Tag: Benjamin Netanyahu

  • Perpecahan di Israel: IDF Tanpa Misi Jelas ke Gaza, Menteri Heredi Lebih Baik Mati Ketimbang Gabung – Halaman all

    Perpecahan di Israel: IDF Tanpa Misi Jelas ke Gaza, Menteri Heredi Lebih Baik Mati Ketimbang Gabung – Halaman all

    Pasukan Israel Didera Perpecahan: Tanpa Misi Jelas ke Gaza, Heredi Nyatakan Lebih Baik Mati Ketimbang Gabung

    TRIBUNNEWS.COM – Rencana pengerahan besar-besar pasukan Israel (IDF) dalam perluasan agresi militer darat ke Gaza diadang sejumlah masalah.

    Suara-suara penolakan atas berlanjutnya agresi ke Gaza, selain dari koalisi sipil, kini kabarnya juga menjalar ke elemen militer Israel, dan makin kencang terdengar.

    Satu di antara penolakan elemen militer Israel, seperti dilansir Channel 14 Israel, adalah kalau pasukan pendudukan Israel di Gaza tidak diberi misi yang jelas mengenai sifat operasi mereka di Gaza.

    Krisis baru yang meningkat di koalisi penguasa Israel juga terlihat jelas setelah munculnya sebuah video muncul yang memperlihatkan Menteri Perumahan dan pemimpin partai United Torah Judaism, Yitzhak Goldknopf sedang menari mengikuti lagu yang memuat frasa “Kami mati tapi tidak mendaftar.”

    Hal ini terkait penolakan Kaum Yahudi Haredi untuk dipaksa mengikuti wajib militer oleh aturan baru di Israel.

    Wanita polisi Israel mengamankan seorang pengunjuk rasa dalam demonstrasi menentang wajib militer bagi kaum Yahudi Ultra-Ortodoks Haredi. (khaberni)

    “Di sebuah pesta pernikahan Haredi, Goldknopf menari. Ia mengancam akan membatalkan anggaran dan menyelenggarakan pemilu jika undang-undang yang melarang wajib militer pemuda Haredi tidak disahkan,” kata laporan Khaberni, Senin (24/3/2025).

    Lagu tersebut dijelakan merupakan wujud dari “Merayakan penolakan untuk bertugas di militer Israel”.

    Aksi Goldknopf  ini memicu meningkatnya seruan dalam beberapa jam terakhir agar menteri tersebut dipecat, sehingga memaksa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mengomentari insiden tersebut.

    Lirik lagu tersebut antara lain: “Kami mati daripada bergabung dengan tentara, kami tidak percaya pada kekuasaan orang-orang kafir,”.

    Sebagai informasi, orang-orang kafir yang dimaksud di sini adalah orang-orang Yahudi sekuler.

    Ketua partai United Torah Judaism berusaha membenarkan tindakannya, dengan mengatakan, “Saya menghadiri pernikahan salah satu anggota keluarga, dan saat berdansa, musik berubah menjadi lagu yang tidak saya sukai. Agar tidak menyinggung mempelai pria dan keluarganya, saya tetap tinggal di tempat saya. Sayangnya, ada yang memanfaatkan hal ini untuk menghasut, seolah-olah saya setuju dengan isi lagu tersebut. Namun, saya menolak dan mengutuknya.”

    Setelah kecaman berdatangan dan krisis meningkat, Goldknopf meminta maaf, dan melanjutkan:

    “Adalah tugas saya untuk segera membungkam orkestra, dan saya akan melakukannya di masa mendatang. Saya sepenuhnya memahami siapa yang terluka, dan saya minta maaf.”

    Biro Pusat Statistik Israel mengatakan bahwa 82.700 orang meninggalkan Israel pada 2024. Jumlah ini melonjak dari sekitar 55.000 pada tahun sebelumnya. Sementara hanya ada 23.800 orang yang kembali ke negara tersebut di periode yang sama. (middleeastmonitor)

    Netanyahu pun berkata, “Menteri Goldknopf bertindak tepat dengan menolak lagu yang diputar pada upacara yang dihadirinya, dan bahkan menyatakan penyesalannya atas hal itu. Tidak ada tempat bagi lagu yang menentang wajib militer di Israel.”

    Mantan Perdana Menteri Naftali Bennett berkata: “Tweet-tweet marah yang dikirim oleh para menteri pemerintah tentang penghinaan terhadap tentara IDF dalam lagu ini tidak ada gunanya. Para menteri sendiri mentransfer miliaran dolar kepada para penghindar pajak ini. Kita tidak butuh kecaman, tetapi penghentian total terhadap penghindaran anggaran.”

    Menteri Keuangan Bezalel Smotrich yang berhaluan kanan ekstremis berkata, “Memalukan! Kita tidak bisa lagi tinggal diam menghadapi ketidakpedulian, penghinaan, dan kurangnya dukungan Menteri Goldknopf terhadap Israel dan tentaranya.” 

    Sementara itu, kepala kubu resmi, Benny Gantz, mengatakan: “Ini bukan negara dalam negeri yang sering diulang-ulang Netanyahu. Ini adalah sabotase dari dalam pemerintahan yang merugikan Israel. Satu-satunya tanggapan terhadap tindakan Goldnopf adalah surat pemecatan dan pengiriman perintah wajib militer kepada para penghindar wajib militer ini, yang tariannya meludahi wajah tentara IDF.”

    Pemimpin oposisi Yair Lapid mengatakan, “Di negara yang telah menewaskan 1.850 orang dan melukai 14.000 tentara, seorang menteri yang menyerang Israel malam ini seharusnya dipecat. Namun, Netanyahu adalah perdana menteri yang suka mengelak.”

