Tag: Benjamin Netanyahu

  • Media Israel: 100 Warga Palestina Pindah dari Gaza ke Indonesia! – Halaman all

    Media Israel: 100 Warga Palestina Pindah dari Gaza ke Indonesia! – Halaman all

    Media Israel: 100 Warga Palestina Pindah dari Gaza ke Indonesia!

    TRIBUNNEWS.COM – Media Channel 12 Israel, Rabu (26/3/2025) mengungkapkan kalau “sebuah proyek percontohan, sedang dilaksanakan untuk secara sukarela mengirim warga Palestina untuk bekerja di Indonesia di sektor konstruksi.”

    Media tersebut menjelaskan, proyek percontohan ini merupakan yang pertama dari jenisnya, sejak Israel secara resmi membentuk sebuah direktorat yang mengurus kepindahan ‘sukarela’ warga Gaza dari Palestina ke negara ketiga.

    Direktorat Israel itu merupakan tindaklanjut atas usulan Amerika Serikat yang mengusulkan pemindahan warga Gaza ke negara ketiga.

    Media Israel melaporkan, sebagai proyek percontohan, sebanyak 100 warga Gaza akan dikirim ke Indonesia.

    Laporan itu mencatat kalau “Koordinator Operasi di Wilayah tersebut bertanggung jawab atas proyek percontohan ini”.

    “Dan jika berhasil, proyek ini akan diambil alih oleh Departemen Imigrasi Israel, yang dibentuk oleh Menteri Yisrael Katz di Kementerian Pertahanan, dengan tujuan untuk membuktikan bahwa imigrasi sukarela ini berhasil dan mendorong ribuan warga Gaza untuk pindah bekerja di sektor konstruksi di Indonesia,” tulis laporan tersebut dilansir Khaberni, Rabu.

    Berdasarkan hukum internasional, siapa pun yang meninggalkan Jalur Gaza untuk bekerja akan diizinkan kembali.

    “Tetapi gagasan umumnya adalah untuk mendorong imigrasi dan tempat tinggal jangka panjang di sana. Ini (tinggal dan menetap) bergantung pada pemerintah di Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia,” tulis ulasan Khaberni.

    Laporan menambahkan, proyek percontohan tersebut didahului dengan pembicaraan dengan pemerintah Indonesia, yang tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan Israel.

    “Perlu dibangun saluran komunikasi antara kedua negara,” kata laporan itu.

    Belum ada tanggapan resmi baik dari Pemerintah Israel maupun Pemerintah Indonesia atas kabar pelaksanaan proyek percontohan pemindahan sukarela warga Gaza ke Indonesia ini.

    Sebagai informasi, Israel membentuk Direktorat Pengurusan Pemindahan Sukarela Warga Gaza untuk menangani upaya evakuasi sukarela penduduk Gaza ke luar negeri dan membantu menciptakan peluang kerja guna mendorong emigrasi dari Jalur Gaza. 

    “Dengan berjalannya proyek percontohan, Menteri Pertahanan Israel harus memutuskan dalam beberapa hari mendatang siapa yang akan mengepalai direktorat tersebut,” tambah laporan tersebut. 

    Sejumlah laporan media Israel menyebut, tampaknya kandidat yang baru-baru ini diajukan untuk posisi tersebut adalah Brigadir Jenderal (Purn.) Ofer Winter.

    PENGUNGSI GAZA – Tangkap layar Khaberni, Rabu (26/3/2025) menunjukkan pengungsi warga Gaza yang berpindah mencari lokasi aman dari serangan Israel. Pemerintah Israel menindaklanjuti usulan Amerika Serikat yang mengusulkan pemindahan warga Gaza ke negara ketiga dengan membentuk Direktorat Urusan Pemindahan Sukarela warga Palestina yang ingin ke luar dari Gaza. Media Israel melaporkan, sebagai proyek percontohan, sebanyak 100 warga Gaza akan dikirim ke Indonesia.

    Proyek Menjijikkan

    Sebelum laporan proyek uji coba pemindahan warga Gaza ke Indonesia ini, telah juga muncul sejumlah laporan kalau negara-negara di Afrika juga menjadi opsi lokasi tujuan pemindahan.

    Profesor madya di Institut Studi Pascasarjana Doha, Tamer Qarmout mengecam usulan pemindahan paksa warga Palestina ke Afrika sebagai “garis merah yang tidak boleh dilampaui.”

    Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Qarmout menyatakan pemerintah dunia memiliki tanggung jawab untuk menghentikanusulan yang “menjijikkan” dan tidak boleh terlibat dalam skenario tersebut, terutama jika melibatkan pemindahan warga Palestina ke negara-negara Afrika yang masih berjuang melawan warisan kolonial.

    “Sudan dan Somalia masih dilanda perang akibat warisan kolonial,” katanya, dikutip dari Al Jazeera.

    “Mereka (pemerintah Israel) harus diekspos dan dimasukkan ke dalam daftar orang-orang yang harus dipermalukan,” ujar Qarmout.

    Menurut laporan, Amerika Serikat dan Israel dilaporkan melakukan pembicaraan diam-diam dengan beberapa negara Afrika Timur, termasuk Somaliland, mengenai kemungkinan penerimaan warga Palestina yang dipindahkan.

    Sebagai imbalannya, berbagai insentif – finansial, diplomatik, dan keamanan – diperkirakan akan ditawarkan kepada pemerintah tersebut.

    Seorang pejabat AS yang terlibat dalam upaya ini mengonfirmasi kepada Associated Press AS telah melakukan pembicaraan dengan Somaliland mengenai bidang-bidang tertentu yang bisa mereka bantu, dengan imbalan pengakuan internasional untuk wilayah yang memisahkan diri tersebut.

    Namun, pejabat Somaliland, Abdirahman Dahir Adan, Menteri Luar Negeri Somaliland, membantah bahwa pihaknya telah menerima atau membahas usulan tersebut.

    “Saya belum menerima usulan seperti itu, dan tidak ada pembicaraan dengan siapa pun terkait Palestina,” katanya kepada Reuters.

    Qarmout menilai usulan pemindahan paksa ini sebagai tindakan yang “keterlaluan” dan mendesak masyarakat internasional untuk menentangnya.

    Ia menegaskan bahwa negara-negara seperti Sudan dan Somalia, yang masih menghadapi tantangan besar akibat warisan kolonial, seharusnya tidak dilibatkan dalam rencana ini.

    AS-Israel Lirik Afrika untuk Pindahkan Warga Gaza

    Amerika Serikat (AS) dan Israel telah menghubungi pejabat dari tiga negara di Afrika Timur untuk mendiskusikan kemungkinan penggunaan wilayah mereka sebagai tempat penampungan bagi warga Palestina dari Gaza.

    Laporan ini muncul dari Associated Press pada Jumat (14/3/2025), yang mengutip sumber dari pejabat AS dan Israel.

    Namun, Sudan menolak tawaran tersebut, sementara Somalia dan Somaliland menyatakan ketidaktahuan mengenai usulan itu.

    Pejabat Sudan secara tegas menolak tawaran untuk menampung warga Gaza.

    Sementara itu, Somalia dan Somaliland mengaku tidak menerima informasi terkait tawaran tersebut.

    Hal ini menunjukkan ketidakpastian dan penolakan dari negara-negara yang diharapkan dapat menampung pengungsi.

    Langkah AS dan Israel ini berlawanan dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump sebelumnya.

