Tag: Benjamin Netanyahu

  • Perang Gaza Bukan Lagi Lawan Hamas

    Perang Gaza Bukan Lagi Lawan Hamas

    Jakarta

    Jerman tiba-tiba melontarkan sindiran pedas terhadap Israel yang terus membombardir Gaza, Palestina. Jerman mengatakan perang di Jalur Gaza bukan lagi melawan Hamas.

    Dirangkum detikcom dilansir Al Arabiya, Selasa (27/5/2025) Kanselir Jerman Friedrich Merz menyebut rentetan serangan Israel baru-baru ini di Jalur Gaza yang memicu korban kemanusiaan pada warga sipil, tidak dapat lagi dibenarkan sebagai perang melawan Hamas.

    Merz juga mengakui dirinya tidak lagi memahami apa yang saat ini dilakukan oleh militer Tel Aviv di Jalur Gaza, yang mengalami kehancuran besar dan dilanda krisis kemanusiaan akibat perang berkepanjangan selama dua tahun terakhir.

    “Membahayakan penduduk sipil hingga sedemikian rupa, seperti yang banyak terjadi dalam beberapa hari terakhir, tidak dapat lagi dibenarkan sebagai perang melawan terorisme Hamas,” tegas Merz dalam wawancara dengan televisi WDR.

    Dalam pernyataannya, Merz mengatakan dirinya tidak lagi memahami tujuan militer Israel di Jalur Gaza.

    “Sejujurnya, saya tidak lagi memahami apa yang sedang dilakukan militer Israel di Jalur Gaza, dengan tujuan apa,” ujarnya.

    Jerman Berencana Telepon Netanyahu

    Foto: Kanselir Jerman Friedrich Merz (Dok Reuters).

    Merz menambahkan bahwa dirinya berencana menelepon Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu pekan ini untuk memberitahunya “agar tidak berlebihan” dalam operasi militernya di daerah kantong Palestina tersebut.

    Dia mengatakan bahwa Berlin harus berhati-hati dalam memberikan nasihat publik kepada Israel, karena Jerman “tidak seperti negara lainnya di Bumi” — merujuk pada sejarah kelam Jerman dalam Perang Dunia II dan Holocaust.

    “Pertanyaannya adalah: Seberapa jelas kita menyuarakan kritikan sekarang, dan karena alasan historis, saya lebih menahan diri,” kata Merz dalam pernyataannya.

    Namun demikian, dia menambahkan bahwa “ketika batasan dilanggar, ketika hukum kemanusiaan internasional dilanggar… maka Kanselir Jerman juga harus angkat bicara”.

    Merz menegaskan dirinya ingin Jerman tetap menjadi “mitra terpenting Israel di Eropa”.

    “Tetapi pemerintah Israel tidak boleh melakukan apa pun yang tidak lagi mau diterima oleh sahabat-sahabatnya,” tegasnya mengingatkan Tel Aviv.

    Halaman 2 dari 2

    (whn/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kanselir Jerman Kecam Israel yang Bombardir Gaza

    Kanselir Jerman Kecam Israel yang Bombardir Gaza

    JAKARTA  – Kanselir Jerman Friedrich Merz menyampaikan teguran paling kerasnya terhadap Israel. Merz mengkritik serangan udara besar-besaran di Gaza karena tidak lagi dibenarkan oleh kebutuhan untuk memerangi Hamas dan “tidak lagi dapat dipahami”.

    Pesan tersebut mencerminkan perubahan yang lebih luas dalam opini publik tetapi juga kemauan yang lebih besar dari politikus Jerman tingkat atas untuk mengkritik tindakan Israel sejak serangan 7 Oktober 2023 oleh Hamas.

    Kritik serupa juga dilontarkan menteri luar negeri Merz, Johann Wadephul termasuk seruan dari mitra koalisi juniornya, Partai Sosial Demokrat. Mereka medensak menghentikan ekspor senjata ke Israel atau Jerman akan terlibat dalam kejahatan perang.