    Berikut adalah video tersebut:

     
     

  • Fatah Minta Hamas Mundur, Serahkan Kekuasaan ke Israel Demi Keselamatan Warga Palestina – Halaman all

    Fatah Minta Hamas Mundur, Serahkan Kekuasaan ke Israel Demi Keselamatan Warga Palestina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Partai Fatah yang dipimpin Presiden Palestina Mahmud Abbas mendesak Hamas untuk segera menyerahkan kekuasaan Jalur Gaza ke Israel.

    Adapun permintaan ini diajukan Fatah dengan dalih melindungi nyawa dan keberadaan warga Palestina yang mengungsi di Jalur Gaza.

    “Hamas harus mengundurkan diri dari pemerintahan dan mengakui sepenuhnya bahwa pertempuran di depan akan berujung pada berakhirnya keberadaan warga Palestina,” kata juru bicara Fatah Monther al-Hayek dalam pesan yang dikutip dari New Arab.

    Hamas sendiri hingga kini belum memberikan komentar atas desakan kelompok Fatah.

    Namun lewat cara ini Fatah menegaskan, bahwa penyerahan kekuasaan atas Gaza dapat mengurangi penderitaan warga Palestina yang selama ini telah tertekan akibat serangan Israel yang membabi buta,

    “Hamas harus menunjukkan belas kasihan terhadap Gaza, anak-anak, wanita dan pria,” kata juru bicara Fatah, Monther Al Hayek.

    Hamas Kuasai Gaza Sejak 2007

    Sebagai informasi, Hamas diketahui mulai mengambil alih kekuasaan di Gaza dari Otoritas Palestina yang didominasi Fatah pada 2007.

    Tepatnya saat konflik bersenjata terjadi pada Juni 2007, yang mengakibatkan Hamas mengambil alih Gaza dan mengusir pasukan Fatah dari wilayah tersebut.

    Sejak saat itu, Hamas telah menjadi penguasa de facto di Gaza, sementara Otoritas Palestina yang dipimpin oleh Fatah tetap menguasai Tepi Barat.

    Pengambilalihan ini juga menyebabkan Hamas dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel, Amerika Serikat, dan negara-negara Barat lainnya.

    Perkembangan Hamas yang kian pesat sayangnya membuat Israel mulai khawatir apabila kelompok tersebut mengancam stabilitas Israel dan menggagalkan potensi perdamaian dengan Palestina.

    Alasan tersebut yang membuat Israel kerap melakukan serangan dengan menargetkan wilayah-wilayah yang dianggap sebagai markas Hamas.

    Israel Ancam Bakal Caplok Lebih Banyak Wilayah Gaza

    Di tengah pertempuran yang kian memanas,  Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz mengancam akan melanjutkan agresi, menerjunkan pasukan pertahanan (IDF) untuk merebut lebih banyak wilayah di Gaza.

    “Jika Hamas terus menolak membebaskan para sandera, saya telah menginstruksikan IDF untuk merebut wilayah tambahan dan menduduki sebagian wilayah tersebut secara permanen,” kata Katz dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir BBC International.

    “Operasi ini dilakukan sambil mengevakuasi penduduk, dan memperluas zona keamanan di sekitar Gaza untuk kepentingan melindungi masyarakat Israel dan tentara IDF, melalui kendali permanen Israel atas wilayah tersebut,” imbuh Katz.

    Ancaman ini diungkap Katz sebagai gertakan atas sikap Hamas yang terus menolak membebaskan 24 dari 59 sandera yang masih hidup.

    Israel dan AS menuduh Hamas menolak usulan untuk memperpanjang gencatan senjata.

    “Ini menyusul penolakan berulang kali Hamas untuk membebaskan sandera kami, serta penolakannya terhadap semua proposal yang telah diterimanya dari Utusan Presiden AS Steve Witkoff,” kata PM Israel, Benjamin Netanyahu

    “Israel akan, mulai sekarang, bertindak melawan Hamas dengan kekuatan militer yang meningkat.” imbuhnya.

    Namun Hamas berdalih keputusannya untuk menunda pembebasan sandera Israel karena Netanyahu telah gagal mematuhi perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati sebelumnya.

    Perseteruan ini yang membuat Israel murka hingga kembali memerintahkan pasukannya untuk melanjutkan gempuran dan merebut lebih banyak wilayah Gaza.

    Untuk mempercepat pencaplokan, pekan lalu militer Israel menyebarkan selebaran berisi perintah agar warga sipil Gaza segera mengungsi dan meninggalkan area pertempuran di utara dan selatan wilayah Palestina.

    “Demi keselamatan Anda sendiri, Anda harus segera mengungsi ke tempat perlindungan yang diketahui di bagian barat Kota Gaza dan di Khan Younis,” katanya di akun X miliknya seperti dilansir Anadolu.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Kepala UNRWA: Penyerangan oleh Israel Membuat Gaza Semakin Dekat dengan Krisis Kelaparan Akut – Halaman all

    Kepala UNRWA: Penyerangan oleh Israel Membuat Gaza Semakin Dekat dengan Krisis Kelaparan Akut – Halaman all

    Kepala UNRWA: Penyerangan oleh Israel Membuat Gaza Semakin Dekat dengan Krisis Kelaparan Akut

    TRIBUNNEWS.COM-  Larangan dari Israel terhadap masuknya pasokan ke Jalur Gaza mendorong daerah kantong itu lebih dekat ke krisis kelaparan akut, kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) memperingatkan pada hari Minggu, Anadolu Agency melaporkan.

    “Sudah tiga minggu sejak otoritas Israel melarang masuknya pasokan ke Gaza,” kata Philippe Lazzarini dalam sebuah pernyataan.

    “Tidak ada makanan, tidak ada obat-obatan, tidak ada air, tidak ada bahan bakar. Pengepungan ketat berlangsung lebih lama dari yang terjadi pada fase pertama perang.”

    Israel telah melarang masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza sejak 4 Maret, menyusul berakhirnya tahap pertama gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan dengan Hamas.

