Tag: Benjamin Netanyahu

  • Hamas Belum Ditundukkan, Bos Besar IDF Akui Israel Masih Gagal Capai Semua Tujuan di Gaza – Halaman all

    Hamas Belum Ditundukkan, Bos Besar IDF Akui Israel Masih Gagal Capai Semua Tujuan di Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letjen Eyal Zamir mengakui bahwa Hamas hingga kini belum bisa dikalahkan di Jalur Gaza.

    Zamir mengatakan tentara Israel kekurangan personel dan sumber daya lainnya guna mencapai tujuan-tujuannya di tanah Palestina itu.

    Menurut dia, Hamas masih mengontrol Gaza meski sudah digempur IDF selama lebih dari 1,5 tahun.

    Media besar Israel, Yedioth Ahronoth, melaporkan Zamir baru-baru ini telah berbicara kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengenai kegagalan Israel mencapai tujuannya.

    Dia menyebut strategi yang berkutat pada militer saja tidak bisa mewujudkan semua tujuan di Gaza, terutama di tengah absennya diplomasi sebagai pelengkap.

    Adapun saat ini IDF meneruskan operasi darat secara terbatas dengan menerapkan rencana yang disebut “Mini Oranim”.

    Rencana ini berfokus pada perluasan zona penyangga atau buffer zone di dekat perbatasan Gaza guna menekan Hamas agar membebaskan lebih banyak sandera atau menyepakati syarat-syarat perjanjian yang mungkin diwujudkan.

    Sementara itu, seorang pejabat senior pertahanan Israel berkata kepada Yedioth Ahronoth bahwa Zamir mengungkapkan fakta di lapangan.

    “Zamir tidak membuat fakta-fakta terlihat lebih bagus,” kata pejabat itu.

    “Dia berkata kepada para pemimpin agar meninggalkan sejumlah khayalan mereka.”

    Pernyataan Zamir itu memperkuat dugaan bahwa IDF enggan mengakui kegagalan-kegagalannya sebelumnya.

    SERANGAN BESAR – Pasukan Israel berkumpul jelang penyerbuan dan invasi darat terbuka ke berbagai wilayah di Jalur Gaza. (khaberni/tangkap layar)

    Sudah 18 bulan berlalu sejak perang di Gaza meletus pada bulan Oktober 2023. Saat ini sebagian besar Gaza masih dikontrol oleh Hamas.

    Media Israel itu mengatakan pendudukan kembali Gaza secara penuh bisa memakan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

    Kini angka keikutsertaan tentara cadangan dalam satuan tempur mencapai 60 hingga 70 persen.

    “Ada kekhawatiran bahwa jumlah itu tidak akan bertambah jika ada serangan lebih besar,” ujar pejabat pertahanan itu.

    Israel dilanda krisis tentara

    Beberapa waktu lalu Yedioth Ahronoth juga melaporkan bahwa IDF sudah memperingatkan adanya krisis tentara.

    Direktorat Operasi IDF mengatakan kelangkaan tentara ini belum pernah terjadi sejak era pendudukan Israel di Lebanon selatan 1982, kemudian Intifada Kedua tahun 2000-an.

    Menurut IDF, kelangkaan itu disebabkan oleh “ketenangan palsu” selama bertahun-tahun. Lalu, kini IDF berusaha mencegah Hizbullah dan Hamas pulih seperti sedia kala.

    Kini pengerahan tentara Israel makin sering terjadi, rotasinya lebih lama, dan cuti menjadi lebih sedikit.

    Tentara Israel diperkirakan akan didera beban yang belum pernah terjadi sebelumnya lantaran IDF kesulitan memenuhi permintaan akan keamanan.

    Meski demikian, tentara Israel sudah mulai merasakan beban itu. Kini mereka hanya bisa beristirahat sekali tiap 2,5 pekan. Adapun selama 15 tahun sebelumnya, tentara bisa pulang ke rumah sekali setiap dua pekan.

    TENTARA ISRAEL – Foto ini diambil pada Minggu (9/2/2025) dari publikasi resmi Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pada Sabtu (8/2/2025) memperlihatkan tentara Israel dari Pasukan Komando Selatan dikerahkan ke beberapa titik di Jalur Gaza. (Telegram IDF)

    “Masyarakat Israel, rekrutmen baru, tentara aktif, dan terutama orang tua mereka harus menyesuaikan ekspektasi mereka. Mereka akan jauh lebih jarang melihat anak mereka dalam beberapa tahun mendatang,” kata IDF.

    Para pejabat militer mengaku melakukan segalanya agar bisa mengurangi beban para tentara cadangan yang kelelahan.

    “Tetapi tentara tempur reguler akan menanggung beban itu. Kita perlu ribuan tentara di pos-pos terluar baru di dalam wilayah Lebanon, di Dataran Tinggi Golan, dan di sepanjang zona penyangga Jalur Gaza,” kata pejabat Israel.

    Hamas diklaim pulihkan kekuatan

    Di sisi lain, Hamas diklaim telah memulihkan kekuatannya.

    Dikutip dari The Middle East Eye, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken pada bulan Januari lalu mengatakan Hamas telah merekrut banyak pejuang baru.

