Tag: Benjamin Netanyahu

  • Pasukan Zionis Sebar Foto ‘Palsu’ Terowongan Hamas, Gallant: Hanya Parit Dangkal 1 Meter – Halaman all

    Pasukan Zionis Sebar Foto ‘Palsu’ Terowongan Hamas, Gallant: Hanya Parit Dangkal 1 Meter – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pasukan Israel disebut telah menyebarkan foto hoaks yang diklaim sebuah terowongan Hamas.

    Ha itu dikatakan oleh Mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.

    Gallant telah mengakui bahwa foto yang beredar luas dan dirilis oleh militer Israel yang disebut menunjukkan terowongan besar Hamas di Koridor Philadelphia dekat perbatasan Gaza-Mesir, sangat menyesatkan.

    Menurut Israeli Broadcasting Corporation (KAN), Gallant menyatakan bahwa terowongan Hamas yang diklaim tentara Israel dalam foto tidak pernah ada. 

    Yang sebenarnya ditemukan adalah parit dangkal yang kedalamannya hanya sekitar satu meter.

    Ia mengatakan foto tersebut digunakan untuk mendukung klaim tentang keberadaan terowongan Hamas di sepanjang koridor tersebut.

    Foto yang diklaim Zionis tersebut juga menurut Gallant untuk membesar-besarkan signifikansi strategis Philadelphi Road.

    Dan akhirnya menghambat kemajuan kesepakatan pertukaran tahanan.

    Gambar tersebut pertama kali disebarkan Agustus lalu oleh media Israel, yang menggambarkannya sebagai bukti terowongan besar bertingkat yang diduga dibangun oleh kelompok perlawanan Palestina, Hamas, mengutip Palestine Chronicle, Rabu (23/4/2025).

    Hal itu dianggap sebagai penemuan besar, terowongan tiga lantai yang dikatakan sebagai bagian dari jaringan bawah tanah yang luas yang pernah dilaporkan pasukan Israel.

    Gallant kini telah mengungkapkan bahwa foto tersebut memiliki tujuan politik yakni untuk menggarisbawahi ancaman yang ditimbulkan oleh Koridor Philadelphia dan untuk membenarkan tindakan militer dengan dalih mengganggu penyelundupan senjata.

    Meskipun klaim tersebut tidak berdasar.

    Kenyataannya, terowongan yang ditunjukkan pada gambar tersebut adalah saluran drainase standar.

    Sementara kendaraan militer yang ditampilkan pada foto tersebut hanya diposisikan untuk meningkatkan ilusi.

    Pada saat foto tersebut dipublikasikan, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bersikeras bahwa tentaranya tidak akan mundur dari Koridor Philadelphia, meskipun ada penentangan dari dalam lembaga keamanan dan militer Israel.

    “Kami tidak akan menarik kembali tuntutan kami terkait Koridor Philadelphia, dan saya tidak peduli dengan posisi dinas keamanan,” kata Netanyahu saat bertemu dengan keluarga para tentara wanita Israel.

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

  • Angkatan Udara Israel Mulai Pecat Prajurit Cadangan yang Teken Petisi Tolak Perang Gaza – Halaman all

    Angkatan Udara Israel Mulai Pecat Prajurit Cadangan yang Teken Petisi Tolak Perang Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Angkatan Udara Israel telah mulai memecat prajurit cadangan yang menandatangani petisi penolakan terhadap kelanjutan perang di Jalur Gaza.

    Langkah ini menandai peningkatan ketegangan antara militer dan para anggotanya yang secara terbuka menentang operasi militer yang masih berlangsung.

    Menurut laporan berita Israel, Haaretz pada Senin (21/4/2025), seorang brigadir jenderal cadangan telah secara resmi diberhentikan.

    Sementara percakapan individual dengan para penandatangan petisi lainnya saat ini sedang dilakukan oleh pihak militer.

    Militer Israel menyatakan bahwa sekitar 60 dari penandatangan petisi merupakan personel aktif dalam pasukan cadangan, termasuk tujuh pilot.

    Namun, para penyelenggara petisi mengatakan jumlah tersebut bisa saja lebih.

    Pada awal bulan ini, komandan senior Angkatan Udara diketahui mengadakan pertemuan tertutup dengan para prajurit cadangan yang terlibat, dikutip dari Middle East Monitor.

    Ia memperingatkan terhadap para prajurit ini untuk segera menarik petisi jika tidak ingin diberhentikan secara paksa.

    Akibat tekanan tersebut, sekitar 25 orang menarik petisi tersebut.

    Akan tetapi, lainnya justru menyatakan ingin bergabung dalam petisi sebagai bentuk perlawanan atas ancaman itu.

    Petisi yang dimaksud ditandatangani oleh sekitar 1.000 anggota Angkatan Udara, termasuk pilot dan perwira senior. 

    Dalam dokumen tersebut, mereka menuntut diakhirinya perang.

    Menurut mereka, pemboman Gaza hanya membahayakan tawanan Israel.

    “Seperti yang telah terbukti di masa lalu, hanya kesepakatan (gencatan senjata) yang dapat membawa kembali para sandera dengan aman, sementara tekanan militer terutama mengarah pada pembunuhan para sandera dan membahayakan prajurit kita,” kata para prajurit.

    Tidak hanya itu, mereka juga mengaggap peperangan ini hanya sebagai kepentingan pribadi.

    “Saat ini, perang terutama melayani kepentingan politik dan pribadi, bukan kepentingan keamanan,” tambahnya.

    Menurut media Israel, surat itu bukan merupakan penolakan bertugas.