    Lazzarini memperingatkan bahwa penduduk Gaza bergantung pada impor melalui Israel untuk kelangsungan hidup mereka.

    “Setiap hari yang berlalu tanpa bantuan yang masuk berarti semakin banyak anak yang tidur dalam keadaan kelaparan, penyakit menyebar, dan kemiskinan semakin parah,” katanya.

    “Setiap hari tanpa makanan, Gaza semakin dekat dengan krisis kelaparan akut,” kata kepala UNRWA.

    “Melarang bantuan adalah hukuman kolektif bagi Gaza: sebagian besar penduduknya adalah anak-anak, wanita, dan pria biasa.”

    Lazzarini menyerukan agar pengepungan Israel dicabut, semua sandera dibebaskan, dan bantuan kemanusiaan serta pasokan komersial diberikan secara “tanpa gangguan dan dalam skala besar.”

    Tentara Israel telah melancarkan operasi udara mendadak di Gaza sejak Selasa, menewaskan lebih dari 700 warga Palestina, melukai lebih dari 1.200 lainnya, dan menghancurkan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan yang berlaku pada bulan Januari.

    Lebih dari 50.000 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 113.000 terluka dalam serangan brutal militer Israel di Gaza sejak Oktober 2023.

    Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan November lalu untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR 

  • Setelah Bos Shin Bet, Kini Jaksa Agung Israel Terancam Dipecat, Manuver Politik Netanyahu Disorot – Halaman all

    Setelah Bos Shin Bet, Kini Jaksa Agung Israel Terancam Dipecat, Manuver Politik Netanyahu Disorot – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu tampaknya terus membuat keputusan baru dalam karir politiknya belakangan ini.

    Salah satunya adalah pemecatan beberapa orang penting di Israel.

    Setelah memecat bos Shin Bet Ronen Bar pada minggu lalu, Netanyahu kembali membuat keputusan untuk mengusulkan pemecatan Jaksa Agung Gali Baharav-Miara.

    Hal ini diungkapkan oleh Menteri Kehakiman Yariv Levin setelah pemungutan suara pada Minggu (23/3/2025).

    Levin mendesak Baharav-Miara untuk mengundurkan diri dari jabatannya, dikutip dari The New Arab.

    Menurut Kantor Perdana Menteri, Baharav-Miara dituduh melakukan ‘perilaku tidak pantas’ dan “perbedaan pendapat substansial yang berkelanjutan antara pemerintah dan jaksa agung, dikutip dari Al-Jazeera.

    Oleh karena itu, kabinet Israel telah mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap Baharav-Miara.

    “Tidak ada cara agar kerja sama yang efektif dapat terjalin antara jaksa agung dan pemerintah, dan tidak ada cara untuk memulihkan hubungan kepercayaan yang sudah tidak ada lagi,” kata Menteri Kehakiman Yariv Levin setelah pemungutan suara, dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Menurut Levin, apa yang dilakukan Baharav-Miara justru merusak kepercayaan pemerintah Israel.

    “Situasi ini benar-benar merusak fungsi pemerintah dan kemampuannya untuk melaksanakan kebijakannya,” imbuh Levin.

    Selama sidang Kabinet hari Minggu, Menteri Kebudayaan dan Olahraga Miki Zohar menuduh Baharav-Miara memusuhi pemerintah.

    “Semua orang melihat pertentangan Jaksa Agung; setiap kali kami membentuk suatu posisi, dia menciptakan posisi yang berlawanan,” katanya dalam komentar yang dikutip oleh surat kabar Israel Hayom.

    Jaksa Agung, yang tidak menghadiri rapat kabinet, membantah klaim kabinet.

    Menurut Baharav-Miara, kabinet melangkahi hukum pemerintah Israel.

    Tidak hanya itu, Baharav-Miara juga meunduh kabinet mengajukan mosi tidak percaya ini untuk kepentingan pribadi.

    “Mosi tidak percaya tersebut bertujuan untuk memperoleh “kekuasaan tanpa batas, sebagai bagian dari langkah yang lebih luas untuk melemahkan cabang yudikatif” dan untuk “meningkatkan kesetiaan kepada pemerintah”, katanya dalam surat yang dikirim ke kabinet menjelang pemungutan suara.

    Pemungutan suara tersebut belum berarti pemecatannya.

    Nantinya usulan pemecatan ini akan ditinjau oleh sebuah komite.

    Kemudian komite akan mengadakan sidang untuk mempertimbangkan kasus tersebut.

    Apabila komite tidak mendukung pemecatan tersebut, maka Mahkamah Agung dapat mengalahkan mosi tersebut.

    Kecaman dari Berbagai Pihak

    Pemecatan jaksa agung Israel ini menuai kecaman dan kritik dari berbagai pihak, mulai dari pemimpin oposisi Israel hingga presiden Israel.

    Ketua Partai Yisrael Beiteinu, Avigdor Lieberman mengatakan di X bahwa pemecatan ini merupakan pengalihan isu.

    “Pemecatan Baharav-Miara bertujuan untuk “mengalihkan perhatian dari krisis penyanderaan (di Gaza) dan undang-undang penghindaran wajib militer,” katanya.

    Menurut Avigdor, pemecatan ini hanya untuk menutupi kegagalan pemerintah pada 7 Oktober 2023, lalu.

    Pemimpin Partai Demokrat, Yair Golan juga mengkritik keputusan tersebut.

    Golan menganggap bahwa keputusan ini justru membungkam dan mengubur demokrasi.

    “Mereka (pemerintah) telah mengabaikan akal sehat dan tidak lagi menghormati garis merah. Pemerintah ini, yang dengan suara bulat memilih untuk memecat jaksa agung, dengan suara bulat memilih untuk mengubur demokrasi, tetapi mereka akan menghadapi orang-orang yang tegas yang akan berjuang dan menang,” tegasnya.

