritajatim.com) – Wakil Ketua DPRD Surabaya, Arif Fathoni, menilai keterlibatan mahasiswa dalam pengawasan pembangunan menjadi bagian penting dari kontrol publik. Dia menyampaikan hal itu usai menerima audiensi DPC GMNI Surabaya yang menyerahkan kajian terkait sepuluh proyek infrastruktur strategis di Kota Pahlawan.

    “Teman-teman DPC GMNI Surabaya menyampaikan hasil diskusi internal soal 10 proyek infrastruktur strategis di Kota Surabaya,” kata Arif Fathoni, Jumat (14/11/2025).

    Dalam pertemuan tersebut, GMNI membawa kajian lengkap dan menyatakan kesiapan untuk ikut memantau proses pembangunan. Toni, sapaan akrabnya, menilai langkah itu sebagai bentuk keberpihakan mahasiswa terhadap tata kelola pembangunan yang lebih terbuka.

    “Teman-teman membawa hasil kajian dan akan terlibat dalam pengawasan proyek infrastruktur strategis tersebut agar sesuai dengan perencanaan,” ujarnya.

    GMNI Surabaya juga mengkritisi aspek pembiayaan, terutama agar percepatan pembangunan tidak berujung pada kenaikan pajak daerah. Toni menyebut masukan tersebut sebagai aspirasi yang patut dipertimbangkan dalam perumusan skema pendanaan alternatif.

    “GMNI juga mendorong agar pembiayaan alternatif tidak membebankan kenaikan pajak di tengah masyarakat,” jelasnya.

    Menanggapi hal itu, Toni menegaskan bahwa pembiayaan alternatif merupakan salah satu inovasi yang dapat mempercepat pembangunan tanpa terlalu bergantung pada APBD. Dia menyebut model pendanaan modern sebagai jalan keluar untuk mengatasi keterbatasan fiskal daerah.

    “Saya menyampaikan bahwa pembiayaan alternatif merupakan inovasi agar akselerasi pembangunan di Surabaya dapat terlaksana dengan baik,” tuturnya.

    Lebih jauh, Toni menegaskan percepatan pembangunan infrastruktur tidak hanya berkaitan dengan estetika kota, namun berdampak langsung terhadap ekonomi masyarakat. Menurutnya, semakin banyak proyek berjalan, semakin besar potensi terbukanya lapangan kerja dan pergerakan usaha kecil.

    “Percepatan pembangunan juga dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang otomatis akan mengentas kemiskinan di Kota Surabaya,” katanya.

    Sementara itu, Ketua DPC GMNI Surabaya, Virgiawan Budi Prasetyo, menegaskan komitmen organisasinya untuk terlibat aktif dalam pengawasan 10 proyek infrastruktur strategis di Kota Surabaya.

    “Kami memandang bahwa pengawasan kolektif adalah kunci agar pembangunan di Surabaya berjalan sesuai tujuan dan memberi manfaat yang merata,” ujar Virgiawan.

    Dia menambahkan bahwa GMNI Surabaya ingin mendorong pembangunan kota yang berpijak pada prinsip keberlanjutan fiskal dan keberpihakan sosial. Karena itu, dia menilai perlu adanya ruang dialog yang lebih luas antara pemangku kepentingan, baik pemerintah daerah, DPRD, maupun masyarakat sipil.

    “Kami ingin memastikan pembangunan ini selesai secara fisik dan tetap menjaga keberlanjutan APBD serta program-program kerakyatan,” kata Virgiawan.

    Menurutnya, mahasiswa memiliki posisi strategis dalam menjembatani aspirasi publik dan membantu meminimalkan risiko sosial maupun hambatan teknis di lapangan.

    “Partisipasi publik harus menjadi bagian dari ekosistem pembangunan. Kami siap ambil peran demi Surabaya yang lebih maju dan berkeadilan,” pungkasnya. [adv/but]

  • KPK ‘Cupu’ tak Berani Hadirkan Menantu Jokowi di Sidang Suap Proyek Jalan Sumut

    KPK ‘Cupu’ tak Berani Hadirkan Menantu Jokowi di Sidang Suap Proyek Jalan Sumut

    GELORA.CO – Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan aksi teatrikal di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (14/11/2025).

    Aksi yang menampilkan wayang dan penggunaan sejumlah topeng itu merupakan bentuk sindiran terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai tidak berani memeriksa Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Sumut.