    Namun dokumen tersebut mendesak pejabat Israel untuk memprioritaskan pembebasan tawanan daripada melakukan perang yang mematikan.

    Mereka juga menambahkan seruan kepada masyarakat Israel untuk ikut serta menekan pemerintah demi membebaskan para sandera.

    “Kami tidak akan tinggal diam. Kami menyerukan kepada semua warga Israel untuk bertindak dan menuntut, di mana pun dan dengan segala cara diakhirinya perang dan segera dipulangkannya semua sandera,” katanya.

    Petisi tersebut telah memicu gelombang solidaritas dari kelompok-kelompok cadangan lain. 

    Dalam beberapa hari terakhir, petisi serupa turut dikeluarkan oleh beberapa kelompok lainnya.

    Di antaranya, dokter cadangan, mantan kombatan dari berbagai unit militer seperti pasukan terjun payung, Golani, korps lapis baja, unit artileri, pasukan khusus, angkatan laut, Shayetet 13, unit siber ofensif, dan unit juru bicara militer.

    Netanyahu Dukung Pemecatan Prajurit Cadangan

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengecam aksi yang dilakukan oleh 1.000 pilot atau prajurit cadangan Angkatan Udara Israel yang menandatangani surat penolakan perang di Gaza.

    Menurut Netanyahu, aksi tersebut justru membuat Israel semakin melemah.

    “Ini adalah kelompok ekstremis dan marginal yang kembali mencoba menghancurkan masyarakat Israel dari dalam,” katanya dalam sebuah pernyataan yang diunggah di X pada Kamis (10/4/2025), dikutip dari Al-Jazeera.

    Oleh karena itu, ia mendukung rencana Panglima angkatan udara Mayor Jenderal Tomer Bar dan kepala staf angkatan darat Eyal Zamir untuk memecat 1.000 pilot tersebut.

    “Perdana menteri mendukung keputusan menteri pertahanan dan kepala staf militer Israel untuk memecat mereka yang menandatangani surat tersebut,” katanya.

    Langkah pemecatan oleh Angkatan Udara ini dinilai oleh sebagian pihak sebagai bentuk pembungkaman suara-suara kritis di dalam militer Israel.

    Ini juga menunjukkan meningkatnya perpecahan internal terhadap kebijakan perang yang saat ini dijalankan pemerintah Israel.

    Sementara itu, militer Israel mengatakan total 147 tawanan telah dibebaskan.

    Namun dilaporkan bahwa 58 tawanan masih berada di Gaza.

    Adapun 34 di antaranya telah meninggal dunia.

    Meski begitu, pemerintahan Netanyahu bersikeras untuk melanjutkan perang di Gaza.

    Netanyahu mengklaim bahwa perang ini dapat mencapai tujuan akhir mereka yaitu mengalahkan Hamas dan membebaskan tawanan.

    Akan tetapi, perang tersebut memicu salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

    Sejak gencatan senjata terhenti pada bulan Maret 2025, lebih dari 1.000 warga Palestina telah terbunuh akibat serangan Israel.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Angkatan Udara Israel dan Konflik Palestina vs Israel

  • Perang Gaza Belum Rampung, Info Intelijen Disebut Indikasikan Israel Menuju Bencana Lain – Halaman all

    Perang Gaza Belum Rampung, Info Intelijen Disebut Indikasikan Israel Menuju Bencana Lain – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perang di Jalur Gaza belum juga rampung, tetapi seorang pemimpin oposisi di Israel bernama Yair Lapid menyatakan Israel sedang menuju bencana lainnya.

    “Dua minggu sebelum kegagalan pada bulan Oktober (serangan Hamas), saya menggelar konferensi pers yang di dalamnya saya memperingatkan bahwa kita sedang menuju perang dan bencana keamanan,” kata Lapid saat konferensi hari Minggu, (20/4/2025), dikutip dari The Times of Israel.

    “Pemerintah menolak untuk mendengarkan saya. Kini saya ingin memperingatkan lagi, sekarang berdasarkan informasi intelijen yang jelas: Kita sedang menuju bencana lain.”

    Lapid yang pernah menjadi Perdana Menteri Israel mengatakan akan ada “pembunuhan politis” dan orang Yahudi akan membunuh orang Yahudi lainnya.

    Dia lalu meminta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menghentikan hasutan yang menargetkan Ronen Bar, Kepala Shin Bet atau Dinas Keamanan Israel. Dia mengatakan hasutan itu akan memunculkan “pembunuhan politis”.

    Menurut dia, perselisihan antara Shin Bet dan pemerintahan Netanyahu adalah hadiah terbesar bagi musuh-musuh Israel.

    NETANYAHU – Foto ini diambil dari publikasi Instagram Netanyahu pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berpidato. (Instagram @b.netanyahu)

    Bulan kemarin Netanyahu sudah memutuskan memecat Ronen Bar dari jabatannya sebagai Kepala Shin Bet. Namun, pemecatannya ditangguhkan oleh pengadilan tinggi Israel.

    Pemecatan itu terjadi saat Shin Bet sedang menyelidiki kasus ajudan dekat Netanyahu dalam “skandal Qatargate”.

    Partai oposisi menuding Netanyahu ingin menghalangi penyelidikan. Keputusan pemecatan Ronen Bar juga diduga didasari oleh alasan politik.

    Di sisi lain, Netanyahu mengklaim persoalan tentang siapa yang mengepalai Shin Bet adalah persoalan keamanan. Pengadilan tidak boleh terlibat di dalamnya.