    Meskipun bukan perubahan total, perubahan nada ini signifikan di negara yang kepemimpinannya mengikuti kebijakan tanggung jawab khusus untuk Israel, yang dikenal sebagai Staatsraeson, karena warisan Holocaust Nazi.

    Jerman, bersama dengan Amerika Serikat, menjadi salah satu pendukung Israel yang paling gigih.

    Tetapi pernyataan Merz muncul saat Uni Eropa meninjau kembali kebijakannya terhadap Israel dan Inggris, Prancis, dan Kanada juga mengancam akan melakukan “tindakan konkret” atas Gaza.

    “Serangan militer besar-besaran oleh Israel di Jalur Gaza tidak lagi menunjukkan logika apa pun bagi saya. Bagaimana serangan itu melayani tujuan menghadapi teror. Dalam hal ini, saya memandangnya dengan sangat, sangat kritis,” kata Merz di Turku, Finlandia dilansir Reuters, Selasa, 27 Mei.

    “Saya juga bukan termasuk orang yang pertama kali mengatakannya. Namun, tampaknya dan bagi saya tampaknya sudah tiba saatnya saya harus mengatakan secara terbuka, (bahwa) apa yang sedang terjadi saat ini tidak lagi dapat dipahami,” tegas Merz.

    Pernyataan tersebut sangat mengejutkan mengingat Merz memenangkan pemilihan umum pada Februari dengan menjanjikan akan menjamu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di tanah Jerman, yang bertentangan dengan surat perintah penangkapan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

    Merz juga menggantung gambar pantai Zikim di kantor kanselir, tempat para pejuang Hamas tiba dengan perahu selama aksi mereka pada tahun 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang.

     

    Kanselir berencana untuk berbicara dengan Netanyahu pekan ini, karena serangan terhadap Gaza telah menewaskan puluhan orang dalam beberapa hari terakhir dan populasinya yang berjumlah 2 juta jiwa terancam kelaparan.

    Ia tidak menjawab pertanyaan tentang ekspor senjata Jerman ke Israel. Sementara seorang pejabat pemerintah mengatakan hal ituadalah masalah yang harus diselesaikan oleh dewan keamanan yang diketuai oleh Merz.

    Duta Besar Israel untuk Berlin, Ron Prosor, mengakui kekhawatiran Jerman tetapi tidak memberikan komentar apa pun.

    “Ketika Friedrich Merz mengemukakan kritik ini terhadap Israel, kami mendengarkan dengan saksama karena ia adalah seorang teman,” kata Prosor kepada penyiar ZDF.

  • Perang Gaza Bukan Lagi Lawan Hamas

    Jerman Bilang Serangan Israel di Gaza Bukan Lagi Perang Lawan Hamas

    Berlin

    Kanselir Jerman Friedrich Merz menyebut rentetan serangan Israel baru-baru ini di Jalur Gaza yang memicu korban kemanusiaan pada warga sipil, tidak dapat lagi dibenarkan sebagai perang melawan Hamas.

    Merz, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (27/5/2025), juga mengakui dirinya tidak lagi memahami apa yang saat ini dilakukan oleh militer Tel Aviv di Jalur Gaza, yang mengalami kehancuran besar dan dilanda krisis kemanusiaan akibat perang berkepanjangan selama dua tahun terakhir.

    “Membahayakan penduduk sipil hingga sedemikian rupa, seperti yang banyak terjadi dalam beberapa hari terakhir, tidak dapat lagi dibenarkan sebagai perang melawan terorisme Hamas,” tegas Merz dalam wawancara dengan televisi WDR.

    Dalam pernyataannya, Merz mengatakan dirinya tidak lagi memahami tujuan militer Israel di Jalur Gaza.

    “Sejujurnya, saya tidak lagi memahami apa yang sedang dilakukan militer Israel di Jalur Gaza, dengan tujuan apa,” ujarnya.

    Merz menambahkan bahwa dirinya berencana menelepon Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu pekan ini untuk memberitahunya “agar tidak berlebihan” dalam operasi militernya di daerah kantong Palestina tersebut.