    Dalam sebuah konferensi pers di Gedung Putih pada Kamis (13/2/2025), Trump menegaskan, “Tidak ada yang akan diusir dari Gaza.”

    Pernyataan ini disampaikan ketika ia bertemu dengan Perdana Menteri Irlandia, Michel Martin.

    Rencana Kontroversial AS

    Pada Februari 2025, Trump mengusulkan rencana yang kontroversial untuk mengambil alih Gaza, merelokasi penduduk Palestina, dan mengubah wilayah tersebut menjadi “Riviera Timur Tengah.”

    Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump menyatakan keyakinannya bahwa Yordania dan Mesir tidak akan menolak permintaannya untuk menyambut pengungsi Gaza.

    Baik Yordania maupun Mesir menolak usulan tersebut, dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Raja Yordania Abdullah sepakat bahwa Gaza harus dibangun kembali tanpa mengusir warga Palestina.

    Mesir bahkan mengusulkan rencana rekonstruksi senilai $53 miliar untuk Gaza, yang berfokus pada pembangunan infrastruktur dan layanan penting, tanpa melibatkan Hamas dalam kepemimpinan masa depan.

    Israel dan AS menolak rencana Mesir karena dianggap tidak menawarkan solusi yang jelas untuk mengeluarkan Hamas dari kekuasaan dan tidak mengatasi masalah keamanan serta pemerintahan jangka panjang.

    Dengan situasi yang terus berkembang, langkah AS dan Israel untuk mencari tempat penampungan di Afrika menambah kompleksitas dalam upaya penyelesaian konflik Palestina-Israel.

    Pasukan Israel Tangkap 8 Warga Palestina dalam Penggerebekan di Tepi Barat

    Pasukan Israel menangkap delapan warga Palestina dalam serangkaian penggerebekan yang terjadi di berbagai kota di Tepi Barat, menurut laporan terbaru dari kantor berita Wafa.

    Lima pemuda dari keluarga Al-Zalbani ditangkap selama penyerbuan di kota Anata, timur laut Yerusalem.

    Sebelumnya pada malam itu, seorang pemuda terluka setelah ditembak di perut dengan peluru tajam dalam bentrokan dengan tentara Israel di kota yang sama.

    Selain itu, pasukan Israel menangkap tiga warga Palestina dari kota Silwad, timur Ramallah, menurut sumber keamanan setempat.

    Pasukan Israel juga melakukan serangan di kota Anabta dan Bal’a, timur Tulkarem, serta kota Yerikho.

    Serangkaian penangkapan dan penggerebekan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat di wilayah tersebut.

     

    (oln/khbrn/tribunnews/*)

     
     

  • Sandera Akan Pulang dalam Peti Mati Jika Israel Bebaskan Paksa

    Sandera Akan Pulang dalam Peti Mati Jika Israel Bebaskan Paksa

    Gaza City

    Kelompok Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, mengancam bahwa para sandera mungkin akan terbunuh dan pulang dalam peti mati, jika Israel berupaya membebaskan mereka dengan paksa dan serangan udara terus berlanjut di daerah kantong Palestina itu.

    Hamas dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Rabu (26/3/2025), menegaskan mereka “melakukan segala hal yang mungkin untuk menjaga agar para tawanan pendudukan tetap hidup, tetapi bombardir acak Zionis (Israel) membahayakan nyawa mereka”.

    “Setiap kali pendudukan (Israel) berupaya menyelamatkan para tawanan dengan paksa, mereka akhirnya membawa para tawanan kembali dalam peti mati,” sebut Hamas dalam pernyataannya.

    Israel melanjutkan kembali serangan udara yang intens di Jalur Gaza sejak 18 Maret lalu, yang diikuti oleh operasi darat, yang menghancurkan ketenangan yang menyelimuti wilayah tersebut selama gencatan senjata berlangsung sejak pertengahan Januari.

    Sejak gempuran Tel Aviv berlanjut pekan lalu, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikuasai Hamas, sedikitnya 830 orang telah tewas.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, dalam pernyataan terbarunya pada Selasa (25/3), memperingatkan bahwa Tel Aviv akan mengambil lebih banyak wilayah di Jalur Gaza dan bertempur sampai Hamas musnah, jika kelompok militan itu terus menolak untuk membebaskan para sandera yang tersisa.

    “Jika Hamas tetap keras pendiriannya, maka mereka akan membayar harga yang sangat mahal dan semakin mahal dengan diambil alihnya wilayah (oleh Israel) dan menyingkirkan militan serta infrastruktur teror hingga mereka menyerah sepenuhnya,” tegas Katz dalam sebuah pernyataan video, seperti dilansir Reuters.

    Peringatan terbaru itu disampaikan ketika para mediator melanjutkan upaya untuk menyelamatkan kesepakatan gencatan senjata Gaza yang kolaps akibat gempuran Israel, setelah upaya memperbaruinya menghadapi kebuntuan.

    Israel menegaskan tidak akan pernah lagi menerima pemerintahan Hamas dan kekuatan militernya di Jalur Gaza, setelah serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Pekan lalu, militer Tel Aviv mengumumkan pasukannya memulai operasi darat secara terarah di Jalur Gaza bagian tengah dan selatan, setelah melanjutkan kembali pengeboman udara di wilayah tersebut.

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa tujuan dari operasi militer terbaru Tel Aviv adalah memaksa Hamas dan sekutunya membebaskan para sandera yang tersisa.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Kembali Lancarkan Serangan ke Gaza, 23 Orang Tewas

    Israel Kembali Lancarkan Serangan ke Gaza, 23 Orang Tewas

    Gaza

    Israel terus melancarkan serangan ke Jalur Gaza, Palestina. Serangan Israel sedikitnya menewaskan 23 warga Palestina.

    Dilansir Reuters, Rabu 26/3/2025), militer Israel melanjutkan operasinya di Gaza sejak minggu lalu. Israel mendesak warga Palestina untuk evakuasi diri dari Gaza.

    Sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza telah mengungsi akibat serangan brutal Israel. Di Gaza, warga Palestina kekurangan makanan dan air yang semakin parah karena Israel menyetop pengiriman bantuan.

    Pada hari Selasa (25/3), tentara Israel memberi tahu penduduk di semua kota perbatasan utara untuk mengungsi. Israel berdalih roket Palestina telah ditembakkan ke Israel dari daerah tersebut.

    Kota-kota yang terkena dampak serangan Israel yakni Jabalia, Beit Lahiya, Beit Hanoun, dan Shejaia di Kota Gaza. Perintah juga dikeluarkan untuk daerah-daerah di Khan Younis dan Rafah di selatan Gaza.

    “Demi keselamatan Anda, Anda harus segera pindah ke selatan ke tempat perlindungan yang diketahui,” kata militer Israel dalam perintahnya kepada penduduk di Jabalia, kamp pengungsian terbesar di Gaza.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan serangan baru itu bertujuan untuk menekan Hamas agar membebaskan 59 sandera. Namun pada kenyataannya, serangan Israel itu justru menewaskan ratusan warga sipil, bahkan kebanyakan di antaranya wanita dan anak-anak.

    (isa/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 9 Update Perang Arab, Korban Tewas Makin Bertambah

    9 Update Perang Arab, Korban Tewas Makin Bertambah

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Israel terus membombardir Gaza selama delapan hari berturut-turut. Sedikitnya 23 orang, termasuk tujuh anak-anak, tewas dalam serangan sebelum fajar.