    “Kita menuntut KPK untuk memeriksa Bobi dalam perkara korupsi pembangunan jalan Sipiongot–Labuhanbatu dan Hutaimbaru–Sipiongot,” kata Peneliti ICW, Zararah Azhim Syah, kepada awak media di lokasi.

    Zararah mengingatkan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan, melalui Ketua Majelis Khamozaro Waruwu, pernah memerintahkan Jaksa Penuntut KPK untuk menghadirkan Bobby sebagai saksi dalam sidang terdakwa pemberi suap, Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang.

    Menurut Zararah, dasar hukum pemeriksaan Bobby sudah jelas. Namun KPK dinilai terus menunda dan tidak menepati janji yang sebelumnya disampaikan Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak.

    “Dan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pada 30 September juga menyatakan bahwasanya apabila ada perintah dari pengadilan, maka KPK akan memeriksa Bobi Nasution begitu, karena ada dasar hukumnya,” ucapnya.

    Zararah bahkan menyebut KPK terkesan takut memeriksa menantu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Ia merujuk pemberitaan media yang menyatakan adanya usulan internal penyidik untuk memeriksa Bobby, namun tidak ditindaklanjuti kasatgas penyidikan kasus tersebut.

    “Bahkan yang kami tahu penyidik KPK sudah mengusulkan kepada ketua satgas yang menangani kasus ini untuk memeriksa Bobby, tapi ketiga kepala satgas tersebut tidak ada yang berani untuk memeriksa Bobby,” kata Zararah.

    Dalam aksi tersebut, para peserta duduk di halaman yang dipagari kawat berduri sambil memainkan wayang-wayang kertas berbentuk berbagai tokoh. Mereka juga membawa properti bambu dan sejumlah poster bernada sindiran.

    Di belakang peserta aksi terbentang spanduk besar berwarna oranye bertuliskan “Kalau KPK Masih Independen Periksa Bobby Sekarang!” Puluhan poster senada juga diletakkan di lantai, antara lain bertuliskan “Periksa Bobby” “KPK Takut Sama Siapa?” hingga “KPK Cupu Karena Cepu.”

    Beberapa peserta aksi tampak menggunakan topeng bergambar wajah Jokowi, Bobby, dan Kahiyang Ayu. Aksi teatrikal ini menjadi simbol kritik keras terhadap KPK yang dinilai enggan memeriksa Bobby dalam kasus dugaan suap proyek infrastruktur jalan di Sumut.

    Eks Kadis PUPR Sumut Segera Disidang

    Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Ginting (TOP), yang disebut dekat dengan Gubernur Bobby Nasution, akan segera diadili di Pengadilan Tipikor Medan.

    Dua pejabat lain turut menjadi terdakwa, yakni Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta Heliyanto (HEL), PPK Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumut.

    Ketiganya didakwa terkait penerimaan suap proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumatera Utara dan Satker PJN Wilayah I Sumut. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah melimpahkan berkas perkara dan para terdakwa ke Pengadilan Tipikor Medan.

    “Hari ini, Rabu (12/11), Tim JPU KPK melimpahkan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait suap proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatra dan proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatra Utara ke PN Tipikor Medan a.n. Tersangka Topan Obaja Ginting, Rasuli, dan Heliyanto,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

    Budi mengatakan, masyarakat diminta menunggu jadwal sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh JPU.

    “Sidang bersifat terbuka. KPK mengajak masyarakat untuk turut mengikuti jalannya persidangan sebagai salah satu bentuk pelibatan publik dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya.

    Sementara itu, pihak pemberi suap telah lebih dulu disidangkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, serta Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi.

    Keduanya didakwa memberikan suap sebesar Rp4,5 miliar kepada sejumlah pihak, termasuk Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Ginting. Akhirun dituntut 3 tahun penjara, sedangkan Rayhan dituntut 2 tahun 6 bulan.

    Pada hari yang sama, keduanya membacakan pembelaan (pledoi) atas tuntutan jaksa. Budi menyebut para terdakwa memberikan apresiasi atas pembuktian jaksa selama persidangan.

    “Pada hari ini juga, telah selesai agenda pledoi dari terdakwa Muhammad Akhirun Piliang dan Muhammad Rayhan yang pada intinya mereka salut atas pembuktian dari Tim JPU KPK selama persidangan,” kata Budi.

    Kasus suap ini terungkap dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Sumut pada Kamis malam, 26 Juni 2025.