    Terakhir, presiden Israel Isaac Herzog juga tak terima dengan keputusan ini.

    Menurut Herzog ini adalah keputusan yang dapat membuat Israel semakin terpuruk.

    “Sampai pada tingkat kegilaan apa kita bisa terpuruk sebagai sebuah bangsa?” katanya.

    Sebagai informais, Baharav-Miara diangkat sebagai jaksa agung Israel pada 7 Februari 2022.

    Ia mengemban jabatan jaksa agung selama 6 tahun.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Kabinet Israel dan Benjamin Netanyahu

  • Terungkap, Pembangkangan di Militer Israel: IDF Mainkan Taktik ‘Tanah untuk Darah’ Duduki Penuh Gaza – Halaman all

    Terungkap, Pembangkangan di Militer Israel: IDF Mainkan Taktik ‘Tanah untuk Darah’ Duduki Penuh Gaza – Halaman all

    Terungkap, Pembangkangan di Militer Israel: IDF Mainkan Taktik ‘Tanah untuk Darah’ di Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Laporan media Israel, Ynet, pada Minggu (23/3/2025) mengungkapkan sejumlah hal di balik keputusan rezim Israel saat ini di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk kembali berperang di Gaza.

    Laporan mengindikasikan, kalau keputusan operasi militer baru pasukan Israel (IDF) di Gaza tidak mendapat dukungan secara luas dari publik Israel.

    Keputusan agresi baru ini, tulis Ynet, bahkan berpotensi menimbulkan  perpecahan yang berbahaya di dalam Israel, terutama karena adanya pembangkangan dari IDF sendiri atas operasi baru di Gaza ini.

    “Peperangan di Gaza kembali terjadi dengan latar belakang perpecahan masyarakat yang berbahaya dan tidak adanya konsensus nasional setelah serangan  7 Oktober. Keputusan agresi baru ini diiringi sejumlah sinyalemen perpecahan yaitu , tanda-tanda pembangkangan dalam IDF, promosi rancangan undang-undang pengecualian untuk orang Yahudi ultra-Ortodoks, upaya perombakan peradilan, dan protes yang terus meningkat terhadap pemerintah masih terus berlanjut. Di dalam Staf Umum IDF yang baru dibentuk, tujuan sebenarnya dari kampanye baru tersebut tetap tidak jelas, meskipun biaya yang harus dikeluarkan sangat besar,” tulis ulasan pembuka di Ynet.

    Ulasan itu menyertakan dua ‘petunjuk halus’ mengenai potensi perpecahan di negara Israel atas rencana agresi IDF di Gaza melalui pernyataan spontan Menteri Pertahanan Israel Katz dan Brigadir Jenderal (purnawirawan) Erez Wiener, yang hingga baru-baru ini menjabat sebagai kepala divisi ofensif di Komando Selatan IDF.

    Disebutkan dalam ualsan, tanpa koordinasi sebelumnya, kedua pria itu mengungkapkan apa yang tampaknya menjadi awal dari agresi baru IDF di Gaza.

    “Kalau tak mau disebut agresi baru, manuver IDF setidaknya bisa disebut sebagai operasi militer-politik yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam manuver darat selama berbulan-bulan, yang berakhir pada bulan Agustus tahun lalu dengan operasi darat terakhir IDF di Rafah,” kata ulasan tersebut.

    Sementara bibit perpecahan terus berkembang, Kepala Staf IDF Eyal Zamir tetap diam saat gelombang tekanan yang meningkat mengancam akan menelan militer, kata laporan Ynet.

    PIMPIN IDF – Mayor Jenderal (Purn) Eyal Zamir mengambil alih sebagai panglima baru tentara Israel pada hari Rabu (5/3/2025). Dia menggantikan Herzi Halevi , yang memimpin militer selama perang genosida di Jalur Gaza. (Anews/Tangkap Layar)

    Dokumen Rahasia di Tempat Parkir

    Tulisan media Israel itu kemudian mengulas ‘petunjuk halus’ pertama terkait bibit perpecahan di negara Israel.

    Tulisan menggambarkan Brigadir Jenderal (purnawirawan) Erez Wiener mengungkap isi dokumen rahasia yang menyiratkan tujuan agresi IDF ke Gaza kali ini adalah untuk mencaplok dan menduduki Gaza.

    Rencana ini terindikasi dalam unggahan Wiener di media sosial.

    “Dalam sebuah posting Facebook, Wiener menyampaikan versinya tentang insiden dokumen rahasia — sebuah kasus yang diungkap oleh Ynet dan Yedioth Ahronoth — di mana materi sensitif disalahtempatkan di tempat parkir (di kota) Ramat Gan. Eyal Zamir dan kepala baru Komando Selatan, Mayjen Yaniv Assor, mengetahui insiden tersebut melalui media dan langsung memecat Wiener,” kata laporan tersebut.

    Pemecatan Wiener disertai sejumlah alasan, menurut tulisan itu.

    “Di samping tuduhannya yang tidak biasa terhadap sesama perwira IDF—yang ia tuduh berusaha “menyabotase” dirinya karena mereka menentang “sikap ofensifnya”—Wiener mengisyaratkan rencana masa depan IDF (mencaplok dan menduduki) di Gaza,” ulas Ynet.

    “Saya sedih karena setelah satu setengah tahun ‘mendorong kereta ke atas bukit’, tepat saat kita mencapai titik di mana pertempuran akan berbelok ke kanan (yang seharusnya terjadi setahun yang lalu), saya tidak akan lagi berada di belakang kemudi,” tulis Wiener, mengisyaratkan perkembangan rencana IDF yang akan dilakukan (menduduki Gaza). 

    Ia juga mengkritik “kesempatan, tekanan, dan pertimbangan yang hilang yang membentuk jalur peperangan yang dipilih” (mencaplok Gaza).