    Seorang pejabat PBB mengatakan serangan Israel yang tak terbendung terhadap Gaza saat ini adalah “noda berdarah pada kesadaran kolektif kita”. Ia mencatat “seruan kita agar kegilaan ini dihentikan tidak dihiraukan” oleh dunia.

    Berikut update terkait situasi di wilayah tersebut saat ini, seperti dihimpun dari berbagai sumber oleh CNBC Indonesia pada Selasa (25/3/2025).

    Lebih dari 50.000 Warga Palestina Tewas Akibat Serangan Israel

    Lebih dari 50.000 warga Palestina telah tewas di Gaza sejak perang Israel dengan Hamas dimulai. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan 792 orang tewas dan 1.663 orang terluka dalam seminggu sejak Israel melanjutkan perangnya di Jalur Gaza.

    Foto: Seorang pria Palestina melihat lokasi di mana serangan Israel menewaskan pemimpin politik Hamas Salah al-Bardaweel dan istrinya di tenda perlindungan mereka, di Khan Younis di Jalur Gaza selatan, 23 Maret 2025. (REUTERS/Hatem Khaled)

    Jumlah korban tewas total sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023 telah meningkat menjadi 50.144, sementara 113.704 orang terluka.

    Pihak berwenang di Gaza tidak membedakan antara warga sipil dan pejuang Hamas saat melaporkan angka korban, tetapi kementerian kesehatan dan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan mayoritas kematian adalah wanita dan anak-anak.

    Menurut mereka, jumlah korban sebenarnya bisa jauh lebih tinggi, dengan ribuan orang diyakini masih berada di bawah reruntuhan.

    Pada Senin, kementerian menerbitkan daftar nama 15.613 anak di bawah usia 18 tahun yang dikatakan telah tewas dalam operasi militer Israel di Gaza. Di antara mereka, 890 anak berusia di bawah 1 tahun, dan 274 lahir dan meninggal selama perang. Hampir seperempatnya, 26%, berusia di bawah 5 tahun.

    270 Anak di Gaza Tewas dalam Seminggu Serangan Israel di Gaza

    Foto: Para pelayat berkumpul di dekat jenazah warga Palestina yang tewas dalam serangan Israel, di sebuah rumah sakit di Kota Gaza, 18 Maret 2025. (REUTERS/Dawoud Abu Alkas)

    Save the Children mengatakan lebih dari 270 anak telah tewas dalam seminggu sejak Israel melanjutkan perangnya di Gaza, menandai beberapa “hari paling mematikan bagi anak-anak sejak perang dimulai”.

    “Bom berjatuhan, rumah sakit hancur, anak-anak tewas [dan] dunia terdiam,” kata Rachael Cummings, direktur kemanusiaan Save the Children di Gaza. “Tidak ada bantuan, tidak ada keamanan, tidak ada masa depan.”

    Organisasi tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dimulainya kembali perang adalah “hukuman mati bagi anak-anak Gaza”. Lebih dari 17.900 anak telah tewas sejak perang dimulai pada Oktober 2023, menurut Kantor Media Pemerintah Gaza.

    “Anak-anak dibunuh saat tidur di tenda-tenda, mereka dibiarkan kelaparan dan diserang. Satu-satunya cara untuk memastikan anak-anak dan keluarga terlindungi adalah melalui gencatan senjata yang definitif,” kata Save the Children.

    Tentara Israel Mengungsikan Puluhan Ribu Orang di Gaza Utara

    Militer Israel kini telah memperluas perintah evakuasi kepada puluhan ribu penduduk di seluruh wilayah kantong yang dilanda perang itu.

    Pada Selasa, tentara Israel memberi tahu penduduk di semua kota perbatasan utara untuk mengungsi, dengan mengatakan roket Palestina ditembakkan ke Israel dari daerah itu. Sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza telah mengungsi secara paksa beberapa kali selama hampir 18 bulan perang.

    Militer Israel melanjutkan kampanyenya melawan Hamas di Gaza seminggu yang lalu, yang menghancurkan gencatan senjata selama dua bulan. Sejak itu, lebih dari 730 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah tewas.

    Warga Palestina menghadapi kekurangan makanan, air minum, dan obat-obatan yang semakin parah setelah Israel memblokir pengiriman bantuan pada tanggal 2 Maret.

    AS Serang Yaman

    Foto: REUTERS/Khaled Abdullah
    People look at the site of a U.S. strike in Sanaa, Yemen March 24, 2025. REUTERS/Khaled Abdullah

    Situasi Arab makin genting. Kekerasan terus terjadi di wilayah itu. Terbaru, The Guardian melaporkan bagaimana Komando Pusat Amerika Serikat (Centcom) tampaknya telah mengonfirmasi serangan baru di Yaman.

    Sebuah video yang diunggah ke X memperlihatkan bagaimana jet tempur lepas landas disertai dengan keterangan “Beri Mereka Neraka, Harry!!!” merujuk kapal induk AS, USS Harry S Truman yang kini berada di Laut Arab.

    Unggahan ini muncul setelah laporan serangan baru AS di provinsi utara Saada. Hal itu melukai sedikitnya dua orang dan menghancurkan sebuah rumah sakit kanker.

    Serangan AS ke Yaman dilakukan untuk menggempur Houthi, sebuah gerakan bersenjata yang telah menguasai sebagian besar Yaman selama dekade terakhir. Houthi sendiri telah mengatakan bahwa mereka menargetkan pelayaran internasional sebagai bentuk solidaritas dengan Palestina atas serangan Israel yang terus berlanjut di Gaza.

    AS Tak Sengaja Bocorkan Rencana Menyerang Houthi

    Sebuah kesalahan besar dalam komunikasi internal pemerintahan Trump telah mengungkap rencana serangan militer Amerika Serikat terhadap kelompok Houthi yang didukung Iran di Yaman.

    Rencana tersebut secara tidak sengaja dibagikan dalam sebuah grup pesan yang ternyata juga diikuti oleh seorang jurnalis. Kesalahan ini pertama kali dilaporkan oleh The Atlantic dan langsung memicu kritik tajam dari para anggota parlemen Demokrat.

    Kesalahan fatal ini dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap keamanan nasional AS dan kemungkinan juga terhadap hukum federal yang mengatur pengelolaan informasi rahasia. Para anggota Kongres dari Partai Demokrat dengan cepat menyerukan investigasi mendalam untuk mengetahui sejauh mana kebocoran informasi ini terjadi dan siapa saja yang bertanggung jawab.

    Ketika ditanya oleh wartawan mengenai kebocoran tersebut, Presiden Donald Trump mengklaim tidak mengetahui insiden itu.

    “Saya tidak tahu apa-apa tentang ini. Saya bukan penggemar The Atlantic,” ujar Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (25/3/2025).

    Namun, seorang pejabat Gedung Putih kemudian mengonfirmasi bahwa penyelidikan telah dilakukan dan Trump telah diberi penjelasan mengenai kejadian tersebut.

    Dalam pernyataan resminya, Dewan Keamanan Nasional AS (NSC) yang diwakili oleh seorang pejabat bernama Hughes mengatakan informasi yang bocor tersebut kemungkinan besar memang asli.

    “Saat ini, rantai pesan yang dilaporkan tampaknya autentik, dan kami sedang meninjau bagaimana nomor yang tidak seharusnya bisa masuk ke dalam percakapan tersebut.”