    Namun hingga kini, langkah JPU KPK untuk menghadirkan Gubernur Sumut, Bobby Nasution (BN), sebagai saksi dalam sidang kasus suap tersebut masih belum jelas.

    Ketua Majelis Hakim Tipikor PN Medan, Khamozaro Waruwu, sempat memerintahkan jaksa agar menghadirkan Bobby di persidangan terdakwa Akhirun. Tidak lama setelah perintah itu, rumah Khamozaro dilaporkan mengalami kebakaran dan memicu dugaan teror.

    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan pemanggilan Bobby masih menunggu laporan jaksa kepada pimpinan KPK.

    “Kami tambahkan kembali terkait dengan tadi pertanyaan bagaimana saudara BN. Seperti sudah disampaikan oleh Pak Ketua, kita juga sama sedang menunggu itu,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Senin (10/11/2025).

    Asep menjelaskan laporan jaksa baru akan disampaikan setelah sidang perkara dengan terdakwa pemberi suap, Muhammad Akhirun Piliang (KIR), diputuskan. Pemanggilan Bobby kemungkinan dilakukan pada sidang lain yang masih berkaitan dengan perkara suap yang menjerat Topan Obaja Ginting.

    “Ini kan belum putusannya. Putusannya seperti apa, setelah persidangan baru dilaporkan. Kita tunggu ya, sama-sama,” ujar Asep.

  • Diperiksa KPK Terkait Kasus CSR BI-OJK, Istri Kasat Lantas Polres Batu Bungkam  

    Diperiksa KPK Terkait Kasus CSR BI-OJK, Istri Kasat Lantas Polres Batu Bungkam  

    JAKARTA – Istri Kasat Lantas Polres Batu AKP Kevin Ibrahim, Melissa B. Darban bungkam usai diperiksa terkait dugaan korupsi program sosial atau CSR Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dia dimintai keterangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi pada hari ini.

    Adapun Melissa meninggalkan kantor KPK sekitar pukul 19.56 WIB. Dia dimintai keterangan sejak sore hari.

    Tak ada pernyataan yang disampaikan. Melissa juga mengabaikan pertanyaan jurnalis di lapangan, termasuk tentang hubungannya dengan Heri Gunawan, legislator Partai Gerindra yang jadi tersangka dalam kasus ini.

    Sementara itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan pemeriksaan terhadap Melissa untuk menelusuri aset yang diduga bersumber dari hasil tindak pidana korupsi. Tapi, dia tak memerinci lebih lanjut. 

    “Penelusuran aset,” kata Budi, Kamis malam.

    Selain Melissa, KPK pada hari ini turut memanggil lima orang saksi lainnya. Mereka adalah Martono dan Helen Manik yang merupakan eks tenaga ahli legislator Gerindra, Heri Gunawan; mahasiswa bernama Syarifah Husna dan Syifa Rizka Violin; serta dokter bernama Widya Rahayu Arini Putri.

    Diberitakan sebelumnya, KPK secara resmi mengumumkan legislator DPR Fraksi Partai NasDem Satori dan Heri Gunawan selaku legislator DPR Fraksi Partai Gerindra sebagai tersangka dugaan korupsi dana CSR BI-OJK. Keduanya diduga menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    Satori diduga menerima total Rp12,52 miliar dalam kasus ini. Rinciannya Rp6,30 miliar dari BI; Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; dan Rp1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR lainnya.

    Uang tersebut diduga digunakan keperluan pribadinya, seperti deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya.

    Sedangkan Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar dan menggunakannya juga untuk kepentingan pribadi. Rinciannya Rp6,26 miliar dari BI; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR lainnya.

    Duit itu disebut KPK ditampung dalam rekening. Heri Gunawan kemudian menggunakannya untuk membangun rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan hingga kendaraan roda empat.