    Wiener bukanlah perwira senior biasa di Komando Selatan.

    Selama 500 hari perang, termasuk minggu terakhir masa tugasnya, ia bertanggung jawab untuk merencanakan manuver ofensif IDF di Gaza, mengawasi pelaksanaan taktis dan implikasi strategis jangka panjang.

    Ia tidak membantah tuduhan komunikasi tidak sah dengan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich selama perang.

    Smotrich telah berulang kali menganjurkan pembentukan pemerintahan militer Israel di Gaza untuk menggantikan kendali Hamas atas penduduk sipil.
     
    Pimpinan IDF sebelumnya, Herzi Halevi, dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menentang rencana tersebut karena biayanya yang tinggi — ribuan tentara Israel akan dibutuhkan untuk mengelola Jalur Gaza, yang akan membuat mereka menghadapi risiko yang signifikan, kehilangan nyawa atau cacat, saat mengelola kehidupan sehari-hari penduduk setempat. 

    “Sebaliknya, mereka merekomendasikan pembentukan otoritas Palestina alternatif untuk memerintah dua juta penduduk Gaza. Entitas ini, meskipun sebagian berafiliasi dengan Otoritas Palestina, akan membutuhkan dukungan Amerika, pengawasan Mesir, dan pendanaan dari negara-negara Teluk seperti Uni Emirat Arab,” kata ulasan tersebut.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Smotrich menolak pendekatan ini, dengan berpegang teguh pada strategi lama mereka untuk memecah belah Hamas dan Otoritas Palestina guna mencegah terbentuknya negara Palestina.

    “Kebijakan ini tetap terlihat dalam tindakan pemerintah, karena Hamas tetap menguasai Gaza setelah satu setengah tahun perang meskipun Israel telah mengerahkan banyak upaya militer dan finansial,” kata laporan tersebut.

    Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri cadangan melakukan patroli di wilayah Gaza Utara yang tampak rata tanah. Meski sudah beroperasi berbulan-bulan, IDF belum mampu membongkar kemampuan tempur Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas yang menjalankan taktik gerilya hit and run. (khaberni/HO)

    Taktik Tanah untuk Darah

    Indikasi kedua pembangakan atas rencana agresi IDF di Gaza datang dari Menteri Pertahanan Katz.

    Katz mengumumkan kalau ia telah memerintahkan IDF untuk merebut wilayah tambahan di Gaza sambil mengevakuasi penduduk setempat dan memperluas zona keamanan di sekitar komunitas perbatasan Israel. 

    “Selama Hamas terus menolak membebaskan para sandera, Hamas akan kehilangan lebih banyak tanah, yang akan dianeksasi ke Israel,” kata Katz.

    Pernyataan Katz, yang disetujui oleh Netanyahu, merupakan perubahan kebijakan yang dramatis.

    Pernyataan itu menunjukkan kalau kemajuan teritorial IDF baru-baru ini di Gaza tidak semata-mata ditujukan untuk memerangi Hamas, tetapi juga untuk merebut tanah guna ditukar dengan sandera—atau, jika Hamas terus menolak perundingan, untuk mencaplok wilayah tersebut ke Israel secara permanen. 

    “Dengan kata lain: tanah untuk darah,” tulis ulasan tersebut menggambarkan kalau pertukaran dengan Hamas berpotensi berubah dengan variabel sandera Israel ditukar pembebasan wilayah yang dicaplok Israel.

    Israel sejauh ini menghindari mengisyaratkan kemungkinan pemukiman kembali di Gaza untuk mempertahankan legitimasi internasional atas agresi militernya yang berkepanjangan.

    Legitimasi ini semakin terancam karena surat perintah penangkapan internasional terhadap Netanyahu dan Gallant, embargo senjata Eropa, dan potensi tindakan hukum terhadap personel IDF di luar negeri.

    Saat ini, operasi teritorial IDF difokuskan pada pendudukan dan penguasaan wilayah terbatas di Gaza tanpa terlibat dalam pertempuran besar.

    Ini termasuk mengamankan posisi di dekat bekas koridor Netzarim—tempat pasukan IDF mundur dua bulan lalu tetapi kini telah kembali—serta beberapa bagian garis pantai Beit Lahia dan lingkungan Shabura di Rafah.

    Di wilayah-wilayah ini, tidak ada pertempuran, ledakan, atau korban jiwa baru-baru ini. Hamas tampaknya menghemat sumber dayanya, menahan diri dari pembalasan yang signifikan sambil mempertahankan para pejuang dan persenjataannya di tengah penduduk sipil Gaza.

    PASUKAN DIVISI CADANGAN – Para personel pasukan cadangan dari Batalion Beeri militer Israel (IDF). Jelang invasi berikutnya IDF ke Gaza, partisipasi wajib militer di kalangan warga pemukim Israel makin rendah. (kredit foto: tangkap layar JPost/Courtesy Yoaz Hendel)

    Lebih Kejam dari Rencana Jenderal

    Rencana baru IDF (untuk menduduki Gaza) kemungkinan melibatkan pendekatan yang lebih luas daripada “Rencana Jenderal” sebelumnya.

    Pendekatan yang lebih kejam ini sebagaimana dibuktikan oleh serangan baru-baru ini ke Jabaliya oleh Divisi ke-162 IDF sebelum gencatan senjata.

    “Operasi itu melibatkan evakuasi paksa warga sipil dari wilayah yang luas dan pencegahan kepulangan mereka — sebuah taktik yang sekarang dapat ditiru dalam skala yang lebih besar,” tulis ulasan Ynet.

    Sementara itu, IDF belum memberikan penjelasan publik mengenai operasi baru ke Gaza tersebut. 