    Militer Israel Sebut Komandan Hizbullah Tewas di Lebanon

    Foto: Sebuah tank milik militer israel bermanuver di Jalur Gaza, Rabu (19/3/2025). (REUTERS/Amir Cohen)

    Militer Israel mengatakan telah menewaskan seorang komandan unit antitank Hizbullah dalam serangan hari Senin di wilayah Nabatieh, Lebanon selatan.

    Hassan Kamal Halawi “bertanggung jawab atas sejumlah serangan teror terhadap negara Israel”, katanya dalam sebuah pernyataan.

    “Ia memfasilitasi pergerakan para operator dan pasokan senjata ke Lebanon selatan. Dalam beberapa bulan terakhir, Halawi terus terlibat dalam aktivitas teroris terhadap warga sipil Israel.”

    Hizbullah belum mengeluarkan pernyataan publik. Kantor Berita Nasional Lebanon melaporkan pada Senin malam bahwa satu orang tewas akibat serangan pesawat nirawak Israel terhadap sebuah kendaraan di wilayah Qaqaiyat al-Jisr.

    Demonstran Blokir Pintu Masuk Knesset

    Di Israel, demonstran dilaporkan telah memblokir pintu masuk Knesset Israel dalam upaya untuk menggagalkan pemungutan suara anggaran negara sebelum polisi membubarkan massa secara paksa.

    Ratusan demonstran berpartisipasi dalam unjuk rasa di Yerusalem Barat untuk menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap apa yang mereka gambarkan sebagai “anggaran penjarahan”, media Israel melaporkan.

    Pemimpin oposisi Benny Gantz mengatakan anggaran 2025 adalah “simbol pemutusan hubungan dan ketidakberdayaan” pemerintahan Netanyahu karena mengekspresikan “prioritas yang korup dan sektoral”.

    Netanyahu membutuhkan dukungan dari Menteri Keamanan Nasional Israel sayap kanan Itamar Ben-Gvir – yang mengundurkan diri pada Januari, marah atas gencatan senjata Gaza – untuk memastikan pengesahan anggaran. Jika anggaran tidak disahkan pada tanggal 31 Maret, pemilihan umum dadakan akan diadakan.

    Shin Bet Yakin akan Pembentukan Negara Palestina

    Menteri warisan Israel mengatakan Ronen Bar, kepala badan intelijen yang dipecat oleh Netanyahu, “percaya pada konsep yang menyimpang tentang pembentukan negara Palestina dan membahayakan Israel”.

    Dalam komentarnya kepada surat kabar Israel Maariv, Amichai Eliyahu mengatakan Bar akan dituntut “jika ditemukan bahwa ia memang berkonspirasi melawan Netanyahu dan kepemimpinan terpilih”.

    Menteri tersebut meminta penyelidikan untuk memastikan apakah Bar “merusak demokrasi” dan apakah ia “tahu bahwa sesuatu akan terjadi pada 7 Oktober dan tidak memberi tahu Netanyahu”.

    Mahkamah Agung telah menangguhkan keputusan pemerintah untuk memecat kepala Shin Bet. Pemecatan Bar telah memicu protes antipemerintah massal dengan banyak kritikus Netanyahu yang menyatakan pemecatan Bar dimotivasi oleh keinginan untuk menghentikan penyelidikan atas peristiwa yang mengarah pada serangan yang dipimpin Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober 2023.

    Sutradara Palestina Hamdan Ballal Ditangkap Israel

    Foto: Jordan Strauss/Invision/AP/Jordan Strauss
    Basel Adra, from left, Rachel Szor, Hamdan Ballal, and Yuval Abraham, winners of the award for best documentary feature film for “No Other Land,” pose in the press room at the Oscars on Sunday, March 2, 2025, at the Dolby Theatre in Los Angeles. (Photo by Jordan Strauss/Invision/AP)

    Sutradara asal Palestina Hamdan Ballal yang menggarap film dokumenter pemenang Oscar, No Other Land, ditangkap oleh tentara Israel setelah rumahnya diserang oleh pria bertopeng.

    Ballal ditangkap oleh pasukan Israel di Tepi Barat. Menurut rekan sutradaranya Yuval Abraham di akun media sosial X, Balla juga dipukuli.

    “Sekelompok orang baru saja menyerang Hamdan Ballal, salah satu sutradara film kami No Other Land. Mereka memukuli Ballal dan ia mengalami luka di kepala dan perutnya,” kata Abraham dalam postingan tersebut.

    “Tentara menyerbu ambulans yang sedang membawanya. Tidak ada tanda-tanda keberadaannya sejak itu,” tambahnya.

    Insiden itu terjadi di Desa Susya, Tepi Barat selatan, menurut LSM anti-pendudukan Center for Jewish Nonviolence. Anggota LSM tersebut mengatakan bahwa dia merekam peristiwa itu secara langsung.

    No Other Land, sebuah kolaborasi antara pembuat film Israel dan Palestina, mengikuti kisah aktivis Basel Adra saat dia menghadapi risiko penangkapan dan kekerasan untuk mendokumentasikan kampung halamannya yang dihancurkan oleh militer Israel.

    Film ini berhasil memenangkan sejumlah penghargaan internasional, dimulai dari Festival Film Internasional Berlin pada 2024.

    Kendati demikian, film ini juga menuai kemarahan di Israel dan luar negeri. Termasuk saat Miami Beach mengusulkan untuk mengakhiri sewa gedung bioskop yang menayangkan film dokumenter tersebut.

     

    (hsy/hsy)

  • MUI: Pembangunan Kampung Indonesia agar Warga Gaza Tak Direlokasi Amerika Serikat

    MUI: Pembangunan Kampung Indonesia agar Warga Gaza Tak Direlokasi Amerika Serikat

    MUI: Pembangunan Kampung Indonesia agar Warga Gaza Tak Direlokasi Amerika Serikat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan, rencana pembangunan
    Kampung Indonesia
    di
    Gaza
    merupakan upaya kontra narasi relokasi warga Palestina di wilayah tersebut.
    Narasi relokasi warga Gaza oleh Amerika Serikat disebut harus dipatahkan dengan cara membangun Kampung Indonesia untuk rekonstruksi kembali Gaza pasca konflik.