    Blinken menyebut Israel berhasil melenyapkan para pemimpin Hamas di Gaza, Lebanon, dan Iran. Namun, Hamas tetap berkuasa di Gaza.

    “Israel harus meninggalkan mitor bahwa mereka bisa melakukan aneksasi tanpa biaya dan konsekuensi terhadap demokrasi Israel,” kata Blinken.

  • Isi Proposal Gencatan Senjata Baru yang Disodorkan Israel, Netanyahu Minta Hamas Lucuti Senjata – Halaman all

    Isi Proposal Gencatan Senjata Baru yang Disodorkan Israel, Netanyahu Minta Hamas Lucuti Senjata – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel dan Hamas kembali mencapai kesepakatan gencatan senjata baru

    Di tengah ketegangan perang Gaza, Israel kembali menyodorkan kesepakatan gencatan senjata baru ke militan sayap kanan Palestina, Hamas.

    Hal itu diungkap langsung oleh Mesir dan Qatar selaku mediator antara pihak-pihak terkait untuk mengakhiri perang, Selasa (15/4/2025).

    Dalam keterangan resminya para mediator mengungkap bahwa mereka telah menerima proposal usulan gencatan senjata dari pemerintah Israel.

    Saat ini mereka tengah menunggu respons Hamas setelah menyerahkan proposal yang diajukan Israel untuk gencatan senjata di Jalur Gaza.

    Isi Proposal Gencatan Israel

    Mengutip dari Al Arabiya dalam proposal tersebut Israel menawarkan proposal gencatan senjata baru selama 45 hari kepada Hamas.

    Dengan syarat setengah dari total sandera yang tersisa dibebaskan dan Hamas harus melucuti persenjataannya.

    Adapun, Israel melaporkan bahwa Hamas telah menyandera 251 orang saat melakukan serangan pada 7 Oktober 2023.

    Sekitar 58 orang masih ditahan di Gaza, termasuk 34 orang yang menurut Israel telah tewas.

    “Dalam proposal Israel menuntut pembebasan setengah dari sandera pada minggu pertama perjanjian, perpanjangan gencatan senjata setidaknya selama 45 hari, dan masuknya bantuan.” ujar mediator Mesir dan Qatar.

    Sebagai imbalan, Israel siap membebaskan hampir 670 tahanan Palestina, yang 66 diantaranya telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, tambah laporan itu.

    Hamas Tolak Permintaan Israel

    Pasca proposal tersebut diajukan, Hamas menyebut pihaknya masih mempelajari isi proposal dan akan memberikan jawaban “secepatnya”.

    Namun kelompok militan tersebut menegaskan bahwa syarat utama gencatan senjata adalah penghentian penuh agresi militer Israel dan penarikan total pasukan Israel dari Jalur Gaza.

    Sementara itu Pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan bahwa tuntutan Israel untuk pelucutan senjata gerakan itu tidak dapat dinegosiasikan.

    Menurutnya dua elemen dari proposal yang diajukan Israel tidak dapat diterima karena dianggap melewati ‘garis merah’.

    Otoritas Hamas Sami Abu Zuhri juga menekankan bahwa kunci untuk mencapai kesepakatan adalah penarikan penuh Israel dan mengakhiri perang di Gaza, bukan pelucutan senjata Hamas.

    “Permintaan untuk melucuti senjata Hamas tidak dapat diterima. Ini bukan sekadar garis merah. Ini adalah sejuta garis merah,” kata Zuhri.
     “Mimpi Netanyahu dan para pendukungnya tidak dapat dicapai karena Hamas adalah gerakan yang membela rakyatnya sendiri dan karena Palestina ingin membebaskan tanah mereka. Selama masih ada pendudukan, perlawanan akan terus berlanjut dan senjata akan tetap berada di tangan perlawanan untuk membela rakyat dan hak-hak kami,” sambungnya.

    PBB: Situasi Gaza Kritis

    Di tengah upaya buntu perundingan gencatan senjata, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), memperingatkan bahwa situasi kemanusiaan di Jalur Gaza saat ini kemungkinan menjadi yang terburuk sejak serangan Israel dimulai 18 bulan lalu.

    “Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) memperingatkan bahwa situasi kemanusiaan saat ini kemungkinan adalah yang terburuk sejak pecahnya pertikaian,” ujar juru bicara PBB, Stephane Dujarric.

    Peringatan ini dirilis bukan tanpa alasan, Dujarric menjelaskan bahwa sudah satu setengah bulan tidak ada pasokan bantuan yang diizinkan masuk melalui perbatasan Gaza.

    Tak hanya itu lebih dari 2 juta warga Gaza kini hidup tanpa akses makanan, air bersih, listrik, dan bahan bakar akibat pembatasan yang dilakukan pemerintah Israel.

    “Warga sipil kini secara efektif terjebak di kantong-kantong wilayah Gaza yang makin terfragmentasi dan tidak aman, sementara akses terhadap layanan dasar untuk bertahan hidup terus menyusut setiap harinya,” tegasnya.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • 10 Tahanan Palestina Dibebaskan Israel Lewat Gerbang Kissufim, Dilarikan ke RS dalam Kondisi Kritis – Halaman all

    10 Tahanan Palestina Dibebaskan Israel Lewat Gerbang Kissufim, Dilarikan ke RS dalam Kondisi Kritis – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel membebaskan 10 tahanan Palestina pada hari Senin (14/4/2025), yang semuanya dalam kondisi kesehatan memburuk usai mengalami penyiksaan di penjara Israel. 