    Ancaman perang saudara di Israel

    Baru-baru ini jajak pendapat menunjukkan sebagian besar warga Israel meyakini bahwa negara mereka berisiko dilanda perang saudara.

    Jajak pendapat itu dilakukan oleh Institut Kebijakan Masyarakat Yahudi (JPPI) dan hasilnya diterbitkan hari Kamis, (3/4/2025).

    Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Agung Israel Aharon Barak pernah memperingatkan bahwa Israel “hanya selangkah” dari perang saudara karena perpecahan internal.

    Dikutip dari The Jerusalem Post, JPPI lalu menggelar jajak pendapat untuk mengetahui pendapat warga Israel mengenai ancaman perang saudara.

    Hasil jajak pendapat menunjukkan ada 27 persen responden yang sepakat dengan pernyataan Barak. Sebanyak 33 persen responden meyakini ucapan Barak berlebihan, tetapi mengakui memang ada ancaman nyata terjadinya perang saudara. 

    Sementara itu, sebanyak 16 persen responden meyakini tidak ada ancaman nyata perang saudara.

    Menurut jajak pendapat tersebut, sebagian besar responden dari semua ideologi politik, kecuali kanan, percaya bahwa ada bahaya nyata perang saudara.

    Jajak pendapat lain yang dilakukan oleh Maariv tahun 2023 menyebutkan ada 58 persen warga Israel yang mengkhawatirkan terjadinya perang saudara di tengah krisis reformasi yudisial.

    JPPI juga menyurvei sikap warga Israel mengenai upaya Netanyahu untuk memecat Ronen Bar dan upaya pengadilan tinggi untuk ikut campur dalam persoalan itu.

    Sebanyak 51 persen responden menentang campur tangan pengadilan, lalu 40 persen meyakini pengadilan tak punya kewenangan untuk mengintervensi. 

    Dari data tersebut, ada 11 persen responden yang meyakini pengadilan punya kewenangan, tetapi pencopotan Bar bisa dibenarkan.

    Terdapat 38 persen responden yang meyakini pengadilan harus membatalkan pencopotan Bar.

    Di antara responden sayap kanan, 76 persen meyakini pengadilan kekurangan otoritas. Sebanyak 47 persen responden dari sayap tengah meyakininya pula.

    Adapun sebagian besar responden dari sayap kiri meyakini pengadilan harus membatalkan pencopotan Bar.

  • Media Israel: Hamas Siap Berhenti Gali Terowongan jika Gencatan Jangka Panjang Terwujud – Halaman all

    Media Israel: Hamas Siap Berhenti Gali Terowongan jika Gencatan Jangka Panjang Terwujud – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hamas dilaporkan telah berkata kepada juru penengah bahwa pihaknya bersedia melakukan gencatan senjata jangka panjang dengan Israel.

    Dua narasumber The Times of Israel yang mengetahui persoalan itu mengatakan Hamas siap menghentikan semua operasi militer, termasuk pengembangan senjata dan pembangunan terowongan bawah tanah.

    Menurut seorang pejabat Palestina dan seorang diplomat dari negara Arab, gencatan itu merupakan bagian dari kesepakatan yang dicari Hamas guna menyudahi perang di Jalur Gaza.

    Dikatakan pula bahwa Hamas bersedia menyerahkan pemerintahan Gaza kepada sebuah badan Palestina yang berisi para teknokrat.

    Diplomat Arab itu juga menyebut sejumlah pejabat Hamas sudah mengindikasikan kesediaan mereka untuk menyimpan semua senjata Hamas di gudang.

    Adapun pejabat Palestina itu mengatakan Hamas bersedia melakukan gencatan senjata selama 5, 10, atau bahkan 15 tahun.

    Sebelumnya, Hamas telah mengusulkan pengembalian semua sandera Israel secara sekaligus dalam satu waktu. Mereka akan ditukar dengan sejumlah warga Palestina yang ditahan Israel.

    Kesepakatan itu juga akan memunculkan gencatan senjata secara permanen. Pasukan Israel akan ditarik sepenuhnya dari Gaza.

    Di sisi lain, akhir pekan kemarin Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali menolak penghentian Gaza.

    Netanyahu bersikeras mengatakan Israel tak akan pernah setuju perang diakhiri meski hal itu bisa membuat semua sandera bisa dipulangkan. Menurut dia, hal itu akan membuat Hamas tetap berkuasa di Gaza.

    Namun, sejumlah tokoh oposisi di Israel telah mendesak Netanyahu agar memprioritaskan pembebasan sandera ketimbang operasi militer yang bertujuan menggulingkan Hamas.

    TEROWONGAN HAMAS– Gambar yang dirilis oleh IDF pada 20 Januari 2024 menunjukkan bagian dalam terowongan di Khan Yunis, Gaza selatan, tempat Hamas menyembunyikan para sanderanya. (IDF)

    Pada bulan Januari kemarin, Netanyahu sepakat untuk melakukan gencatan senjata bertahap dengan Hamas.

    Gencatan itu mengakhiri perang untuk sementara. Sebanyak 33 sandera dibebaskan selama periode tahap pertama gencatan selama enam minggu.

    Kedua belah pihak seharusnya memulai perundingan guna membahas syarat-syarat tahap kedua gencatan. Jika tahap kedua terwujud, perang di Gaza bisa diakhiri permanen.

    Akan tetapi, perundingan menemui kebuntuan. Israel kemudian menyerang Gaza lagi per bulan Maret kemarin.

    Israel lebih memilih untuk mengusulkan gencatan lainnya yang juga bersifat sementara. Dalam gencatan ini, sandera lainnya akan dibebaskan. Namun, Hamas menolak usul itu.