    MUI
    bersama Baznas juga tadi itu (akan membangun) Indonesia Village sebagai simbol pembangunan agar narasi relokasi atau rekonstruksi tidak diambil alih oleh Amerika,” kata Sudarnoto, saat ditemui di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Selasa (25/3/2025).
    Guru Besar Sejarah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini menuturkan, rencana pembangunan
    Kampung Indonesia di Gaza
    ini harus dilaksanakan, karena potensi pembiayaan dari
    donasi
    warga Indonesia untuk Palestina cukup besar.
    “Menurut hemat saya, dengan melihat potensi dan peluang Indonesia, ini sesuatu yang sangat mungkin bisa dilakukan,” kata dia.
    “Kita harus merebut narasi rekonstruksi tanpa Amerika,” imbuh dia.
    Dalam kesempatan berbeda, Ketua Baznas, Noor Achmad, mengatakan bahwa pembangunan Kampung Indonesia ini akan menggunakan donasi khusus yang ditujukan untuk Palestina.
    Donasi
    yang sudah terkumpul yakni sebesar Rp 328 miliar.
    Selain itu, Baznas bersama MUI juga menggelar Safari Ramadhan bersama enam imam asal Palestina untuk mengumpulkan donasi.
    Donasi yang terkumpul dari Safari Ramadhan 2025 ini berjumlah Rp 2,17 miliar yang dikumpulkan di 255 titik di masjid, sekolah, pesantren, dan perkantoran.
    “Nah, itu bagian dari usaha kita untuk memberikan bantuan kepada saudara-saudara kita yang ada di Palestina, dan akan terus kita lakukan,” kata dia.
    “Insya Allah akan kita gunakan untuk membangun perkampungan di sana yang di situ nanti ada masjid, ada sekolahan, ada rumah sakit,” ujar Noor.
    Trump sebelumnya menyebut akan mengambil alih Jalur Gaza yang dilanda perang dan merelokasi warganya ke tempat lain.
    Trump mengungkapkan rencana yang mengagetkan itu, walau tanpa memberikan rincian lebih lanjut, saat konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Washington, Selasa (4/2/2025).
    Pengumuman itu menyusul usulan mengejutkan Trump sebelumnya untuk merelokasi secara permanen warga Palestina dari Gaza ke negara-negara tetangga.
    Dia menyebut daerah kantong itu – di mana fase pertama gencatan senjata yang rapuh antara Israel-Hamas sedang berlangsung – sebagai “zona kehancuran” (demolition site).
    “Jika memang diperlukan, kami akan melakukannya. Kami akan mengambil alih wilayah tersebut, mengembangkannya, menciptakan ribuan lapangan kerja, dan itu akan menjadikannya sesuatu yang dapat dibanggakan oleh seluruh Timur Tengah,” tambah Trump.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Israel Bentuk Badan Khusus yang Urusi Pemindahan Paksa Warga Palestina dari Gaza

    Israel Bentuk Badan Khusus yang Urusi Pemindahan Paksa Warga Palestina dari Gaza

    PIKIRAN RAKYAT – Israel secara terang-terangan akan membentuk badan pemerintah yang mengurusi pemindahan paksa warga Palestina di Jalur Gaza. Hal ini telah dikonfirmasi oleh seorang juru bicara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Senin, 24 Maret 2025.

    Badan tersebut sedang disusun setelah mendapat persetujuan dari kabinet keamanan Israel menyusul rencana Menteri Pertahanan, Israel Katz. Rencana pembentukan badan ini lantas menuai reaksi keras dari Arab Saudi.

    Arab Saudi mengecam pengumuman Israel tentang badan yang bertujuan mengusir warga Palestina. Sementara, Mesir dan negara-negara Arab lainnya masih belum bersikap.

    Rencana Kementerian Pertahanan Israel ini merupakan tindak lanjut dari saran Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Trump sebelumnya meminta agar penduduk Palestina di Gaza dipindahkan ke negara lain.

    Kelompok hak asasi manusia dan kritikus di seluruh dunia menilai hal ini sebagai pembersihan etnis, pemindahan paksa suatu populasi dari rumahnya. Namun, Israel menyebut pemindahan paksa ini sebagai ‘sukarela’.

    “Mempersiapkan keberangkatan sukarela penduduk Jalur Gaza ke negara ketiga dengan cara yang aman dan terkendali,” kata sang juru bicara dilaporkan Al Jazeera.

    “Orang-orang yang ingin meninggalkan Jalur Gaza yang ditutup harus diizinkan melakukannya sesuai dengan hukum Israel dan internasional serta sejalan dengan visi Presiden AS Donald Trump,” tutur juru bicara Netanyahu.

    Sudah sejak lama

    Pemindahan paksa atau pengusiran warga Palestina dari Gaza dan Tepi Barat telah lama direncanakan Nasionalis Israel. Mereka semakin mendorong gagasan itu di tengah perang dengan Hamas.

    Saat ini rencana tersebut mulai terbukti dengan tindakan Israel yang melakukan pemblokiran terhadap bantuan kemanusiaan sejak awal Maret 2025. Tak ada lagi bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza sejak pemblokiran tersebut.

    Aksi blokade yang dilakukan Israel ini dinilai sebagai salah satu cara dalam proses pemindahan paksa warga Palestina di Gaza.

    Juru bicara Netanyahu tidak merinci negara ketiga mana yang mungkin bersedia bekerja sama dengan Israel dalam melaksanakan rencana tersebut.

    Netanyahu sebelumnya mengatakan berkomitmen terhadap rencana Trump untuk menciptakan Gaza yang berbeda sambil berjanji setelah perang tidak akan ada Hamas maupun Otoritas Palestina yang memerintah wilayah tersebut.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Dibom Israel, Jurnalis Al Jazeera Hossam Shabat Terbunuh Kurang Satu Jam Setelah Kematian Rekan – Halaman all

    Dibom Israel, Jurnalis Al Jazeera Hossam Shabat Terbunuh Kurang Satu Jam Setelah Kematian Rekan – Halaman all

    Dibom Israel, Jurnalis Al Jazeera Hossam Shabat Terbunuh Kurang Satu Jam Setelah Kematian Rekan

    TRIBUNNEWS.COM – Jurnalis, Hussam Shabat, kontributor Al Jazeera Mubasher, dilaporkan terbunuh pada Senin (24/3/3035) dalam serangan udara Israel yang menargetkan mobilnya di Jabalia, sebelah utara Jalur Gaza.

    Serangan itu terjadi kurang dari satu jam setelah ia mengunggah berita kematian rekannya, jurnalis Mohammed Mansour, seorang koresponden untuk Palestine Today, di Facebook akibat serangan udara serupa yang menargetkan apartemennya di Khan Yunis, sebelah selatan Jalur Gaza.

    Kantor Media Pemerintah di Gaza mengumumkan kalau jumlah jurnalis yang terbunuh sejak dimulainya perang Israel di Jalur Gaza telah meningkat menjadi 208 jiwa, menyusul kematian Shabat.

    Dalam pernyataan, kantor tersebut menyatakan, “Mengutuk sekeras-kerasnya tindakan pendudukan Israel yang menargetkan, membunuh, dan menghabisi jurnalis Palestina, serta menyerukan kepada Federasi Jurnalis Internasional, Federasi Jurnalis Arab, dan semua badan jurnalistik di seluruh dunia untuk mengutuk kejahatan sistematis terhadap jurnalis Palestina dan pekerja media di Jalur Gaza.”

    KRISIS KEMANUSIAAN – Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyatakan lebih dari satu juta orang di Gaza tengah dan Gaza selatan tidak menerima pasokan makanan apa pun selama bulan Agustus dan situasi kemanusiaan di Gaza masih sangat buruk. (Anadolu Agency)

    Kelaparan Akut

    Selain bombardemen, Israel juga menerapkan blokade bantuan ke Jalur Gaza.

    Larangan dari Israel terhadap masuknya pasokan ke Jalur Gaza mendorong daerah kantong itu lebih dekat ke krisis kelaparan akut, kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) memperingatkan pada hari Minggu, Anadolu Agency melaporkan.

    “Sudah tiga minggu sejak otoritas Israel melarang masuknya pasokan ke Gaza,” kata Philippe Lazzarini dalam sebuah pernyataan.

    “Tidak ada makanan, tidak ada obat-obatan, tidak ada air, tidak ada bahan bakar. Pengepungan ketat berlangsung lebih lama dari yang terjadi pada fase pertama perang.”

    Israel telah melarang masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza sejak 4 Maret, menyusul berakhirnya tahap pertama gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan dengan Hamas.

    Lazzarini memperingatkan bahwa penduduk Gaza bergantung pada impor melalui Israel untuk kelangsungan hidup mereka.

    “Setiap hari yang berlalu tanpa bantuan yang masuk berarti semakin banyak anak yang tidur dalam keadaan kelaparan, penyakit menyebar, dan kemiskinan semakin parah,” katanya.