  • 25 Sepeda Mewah Milik Dirut RSUD Ponorogo Ikut Disita KPK
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        13 November 2025

    25 Sepeda Mewah Milik Dirut RSUD Ponorogo Ikut Disita KPK Surabaya 13 November 2025

    25 Sepeda Mewah Milik Dirut RSUD Ponorogo Ikut Disita KPK
    Tim Redaksi
    MADIUN, KOMPAS.com
    – Tak hanya dua mobil mewah, sebanyak 25 sepeda mewah milik Dirut RSUD Ponorogo, Yunus Mahatma ikut disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    Motor mewah berbagai merek itu disita di kediaman Yunus di Jalan Sumatera No 17, Kota Madiun, Jawa Timur, Kamis (13/11/2025) malam.
    Yunus Mahatma yang merupakan Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Harjono
    Ponorogo
    menjadi salah satu tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo.
    Sebanyak 25 sepeda balap itu disita setelah tim KPK menggeledah rumah Yunus selama 3,5 jam. Sepeda balap yang disita langsung diangkut menggunakan truk milik Polres Madiun Kota.
    Pantuan di rumah Yunus Mahatma, beberapa sepeda yang disita bermerek Polygon, Santacruz, Dahon,Trex dan Brompton. Diperkirakan, per satu sepeda bernilai belasan hingga ratusan juta rupiah.
    Sebelum disita, tim KPK mendata dan mendokumentasi setiap sepeda milik Yunus yang hendak disita.
    Selanjutnya, sepeda-sepeda tersebut dimasukkan satu persatu ke mobil dalmas Polres Madiun Kota.
    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo yang dikonfirmasi terpisah menyatakan akan mengecek informasi tersebut. “Kami cek dulu informasi tersebut,” kata Budi.
    Diberitakan sebelumnya, tim Komisi Pemberantasam Korupsi (KPK) menyita dua mobil mewah bernomor cantik milik Dirut RSUD dr Harjono Ponorogo, Yunus Mahatma yang terparkir di rumah pribadinya di Jalan Sumatera Kota Madiun, Jawa Timur, Kamis (13/11/2025) malam.
    Dua mobil yang disita yakni satu merek Rubicon warna merah bernopol N 47MA dan BMW warna silver bernomor polisi cantik yakni L 47 MA.
    Pantauan di lokasi, lima personel tim KPK tampak mengecek kondisi dua mobil mewah yang terparkir di rumah bertingkat dua milik Yunus Mahatma. Selain masuk dalam kabin mobil, tim KPK juga menguji kondisi mobil dengan menyalakan mesinnya hingga menyalakan lampu depan.
    Tak hanya itu, tim KPK juga memberikan tali plastik berwarna merah bertuliskan KPK. Tali itu dibentangkan di bagian depan mobil mewah yang disita.
    Penyitaan dua mobil mewah itu disaksikan langsung oleh Kasat Reskrim Polres Madiun Kota, AKP Agus Riadi dan beberapa anak buahnya.
    Agus yang dikonfirmasi saat keluar dari rumah Yunus Mahatma enggan jauh berkomentar.
    “Bukan kewenangan saya,” kata Agus.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Bantah Kriminalisasi Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi

    KPK Bantah Kriminalisasi Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah tuduhan kriminalisasi yang disampaikan mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi. Lembaga antirasuah menegaskan dugaan korupsi yang dilakukan Ira telah merugikan negara. 

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan proses hukum yang telah berjalan telah memenuhi aspek formil dan materiil. Budi menekankan bahwa proses akuisisi kapal feri PT JN oleh ASDP diduga terjadi pengkondisian dan rekayasa.

    “Bahwa terkait akuisisi tersebut, diduga telah dilakukan pengkondisian dan rekayasa dalam proses dan hasil valuasi aset-asetnya, termasuk kapal-kapalnya yang sudah berusia tua dan butuh banyak biaya perawatan,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Kamis (13/11/2025). 

    Budi menjelaskan proses due dilligence juga diduga tidak dilakukan secara obyektif, diantaranya terkait analisis kondisi keuangan PT JN.

    Budi menyampaikan bahwa kerja sama akuisisi tidak hanya terkait pembelian kapal, namun juga termasuk dengan kewajiban atau hutang yang nantinya harus ditanggung dan dibayar oleh ASDP.

    Dari hal itulah, kata Budi, diduga terjadi perbuatan melawan hukum yang kemudian mengakibatkan kerugian keuangan negara.

    “Proses penyidikan dan penetapan para tersangka dalam perkara ini juga sudah diuji dalam pra-peradilan, dan hakim menyatakan bahwa seluruh proses yang dilakukan KPK telah memenuhi aspek formil dan dinyatakan sah,” tegas Budi.

    Ira telah disangkakan merugikan negara Rp893 miliar atau 70% dari nilai akuisisi. Pada hari Kamis pekan lalu, Ira menyampaikan pledoi atas perkara yang menjeratnya.