    Para tahanan ini sebelumnya ditangkap sekitar enam bulan lalu saat pengepungan kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara.

    Saat itu, Israel melancarkan kampanye intensif yang saat ini telah berlangsung lebih dari satu setengah tahun.

    Menurut Kantor Informasi Tahanan Palestina, para tahanan yang dibebaskan langsung dipindahkan menggunakan kendaraan Palang Merah menuju Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di Deir al-Balah, Gaza tengah, dikutip dari Palestine Chronicle.

    Kondisi mereka dilaporkan kritis akibat perlakuan buruk yang dialami selama masa penahanan.

    Proses pembebasan dilakukan melalui Gerbang Kissufim, yang berada di pagar pemisah di timur Khan Yunis.

    Meskipun ini menjadi angin segar bagi keluarga para tahanan, kondisi kesehatan mereka menimbulkan kekhawatiran besar.

    Kondisi tahanan yang dibebaskan juga memunculkan kembali sorotan internasional atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di penjara Israel.

    Beberapa hari sebelumnya,  Israel juga telah membebaskan sekitar 80 tahanan Palestina dari berbagai wilayah Gaza. 

    Dari jumlah itu, sedikitnya 10 orang juga dilaporkan dalam kondisi kesehatan kritis, dikutip dari Middle East Monitor.

    Pembebasan ini merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang mulai berlaku sejak 19 Januari 2025.

    Namun pada 18 Maret 2025, Israel telah melanggar  perjanjian tersebut dengan melanjutkan serangan ke wilayah Gaza.

    Israel Ajukan Proposal Gencatan Senjata Baru ke Hamas

    Di tengah ketegangan dan konflik yang belum usai, Hamas mengumumkan bahwa Israel telah menyodorkan proposal gencatan senjata baru. 

    Isi proposal itu mencakup penghentian pertempuran selama 45 hari jika Hamas bersedia membebaskan setengah dari sandera Israel yang masih ditahan di Gaza.

    Proposal tersebut juga menuntut agar semua kelompok bersenjata Palestina, termasuk Hamas, melucuti senjata sebagai syarat utama penghentian perang secara permanen. 

    Namun, menurut seorang pejabat Hamas yang dikutip oleh kantor berita AFP, permintaan tersebut “melewati garis merah” dan tidak dapat diterima.

    “Hamas dan faksi-faksi perlawanan memandang senjata sebagai bagian dari perjuangan dan tidak akan dinegosiasikan,” kata pejabat tersebut, dikutip dari Al-Arabiya.

    Hamas juga menegaskan bahwa mereka tetap ingin adanya gencatan senjata permanen.

    “Gerakan ini menegaskan kembali posisi tegasnya bahwa setiap perjanjian di masa depan harus menghasilkan gencatan senjata permanen, penarikan penuh pasukan pendudukan dari Jalur Gaza, kesepakatan pertukaran tahanan yang sesungguhnya, dimulainya proses serius untuk membangun kembali apa yang telah dihancurkan oleh pendudukan [Israel], dan pencabutan pengepungan yang tidak adil terhadap rakyat kami di Jalur Gaza,” tambah pernyataan itu, dikutip dari Al Jazeera.

    Saat ini, para negosiator Hamas tengah bersiap untuk melakukan pembicaraan lanjutan di Qatar, yang selama ini menjadi lokasi utama mediasi antara kedua pihak.

    Sejak Oktober 2023, Gaza telah mengalami krisis kemanusiaan besar-besaran. 

    Lebih dari 51.000 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, tewas akibat serangan Israel yang terus berlangsung.

    Situasi ini mendorong Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

    Selain itu, Israel juga tengah menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ).

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Tahanan Palestina dan Konflik Palestina vs Israel

  • Abdillah Onim Tolak Rencana Presiden Prabowo Relokasi Warga Gaza ke Indonesia, Ini Alasannya – Halaman all

    Abdillah Onim Tolak Rencana Presiden Prabowo Relokasi Warga Gaza ke Indonesia, Ini Alasannya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Aktivis kemanusiaan dan pendiri Nusantara Palestina Center (NPC), Abdillah Onim, atau lebih dikenal sebagai Bang Onim, dengan tegas menolak rencana Presiden Prabowo Subianto untuk merelokasi warga Gaza ke Indonesia.

    Menurut Bang Onim, langkah ini justru akan mendukung upaya pemindahan paksa warga Palestina yang diusung oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

    “Saya menolak rencana ini, baik secara pribadi maupun kelembagaan, karena ini justru mendukung rencana busuk dari Trump dan Netanyahu,” ujar Bang Onim dalam wawancara di Kantor MUI, Jakarta, Senin (14/4/2025).

    Bang Onim yang selama ini aktif membantu warga Gaza menegaskan bahwa relokasi bukanlah solusi yang diinginkan oleh masyarakat Gaza.

    Sebab, warga Gaza sendiri tidak ingin diusir dari tanah kelahiran mereka.