    “Setiap hari tanpa makanan, Gaza semakin dekat dengan krisis kelaparan akut,” kata kepala UNRWA.

    “Melarang bantuan adalah hukuman kolektif bagi Gaza: sebagian besar penduduknya adalah anak-anak, wanita, dan pria biasa.”

    Lazzarini menyerukan agar pengepungan Israel dicabut, semua sandera dibebaskan, dan bantuan kemanusiaan serta pasokan komersial diberikan secara “tanpa gangguan dan dalam skala besar.”

    Tentara Israel telah melancarkan operasi udara mendadak di Gaza sejak Selasa, menewaskan lebih dari 700 warga Palestina, melukai lebih dari 1.200 lainnya, dan menghancurkan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan yang berlaku pada bulan Januari.

    Lebih dari 50.000 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 113.000 terluka dalam serangan brutal militer Israel di Gaza sejak Oktober 2023.

    Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan November lalu untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

     

     
     

  • 9 Update Gaza, Serangan Israel Makin Ganas-Resmikan Pemukiman Yahudi

    9 Update Gaza, Serangan Israel Makin Ganas-Resmikan Pemukiman Yahudi

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pengeboman Israel terhadap Gaza terus berlanjut dan kian ganas. Sedikitnya 61 warga Palestina tewas dalam serangan di seluruh Jalur Gaza selama 24 jam terakhir.

    Serangan baru itu terjadi beberapa jam setelah pasukan Israel mengebom Rumah Sakit Nasser di Gaza, menewaskan sedikitnya dua orang, termasuk pemimpin Hamas Ismail Barhoum.

    Berikut update terkait situasi di wilayah tersebut saat ini, seperti dihimpun dari berbagai sumber oleh CNBC Indonesia pada Senin (24/3/2025).

    730 Warga Palestina Tewas Sejak Israel Kembali Serang Gaza

    Sedikitnya 730 orang tewas dan 1.367 lainnya luka-luka sejak Israel melanggar gencatan senjata Gaza dan memulai kembali perang Selasa lalu, kata Kementerian Kesehatan Gaza yang dikutip Al Jazeera.

    Tentara Israel melancarkan kampanye udara mendadak di Jalur Gaza pada 18 Maret dengan ratusan serangan. Sekarang mereka mengerahkan pasukan darat ke bagian utara dan selatan daerah kantong Palestina yang dilanda perang itu.

    Ribuan Warga Sipil Terjebak di Rafah

    Ribuan warga Palestina terkepung di Rafah, kota paling selatan di Gaza, setelah pasukan Israel mengepung sebuah distrik pada hari Minggu.

    Israel memerintahkan evakuasi lingkungan Tel as-Sultan, memberi tahu orang-orang untuk pergi dengan berjalan kaki melalui satu rute ke al-Muwasi, sekelompok kamp tenda yang luas di sepanjang pantai.

    Ribuan orang melarikan diri tetapi penduduk mengatakan banyak yang terjebak oleh tentara Israel. Pemerintah kota Rafah mengatakan ribuan warga sipil Palestina masih terputus.

    Israel Targetkan Rumah Sakit Nasser

    Kementerian Kesehatan di Gaza mengutuk pengeboman Israel terhadap Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, yang menewaskan dua orang dan menghancurkan bangsal bedah pria.

    Ismail Barhoum, anggota biro politik Hamas, tewas saat menjalani perawatan, bersama seorang anak laki-laki berusia 16 tahun di rumah sakit tersebut.

    “Serangan ini merupakan kejahatan perang baru yang menambah catatan pelanggaran berulang Israel terhadap warga sipil dan fasilitas medis, yang secara mencolok melanggar aturan hukum humaniter internasional,” kata Munir al-Bursh, direktur jenderal kementerian, dalam sebuah pernyataan.

    Hal ini “tidak hanya menunjukkan pengabaian yang terang-terangan terhadap kehidupan orang-orang yang tidak bersalah tetapi juga menghambat penyediaan layanan medis yang menyelamatkan nyawa, pada saat pasien dan yang terluka membutuhkan perawatan terbaik,” tambahnya.

    Al-Bursh meminta masyarakat internasional dan organisasi kemanusiaan untuk mengambil tindakan segera dan agar penyelidikan internasional yang independen diluncurkan.

    Israel Resmikan 13 Permukiman Yahudi di Tepi Barat

    Kabinet Keamanan Israel menyetujui keputusan menjadikan 13 lingkungan permukiman yang ada di wilayah Tepi Barat Palestina sebagai wilayah ‘independen’. Hal ini dilakukan saat ke-13 daerah itu menjadi pos terdepan permukiman ilegal Yahudi di wilayah milik Palestina itu.

    Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich menggambarkan langkah itu sebagai langkah penting menuju kedaulatan de facto Israel atas Tepi Barat. Permukiman tersebut adalah Alon, Haresha, Kerem Reim, Neriya, Migron, Shvut Rachel, Ovnat, Brosh Habika, Leshem, Nofei Nehemia, Tal Menashe, Ibei Hanahal, dan Gvaot.

    Keputusan untuk memisahkan secara resmi lingkungan-lingkungan tersebut sebagai permukiman baru memungkinkan pemerintah Israel untuk menyediakan anggaran bagi masing-masing permukiman secara individual. Mereka juga akan mendapatkan dewan kotamadya mereka sendiri.

    “Kami terus memimpin revolusi dalam normalisasi dan formalisasi permukiman,” tulis Smotrich di X, Minggu (23/3/2025).

    “Alih-alih bersembunyi dan meminta maaf, kami mengibarkan bendera, membangun, dan bermukim. Ini adalah langkah penting lainnya dalam perjalanan menuju kedaulatan de facto (Israel) di Yudea dan Samaria (Tepi Barat).”

    Smotrich sendiri merupakan tokoh yang memiliki keinginan untuk secara permanen menghalangi pembentukan negara Palestina. Ia juga ingin agar Israel mencaplok sebagian besar wilayah Tepi Barat dan Gaza.

    Laut Merah Membara, 75% Kapal AS Putar Arah ke Afrika

    Serangan yang dilakukan oleh pemberontak Houthi di Yaman telah memaksa tiga perempat kapal berbendera Amerika Serikat untuk menghindari Laut Merah dan memilih rute yang lebih panjang dan mahal melalui ujung selatan Afrika.

    Melewati ujung selatan Afrika dapat menggandakan waktu perjalanan kapal antara Eropa dan Asia serta menambah biaya hampir US$1 juta, menurut LSEG Shipping Research.

    “Sebanyak 75% dari kapal berbendera AS kini harus melewati pantai selatan Afrika daripada melalui Terusan Suez,” ujar Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz dalam program “Face the Nation” di CBS, Minggu (23/3/2025).

    “Terakhir kali salah satu kapal perusak kami melewati selat itu, kapal tersebut diserang sebanyak 23 kali,” imbuhnya.

    Serangan udara terbaru Amerika Serikat terhadap kelompok pemberontak yang didukung Iran ini merupakan yang pertama sejak Presiden Donald Trump mulai menjabat kembali pada Januari. Waltz menyebut bahwa serangan tersebut telah “menghabisi pemimpin utama Houthi,” termasuk kepala program rudal mereka.