    Di hadapan hakim, Ira mengatakan dirinya tidak pernah ditunjukkan KPK bukti adanya tindakan korupsi yang dilakukan pihaknya. Menurutnya, pembuktiaan atas kerugian negara datang dari KPK sendiri yang dikeluarkan pada 28 Mei 2025 atau tiga bulan setelah dirinya ditahan. 

    Dia juga mengatakan ada perhitungan keliru dari dosen perkapalan yang dibawa KPK saat menghitung valuasi perusahaan. 

    Menurut Ira, ada tiga poin yang diabaikan saat menghitung nilai perusahaan. Pertama, kapal-kapal JN dianggap sebagai benda mati tidak produktif seperti kursi atau meja, padahal kapal-kapal ini Laik Laut, dan menghasilkan pendapatan. 

    Kedua, setelah diakuisisi, bisnis ASDP dan JN dapat diintegrasikan hingga akan mengefisienkan biaya operasional seperti untuk pembelian suku cadang yang tentu lebih murah karena dibeli dalam jumlah besar secara gabungan.

    Ketiga, karena ada pembatasan jumlah kapal pada lintasan komersial, maka izin tidak dikeluarkan lagi. Kapal JN seluruhnya adalah kapal dengan izin komersil.  Menurutnya kerugian negara yang didakwakan oleh KPK adalah framing hasil rekayasa.

  • KPK Endus Dugaan Korupsi Monumen Reog Ponorogo

    KPK Endus Dugaan Korupsi Monumen Reog Ponorogo

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mendalami dugaan korupsi proyek pembangunan Monumen Reog dan Museum Perdaban (MRMP) di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

    “Ini masih pendalaman, karena ada informasi dan petunjuk lainnya,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dikutip Kamis (13/11/2025).

    Dugaan ini setelah penyidik lembaga antirasuah melakukan operasi tangkap tangan di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Ponorogo pekan lalu. Menurutnya, melalui operasi senyap berbagai informasi lainnya dapat terkuak dan didalami oleh penyidik KPK.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu sempat menyinggung terkait dugaan korupsi Museum Reog di Kabupaten Ponorogo. 

    “Tidak hanya museum reog saja, setiap pengadaan barang dan jasa yang ada di Kabupaten Ponorogo tentunya sekaligus akan kami dalami terkait hal-hal tersebut, penyimpangan-penyimpangannya, bersamaan dengan kami melakukan penyidikan terkait dengan OTT pada kali ini,” kata Asep, Minggu (9/11/2025).

    Asep menyampaikan dugaan ini akan didalami bersamaan dengan dugaan korupsi tiga klaster yang dilakukan oleh Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko yakni suap pengkondisian jabatan dan proyek RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo, serta gratifikasi.

    Sugiri bersama Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo Agus Pramono, Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo Yunus Mahatma, dan Sucipto selaku pihak swasta telah ditetapkan tersangka dan ditahan oleh KPK.

    Pada kasus suap jabatan, Sugiri memperoleh total Rp900 juta dari Yunus. Uang dibayarkan Yunus sebanyak dua kali melalui ajudannya sebesar Rp400 juta dan teman Sugiri sebesar Rp500 juta. Adapun Agus Pramono menerima Rp325 juta.

    Kemudian, Sugiri meminta lagi kepada Yunus Rp1,5 miliar. Namun uang yang baru diterima Sugiri sebesar Rp500 juta. Di momen ini lah Sugiri tertangkap tangan dan uang tersebut disita penyidik lembaga antirasuah. Uang tersebut agar Yunus tetap menjabat sebagai Direktur Utama RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo.

    Pada proyek RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo, Sugiri diduga mendapatkan fee dari Sucipto selaku pihak swasta yang menangani proyek itu sebesar Rp1,4 miliar dari nilai proyek Rp14 miliar.

    Kemudian Sugiri juga tersandung gratifikasi. Pada 2023-2025, Sugiri menerima Rp225 juta dari Yunus Mahatma. Lalu pada Oktober 2025, Sugiri menerima Rp75 juta dari Eko selaku pihak swasta.

  • KPK Panggil 2 Tenaga Ahli Heri Gunawan terkait Kasus CSR BI-OJK

    KPK Panggil 2 Tenaga Ahli Heri Gunawan terkait Kasus CSR BI-OJK

    Bisnis.com, JAKARTA – Dua tenaga ahli dari tersangka kasus CSR Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, Heri Gunawan, dipanggil oleh Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). 