    Sementara itu, BBC melaporkan Mesir dan Qatar yang menjadi juru penengah Israel-Hamas kembali menyodorkan usul baru.

    Seorang pejabat Palestina yang mengetahui perundingan Israel-Hamas mengatakan gencatan itu akan berlangsung lima hingga tujuh tahun.

    Jika usul itu bisa diwujudkan, semua sandera Israel akan dibebaskan lewat pertukaran tahanan Palestina di penjara Israel. Di samping itu, pasukan Israel akan ditarik sepenuhnya dari Gaza.

    Hamas disebut pernah usulkan gencatan jangka panjang

    Bulan kemarin Hamas juga  dilaporkan mengusulkan gencatan senjata selama lima hingga sepuluh tahun dengan Israel.

    Usul Hamas itu disampaikan saat Hamas melakukan pembicaraan langsung dengan Adam Boehler, seorang utusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk urusan sandera.

    Ketika diwawancarai media penyiaran Israel bernama Kan, Boehler menyebut usul itu akan membuat Hamas dilucuti senjatanya dan tidak terlibat dalam politik pemerintahan.

    Saat ditanya mengenai kemajuan perihal gencatan senjata, dia mengatakan hanya ada kemajuan kecil.

    Menurut Boehler, Hamas menyarankan hal yang “relatif masuk akal dan bisa dilakukan”.

    “Mereka menyarankan pertukaran semua tahanan. Jadi, semua sandera kita saat ini ditukar dengan beberapa tahanan. Kami tidak tertarik dengan hal itu,” ujar Boehler dikutip dari All Israel News.

    Kemudian, dia mengungkapkan keinginan Hamas untuk melakukan gencatan senjata jangka panjang.

    “Dan mereka menyarankan gencatan senjata lima hingga sepuluh tahun, dan Hamas akan meletakkan semua senjata, dan AS akan membantu, serta negara-negara lain, memastikan tidak ada terowongan,” ujarnya.

    Di samping itu, dia mengklaim Hamas tidak akan terlibat dalam urusan politik.

    “Dan saya pikir itu bukan tawaran awal yang buruk,” kata Boehler.

    Meski demikian, Al Arabi Al Jadeed pada hari Senin melaporkan bahwa Hamas membantah bakal dilucuti senjatanya. Laporan itu didasarkan pada pernyataan juru bicara Hamas. (*)

  • Iran Tuduh Israel Coba Rusak Perundingan Nuklir dengan AS

    Iran Tuduh Israel Coba Rusak Perundingan Nuklir dengan AS

    Teheran

    Iran menuduh Israel mencoba untuk “merusak” perundingan yang sedang berlangsung antara negaranya dengan Amerika Serikat (AS) membahas program nuklirnya. Teheran menyebut Tel Aviv mengerahkan upaya-upaya untuk mengganggu pembicaraan yang sedang berlangsung antara kedua negara.

    Program nuklir Iran selama ini menjadi titik utama yang memicu ketegangan dengan Barat. Beberapa waktu terakhir, Iran dan AS telah menggelar dua putaran perundingan nuklir, dengan yang pertama digelar di Oman dan yang kedua di Roma, Italia.

    Teheran dan Washington yang merupakan musuh bebuyutan sejak Revolusi Islam tahun 1979, dijadwalkan akan kembali bertemu untuk putaran ketiga perundingan nuklir yang dimediasi oleh Oman.

    Di tengah upaya diplomatik yang sedang berlangsung itu, seperti dilansir AFP, Selasa (22/4/2025), Kementerian Luar Negeri Iran melontarkan tuduhan terhadap Israel yang disebutnya berupaya mengganggu dan merusak perundingan nuklir itu.

    “Semacam koalisi sedang terbentuk… untuk merusak dan mengganggu proses diplomatik,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmail Baqaei, kepada wartawan setempat, dengan mengatakan Israel berada di balik upaya tersebut.

    “Bersamaan dengan itu, ada serangkaian arus yang menghasut perang di Amerika Serikat dan tokoh-tokoh dari berbagai faksi,” sebutnya.

    Media terkemuka AS, New York Times (NYT), melaporkan pada Kamis (17/4) lalu bahwa Presiden AS Donald Trump telah mencegah Israel untuk menyerang situs nuklir Iran dalam jangka pendek.

    Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bersikeras menyatakan negaranya tidak akan pernah membiarkan Teheran untuk memperoleh senjata nuklir.

    Negara-negara Barat dan Israel, yang dianggap oleh para pakar sebagai satu-satunya negara bersenjata nuklir di kawasan Timur Tengah, telah sejak lama menuduh Iran berusaha mendapatkan senjata nuklir.

    Teheran selalu membantah tuduhan tersebut dan bersikeras menyatakan program nuklirnya hanya untuk tujuan sipil.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Warga Israel Ngamuk ke Bezalel Smotrich, Kemarahan Dipicu Ucapan Tawanan Israel Balik Tidak Penting – Halaman all

    Warga Israel Ngamuk ke Bezalel Smotrich, Kemarahan Dipicu Ucapan Tawanan Israel Balik Tidak Penting – Halaman all

    Warga Israel Ngamuk ke Bezalel Smotrich, Picu Kemarahan dengan Menyebut Tawanan Balik Tak Penting

    TRIBUNNEWS.COM- Menteri Keuangan Israel  Bezalel Smotrich telah memicu reaksi marah banyak warganya setelah ia menyatakan bahwa pembebasan tawanan di Gaza “bukanlah hal terpenting” bagi pemerintah Israel. 