    Juru bicara militer Brigadir Jenderal Daniel Hagari belum berbicara kepada media untuk mengklarifikasi tujuan operasi tersebut selain pernyataan samar tentang “meningkatkan tekanan pada Hamas,” yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan runtuh sementara puluhan sandera Israel masih ditawan.

    “Karena dukungan publik yang luas terhadap potensi serangan darat IDF ke Gaza — yang diperkirakan akan mengakibatkan ratusan korban dan ribuan orang terluka — terus terkikis, krisis kepercayaan terhadap pemerintah semakin dalam,” tulis bagian penutup ulasan Ynet. 

    Kontroversi atas undang-undang penghindaran wajib militer, bersamaan dengan upaya untuk memecat Direktur Shin Bet Ronen Bar dan Jaksa Agung Gali Baharav-Miara, telah semakin memperlebar ketidakpercayaan publik Israel terhadap pemerintahannya.

    “Dalam suasana yang menegangkan ini, kebungkaman Kepala Staf IDF yang baru, Letnan Jenderal Eyal Zamir, semakin terlihat,” tulis Ynet. 

    “Satu-satunya tindakan pembangkangan yang dilakukan Zamir dalam beberapa hari terakhir adalah menunjukkan dukungan publik kepada rekannya yang tengah berjuang, Ronen Bar. Dalam sebuah langkah yang secara luas ditafsirkan sebagai simbolis, IDF merilis dua foto ke media yang memperlihatkan Zamir dan Bar bersama-sama mengawasi pertempuran baru di Israel selatan,” kata tulisan tersebut.

     

     

    (oln/Ynet/*)

  • Pemimpin Politik Hamas Salah al-Bardaweel Tewas Akibat Bom Israel Penjajah Hari Ini

    Pemimpin Politik Hamas Salah al-Bardaweel Tewas Akibat Bom Israel Penjajah Hari Ini

    PIKIRAN RAKYAT – Serangan udara Israel di Gaza selatan, Minggu, 23 Maret 2025, telah menewaskan pemimpin politik Hamas, Salah al-Bardaweel. Eskalasi kampanye militer Israel selepas batalnya gencatan senjata sudah berlangsung selama enam hari.

    Media setempat melaporkan, serangan udara di Khan Younis betul telah menewaskan Bardaweel, anggota kantor politik kelompok Hamas bersama istri juga anaknya. Di sisi lain pejabat Israel Penjajah belum memberikan komentar apa-apa.

    Taher Al-Nono, penasihat media kepemimpinan Hamas meratapi kematian Bardaweel dalam sebuah postingan di halaman Facebook-nya. Pun demikian jurnalis Gaza, Motasem A Dalloul, di akun X (Twitter)-nya.

    ????Israeli bombing KILLED several people across Gaza tonight, including Palestinian MP Dr Salah al Bardaweel, his wife and children. pic.twitter.com/8npX2L4huF— Motasem A Dalloul (@AbujomaaGaza) March 23, 2025

    Juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, mengeluarkan peringatan evakuasi di X untuk warga di lingkungan Tel Al-Sultan, di Rafah barat daya, dengan mengatakan bahwa militer Israel sedang melancarkan serangan besar-besaran di sana untuk memberantas “organisasi teroris”.

    Sementara, Hamas menuduh Israel membunuh Bardaweel, Ketika petinggi kelompok itu sedang berdoa bersama istrinya di tempat perlindungannya di Khan Younis. Sebuah rudal Israel menghantam tanpa aba-aba.

    “Darahnya, darah istrinya, dan para syuhada akan terus menggerakkan perjuangan pembebasan dan kemerdekaan. Musuh kriminal tidak akan mematahkan tekad dan kehendak kami,” kata kelompok tersebut.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berulang kali menyatakan bahwa tujuan utama perang ini adalah untuk menghancurkan Hamas sebagai entitas militer dan pemerintahan.

    Kepala pemerintahan de facto Hamas, Essam Addalees, dan kepala keamanan internal Mahmoud Abu Watfa adalah di antara orang-orang yang tewas dalam serangan Israel per hari Selasa, 18 Maret, selain beberapa pejabat lainnya.

    Gaza Terkini

    Setidaknya 130 warga Palestina tewas dan 263 lainnya terluka akibat serangan Israel Penjajah di Jalur Gaza dalam 48 jam terakhir, demikian laporan otoritas kesehatan Gaza pada Sabtu, 22 Maret 2025.

    Serangan ini meningkatkan jumlah korban tewas menjadi 49.747 dan korban luka menjadi 113.213 sejak konflik Palestina-Israel Penjajah dimulai pada awal Oktober 2023.

    Laporan itu juga menyebutkan, banyak korban yang masih terjebak di bawah reruntuhan atau tergeletak begitu saja di jalanan, di mana lokasi-lokasi tersebut sulit dijangkau oleh ambulans dan tim pertahanan sipil.

    Dalam pernyataan terpisah, otoritas kesehatan mengimbau warga Gaza untuk mendonorkan darah mereka di beberapa rumah sakit yang masih beroperasi di wilayah itu.

    Israel Penjajah melancarkan serangan kembali ke Gaza pada Selasa, 18 Maret 2025, setelah gencatan senjata dengan Hamas yang dimulai pada 19 Januari berakhir. Pasukan Israel Penjajah kemudian melakukan operasi darat di bagian selatan, utara, dan tengah Gaza.

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Israel Kepung Ambulans di Titik Serangan di Rafah, Sejumlah Paramedis Alami Luka-luka

    Israel Kepung Ambulans di Titik Serangan di Rafah, Sejumlah Paramedis Alami Luka-luka

    PIKIRAN RAKYAT – Minggu, 23 Maret 2025, pasukan Israel Penjajah telah mengepung beberapa ambulans Palestina, di area yang menjadi sasaran serangan udara IOF di kota Rafah, Gaza selatan. Akibatya beberapa paramedis terluka.