    Keduanya berinisial HM dan MAT tenaga ahli saat Heri Gunawan menjabat sebagai anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024. KPK juga memeriksa MBD selaku Ibu Rumah Tangga, SH selaku Mahasiswa, WRA selaku Dokter, dan SRV selaku Mahasiswa.

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Kamis (13/11/2025).

    Namun, Budi baru dapat menyampaikan detail materi pemeriksaan hingga mereka telah diperiksa penyidik lembaga antirasuah. 

    Selain Heri Gunawan, KPK juga telah menetapkan Satori, anggota Komisi XI DPR RI tahun 2019-2024 sebagai tersangka.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian; Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Lalu, Satori menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Keduanya menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti deposito, pembelian tanah untuk membangun showroom, dan aset lainnya.

  • Usut Kasus Pemerasan Gubernur Riau, KPK Geledah Kantor BPKAD dan Dinas Pendidikan

    Usut Kasus Pemerasan Gubernur Riau, KPK Geledah Kantor BPKAD dan Dinas Pendidikan

    Bisnis.com, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) pada Rabu (12/11/2025). 

    Dari penggeledahan itu KPK menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) terkait pergeseran anggaran di Provinsi Riau.

    “Dalam lanjutan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi di wilayah Provinsi Riau, Penyidik secara maraton melanjutkan giat penggeledahan di kantor BPKAD dan beberapa rumah pada Rabu (12/11),” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Kamis (13/11/2025).

    Pada hari ini, kata Budi, penyidik lembaga antirasuah akan mengeledah kantor Dinas Pendidikan

    “Tim akan melanjutkan giat penggeledahan di Dinas Pendidikan,” ujar Budi.

    Pada perkara ini, Gubernur Riau Abdul Wahid meminta ‘jatah preman’ sebesar Rp7 miliar. Fee berasal dari penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP dari awalnya Rp71,6 miliar, menjadi Rp177,4 miliar. Ada kenaikan Rp106 miliar.

    Uang diberikan secara berangsur, pada Juni 2025, Ferry selaku Sekda PUPR PKPP Riau mengumpulkan uang dari kepala UPT dengan total Rp1,6 miliar. 

    Dari uang tersebut, atas perintah Arief sebagai representasi Abdul Wahid, Ferry menyalurkan uang Rp1 miliar melalui Dani M Nursalam untuk diserahkan kepada Abdul Wahid.

    Ferry juga memberikan Rp600 juta kepada kerabat Arief. Pada Agustus 2025, Dani menginstruksikan melalui Arief, agar Ferry mengumpulkan uang dengan total Rp1,2 miliar.

    Atas perintah Arief, uang tersebut didistribusikan untuk driver pribadinya sebesar Rp300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp375 juta, dan disimpan oleh Ferry senilai Rp300juta.

    KPK juga menetapkan tersangka dan menahan Gubernur Riau Abdul Wahid, M. Arief Setiawan selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau dan Dani M. Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau.

  • Masih Kasus Gubernur Abdul Wahid, KPK Geledah Kantor BPKAD hingga Dinas Pendidikan Riau

    Masih Kasus Gubernur Abdul Wahid, KPK Geledah Kantor BPKAD hingga Dinas Pendidikan Riau

    Masih Kasus Gubernur Abdul Wahid, KPK Geledah Kantor BPKAD hingga Dinas Pendidikan Riau
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Setelah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Riau, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Riau dan beberapa rumah lainnya pada Rabu (12/11/2025).
    Penggeledahan itu masih berkaitan dengan pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap
    Gubernur Riau
    , Abdul Wahid.
    “Penyidik secara maraton melanjutkan giat penggeledahan di kantor BPKAD dan beberapa rumah pada Rabu (kemarin),” kata Juru Bicara
    KPK
    , Budi Prasetyo, kepada wartawan, Kamis (13/11/2025).
    Dari penggeledahan tersebut, penyidik KPK menyita dokumen dan barang bukti elektronik terkait pergeseran anggaran di Provinsi Riau.
    “Hari ini, Kamis, melanjutkan giat penggeledahan di Dinas Pendidikan,” tegas dia.
    KPK menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh masyarakat, khususnya di wilayah Riau, yang terus mendukung penuh penegakan hukum ini.
    “Mengingat, masyarakatlah sebagai pihak yang paling dirugikan akibat korupsi yang secara nyata telah mendegradasi kualitas pembangunan dan pelayanan publik,” jelas dia.
    Sebelumnya, KPK menangkap 10 orang dalam operasi senyap di Riau pada Senin (3/11/2025).
    Mereka di antaranya Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan, Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Ferry Yunanda, dan Tata Maulana yang merupakan orang kepercayaan Abdul Wahid.
    Kemudian, satu orang lain atas nama Dani M. Nursalam yang merupakan Tenaga Ahli Gubernur Riau Abdul Wahid menyerahkan diri pada Selasa (4/11/2025) petang.
    Menurut hasil pemeriksaan, para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Istri Abdul Wahid Curhat ke UAS , Ngaku Uang Dolar Sitaan KPK Tabungan untuk Berobat Anak