    Pada hari Senin, Smotrich mengatakan dalam sebuah wawancara dengan radio Galey Israel bahwa “masalah Gaza” harus dihilangkan, dengan mengutip “kesempatan yang luar biasa”.

    Smotrich yakin berakhirnya masa jabatan mantan Presiden AS Joe Biden di Gedung Putih dan kehancuran politik para pesaingnya, seperti mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dan mantan kepala staf angkatan darat Israel Herzi Halevi, berarti tidak ada lagi hambatan untuk memenuhi kebijakan garis keras Israel di Gaza.

    “Kita harus mengatakan kebenarannya, mengembalikan para sandera bukanlah hal yang paling penting,” katanya. 

    “Ini jelas merupakan tujuan yang sangat penting, tetapi jika Anda ingin menghancurkan Hamas sehingga tidak akan ada lagi peristiwa 7 Oktober, Anda perlu memahami bahwa tidak boleh ada situasi di mana Hamas tetap berada di Gaza.”

     

     

     

    BEZELEL SMOTRICH. Foto merupakan tangkap layar yang diambil pada Kamis (13/2/2025) dari YouTube Middle East Eye (MEE), yang menampilkan profil Bezalel Smotrich. (Tangkap layar YouTube MEE)

     

     

     

    Menanggapi pernyataan Smotrich, Forum Sandera dan Keluarga Hilang telah membalas, dengan mengatakan: 

    “Keluarga hanya punya satu kata pagi ini: malu. Setidaknya menteri mengungkapkan kebenaran pahit kepada publik – pemerintah ini secara sadar telah memutuskan untuk menelantarkan para sandera”.

    “Menteri Smotrich, sejarah akan mengingat bagaimana Anda mengeraskan hati terhadap saudara-saudari Anda yang ditawan dan memilih untuk tidak menyelamatkan mereka – sebagian dari kematian, yang lain dari penghilangan paksa.”

    Forum tersebut juga menuntut agar menteri-menteri Israel lainnya bersuara untuk “membuktikan bahwa mereka masih berkomitmen pada nilai-nilai dasar Yahudi dan Israel dalam menebus tawanan dan menyelamatkan saudara-saudari kita.”

    Einav Zangauker, ibu dari tawanan Matan Zangauker, mengatakan Smotrich bersedia mengorbankan Israel dan putranya demi “delusi mesianis dan psikotiknya.”

    “Kita harus menyingkirkan Smotrich dan Netanyahu agar bisa membawa pulang semua sandera!” katanya dalam sebuah posting di X. 

    Anggota parlemen Moshe Gafni, anggota partai Haredi United Torah Judaism, mengutuk Smotrich dan menyamakan pernyataannya dengan fitnah.

    “Pemulangan korban penculikan merupakan masalah yang paling penting,” tegasnya seraya menambahkan bahwa partainya akan menggelar pertemuan untuk membahas masalah tersebut. 

    Menanggapi kritik dari publik dan pejabat Israel, khususnya Gafni, menteri keuangan telah menegaskan kembali pendiriannya, dengan memperingatkan bahwa warga Israel mungkin “dalam bahaya di masa mendatang jika Hamas tetap berkuasa. “

    “Sangat memalukan bahwa Anda, Gafni, juga bekerja sama dengan kampanye untuk membungkam semua orang yang menolak untuk menyerah kepada Hamas, sehingga mereka memutarbalikkan fakta dan mengobarkan api di belakang keluarga-keluarga untuk menyakiti pemerintah,” imbuh Smotrich.

    Pada bulan Januari, Smotrich mengkritik kesepakatan gencatan senjata yang kini gagal, yang disetujui oleh kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

    Ia mengatakan saat itu bahwa Netanyahu telah “memutuskan untuk memberikan lampu hijau pada kesepakatan yang buruk dan membawa bencana.”

    Ketika Israel melanjutkan serangannya terhadap daerah kantong yang terkepung itu pada akhir Maret, Smotrich menyambut baik keputusan tersebut, dengan mengatakan: 

    “Adalah baik bahwa perang telah dimulai, dan sangat disayangkan bahwa perang dimulai dengan cara ini, tetapi kami sedang mengubah realitas di Timur Tengah.”

    SUMBER: MIDDLE EAST EYE

  • Israel Mencabut Visa 27 Anggota Parlemen dan Pejabat Prancis, Minta Emmanuel Macron untuk Menanggapi – Halaman all

    Israel Mencabut Visa 27 Anggota Parlemen dan Pejabat Prancis, Minta Emmanuel Macron untuk Menanggapi – Halaman all

    Israel Mencabut Visa 27 Anggota Parlemen dan Pejabat Prancis

    TRIBUNNEWS.COM- Israel mencabut visa masuk 27 anggota parlemen dan pejabat Prancis hanya dua hari sebelum jadwal kunjungan mereka ke negara tersebut dan Tepi Barat yang diduduki, kata delegasi tersebut.

    Tujuh belas anggota kelompok tersebut, termasuk perwakilan dari Partai Ekologi Prancis dan Partai Komunis Prancis, mengutuk tindakan tersebut sebagai “hukuman kolektif” pada hari Minggu dan meminta Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk menanggapi.

    “Pencabutan izin kami untuk memasuki Israel 48 jam sebelum keberangkatan kami merupakan pelanggaran besar terhadap hubungan diplomatik dengan negara Prancis dan mandat kami sebagai perwakilan terpilih republik tersebut,” kata delegasi tersebut dalam sebuah pernyataan, menurut Haaretz .  