    Israel Bunuh Pemimpin Senior Hamas Saat Salat

    Serangan udara Israel di Jalur Gaza semakin intens setelah kesepakatan gencatan senjata yang telah berjalan sejak Januari 2024 tiba-tiba dihentikan pada Selasa lalu. Setidaknya 634 warga Palestina dilaporkan tewas dalam eskalasi terbaru ini, termasuk Salah al-Bardawil, salah satu anggota senior Biro Politik Hamas.

    Al-Bardawil tewas bersama istrinya saat tengah melaksanakan salat di tenda pengungsian mereka di Khan Younis pada Minggu (23/3/2025). Hamas menuduh Israel melakukan pembunuhan yang disengaja terhadap pemimpin mereka.

    “Darahnya, darah istrinya, dan para syuhada lainnya akan terus menjadi bahan bakar dalam pertempuran kami untuk kebebasan dan kemerdekaan. Musuh kriminal ini tidak akan mampu menghancurkan tekad dan perjuangan kami,” bunyi pernyataan resmi Hamas, dilansir Al Jazeera.

    Israel sendiri belum memberikan komentar mengenai kematian Al-Bardawil, tetapi beberapa pemimpin senior Hamas lainnya juga telah tewas dalam serangan yang terjadi sejak Israel kembali melancarkan operasi militernya pekan lalu.

    Dalam serangan udara terbaru pada Minggu, sedikitnya 23 orang tewas. Militer Israel juga mengeluarkan perintah evakuasi bagi warga di Tal as-Sultan, Rafah.

    Israel Blokade Bantuan Kemanusiaan

    Sebelum melanjutkan serangan besar-besaran pekan lalu, Israel telah memberlakukan blokade penuh terhadap masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza serta memutus pasokan listrik sejak 1 Maret.

    Pada Rabu, Israel kembali melancarkan serangan darat, mengirim pasukan ke daerah-daerah yang sebelumnya mereka tinggalkan selama hampir dua bulan masa gencatan senjata. Pasukan Israel juga disebut-sebut telah melanggar gencatan senjata beberapa kali sejak kesepakatan tersebut mulai berlaku pada 19 Januari lalu.

    Sejak perang Gaza pecah pada 7 Oktober 2023, pasukan Israel telah membunuh hampir 50.000 orang Palestina. Serangan ini terjadi sebagai respons terhadap serangan Hamas di Israel Selatan yang menewaskan 1.139 orang serta menculik sekitar 250 warga Israel, sebagian besar di antaranya telah dibebaskan melalui negosiasi.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeklaim bahwa serangan militer yang diperbarui ini bertujuan untuk memaksa Hamas menyerahkan sisa sandera yang mereka tahan.

    Namun, Hamas menuduh Israel mengorbankan para sandera dengan terus melanjutkan serangan militer. Hamas juga menyalahkan Netanyahu karena dianggap mengingkari perjanjian gencatan senjata dan menolak negosiasi untuk mengakhiri perang serta menarik pasukannya dari Gaza.

    Pada Jumat, Hamas menyatakan bahwa mereka tengah mempertimbangkan proposal mediasi dari Amerika Serikat untuk memulihkan gencatan senjata hingga April setelah Ramadan dan perayaan Paskah Yahudi, sebagai bagian dari upaya negosiasi penghentian perang.

    Israel Serang Lebanon

    Sementara itu, Israel juga kembali melancarkan serangan ke wilayah Lebanon setelah sebelumnya mengklaim adanya serangan roket dari perbatasan pada Sabtu. Serangan ini berpotensi mengancam perjanjian gencatan senjata dengan kelompok Hizbullah yang telah berlaku sejak November 2023.

    Militer Israel mengumumkan bahwa mereka telah menyerang wilayah Tyre dan Touline, dengan target yang mereka sebut sebagai “posisi Hizbullah.” Israel menyebut bahwa enam roket telah ditembakkan dari Lebanon ke wilayah utara Israel, tiga di antaranya berhasil dicegat.

    Namun, Hizbullah membantah keterlibatan mereka dalam serangan tersebut dan menuduh Israel mencari alasan untuk terus melakukan agresi terhadap Lebanon.

    “Ini hanyalah dalih bagi Israel untuk terus menyerang Lebanon. Kami berdiri bersama negara Lebanon dalam menghadapi eskalasi Zionis yang berbahaya ini,” kata Hizbullah dalam pernyataannya.

    Sejak serangan Israel terhadap Lebanon dimulai pada Sabtu, sedikitnya tujuh orang tewas dan 40 lainnya mengalami luka-luka.

    Ben-Gvir Sebut Bos Shin Bet sebagai ‘Penjahat’

    Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir menuduh kepala Shin Bet Ronen Bar sebagai pembohong, penjahat, dan penjahat beberapa hari setelah Mahkamah Agung mengeluarkan perintah untuk membekukan sementara pemecatannya.

    “Dia seharusnya dipenjara,” kata Ben-Gvir kepada surat kabar Maariv.

    Dia mengklaim kepala badan intelijen dalam negeri memata-matai dia dan menteri lainnya. “Menerbitkan instruksi oleh kepala Shin Bet untuk memata-matai saya dan mencari bukti terhadap saya adalah kudeta,” tambah Ben-Gvir.

    Perdana Menteri Netanyahu mengumumkan minggu lalu bahwa dia kehilangan kepercayaan pada Bar dan bermaksud untuk memecatnya. Demonstrasi telah diadakan terhadap pemecatan tersebut minggu ini, dengan para kritikus melihatnya sebagai upaya untuk melemahkan lembaga negara.

    Bar yang sedang menyelidiki dugaan korupsi dalam pemerintahan Netanyahu, menuduh perdana menteri tersebut dengan sengaja menyabotase kesepakatan gencatan senjata Gaza.

    (fab/fab)

  • Serangan Israel Kian Membabi-buta, Hamas: Kami Tak Inginkan Kendali Atas Gaza – Halaman all

    Serangan Israel Kian Membabi-buta, Hamas: Kami Tak Inginkan Kendali Atas Gaza – Halaman all

    Israel Kian Membabi-buta, Hamas: Kami Tak Inginkan Kendali Atas Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas menegaskan pada Sabtu (22/3/2025) kalau gerakan tersebut tidak bermaksud untuk memerintah Jalur Gaza.

    Hamas menekankan, pihaknya justru mendorong agar Gaza dipimpin oleh ‘Persatuan Nasional’ yang terdiri dari berbagai elemen dan entitas Palestina.

    “Bahwa pengaturan apa pun di masa mendatang di Gaza harus didasarkan pada konsensus nasional,” tulis laporan RNTV, mengutip pernyataan Hamas, dikutip Senin (24/3/2025).

    Dalam pernyataan pers, juru bicara Hamas Abdel Latif al-Qanou menyatakan kalau gerakan tersebut “siap untuk melaksanakan pengaturan apa pun (pemerintahan di Gaza) yang disetujui secara nasional, dan tidak tertarik untuk menjadi bagian dari pengaturan tersebut.”

    Al-Qanou menegaskan kalau Hamas telah sepakat untuk membentuk komite pendukung masyarakat di Gaza, yang tidak akan mencakup perwakilan dari gerakan tersebut.

    Dia menekankan kalau, “Hamas tidak bercita-cita untuk mengatur sektor tersebut, tetapi berfokus pada pencapaian konsensus nasional dan mematuhi hasilnya.”

    Terkait negosiasi gencatan senjata dengan Israel, al-Qanou menjelaskan bahwa Hamas tengah mendiskusikan usulan utusan Amerika Serikat (AS) Steve Hanke, beserta sejumlah ide lainnya.