    Dia mengatakan bahwa Berlin harus berhati-hati dalam memberikan nasihat publik kepada Israel, karena Jerman “tidak seperti negara lainnya di Bumi” — merujuk pada sejarah kelam Jerman dalam Perang Dunia II dan Holocaust.

    Lihat Video ‘Israel Serang Sekolah Penampungan Warga Gaza, 20 Orang Tewas’:

    Namun demikian, dia menambahkan bahwa “ketika batasan dilanggar, ketika hukum kemanusiaan internasional dilanggar… maka Kanselir Jerman juga harus angkat bicara”.

    Merz menegaskan dirinya ingin Jerman tetap menjadi “mitra terpenting Israel di Eropa”.

    “Tetapi pemerintah Israel tidak boleh melakukan apa pun yang tidak lagi mau diterima oleh sahabat-sahabatnya,” tegasnya mengingatkan Tel Aviv.

    Lihat Video ‘Israel Serang Sekolah Penampungan Warga Gaza, 20 Orang Tewas’:

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hamas Setuju Gencatan Senjata di Gaza, Israel Menolak!

    Hamas Setuju Gencatan Senjata di Gaza, Israel Menolak!

    Jakarta

    Seorang pejabat Palestina mengatakan bahwa kelompok Hamas telah menyetujui usulan utusan khusus AS Steve Witkoff untuk gencatan senjata di Gaza. Namun, seorang pejabat Israel menyebut usulan itu berasal dari Washington dan menambahkan bahwa pemerintah Israel tidak bisa menerima gencatan senjata itu.

    Dilansir Reuters dan Al Arabiya, Selasa (27/5/2025), Witkoff juga menolak anggapan bahwa Hamas telah menerima tawarannya untuk kesepakatan penyanderaan dan gencatan senjata di Gaza. Dia mengatakan kepada Reuters, Selasa (27/5/2025), bahwa apa yang telah dilihatnya “sama sekali tidak dapat diterima” dan usulan yang sedang dibahas tidak sama dengan usulannya.

    Sebelumnya, pejabat Palestina, yang dekat dengan Hamas, telah mengatakan kepada Reuters, bahwa usulan tersebut akan mencakup pembebasan 10 sandera dan gencatan senjata selama 70 hari, dan telah diterima oleh Hamas melalui mediator.

    “Usulan tersebut mencakup pembebasan 10 sandera Israel yang masih hidup yang ditahan oleh Hamas dalam dua kelompok dengan imbalan gencatan senjata selama 70 hari dan penarikan sebagian dari Jalur Gaza,” kata pejabat Palestina yang tak ingin disebut namanya tersebut.

    Ini juga mencakup pembebasan sejumlah tahanan Palestina oleh Israel, termasuk ratusan orang yang menjalani hukuman penjara yang panjang.

    Seorang pejabat Israel menolak usulan tersebut, dengan mengatakan tidak ada pemerintah yang bertanggung jawab yang dapat menerima perjanjian tersebut. Dia juga menolak pernyataan bahwa kesepakatan tersebut sesuai dengan yang diusulkan oleh Witkoff.

    Diketahui bahwa sejak tanggal 18 Maret lalu, Israel secara efektif mengakhiri perjanjian gencatan senjata dengan Hamas dan kembali melanjutkan serangan militernya di Gaza. Hamas dan faksi-faksi sekutu mulai menembakkan roket dan serangan dua hari kemudian.

    Hamas mengatakan bersedia membebaskan semua sandera yang tersisa dan menyetujui gencatan senjata permanen, jika pasukan Israel menarik diri sepenuhnya dari Gaza.

    Namun, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan Israel hanya bersedia menyetujui gencatan senjata sementara dengan imbalan pembebasan sandera. Dia pun bersumpah bahwa perang hanya dapat berakhir setelah Hamas dikalahkan.