    “Hal ini memerlukan sikap tegas dari otoritas tertinggi negara kita.”

    Haaretz melaporkan bahwa kelompok itu seharusnya tiba pada hari Minggu dan diberitahu tentang keputusan tersebut pada hari Kamis sebelumnya.

    Konsulat Prancis di Yerusalem telah menyelenggarakan kunjungan lima hari untuk mempromosikan “kerja sama internasional dan budaya perdamaian” di seluruh Israel dan wilayah Palestina, kata delegasi tersebut.

    Kementerian Dalam Negeri Israel membela keputusan tersebut, dengan mengutip undang-undang yang memungkinkan pihak berwenang menolak masuknya individu yang secara terbuka menyerukan atau berpartisipasi dalam boikot Israel. 

    Kementerian tersebut mengklaim bahwa delegasi tersebut bertujuan untuk “menunjukkan dukungan bagi Palestina dan bagi organisasi yang mendukung boikot Israel dan berupaya menghapus Hamas dari daftar organisasi teroris.” 

    Camille Naget, seorang anggota dewan kota Paris dan anggota Partai Ekologi, mengatakan kepada Haaretz bahwa dia tidak mengetahui adanya seruan boikot yang dilakukan oleh organisasi AJPF yang dimaksud kementerian tersebut, yang menurutnya mempromosikan hubungan antara kotamadya Prancis dan kamp pengungsi Palestina, dan membantah pernah menganjurkan agar Hamas dihapus dari daftar organisasi teroris.

    Pencabutan visa terjadi di tengah meningkatnya ketegangan diplomatik, menyusul pernyataan terbaru Macron yang mengisyaratkan bahwa Prancis mungkin akan segera mengakui negara Palestina.

    Ia juga secara terbuka mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mengatasi krisis kemanusiaan di Gaza.

    Partai Ekologi dan Komunis telah lama mendukung pengakuan negara Palestina.

    Netanyahu menanggapi komentar Macron dengan marah, menyebut pengakuan potensial tersebut sebagai ‘hadiah besar bagi terorisme’.

    Awal bulan ini, Israel juga melarang masuknya dua anggota parlemen Partai Buruh Inggris , yang menuai kritik dari pejabat Inggris.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST EYE

  • Militer Israel Kekurangan Pasukan, Rekrut Tentara Tak Terlatih ke Gaza – Halaman all

    Militer Israel Kekurangan Pasukan, Rekrut Tentara Tak Terlatih ke Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Tentara Israel dilaporkan telah mengerahkan pasukan yang belum menyelesaikan pelatihan militer penuh mereka ke Jalur Gaza.

    Hal ini dilakukan di tengah militer Israel menghadapi kekurangan tenaga kerja yang semakin parah akibat penolakan terhadap wajib militer.

    Tentunya hal ini menjadi sorotan, lantaran para tentara yang dikerahkan ini dianggap belum memiliki kemampuan yang baik di medan perang.

    Menurut laporan media Israel pada Minggu (20/4/2025), pasukan ini telah dikirim ke Gaza untuk berpartisipasi dalam operasi militer sebagai tindakan genosida terhadap warga sipil Palestina.

    Lembaga penyiaran publik Israel KAN mengatakan pasukan yang direkrut ini telah dikirim ke medan perang sejak Desember, lalu, dikutip dari Anadolu Anjansi.

    “Pasukan dari Brigade Golani dan Givati, yang dikenal sebagai pasukan elit, yang baru mendaftar empat bulan lalu dan belum menyelesaikan pelatihan mereka, telah dikirim ke medan perang sejak Desember lalu,” lapor KAN, dikutip dari Palestine Chronicle.

    KAN juga menambahkan bahwa pengerahan tentara yang belum terlatih ini merupakan akibat langsung dari kekurangan personel di tubuh militer Israel. 

    Kekhawatiran ini telah disampaikan secara resmi oleh Kepala Staf Eyal Zamir kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan jajaran pemerintahannya.

    Dalam laporan surat kabar Yedioth Ahronoth pada awal pekan lalu, Zamir memperingatkan bahwa kekurangan pasukan ini bisa membatasi kemampuan militer untuk mencapai tujuan strategis yang ditetapkan oleh kepemimpinan politik Israel di Gaza.

    Krisis ini dipicu oleh beberapa faktor, termasuk rendahnya tingkat perekrutan dari kalangan Yahudi ultra-Ortodoks (Haredim).

    Tidak hanya itu, sebanyak 30 hingga 40 persen prajurit cadangan juga menolak untuk bertugas.

    Beberapa prajurit ini menjelaskan berbagai alasan untuk menolak kembali ke medan perang.

    Seperti, kelelahan akibat perang yang berlangsung lama hingga ketidaksetujuan terhadap kebijakan pemerintah dalam konflik ini.

    Bahkan, beberapa laporan menyebut angka penolakan bisa jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan secara resmi.

    Kondisi ini diperparah oleh gelombang petisi dari warga Israel.

    Mereka di antaranya, personel militer aktif dan cadangan hingga akademisi.

    Petisi ini berisi tuntutan pengembalian tahanan Israel di Gaza dengan menghentikan perang.

    Kampanye ini dikenal luas dengan sebutan ‘petisi pembangkangan’.

    Lebih dari 140.000 warga Israel telah menandatangani petisi yang menyerukan gencatan senjata sebagai ganti sandera.

    Di antara petisi tersebut, 21 petisi masing-masing telah ditandatangani oleh lebih dari 10.000 tentara cadangan aktif dan mantan tentara cadangan.