    Hal ini dilaporkan langsung oleh organisasi Palestinian Red Crescent Society (Bulan Sabit Merah Palestina). Meski tidak menyebutkan jumlah korban atau tingkat keparahan luka, beberapa tim medis darurat dilaporkan alami luka-luka.

    “Pasukan pendudukan (IOF) mengepung beberapa ambulans Palestinian Red Crescent saat mereka (paramedis) sedang merespons serangan di area Al-Hashashin di Rafah,” kata kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Al Jazeera.

    Mereka menambahkan, “kontak telah terputus dengan tim yang telah terjebak (di lokasi tersebut) selama beberapa jam.”

    Sejak dimulainya lagi serangan militer Israel ke Gaza, Israel Penjajah berulang kali menargetkan fasilitas kesehatan, ambulans, dan tenaga medis. Hal ini tentu semakin memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah sangat parah di kawasan pengepungan itu.

    Lebih dari 700 warga Palestina tewas dan lebih dari 1.000 terluka dalam kampanye udara mendadak Israel di Gaza sejak hari Selasa, 18 Maret. Zionis telah menghancurkan kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang sudah berlaku sejak Januari lalu.

    Hampir 50.000 warga Palestina tewas, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 113.000 terluka dalam serangan militer brutal Israel di Gaza sejak Oktober 2023.

    Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan pada bulan November untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perang yang dilancarkan terhadap kawasan tersebut.

    Korban dalam 48 Jam Terakhir

    Setidaknya 130 warga Palestina tewas dan 263 lainnya terluka akibat serangan Israel Penjajah di Jalur Gaza dalam 48 jam terakhir, demikian laporan otoritas kesehatan Gaza pada Sabtu, 22 Maret 2025.

    Serangan ini meningkatkan jumlah korban tewas menjadi 49.747 dan korban luka menjadi 113.213 sejak konflik Palestina-Israel Penjajah dimulai pada awal Oktober 2023.

    Laporan itu juga menyebutkan, banyak korban yang masih terjebak di bawah reruntuhan atau tergeletak begitu saja di jalanan, di mana lokasi-lokasi tersebut sulit dijangkau oleh ambulans dan tim pertahanan sipil.

    Dalam pernyataan terpisah, otoritas kesehatan mengimbau warga Gaza untuk mendonorkan darah mereka di beberapa rumah sakit yang masih beroperasi di wilayah itu.

    Israel Penjajah melancarkan serangan kembali ke Gaza pada Selasa, 18 Maret 2025, setelah gencatan senjata dengan Hamas yang dimulai pada 19 Januari berakhir. Pasukan Israel Penjajah kemudian melakukan operasi darat di bagian selatan, utara, dan tengah Gaza. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Serangan Israel Tewaskan Pimpinan Politik Hamas di Gaza Selatan

    Serangan Israel Tewaskan Pimpinan Politik Hamas di Gaza Selatan

    Jakarta

    Serangan udara Israel di Gaza selatan menewaskan pemimpin politik Hamas Salah al-Bardaweel. Penduduk Gaza juga melaporkan adanya peningkatan serangan militer Israel yang telah berlangsung selama enam hari.

    Dilansir Reuters, Minggu (23/3/2025), media pro-Hamas melaporkan serangan udara di Khan Younis menewaskan Bardaweel, seorang anggota kantor politik kelompok Palestina beserta istrinya. Sementara itu pejabat Israel belum memberikan komentarnya.

    Penasihat media pimpinan Hamas, Taher Al-Nono, berduka atas kematian Bardaweel dalam sebuah unggahan di laman Facebook-nya.

    Diketahui suara ledakan menggema di seluruh Jalur Gaza utara, tengah, dan selatan pada Minggu pagi, saat pesawat Israel menyerang beberapa target di area tersebut. Saksi mata menyampaikan terjadi eskalasi serangan yang dimulai pada Selasa kemarin.

    Setidaknya 18 warga Palestina tewas dalam serangan Israel di Rafah dan Khan Younis sejauh ini pada Minggu, kata otoritas kesehatan.

    Juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, mengeluarkan peringatan evakuasi pada X untuk penduduk di lingkungan Tel Al-Sultan di Rafah barat di selatan jalur tersebut. Peringatan tersebut menyampaikan militer melancarkan serangan gencar di Rafah barat untuk membasmi “organisasi teroris”.

    Dalam sebuah pernyataan, Hamas menuduh Israel membunuh Bardaweel, yang katanya sedang berdoa bersama istrinya ketika rudal Israel menghantam tenda perlindungan mereka di Khan Younis.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berulang kali mengatakan tujuan utama perang adalah untuk menghancurkan Hamas sebagai entitas militer dan pemerintahan. Ia mengatakan tujuan dari kampanye baru ini adalah untuk memaksa kelompok tersebut menyerahkan sandera yang tersisa.

    Kepala pemerintahan de facto Hamas Essam Addalees dan kepala keamanan internal Mahmoud Abu Watfa termasuk di antara mereka yang tewas akibat serangan Israel pada hari Selasa, selain beberapa pejabat lainnya.

    Pejabat kesehatan Palestina mengatakan sedikitnya 400 orang, lebih dari setengahnya adalah wanita dan anak-anak, tewas pada hari Selasa.

    Petugas medis Palestina mengatakan sebuah pesawat Israel mengebom sebuah rumah di Rafah, melukai beberapa orang.

    Hamas menuduh Israel melanggar ketentuan perjanjian gencatan senjata bulan Januari dengan menolak memulai negosiasi untuk mengakhiri perang dan menarik pasukannya dari Gaza. Namun Hamas mengatakan masih bersedia untuk bernegosiasi dan sedang mempelajari proposal “jembatan” dari utusan khusus Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff.