    Lihat juga Video: Serangan Israel Tewaskan Dua Staf Palang Merah Internasional

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Politikus Israel Ditarik dari Podium Saat Bicara Kondisi Gaza: Ini Kebenaran!

    Politikus Israel Ditarik dari Podium Saat Bicara Kondisi Gaza: Ini Kebenaran!

    Tel Aviv

    Seorang politikus oposisi Israel, Ayman Odeh dikeluarkan secara paksa dari podium ruang parlemen usai menyampaikan kondisi Gaza, Palestina. Ayman memaparkan korban perang Gaza yang mencapai puluhan ribu.

    Dilansir DW News dan The Guardian, Minggu (25/5/2025) Ayman Odeh merupakan anggota partai Arab-Yahudi Hadash. Ayman Odeh menyampaikan pendapatnya soal kondisi Gaza ini pada Kamis (22/5) lalu. Dia mengkritik anggota parlemen yang lemah dalam menangani perang ini.

    “Hal lain yang ingin saya katakan, Anda tidak tahu betapa lemahnya Anda. Anda adalah orang-orang yang lemah. Sangat, sangat lemah,” ujar Ayman.

    Dia menyoroti korban perang Gaza yang mencapai puluhan ribu orang. Selain itu, dia mengungkap bahwa perang ini juga menghancurkan kampus hingga rumah sakit.

    “Setelah satu setengah tahun perang di mana Anda membunuh 19.000 anak-anak. 53.000 penduduk. Anda menghancurkan semua universitas, dan rumah sakit, Anda merasa tidak ada kemenangan politik, itulah sebabnya Anda menjadi gila,” tegasnya.

    Ayman mengatakan bahwa parlemen lemah. Sebab, tak ada kemenangan politik dalam hal ini. “Mengapa? Karena tidak ada kemenangan politik,” ungkapnya.

    Ayman menyatakan dalam akun X miliknya, bahwa tindakan penarikan paksa itu melanggar aturan. Padahal, Ayman sedang berbicara tentang kebenaran di Gaza.

    “Mereka menyeret saya keluar dari podium Parlemen, bukan karena melanggar aturan, tetapi karena mengatakan kebenaran,” katanya.

    Ayman lantas mengingatkan kembali akan tragedi Nakba. Menurutnya, tragedi itu terulang lagi di Gaza.

    “Tujuh puluh tujuh tahun setelah Nakba, dunia menyaksikan Nakba kedua terjadi di Gaza,” lanjutnya.

    Tonton juga “Kecaman Netanyahu gegara Prancis-Inggris Dukung Negara Palestina” di sini:

    (rdp/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Ancaman Prancis-Inggris-Kanada Dibalas Netanyahu dengan Tuduhan Bantu Hamas

    Ancaman Prancis-Inggris-Kanada Dibalas Netanyahu dengan Tuduhan Bantu Hamas

    Jakarta

    Perdana Mengeri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, kembali memberikan reaksi terhadap pernyataan bersama Prancis-Inggris-Kanada terkait operasi militer di Gaza. Netanyahu menuduh Prancis-Inggris-Kanada membantu Hamas.

    Pernyataan bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron, PM Inggris Keir Starmer, dan PM Kanada Mark Carney disampaikan pada 19 Mei lalu. Dalam pernyataan bersama itu, mereka “sangat menentang perluasan operasi militer Israel di Gaza”.

    Pernyataan bersama ketiga pemimpin negara Barat itu juga “menyerukan kepada pemerintah Israel untuk menghentikan operasi militernya di Gaza dan segera mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza”. Ketiga pemimpin juga meminta Hamas “segera membebaskan sandera yang tersisa” di Jalur Gaza.

    Dilansir Reuters dan TIME, Sabtu (24/5/2025), Netanyahu dalam pernyataannya, menyebut Hamas “ingin menghancurkan negara Yahudi” dan memusnahkan orang-orang Yahudi. Dia mengatakan dirinya gagal memahami bagaimana ketiga pemimpin negara Barat itu gagal memahami hal tersebut.