    “Jadi tentunya kita memberikan dukungan dan juga mendorong kepada warga Gaza walaupun dalam situasi seperti apa, mereka tidak boleh keluar,” tuturnya.

    Bang Onim pun mengaku pernah menikah dengan perempuan Palestina yang lahir dan dibesarkan di Gaza.

    Dan dirinya pernah keluarganya untuk dievakuasi ke Mesir saat situasi di Gaza memburuk akibat perang.

    Namun, keluarga yang ia ajak justru menolak dan lebih memilih untuk tetap tinggal di Palestina, meskipun berada dalam bahaya.

    “Apa jawaban mereka? Kata mereka bahwa kami dilahirkan di Palestina, kami dibesarkan di Palestina, dan kami tidak akan meninggalkan Palestina, dan kami tidak mau menjadi golongan orang yang munafik untuk mempertahankan tanah Palestina,” ungkap Bang Onim. 

    Meski menentang relokasi massal, Bang Onim tetap mendukung langkah evakuasi medis bagi warga Gaza, terutama anak-anak dan perempuan yang menderita akibat terbatasnya fasilitas medis di rumah sakit yang hampir kolaps.

    “Kami melihat langsung bagaimana banyak korban mengalami luka yang membusuk karena minimnya peralatan dan obat. Rumah sakit di Gaza kolaps, operasi besar sangat terbatas. Jadi evakuasi medis ke luar negeri itu penting dan harus didukung,” ujarnya.

    Bang Onim juga berharap agar pemerintah Indonesia tidak mengambil keputusan sepihak mengenai rencana ini dan melibatkan berbagai pihak, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan tokoh-tokoh nasional, agar keputusan yang diambil sesuai dengan prinsip kemanusiaan dan sikap politik luar negeri Indonesia yang mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina.

    “Ini bukan soal kemanusiaan semata, tapi juga soal sikap politik luar negeri Indonesia yang sejalan dengan konstitusi, bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,” pungkasnya.

  • Brigade Al Qassam Kembali Beraksi, Pasukan Israel Dijebak di Rumah Berpeledak, IDF Bertumbangan – Halaman all

    Brigade Al Qassam Kembali Beraksi, Pasukan Israel Dijebak di Rumah Berpeledak, IDF Bertumbangan – Halaman all

    Brigade Al Qassam Kembali Beraksi, Pasukan Israel Dijebak ke Rumah Berpeledak, IDF Bertumbangan

    TRIBUNNEWS.COM – Brigade Al-Qassam, sayap bersenjata Hamas, mengumumkan kaau para petempurnya meledakkan alat peledak yang menargetkan unit pasukan khusus Israel, RNTV melaporkan Senin (14/4/2025).

    Penyergapan Al Qassam itu terjadi di sebelah timur Rafah, di daerah Abu al-Rous di Gaza selatan.

    Menurut kelompok itu, unit khusus Israel telah menyusup ke daerah tersebut ketika rumah yang telah dipasang peledak sebelumnya, diledakkan.

    “Ledakan menyebabkan banyak korban di kalangan prajurit, termasuk yang tewas dan terluka,” klaim Qassam.

    Serangan Brigade Al Qassam ini menandai penyergapan pertama yang dilakukan oleh petempur Qassam sejak dimulainya kembali serangan militer Israel di Gaza pada tanggal 18 Maret, menyusul runtuhnya gencatan senjata sementara.

    Israel Mau Rebut Seluruh Rafah

    Israel berencana untuk menggabungkan kota paling selatan Jalur Gaza, Rafah, dan daerah sekitarnya ke dalam zona penyangga yang telah dibuatnya di sepanjang perbatasan jalur tersebut, yang akan mencakup pelarangan penduduk untuk kembali ke rumah mereka, menurut laporan Haaretz . 

    “Wilayah seluas 75 kilometer persegi itu terletak di antara jalan raya Philadelphi dan Murag, meliputi kota Rafah dan lingkungan sekitarnya. Warga tidak akan diizinkan kembali, dan pembongkaran semua bangunan di sana sedang dipertimbangkan,” demikian laporan surat kabar itu pada 9 April. 

    Laporan tersebut mencatat bahwa Israel telah memerintahkan evakuasi sebagian besar wilayah yang hampir kosong. 

    Langkah tersebut sejalan dengan pernyataan terbaru pejabat Israel, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Katz, bahwa Tel Aviv bergerak untuk merebut sebagian besar wilayah di Gaza sebagai bentuk tekanan terhadap Hamas. 

     

    “Dalam beberapa hal, tampaknya ada niat untuk meniru apa yang dilakukan di utara di selatan jalur tersebut,” tambah laporan itu. Israel telah membangun zona penyangga yang luas di sepanjang perbatasan daerah kantong tersebut. Dalam beberapa bulan menjelang perjanjian gencatan senjata, Israel menghancurkan sebagian besar infrastruktur Gaza utara – termasuk sektor kesehatannya – dalam apa yang disebut sebagai Rencana Jenderal. 

    Ratusan ribu orang yang mengungsi kembali ke wilayah utara pada awal tahun, kembali ke reruntuhan dan kehancuran. Sejak melanjutkan perang genosida pada 18 Maret, pasukan darat Israel telah memasuki kembali beberapa wilayah di wilayah utara, kembali menempati koridor Netzarim, dan berupaya menciptakan koridor baru yang akan semakin membagi wilayah tersebut.