    (yld/knv)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Tembak Roket ke Lebanon, Delapan Orang Tewas

    Israel Tembak Roket ke Lebanon, Delapan Orang Tewas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Roket milik Israel menghantam Lebanon selatan pada Sabtu (22/3/2025). Serangan udara itu menewaskan sedikitnya delapan orang dan mengancam kesepakatan gencatan senjata yang mengakhiri perang selama setahun antara Israel dan kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah.

    Konflik itu menandai dampak paling mematikan dari perang Gaza, dan serangan Israel yang dahsyat setelah berbulan-bulan terjadi baku tembak lintas perbatasan yang menewaskan komandan tertinggi Hizbullah.

    Melansir Reuters, Hizbullah membantah bertanggung jawab atas serangan tersebut, dengan mengatakan bahwa pihaknya “tidak memiliki hubungan” dengan penembakan roket dan tetap berkomitmen pada gencatan senjata.

    Tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.

    Seorang pejabat Israel mengatakan identitas kelompok yang menembakkan roket tersebut belum dikonfirmasi. Enam roket ditembakkan, kata pejabat tersebut, tiga di antaranya melintasi wilayah Israel dan berhasil dicegat.

    Dua gelombang serangan Israel menewaskan tiga orang di Bint Jbeil dan Touline, serta lima orang di kota pelabuhan Tyre, semuanya di Lebanon selatan, menurut kantor berita pemerintah Lebanon, yang mengutip otoritas kesehatan.

    Saling serang ini pertama kalinya terjadi sejak Israel membatalkan gencatan senjata terpisah di Gaza dengan kelompok militan Palestina Hamas, sekutu Hizbullah, keduanya didukung oleh musuh bebuyutan Israel, Iran.

    Kemudian pada hari itu, militer Israel mengumumkan serangan putaran kedua.

    “Kami berharap Lebanon akan memenuhi bagiannya dari perjanjian tersebut,” Ophir Falk, penasihat kebijakan luar negeri Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mengatakan kepada Reuters.

    “IDF akan melakukan apa pun untuk menegakkan gencatan senjata dan memastikan bahwa warga sipil kami dapat kembali ke rumah dengan aman dan terlindungi,” kata Falk.

    Militer Israel mengatakan pada Sabtu pagi bahwa mereka telah mencegat tiga roket yang diluncurkan dari distrik Lebanon sekitar enam km di utara perbatasan menuju kota Metula di Israel.

    (hsy/hsy)

  • Perjuangan Warga Palestina di Masjid Al-Aqsa – Halaman all

    Perjuangan Warga Palestina di Masjid Al-Aqsa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah Israel kembali memperketat pembatasan akses bagi warga Palestina yang ingin beribadah di Masjid Al-Aqsa, salah satu situs tersuci dalam agama Islam.

    Kebijakan ini dikeluarkan di tengah meningkatnya serangan pasukan IDF (Angkatan Pertahanan Israel) di berbagai wilayah Gaza, yang semakin memperumit kondisi bagi umat Muslim yang ingin menjalankan ibadah, terutama di bulan suci Ramadhan.

    Bagaimana Pembatasan Ini Diterapkan?

    Berdasarkan informasi, pembatasan ini mempengaruhi jumlah warga Palestina yang diperbolehkan untuk melakukan iktikaf di Masjid Al-Aqsa.

    Para petugas Israel di pos pemeriksaan Qalandiya, yang terletak di utara Yerusalem, mulai melakukan pemeriksaan ketat terhadap kartu identitas dan izin beribadah.

    Mengapa Israel Membatasi Akses ke Masjid Al-Aqsa?

    Pembatasan ini sebenarnya bukan hal baru.

    Israel telah menerapkan kebijakan serupa selama bertahun-tahun, namun pada awal Ramadhan tahun ini, pemerintah Netanyahu memperketat lagi akses warga Palestina.

    Kini, hanya warga Palestina dari Yerusalem Timur dan penduduk Israel keturunan Palestina yang diizinkan mengakses masjid tersebut.

    Selain itu, kebijakan baru ini hanya mengizinkan anak-anak berusia di bawah 12 tahun dan orang dewasa yang lebih tua untuk masuk.

    Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, mengeklaim bahwa pembatasan ini diperlukan untuk menjaga keamanan masjid dan mencegah potensi kerusuhan yang lebih besar.

    Ia berpendapat bahwa dengan banyaknya umat Islam yang berbondong-bondong ke Masjid Al-Aqsa selama bulan Ramadhan, akan ada risiko ketegangan yang dapat mengganggu stabilitas.

    Apa Pendapat Warga Palestina tentang Kebijakan Ini?

    Namun, pandangan warga Palestina sangat berbeda.

    Banyak dari mereka menganggap bahwa pembatasan ini merupakan bagian dari kebijakan Israel yang lebih luas untuk menyenangkan kaum Yahudi di Yerusalem Timur dan berusaha menghapus identitas Arab serta Islam di Masjid Al-Aqsa.

    Di tengah semua rintangan ini, tidak sedikit warga Palestina yang tetap tegar menjalankan ibadah.

    Menurut laporan Anadolu, sekitar 80.000 warga Palestina tetap memutuskan untuk menjalankan shalat Jumat dan iktikaf di Masjid Al-Aqsa pada tanggal 21 Maret 2025.

    Bagi rakyat Palestina, Masjid Al-Aqsa bukan hanya sekadar tempat ibadah;

    ia juga menjadi simbol perlawanan terhadap pendudukan Israel.

    Setiap tahun, terutama selama bulan Ramadhan, masjid ini menjadi pusat konfrontasi antara warga Palestina dan otoritas Israel yang terus berusaha membatasi akses ke sana.

    Dengan semangat tak pernah padam, kehadiran 80.000 jemaah di Al-Aqsa meskipun menghadapi berbagai rintangan adalah bukti bahwa perjuangan mereka masih terus berlanjut.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).