    “Mereka (Hamas) tidak menginginkan negara Palestina. Mereka ingin menghancurkan negara Yahudi,” kata Netanyahu dalam pernyataan via media sosial X.

    “Saya tidak pernah bisa memahami bagaimana kebenaran sederhana ini luput dari perhatian para pemimpin Prancis, Inggris, Kanada, dan negara-negara lainnya,” ucapnya, sembari menyebut bahwa langkah negara Barat mengakui negara Palestina sama saja “memberikan hadiah utama kepada para pembunuh ini”.

    Netanyahu mengatakan bahwa apa yang dilakukan para pemimpin Prancis, Inggris dan Kanada justru membuat Hamas semakin berani.

    “Hamas benar berterima kasih kepada mereka. Karena dengan mengeluarkan tuntutan mereka — yang disertai ancaman sanksi terhadap Israel, terhadap Israel, melawan Israel, bukan Hamas — ketiga pemimpin ini secara efektif mengatakan bahwa mereka ingin Hamas tetap berkuasa,” sebut Netanyahu.

    “Sekarang, para pemimpin ini mungkin berpikir bahwa mereka sedang memajukan perdamaian. Tidak. Mereka justru membuat Hamas semakin berani untuk terus bertempur selamanya,” tegasnya.

    Macron, Starmer, dan Carney tidak menuntut perang Gaza segera diakhiri, namun menyerukan penangguhan serangan militer terbaru Israel di Jalur Gaza dan pencabutan blokade bantuan kemanusiaan. Hamas juga tidak memberikan tanggapan untuk menanggapi pernyataan ketiga pemimpin itu.

    Netanyahu menegaskan kembali kritikannya terhadap Macron, Starmer dan Carney pada Kamis (22/5) malam.

    “Ketika para pembunuh massal, pemerkosa, pembunuh bayi, dan penculik berterima kasih kepada Anda, Anda berada di sisi keadilan yang salah, Anda berada di sisi kemanusiaan yang salah, dan Anda berada di sisi sejarah yang salah,” tegasnya dalam kritikan yang ditujukan untuk ketiga pemimpin tersebut.

    (lir/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pengamanan Ibu Kota AS Diperketat Usai 2 Staf Kedubes Israel Tewas Ditembak

    Pengamanan Ibu Kota AS Diperketat Usai 2 Staf Kedubes Israel Tewas Ditembak

    Washington DC

    Kepolisian Amerika Serikat (AS) meningkatkan pengamanan di sekolah-sekolah dan gedung-gedung keagamaan di seluruh wilayah Washington DC mulai Jumat (23/5). Langkah ini menyusul penembakan yang menewaskan dua staf Kedutaan Besar (Kedubes) Israel di luar sebuah museum Yahudi setempat.

    Seorang pria asal Chicago berusia 31 tahun, diidentifikasi sebagai Elias Rodriguez, telah ditangkap dan didakwa atas pembunuhan tersebut. Rodriguez sempat meneriakkan “Free Palestine” saat ditangkap polisi pada Rabu (22/5), yang semakin memperburuk kekhawatiran atas meningkatnya anti-Semitisme di AS.

    “Di sekitar DC, Anda akan melihat peningkatan kehadiran para petugas penegak hukum di sekitar masyarakat, Anda akan menemukan kami di sekitar organisasi-organisasi berbasis keagamaan,” kata Kepala Kepolisian Metropolitan (MPD), Pamela Smith, kepada wartawan seperti dilansir AFP, Sabtu (24/5/2025).

    “Anda akan melihat peningkatan kehadiran di sekitar sekolah-sekolah dan tempat-tempat seperti Pusat Komunitas Yahudi DC. Kita bahu-membahu dengan komunitas Yahudi,” ucapnya.

    Otoritas berwenang di Washington DC sedang menyelidiki lebih lanjut penembakan mematikan itu “sebagai aksi terorisme dan sebagai kejahatan kebencian”.