    Istri Abdul Wahid Curhat ke UAS , Ngaku Uang Dolar Sitaan KPK Tabungan untuk Berobat Anak

    GELORA.CO – Uang Sitaan KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Provinsi terhadap Gubernur Riau dan Kepala Dinas PUPR, memunculkan sejumlah fakta baru, setelah orang dekat Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid buka suara.

    Henny Sasmita istri Gubernur Riau Nonaktif, Abdul Wahid menceritakan perihal sebenarnya kepada Ustadz Abdul Somad (UAS) dan Ustadz Alnofiandri Dinar sebagai sahabat dekat suaminya sebelum ia berangkat ke Jakarta, pasca penetapan suaminya sebagai tersangka.

    Selasa (4/11/2025) pagi setelah Abdul Wahid dibawa ke Jakarta, istri Abdul Wahid datang ke pesantren Az Zahra, pesantren milik UAS di Rimbo Panjang. Ia curhat dan minta doa ke Ustadz Abdul Somad agar diberi kekuatan menghadapi persoalan tersebut.

    Sebab Henny begitu terpukul dengan peristiwa OTT yang menurutnya tidak mungkin dilakukan suaminya dan yakin suaminya tidak melakukan itu.

    Pada saat di Pesantren menurut cerita Ustadz Alnofiandri Dinar, Henny menyampaikan apa perasaannya saat itu. Dia terpukul dengan kejadian itu. Sangat syok serta kaget sekali dengan kejadian ini.

    “Karena sebelumnya tidak pernah informasi terkait ini, kemudian beliau rasanya sangat yakin dengan suaminya, selama di dunia politik sudah lebih 20 tahun, belum pernah ada track record informasi miring terhadap Abdul Wahid,” ujar Alnofiandri .

    Henny Sasmita juga menyampaikan isi hatinya dengan meyakini itu dan selama menjadi Gubernur sering mengingatkan suaminya untuk bekerja lurus dan menjaga nama UAS serta jaga nama Riau, sehingga ia sangat kaget dengan informasi penangkapan suaminya ini.

    Namun ada kejanggalan yang diceritakan Henny Sasmita dari OTT tersebut, terutama uang berbentuk Poundsterling dan Dolar yang disita di kediaman pribadinya di Jakarta, uang tersebut merupakan tabungan untuk anak.

    “Dari informasi beliau, uang itu sengaja ditabung, yang ditargetkan untuk berobat anak beliau, kemudian uang itu sebagian merupakan SPPD dan dana yang sisa dulu, disimpan dalam bentuk valuta asing, sehingga uang itu berasal dari kerja beliau, sebelumnya yang disimpan di Jakarta, dan tidak perlu dibawa ke Pekanbaru karena masih bolak balik ke Jakarta,” ujar Alnofiandri menceritakan.

    Karena lanjut Alnofiandri, Abdul Wahid, selain politikus juga dikenal seorang pengusaha, oleh karena itu, kepentingan terhadap valuta asing itu adalah sebuah kepentingan yang lumrah.

    “Jumlahnya juga tidak besar 800 juta untuk seorang pengusaha dan politikus yang sudah panjang perjalanannya menurut kami jumlah yang sangat lumrah. Oleh karena itu, uang itu adalah dana simpanan bukan sebagai uang setoran,” ujarnya.

    Saat ini istri Abdul Wahid menurut Alnofiandri, karena status Gubernur sudah nonaktif maka sudah kembali pada tugas awal, tugas sebagai pegawai di Badan Penghubung Riau di Jakarta.

    “Begitu suaminya tersangka maka langsung balik ke Jakarta dan menjalankan tugas dinasnya ditengah kondisinya yang masih syok terpukul mental,” jelasnya.