    Koridor baru ini akan memisahkan Rafah dari kota Khan Yunis di sebelah utara, Netanyahu mengumumkan dalam pidatonya pada tanggal 2 April. Sejak pembaruan dan perluasan operasi darat di Gaza baru-baru ini, Israel telah mengambil alih sekitar 50 persen wilayah jalur tersebut.

    Wilayah yang rencananya akan direbut Israel di selatan mencakup sekitar seperlima dari keseluruhan wilayah Gaza. 

    “Belum diputuskan apakah akan tetap menjadikan seluruh wilayah yang dimaksud sebagai zona penyangga yang dilarang bagi warga sipil (seperti yang telah dilakukan di wilayah perimeter lainnya), atau meratakan dan menghancurkan semua bangunan, dan pada dasarnya memusnahkan kota Rafah,” Haaretz mengutip sumber di lembaga pertahanan. 

    Israel memperbarui pemboman brutalnya terhadap kota dan lingkungan sekitarnya setelah mengakhiri gencatan senjata dan melanjutkan perang . 

    Kantor Media Pemerintah Gaza mengatakan pada hari Minggu bahwa Israel telah menghancurkan lebih dari 90 persen rumah di Kegubernuran Rafah dan 85 persen infrastrukturnya.

    Rafah merupakan rumah bagi sekitar 200.000 warga Palestina sebelum Israel melancarkan kampanye genosida di jalur tersebut.

    Kepala Staf Militer Israel Eyal Zamir mengunjungi Gaza selatan pada tanggal 8 April dan mengatakan kepada pasukannya bahwa ia mengharapkan mereka mengalahkan Brigade Rafah dari Brigade Qassam.

    “Kalian telah kembali bertempur di Jalur Gaza, di wilayah tempat pasukan kami beroperasi untuk pertama kalinya. Saya berharap kalian dapat mengalahkan Brigade Rafah dan mengamankan kemenangan di mana pun kalian bertempur,” kata Zamir kepada pasukan tersebut.

    Militer sebelumnya mengklaim telah mengalahkan Brigade Rafah pada bulan September.

    Menurut Haaretz , pasukan yang bersiap merebut wilayah Rafah tidak jelas mengenai tujuan mereka dan khawatir dengan potensi bahaya yang mereka hadapi. 

    “Kami akan kembali menghancurkan apa yang sudah hancur tanpa ada yang tahu berapa lama, apa tujuan operasi ini, dan pencapaian operasional apa yang perlu dicapai pasukan untuk menyelesaikan misi,” kata seorang prajurit cadangan kepada surat kabar itu. 

    “Semua rumah di Gaza akan runtuh. Kami kehilangan banyak tentara akibat runtuhnya bangunan; kami harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengeluarkan mereka dari reruntuhan bangunan yang dulunya adalah reruntuhan bangunan. Jika komandan IDF tidak mengerti bahwa para pejuang siap bertempur tetapi tidak akan tewas dalam kecelakaan operasional yang tidak perlu, maka mereka akan terkejut,” tambahnya. 

     

    (oln/khbr/tc/*)

     

  • MUI Doakan Netanyahu sebagai Buronan Internasional Segera Ditangkap – Halaman all

    MUI Doakan Netanyahu sebagai Buronan Internasional Segera Ditangkap – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara tegas menyatakan dukungan terhadap langkah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan kemanusiaan di Gaza.

    Ketua MUI Bidang Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, menyebut bahwa Netanyahu kini resmi berstatus sebagai buronan internasional, dan dirinya secara terbuka mendoakan agar sang perdana menteri segera ditangkap, di mana pun ia berada.

    “Sekarang Netanyahu adalah buronan internasional. Kita berdoa mudah-mudahan suatu saat dia ditangkap, entah di mana pun itu. Tentu tidak di Indonesia, karena di sini dia jelas tidak akan mungkin masuk,” ujar Sudarnoto Abdul Hakim, dalam acara Silaturahmi Idul Fitri Majelis Ulama Indonesia di Kantor MUI, Jakarta, Senin (14/4/2025).

    Netanyahu Kerap “Melipir”, Peluang Ditangkap Makin Besar usai Lengser

    Menurut Sudarnoto, keputusan ICC telah mempersempit ruang gerak Netanyahu secara drastis. Kini, ia dikabarkan menghindari bepergian ke negara-negara yang terikat dengan Statuta Roma—dasar hukum ICC—karena berpotensi langsung ditangkap.

    “ICC sudah menetapkan perintah penangkapan terhadap Netanyahu. Dalam bacaan saya, sekarang dia kalau pergi ke luar negeri ‘melipir’, menghindari negara-negara yang terikat dengan resolusi penangkapan pelaku kejahatan perang,” tutur Sudarnoto.

    Selama masih menjabat sebagai kepala pemerintahan, Netanyahu dinilai masih memiliki “tameng kekuasaan”. Namun, MUI menilai itu hanya akan berlangsung sementara.