    Dengan adanya petisi tersebut, pemerintah Israel termasuk PM Netanyahu merasa tidak terima.

    Netanyahu menyebut petisi ini adalah upaya ‘pemberontakan’ dan ‘pengkhianatan’.

    Selain itu, Netanyahu menganggap petisi ini justru akan memperkuat musuh.

    Ia kemudian mengancam akan memecat siapa saja yang menekan petisi tersebut.

    Sementara itu, Israel terus melancarkan serangannya di Gaza sejak 7 Oktober 2023.

    Korban sipil akibat serangan Israel terus meningkat. 

    Lebih dari 62.000 warga Palestina dilaporkan telah tewas dalam pembantaian di Gaza, dikutip dari TRT World.

    Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. 

    Serangan ini juga telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza dan menyebabkan hampir seluruh populasinya mengungsi.

    Selain itu, Israel memperketat pengepungan terhadap wilayah tersebut dengan menghalangi masuknya makanan, air, obat-obatan, listrik, dan bantuan kemanusiaan lainnya yang sangat dibutuhkan.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Benjamin Netanyahu Dianggap Sengaja Memperpanjang Perang demi Kepentingan Politik

    Benjamin Netanyahu Dianggap Sengaja Memperpanjang Perang demi Kepentingan Politik

    PIKIRAN RAKYAT – ‘Benjamin  Netanyahu kepala batu’ itu mungkin yang ingin disampaikan oleh ayah seorang tentara Israel yang sedang ditahan di Gaza, Palestina.

    Hagai Angrest yang anaknya sedang ditahan di Gaza merasa kesal dengan sikap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu yang dinilai meninggalkan para sandera demi memperpanjang perang demi kepentingan politiknya.

    “Kami mendengarkan pernyataan Netanyahu dari Lapangan Sandera [di Tel Aviv], dan kami sangat kecewa,” katanya kepada harian Maariv.

    Padahal, selain desakan dari keluarga tahanan Israel, desakan untuk gencatan senjata serta pemulangan sandera telah disuarakan oleh masyarakat global dan melihat kondisi di Gaza yang semakin memilukan.

    “Di seluruh dunia, semua orang mengatakan bahwa gencatan senjata dan pemulangan para sandera harus menjadi prioritas utama. Namun, kita melihat seorang perdana menteri yang mengabaikan tentara dan mengirim lebih banyak tentara ke medan perang,” tuturnya.

    “Kami diberi tahu bahwa perang ini tidak akan berakhir tanpa mereka. Namun kini tampaknya Netanyahu lebih memilih kelangsungan hidup politiknya daripada nyawa orang-orang yang ditawan. Seluruh negara mendukung pemulangan para sandera,” katanya dilaporkan Middle East Monitor

    Pada Sabtu, 19 April 2025, Netanyahu berpidato dan disiarkan di televisi. Dia menyebut tak ada pilihan selain selain melanjutkan perang di Gaza, dan menegaskan bahwa kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas akan merusak keuntungan perang.

    Netanyahu menuduh kelompok pejuang Palestina, Hamas menolak usulan pembebasan setengah dari tawanan Israel yang masih hidup dan banyak dari mereka yang tewas sebagai imbalan untuk diakhirinya perang.

    Pada Kamis, 17 April 2025 pemimpin Hamas di Gaza, Khalil Al-Hayya menekankan bahwa kelompoknya bersedia terlibat dalam negosiasi komprehensif yang akan menjamin pembebasan semua sandera Israel dengan imbalan gencatan senjata penuh, penarikan pasukan Israel dari Gaza, upaya rekonstruksi, dan pencabutan pengepungan.

    Juru bicara Perdana Menteri Israel mengatakan pada hari Sabtu bahwa membebaskan semua tawanan Israel dalam satu kesepakatan adalah mustahil.

    Perkiraan Israel menunjukkan bahwa 59 tawanan masih berada di Gaza, dengan 24 orang diyakini masih hidup. Sebaliknya, lebih dari 9.500 warga Palestina masih dipenjara di Israel dalam kondisi yang buruk, termasuk laporan penyiksaan, kelaparan, dan pengabaian medis, menurut organisasi hak asasi Palestina dan Israel.

    Lebih dari 51.200 warga Palestina telah tewas di Gaza dalam serangan brutal Israel sejak Oktober 2023, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Israel Akui Ada Kegagalan Profesional Saat Bunuh 15 Tenaga Medis Gaza

    Israel Akui Ada Kegagalan Profesional Saat Bunuh 15 Tenaga Medis Gaza

    Jakarta, CNBC Indonesia – Setelah gelombang kecaman global dan desakan internasional untuk dilakukan penyelidikan kejahatan perang, militer Israel akhirnya mengakui terjadinya sejumlah “kegagalan profesional” serta pelanggaran perintah dalam insiden tragis yang menewaskan 15 petugas penyelamat di Gaza selatan pada 23 Maret lalu.

    Dalam pernyataan resmi yang dirilis Minggu (20/4/2025), militer Israel menyatakan bahwa penyelidikan internal menemukan bahwa peristiwa tersebut melibatkan “kesalahan operasional”, pelanggaran prosedur, dan kegagalan dalam pelaporan.

    “Investigasi telah mengidentifikasi beberapa kegagalan profesional, pelanggaran perintah, dan kegagalan untuk melaporkan insiden secara penuh,” kata militer Israel, dilansir The Guardian.