    “Komunikasi sedang berlangsung untuk menuntaskan kesepakatan gencatan senjata,” katanya.

    SERANGAN UDARA ISRAEL – Serangan udara Israel terhadap tenda-tenda pengungsi Palestina pada Selasa (18/3/2025) pagi menyebabkan kamp tersebut terbakar saat para penduduk tengah tidur di Khan Yunis. Akibatnya sebanyak 200 orang tewas atas serangan udara Israel ini. (Telegram Quds News Network)

    Israel Makin Membabi-buta di Gaza

    Pernyataan Hamas yang menyebut tidak tertarik memerintah di Gaza pasca-perang terjadi saat Israel makin membabi-buta melakukan bombardemen di wilayah kantung Palestina tersebut.

    Atas hal itu, Al-Qanou menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai penghambat utama pelaksanaan kesepakatan gencatan senjata yang sedang berlangsung.

    “Penghambatannya (Netanyahu merupakan bagian dari upaya untuk mempertahankan pemerintahannya dengan mengorbankan para sandera Israel dan pelaksanaan kesepakatan,” kata dia.

    Ia menambahkan kalau dimulainya kembali operasi militer Israel di Gaza terjadi “dengan dukungan dari pemerintah AS,”.

    Atas hal itu, Hamas mendesak Washington untuk menghindari berpihak pada satu pihak dalam konflik tersebut dan menekan Israel untuk melanjutkan perjanjian gencatan senjata.

    Pada Januari 2025, Hamas dan Israel melalui para mediator perundingan, Mesir dan Qatar menyepakati tiga fase gencatan senjata dengan sejumlah poin di tiap tahapannya.

    Tahap Pertama, yang berakhir pada akhir Februari, dilakukan dengan kerangka pertukaran pembebasan sandera Israel dan tahanan Palestina.

    Sedianya, Tahap II gencatan senjata beragenda penarikan mundur pasukan Israel dan pembukaan blokade bantuan kemanusiaan ke Gaza.

    Namun, Israel mangkir dan mengajukan proposal yang disetujui AS untuk memperpanjang Tahap Pertama.

    Hamas menolak, direspons Israel dengan membombardir Gaza dengan serangan udara dan rencana dimulainya kembali operasi militer darat dengan kekuatan yang lebih besar dari sebelumnya.

    AGRESI GAZA – Pasukan Israel (IDF) memasuki wilayah Gaza Utara. Agresi baru IDF ke Jalur Gaza rupanya disertai penentangan dari kalangan internal militer Israel, terlebih IDF dilaporkan memiliki tujuan untuk menduduki Jalur Gaza dalam agresi kali ini. (IDF/Ynet)

    “Dalam hal perkembangan di lapangan, Hamas menuduh militer Israel meningkatkan serangan terhadap warga sipil di Gaza, menunjuk pada penembakan yang semakin intensif terhadap rumah, lingkungan pemukiman, dan tempat perlindungan, di tengah pengepungan yang menyebabkan terhambatnya pengiriman pasokan penting seperti makanan, air, obat-obatan, dan bahan bakar,” tulis laporan Khaberni.

    Gerakan tersebut menggambarkan operasi ini sebagai “pelanggaran hukum internasional yang mencolok dan belum pernah terjadi sebelumnya,” dan menegaskan bahwa tindakan yang sedang berlangsung tersebut mencerminkan “penghinaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan perjanjian yang dirancang untuk melindungi warga sipil selama masa perang.”

     

    (oln/khbrn/*)

  • Fatah Minta Hamas Mundur Demi Warga Palestina – Halaman all

    Fatah Minta Hamas Mundur Demi Warga Palestina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Partai Fatah, yang dipimpin oleh Presiden Palestina Mahmud Abbas, telah mengeluarkan pernyataan mendesak Hamas untuk menyerahkan kekuasaan di Jalur Gaza kepada Israel.

    Permintaan ini bertujuan untuk melindungi nyawa dan keberadaan warga Palestina yang terjebak dalam konflik yang berkepanjangan.

    Mengapa Fatah Mendesak Hamas Mundur?

    Juru bicara Fatah, Monther al-Hayek, menjelaskan bahwa situasi di Jalur Gaza sangat mengkhawatirkan. “Hamas harus mengundurkan diri dari pemerintahan dan mengakui sepenuhnya bahwa pertempuran di depan akan berujung pada berakhirnya keberadaan warga Palestina,” katanya dalam sebuah pernyataan yang dilansir dari New Arab.

    Al-Hayek menekankan pentingnya Hamas menunjukkan belas kasihan kepada warga Gaza, terutama anak-anak, wanita, dan pria yang terperangkap dalam situasi sulit ini.

    Meskipun permintaan ini telah diajukan, hingga saat ini Hamas belum memberikan komentar resmi mengenai desakan dari Fatah.

    Sejarah Penguasaan Gaza oleh Hamas

    Hamas mulai menguasai Jalur Gaza pada tahun 2007, setelah terjadinya konflik bersenjata yang memaksa pasukan Fatah mundur dari wilayah tersebut.

    Sejak saat itu, Hamas telah menjadi penguasa de facto di Gaza, sementara Otoritas Palestina yang dikepalai Fatah tetap mengontrol Tepi Barat.

    Situasi ini menyebabkan Hamas dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel, Amerika Serikat, dan sejumlah negara Barat lainnya.

    Pemerintahan Hamas yang semakin kuat ini membuat Israel khawatir akan potensi ancaman terhadap stabilitas negara mereka, yang pada gilirannya memicu serangkaian serangan militer ke wilayah-wilayah yang dianggap sebagai markas Hamas.

    Ancaman Pencaplokan Wilayah Gaza

    Di tengah situasi yang semakin memanas, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengeluarkan ancaman untuk melanjutkan agresi militer. “Jika Hamas terus menolak membebaskan para sandera, saya telah menginstruksikan IDF untuk merebut wilayah tambahan dan menduduki sebagian wilayah tersebut secara permanen,” kata Katz dalam sebuah pernyataan yang dilansir oleh BBC International.

    Katz juga menjelaskan bahwa operasi ini dilakukan untuk melindungi masyarakat Israel, sembari mengingatkan agar warga sipil Gaza segera mengungsi dari area pertempuran.

    Alasan Penundaan Pembebasan Sandera

    Hamas telah menjelaskan bahwa keputusan mereka untuk menunda pembebasan sandera Israel disebabkan oleh ketidakpatuhan Netanyahu terhadap perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati sebelumnya.

    Sebagai akibatnya, tensi antara kedua belah pihak semakin meningkat, dan Israel mengintensifkan serangan mereka.

    PM Israel Benjamin Netanyahu juga menyatakan, “Israel akan mulai sekarang bertindak melawan Hamas dengan kekuatan militer yang meningkat.” Penolakan Hamas terhadap usulan perpanjangan gencatan senjata telah menjadi salah satu pemicu kembali memburuknya situasi di Gaza.

    Permintaan Fatah agar Hamas mundur dan menyerahkan kekuasaan kepada Israel menambah kompleksitas situasi di Jalur Gaza.

    Dengan ancaman pencaplokan wilayah yang semakin mendesak, masa depan warga Palestina di kawasan tersebut menjadi semakin tidak pasti.

    Upaya untuk menciptakan perdamaian dan perlindungan bagi masyarakat sipil akan sangat bergantung pada bagaimana kedua pihak dapat menyelesaikan konflik yang berkepanjangan ini.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).