    “Selama jadi Perdana Menteri, dia punya power untuk lakukan langkah-langkah destruktif. Tapi itu sebenarnya adalah cara untuk menyelamatkan diri. Begitu dia turun, dia tidak punya kekuatan lagi, dan akan mudah ditangkap,” ujarnya.

    Dunia Harus Berani Bertindak

    Sudarnoto menyampaikan bahwa langkah-langkah penting sudah dilakukan oleh komunitas internasional, termasuk fatwa Mahkamah Internasional (ICJ) terkait kejahatan Israel di Gaza yang sudah diserahkan ke PBB.

    Namun, kini semua mata tertuju pada dunia internasional, apakah berani dan konsisten menegakkan hukum internasional?

    Ini waktunya dunia internasional membuktikan integritasnya. Hukum tidak boleh tunduk pada kekuasaan atau kekuatan militer.

    Kini, menurut Sudarnoto, tinggal menunggu keberanian dan konsistensi komunitas internasional untuk menegakkan hukum.  

  • Netanyahu Kecam Macron Soal Rencana Pengakuan, Palestina Bilang Gini

    Netanyahu Kecam Macron Soal Rencana Pengakuan, Palestina Bilang Gini

    Ramallah

    Kementerian Luar Negeri Palestina mengomentari kecaman yang dilontarkan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu terhadap Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait rencana untuk mengakui negara Palestina. Kecaman Netanyahu itu disebut sebagai “serangan yang tidak dibenarkan” terhadap Macron.

    “Kementerian mengutuk keras serangan yang tidak dapat dibenarkan dan pernyataan ofensif yang dibuat oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan putranya terhadap Presiden Emmanuel Macron,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Palestina, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (14/4/2025).

    “Kementerian menganggap pernyataan ini sebagai pengakuan yang kelas atas permusuhan Netanyahu yang berkelanjutan terhadap perdamaian berdasarkan solusi dua negara, serta penolakan terang-terangan terhadap legitimasi internasional dan preferensi terus-menerus untuk kekerasan dan solusi militer dibandingkan jalur politik,” imbuh pernyataan itu.

    Macron, dalam wawancara dengan televisi France 5 yang disiarkan Rabu (9/4) lalu, mengatakan bahwa Prancis dapat mengambil langkah pengakuan selama konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada Juni mendatang.

    Dia mengatakan dirinya mengharapkan hal ini akan memicu pengakuan timbal balik atas Israel oleh negara-negara Arab.

    “Kita harus bergerak menuju pengakuan, dan kita akan melakukannya dalam beberapa bulan mendatang,” kata Macron pada saat itu.

    “Saya akan melakukannya karena saya meyakini bahwa suatu saat nanti, hal itu akan benar dan karena saya juga ingin berpartisipasi dalam dinamika kolektif, yang juga harus memungkinkan semua orang yang membela Palestina untuk mengakui Israel pada gilirannya, yang banyak dari mereka tidak melakukannya,” ucapnya.

    Pernyataan itu memicu kritikan dari kelompok sayap kanan di Prancis, dan memicu kecaman Netanyahu serta putranya, Yair. Netanyahu menyebut Macron “salah besar” dengan rencana tersebut.

    “Presiden Macron salah besar dalam terus mempromosikan gagasan negara Palestina di jantung tanah kami — sebuah negara yang aspirasi satu-satunya adalah menghancurkan Israel,” kata Netanyahu dalam pernyataannya.

    “Persetan dengan Anda!” tulis Yair, putra Netanyahu, dalam kecaman untuk Macron via media sosial X pada Sabtu (12/4) malam.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Netanyahu Geram Prancis Akan Akui Negara Palestina: Macron Salah Besar!

    Netanyahu Geram Prancis Akan Akui Negara Palestina: Macron Salah Besar!

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengecam keras Presiden Prancis Emmanuel Macron atas rencananya untuk memberikan pengakuan bagi negara Palestina. Netanyahu menyebut Macron “salah besar” dengan rencana tersebut.

    “Presiden Macron salah besar dalam terus mempromosikan gagasan negara Palestina di jantung tanah kami — sebuah negara yang aspirasi satu-satunya adalah menghancurkan Israel,” kata Netanyahu dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Senin (14/4/2025).

    Netanyahu menanggapi pernyataan Macron pekan lalu, ketika sang Presiden Prancis mengatakan negaranya dapat mengakui negara Palestina dalam beberapa bulan ke depan.

    “Sampai hari ini, tidak ada satu pun tokoh dalam Hamas atau Otoritas Palestina yang mengutuk kengerian pembantaian terburuk terhadap orang Yahudi sejak Holocaust,” ucapnya merujuk pada serangan mematikan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang memicu perang Gaza.

    Netanyahu menggambarkan hal ini sebagai “keheningan yang menyingkapkan sikap mereka yang sebenarnya terhadap negara Yahudi”.

    “Kami tidak akan membahayakan keberadaan kami karena ilusi yang terpisah dari kenyataan, dan kami tidak akan menerima ceramah moral tentang pembentukan negara Palestina yang akan mengancam kelangsungan hidup Israel — terutama dari pihak-pihak yang menentang pemberian kemerdekaan kepada Corsica, Kaledonia Baru, Guyana Prancis, dan wilayah-wilayah lainnya, yang kemerdekaannya tidak akan memberikan ancaman apa pun bagi Prancis,” sebutnya.