    “Saya harus kuat dan saya harus kuatkan anak saya dan saya harus kembali bekerja. Saya tidak akan peduli apa nanti cakap orang, mau diapakan orang terserah. Yang jelas saya berusaha lagi masuk ke kantor sebagai ASN,” ujar Alnofiandri menirukan pernyataan Henny sebelum berangkat ke Jakarta.

    Saat diskusi dengan istri Abdul Wahid, menurutnya semua tuduhan yang dituduhkan mulai dari Jatah preman dan setoran soal jabatan semuanya dibantah politisi PKB tersebut.

    “Saya diskusi dengan istri Wahid, dibantahnya semua tuduhan itu. Mulai dari Japrem proyek dan Japrem soal jabatan serta tuduhan lainnya,” tegas Alnofiandri.

    Pihaknya berharap masyarakat Riau berbaik sangka dengan Abdul Wahid, dengan hormati hukum ini berjalan. Kemudian meminta sesama orang Riau jangan saling menghakimi dan jangan saling framing sesama.

    “Kita mendoakan agar ini berjalan baik, hasilnya untuk kebaikan negeri dan mudah-mudahan Abdul Wahid bebas tidak ditetapkan sebagai terpidana. Beliau punya niat baik dan membuat program yang baik untuk masyarakat, sampai saat ini berbagai program,” ujarnya.

    Tribunpekanbaru.com mencoba melakukan komunikasi langsung dengan Henny Sasmita namun belum bersedia untuk diwawancarai langsung, karena kondisinya juga masih syok dan trauma berat.

    KPK Sita Rp 1,6 Miliar

    Sebelumya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang Rp 1,6 miliar dalam pecahan Dollar AS, Pound Sterling, dan Rupiah saat operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan Gubernur Riau, Abdul Wahid.

     Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, uang-uang dalam pecahan Dollar AS dan Pound Sterling disita di rumah Abdul Wahid di Jakarta.

    “Dan untuk uang-uang dalam bentuk Dollar AS dan Pound Sterling diamankan di Jakarta. Di salah satu rumah milik saudara AW (Abdul Wahid),” kata Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

    “Untuk uang-uang yang diamankan dalam bentuk Rupiah itu diamankan di Riau,” sambungnya.

    Budi mengatakan, uang sebesar Rp 1,6 miliar yang disita bukan penyerahan pertama.

    KPK menduga Abdul Wahid sebelumnya sudah pernah menerima penyerahan-penyerahan lainnya.

    “Artinya kegiatan tangkap tangan ini adalah bagian dari beberapa atau dari sekian penyerahan sebelumnya. Jadi sebelum kegiatan tangkap tangan ini diduga sudah ada penyerahan-penyerahan lainnya,” ujarnya.

    Geledah Sejumlah Tempat di Pekanbaru

    Setelah melakukan operasi tangkap tangan terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan perkara tersebut.

    Penyidik KPK telah menggeledah kantor Gubernur Riau Abdul Wahid pada Senin (10/11/2025).

    Sebagai informasi, sebelumnya KPK sudah menggeledah Kantor Dinas PUPR PKPP Riau, rumah dinas hingga rumah pribadi.

    Saat menyambangi kantor Gubernur, tim penyidik KPK datang menggunakan delapan unit mobil dan langsung memasuki kantor berlantai tiga itu, dengan pengawalan personel Brimob Polda Riau bersenjata. 

    Hari ini Rabu (12/11/2025), KPK terlihat mendatangi kantor Dinas BPKAD Riau.

    Setelah enam jam lebih melakukan penggeledahan, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya meninggalkan Kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Riau, Rabu (12/11/2025) sore.

    Pantauan di lokasi, tim KPK keluar dari gedung yang berlokasi di Jalan Cut Nyak Dien, Pekanbaru itu sekitar pukul 15.14 WIB. Berbeda dari penggeledahan sebelumnya, kali ini penyidik tampak tidak membawa koper yang berkas seperti penggeledahan di beberapa lokasi sebelumnya.

    Terlihat hanya satu kotak karton air mineral saja yang dibawa oleh petugas KPK. Kotak itu kemudian dimasukkan ke bagasi salah satu mobil yang ditumpangi tim KPK.

    Menurut keterangan seorang pegawai yang bertugas di Kantor BPKAD Riau, petugas KPK tiba di lokasi sejak pagi.

    “Iya dari pagi bang, sekitar jam 9 lah, lama juga mondar-mandir sampai sore ni baru keluar,” ujar seorang pegawai yang meminta namanya tidak ditulis.