    Sebagai akibat dari temuan tersebut, wakil komandan Brigade Golani IDF yang memimpin operasi saat itu akan diberhentikan dari jabatannya karena dinilai bertanggung jawab di lapangan serta memberikan laporan yang “tidak lengkap dan tidak akurat” selama pengarahan.

    Sementara itu, seorang komandan lain yang unitnya juga beroperasi di Rafah, tempat kejadian berlangsung, akan dikenakan sanksi disipliner karena tanggung jawab keseluruhan atas insiden tersebut.

    Namun, meskipun mengakui kesalahan, militer Israel tidak merekomendasikan adanya tindakan pidana terhadap unit-unit yang terlibat. Mereka juga menyatakan tidak ditemukan pelanggaran terhadap kode etik militer IDF. Hasil penyelidikan tersebut kini telah diserahkan kepada Jaksa Militer Israel.

    Pernyataan ini memicu respons tajam, termasuk dari Menteri Keamanan Nasional Israel yang beraliran sayap kanan ekstrem, Itamar Ben-Gvir, yang menyebut keputusan untuk memecat wakil komandan sebagai “kesalahan besar”.

    Kuburan Massal

    Insiden ini menewaskan delapan paramedis Bulan Sabit Merah Palestina, enam petugas pertahanan sipil, dan satu staf PBB saat mereka tengah menjalankan misi penyelamatan di Gaza selatan.

    Jenazah mereka baru ditemukan beberapa hari kemudian dalam kuburan massal berpasir, bersama kendaraan mereka yang hancur. Seorang pejabat PBB mengatakan bahwa para korban “dibunuh satu per satu”.

    Awalnya, Israel mengeklaim bahwa kendaraan medis tersebut tidak menyalakan sinyal darurat saat terjadi penembakan. Namun, klaim itu terbantahkan setelah ditemukan rekaman video dari ponsel salah satu korban yang menunjukkan adanya lampu darurat menyala saat penembakan terjadi.

    Penyelidikan militer menemukan bahwa kejadian tersebut merupakan “kesalahpahaman operasional” akibat penglihatan malam yang buruk, yang menyebabkan komandan batalion menduga bahwa ambulans yang ada adalah milik kelompok Hamas.

    Namun, video dari lokasi menunjukkan bahwa ambulans jelas terlihat dengan lampu darurat menyala.

    “Kami mengatakan ini adalah kesalahan, namun bukan kesalahan yang terjadi setiap hari,” ujar Mayor Jenderal Yoav Har-Even, ketua tim investigasi militer.

    Selain itu, laporan militer juga menyatakan bahwa penembakan terhadap kendaraan PBB yang melintas 15 menit kemudian juga merupakan pelanggaran perintah langsung.

    Kecaman Internasional

    Bulan Sabit Merah Palestina secara tegas menolak hasil penyelidikan militer Israel.

    “Laporan itu penuh kebohongan. Tidak sah dan tidak dapat diterima karena mencoba membenarkan pembunuhan dan mengalihkan tanggung jawab kepada kesalahan pribadi komando lapangan, padahal kenyataannya sangat berbeda,” tegas Nebal Farsakh, juru bicara Bulan Sabit Merah kepada AFP.

    Para pengacara hak asasi manusia juga mengkritik keras proses penyelidikan, menyebutnya tidak independen karena dilakukan oleh militer Israel sendiri.

    “Tidak ada yang objektif atau netral dari penyelidikan ini. Kasus ini seharusnya langsung masuk ke penyidikan pidana. Tapi yang terjadi justru militer menyelidiki dirinya sendiri, dan lagi-lagi bukti pelanggaran hukum internasional serta kejahatan perang disapu di bawah karpet,” ujar Sawsan Zaher, pengacara HAM Palestina yang berbasis di Israel.

    Laporan tersebut juga menyatakan bahwa enam dari 15 korban adalah militan Hamas, meskipun tidak disertai bukti lebih lanjut. Klaim semacam ini sebelumnya juga kerap dibantah oleh Bulan Sabit Merah.

    Seorang pejabat forensik di Gaza, Ahmed Dhair, yang melakukan otopsi terhadap para korban, mengungkapkan bahwa para korban tewas akibat tembakan di kepala dan dada, serta luka-luka yang disebabkan oleh bahan peledak, termasuk dugaan peluru peledak.

    Namun, ia mengatakan tidak menemukan tanda-tanda korban diikat, sebagaimana dugaan dari sejumlah saksi dan keluarga korban.

    Organisasi HAM Israel, Yesh Din, menyebut insiden ini sebagai contoh lain dari impunitas hampir total yang diberikan kepada tentara dalam operasi di Gaza.

    “Ini contoh lain dari impunitas hampir total bagi tentara atas insiden di Gaza. Dalam kasus ini, mereka cepat bertindak karena menghadapi tekanan internasional. Tapi dengan hanya memberikan sanksi ringan pada satu komandan, mereka justru menggagalkan peluang untuk penyidikan pidana yang lebih luas,” ujar Ziv Stahl, Direktur Eksekutif Yesh Din.

    Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah menyatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant sedang dalam proses penyelidikan atas dugaan kejahatan perang.

    Meski begitu, Israel yang bukan anggota ICC selalu menyatakan bahwa sistem hukumnya mampu menyelidiki pelanggaran militer secara internal. Netanyahu bahkan menuduh ICC bersikap antisemit.

    Sementara itu, satu dari dua paramedis yang selamat dalam insiden tersebut, Assad al-Nsasrah, dilaporkan masih ditahan oleh Israel hingga pekan lalu, menurut pernyataan Bulan Sabit Merah Palestina.

    (luc/luc)