    Macron, dalam wawancara dengan televisi France 5 yang disiarkan pada Rabu (9/4) lalu, mengatakan bahwa Prancis dapat mengambil langkah tersebut selama konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada Juni mendatang.

    Dia mengatakan dirinya mengharapkan hal ini akan memicu pengakuan timbal balik atas Israel oleh negara-negara Arab.

    “Kita harus bergerak menuju pengakuan, dan kita akan melakukannya dalam beberapa bulan mendatang,” kata Macron pada saat itu.

    “Saya akan melakukannya karena saya meyakini bahwa suatu saat nanti, hal itu akan benar dan karena saya juga ingin berpartisipasi dalam dinamika kolektif, yang juga harus memungkinkan semua orang yang membela Palestina untuk mengakui Israel pada gilirannya, yang banyak dari mereka tidak melakukannya,” ucapnya.

    Pernyataan itu memicu kritikan dari kelompok sayap kanan di Prancis, yang membuat Macron mengklarifikasi pernyataan awalnya.

    “Saya mendukung hak sah warga Palestina untuk memiliki negara dan perdamaian, sama seperti saya mendukung hak warga Israel untuk hidup dalam kedamaian dan keamanan, keduanya diakui oleh tetangga-tetangga mereka,” ujarnya.

    Lihat juga Video ‘Israel Telah Menguasai 50 Persen Wilayah Gaza’:

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 250 Mantan Intel Mossad Ajukan Petisi, Desak Netanyahu Segera Akhiri Perang Gaza – Halaman all

    250 Mantan Intel Mossad Ajukan Petisi, Desak Netanyahu Segera Akhiri Perang Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Lebih dari 250 mantan pejabat badan intelijen Israel, Mossad mengajukan petisi yang berisi desakan diakhirinya perang di Gaza.

    Adapun petisi ini ditandatangani oleh ratusan mantan pejabat intelijen, termasuk di antaranya 3 mantan kepala Mossad, yakni Danny Yatom, Ephraim Halevy dan Tamir Pardo.

    “Surat tersebut, yang diprakarsai oleh mantan perwira senior Mossad Gail Shorsh, memuat tanda tangan dari tiga mantan kepala Mossad, serta puluhan kepala departemen dan wakil kepala departemen dalam badan tersebut,” jelas laporan media lokal Yedioth Ahronoth yang dikutip Anadolu.

    Selain mendesak diakhirinya perang Israel di Gaza, mereka juga menuntut pemulangan sandera kelompok pejuang Palestina Hamas.

    Petisi yang digagas 250 mantan pejabat intelijen Mossad dirilis sebagai bentuk protes kepada pemerintahan Netanyahu yang selama ini dituding telah menjadikan perang sebagai alat politik.

    Pasca petisi ini mencuat, baik Knesset maupun Netanyahu belum memberikan komentar apapun.

    Namun petisi tersebut adalah yang kedua dalam kurun waktu 24 jam yang ditandatangani oleh mantan atau anggota pasukan keamanan Israel saat ini.

    Menambah gelombang perbedaan pendapat publik yang berkembang dalam lembaga keamanan Israel.

    Mengingat sejak akhir pekan kemarin, setidaknya ada enam petisi yang telah ditandatangani oleh para prajurit cadangan, perwira pensiunan, dan veteran dari berbagai cabang militer Israel.

    1.000 Tentara Israel Tolak Perang

    Sebelumnya, pada pekan kemarin sekitar  1.000 tentara cadangan Angkatan Udara Israel menyerukan tuntutan agar PM Netanyahu mengakhiri serangan di Gaza.

    Kemudian Minggu lalu, 2.000 akademisi Israel, 100 dokter militer ikut menandatangani petisi yang menuntut diakhirinya perang dan pengembalian para sandera yang ditawan di Gaza.

    Dalam tuntutannya mereka meminta agar tawanan Israel “segera dipulangkan” dari Gaza.

    Adapun saat ini masih ada 59 sandera yang ditahan di Gaza, dengan sedikitnya 22 diantaranya masih hidup.

    Mereka diharapkan dibebaskan dalam tahap kedua gencatan senjata Gaza dan perjanjian pertukaran tahanan.

    Namun secara mengejutkan Netanyahu melanggar gencatan senjata dengan kembali melancarkan serangan mematikan di Gaza pada 18 Maret.

    Netanyahu berdalih serangan dilakukan untuk menekan Hamas, akan tetapi tentara cadangan Israel menuding bahwa serangan ke Gaza saat ini sedang berlangsung untuk kepentingan Netanyahu.

    Menurut mereka perintah perang yang dirilis Netanyahu hanya membuat tentara Israel trauma lantaran dalam agresinya mereka dipaksa penggunaan taktik melanggar hukum internasional secara nyata.

    Netanyahu Buronan ICC

    Serangkaian tindakan kriminal yang dilakukan Netanyahu mendorong Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap PM israel itu pada akhir tahun 2024 silam.

    Majelis Praperadilan I ICC, yang terdiri dari Hakim yang menangani situasi di Palestina, memutuskan untuk menangkap Netanyahu dan Mantan Menteri Pertahanan Gallant.

    Keduanya ditetapkan sebagai buronan ICC setelah melakukan berbagai dugaan kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang di Jalur Gaza, Palestina.

    Seperti diantaranya merampas hak-hak dasar sebagian besar penduduk sipil di Gaza, termasuk hak atas hidup dan kesehatan.

    Oleh karena itu, orang-orang tersebut kini menjadi buronan ICC dan bakal ditangkap jika mereka kedapatan berkunjung ke negara-negara anggota mahkamah internasional tersebut.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Terungkap Isi Proposal AS Soal Negosiasi Nuklir Iran yang Dibahas di Oman

    Terungkap Isi Proposal AS Soal Negosiasi Nuklir Iran yang Dibahas di Oman

    GELORA.CO – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Iran mengungkap detail tentang pembicaraan tidak langsung antara Teheran dan Washington di Oman pada Sabtu (12/4/2025) yang membahas negosiasi nuklir Iran. Dalam sebuah wawancara dengan televisi Iran dilansir Mehr News, Juru Bicara Kemenlu Iran, Esmaeil Baghaei mengungkapkan bahwa negosiasi dengan AS hanya fokus pada isu nuklir dan pencabutan sanksi.

    Baghaei mengatakan, draf proposal AS yang diajukan oleh utusan Gedung Putih, Steve Witkoff, tidak mencakup peran Iran di kawasan, kapabilitas rudal, atau masalah keamanan lain. Melainkan cuma menanyakan garansi atas program nuklir Iran hanya untuk tujuan damai.

    Baghaei menekankan, bahwa, pihak AS saat ini bersikap atas kerangka draf yang diajukan Witkoff itu. Iran pun, kata Baghaei, tetap berkomitmen hanya mau terlibat dalam negosiasi terkait isu nuklir, bukan hal-hal lain di luar itu.

    “Pembicaraan terjadi dalam sebuah atmosfer yang konstruktif dan positif dan membahas masalah-masalah terkait program nuklir Iran dan pencabutan sanksi,” demikian pernyataan resmi Kemenlu Iran.

    Dalam sebuah wawancara dengan televisi Iran, Araghchi mengatakan, pembicaraan berlangsung sekitar 2,5 jam dan ditengahi oleh Menteri Luar Negeri Oman. Araghchi mengatakan, pembicaraan terjadi dalam “sebuah atmosfer yang tenang dan saling menghormati, tanpa penggunaan bahasa yang tidak pantas, dan kedua belah pihak menunjukkan komitmen untuk terus melanjutkan dialog hingga tercapai sebuah persetujuan yang saling menguntungkan”.

    Presiden AS, Donald Trump mengeklaim bahwa pembicaraan program nuklir Iran “berjalan dengan sangat baik”. Berbicara kepada wartawan di dalam pesawat kepresidenan Air Force One pada Ahad pagi, Trump mengatakan, “Saya pikir (pembicaraan) akan berjalan dengan baik. Tidak ada masalah sampai mereka selesai, sehingga saya tidak suka berbicara terkait itu. Tapi berjalan dengan baik, Saya pikir pembicaraan dengan Iran berjalan dengan baik,” kata Trump dikutip the New Arab.

    Pada Sabtu malam, Gedung Putih mengumumkan bahwa, negosiasi nuklir Iran “sangat positif dan konstruktif”. Dalam sebuah pernyataan resmi, Steve Witkoff disebutkan menggelar pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi, yang dituanrumahi oleh Menteri Luar Negeri Oman, Badr bin Hamad Al Busaidi.

    Pernyataan Gedung Putih menyebutkan, bahwa Witkoff menjalankan ‘instruksi’ Trump kepada Araghchi untuk “mengatasi masalah antara kedua negara lewat dialog dan diplomasi”. Washington mengklaim masalah yang dibahas antara AS dan Iran kompleks.

    Kedua belah pihak akan kembali menggelar pertemuan pada 19 April. Pertemuan di Muscat digelar usai Donald Trump menebar ancaman akan mengambil aksi militer terhadap Iran jika kesepakatan baru soal program nuklir tidak tercapai. 

    “Jika diperlukan aksi militer, kami akan menggelar aksi militer. Israel jelas akan sangat terlibat dan akan menjadi pemimpin,” kata Trump pada Rabu lalu soal kemungkinan aksi militer jika negosiasi gagal.

    Pada Selasa (8/4/2025), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengingatkan potensi bahaya dari kesepakatan nuklir dengan Iran. Ia menegaskan, bersama Trump, Israel sepakat bahwa Iran tidak boleh memiliki bom nuklir.

    “Kami setuju bahwa Iran tidak boleh punya senjata nuklir. Ini bisa diselesaikan lewat perjanjian, tapi hanya lewat perjanjian ala-Libya: Mereka meledakkan sendiri instalasi (nuklir), melucuti semua insfrastruktur di bawah pengawasan Amerika, ini akan bagus,” kata Netanyahu dikutip Jewish News Syndicate.

    “Kemungkinan kedua, mereka menghambat pembicaraan, dan di sanalah opsi militer diambil. Semua memahami ini. Kami membahas (opsi militer) panjang hal ini,” Netanyahu menambahkan. []