    Dua staf Kedubes Israel yang tewas dalam penembakan ini diidentifikasi sebagai Yaron Lischinsky, yang merupakan warga negara Israel, dan Sarah Lynn Milgrim yang merupakan pegawai AS pada Kedubes Israel. Keduanya merupakan pasangan kekasih yang berencana akan menikah.

    Rodriguez telah dihadirkan dalam sidang pembacaan dakwaan yang digelar pada Kamis (22/5) waktu setempat, di mana dia dijerat dua dakwaan pembunuhan tingkat pertama dan dakwaan pembunuhan pejabat asing. Jika terbukti bersalah, Rodriguez bisa terancam hukuman mati.

    Lihat juga Video Gedung Putih: Presiden Trump Marah Atas Tewasnya 2 Staf Kedubes Israel

    Disebutkan jaksa dalam dokumen pengadilan bahwa Rodriguez sempat berteriak “Free Palestine” ketika ditangkap dan dibawa pergi oleh polisi dari lokasi penembakan di luar Capitol Jewish Museum, yang berjarak 1,6 kilometer dari Gedung Putih, pada Rabu (21/5) tengah malam.

    “Saya melakukannya untuk Palestina, saya melakukannya untuk Gaza,” kata Rodriguez kepada petugas kepolisian yang mengamankannya.

    Presiden Donald Trump, yang berbicara via telepon dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu usai insiden itu, menyatakan via media sosial bahwa serangan itu jelas-jelas bentuk anti-Semitisme.

    Netanyahu, dalam tanggapannya, menyinggung soal “harga yang sangat mahal dari anti-Semitisme” dan mengecam “penghasutan liar terhadap negara Israel”.

    Penembakan itu memicu ketegangan internasional terkait anti-Semitisme, dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Gideon Saar menyalahkan kritikan Eropa terhadap operasi militer Tel Aviv di Gaza. Saar mengklaim adanya “hubungan langsung antara penghasutan anti-Semitisme dan anti-Israel dengan pembunuhan ini”.

    “Penghasutan juga dilakukan oleh para pemimpin dan pejabat dari banyak negara dan organisasi internasional, terutama dari Eropa,” sebutnya, tanpa menyebut nama pemimpin dan pejabat yang dimaksud.

    Lihat juga Video Gedung Putih: Presiden Trump Marah Atas Tewasnya 2 Staf Kedubes Israel

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Panas! Netanyahu Tuduh Prancis-Inggris-Kanada Membantu Hamas

    Panas! Netanyahu Tuduh Prancis-Inggris-Kanada Membantu Hamas

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menuduh para pemimpin Prancis, Inggris, dan Kanada ingin membantu kelompok Hamas. Tuduhan ini dilontarkan setelah pemimpin ketiga negara Barat itu mengancam “tindakan konkret” jika Tel Aviv tidak menghentikan serangannya di Jalur Gaza.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer, dan PM Kanada Mark Carney dalam pernyataan bersama pada 19 Mei lalu menyatakan mereka “sangat menentang perluasan operasi militer Israel di Gaza”.

    Pernyataan bersama ketiga pemimpin negara Barat itu juga “menyerukan kepada pemerintah Israel untuk menghentikan operasi militernya di Gaza dan segera mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza”. Ketiga pemimpin juga meminta Hamas “segera membebaskan sandera yang tersisa” di Jalur Gaza.

    Netanyahu dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters dan TIME, Sabtu (24/5/2025), menyebut Hamas “ingin menghancurkan negara Yahudi” dan memusnahkan orang-orang Yahudi. Dia mengatakan dirinya gagal memahami bagaimana ketiga pemimpin negara Barat itu gagal memahami hal tersebut.

    “Mereka (Hamas) tidak menginginkan negara Palestina. Mereka ingin menghancurkan negara Yahudi,” kata Netanyahu dalam pernyataan via media sosial X.

    “Saya tidak pernah bisa memahami bagaimana kebenaran sederhana ini luput dari perhatian para pemimpin Prancis, Inggris, Kanada, dan negara-negara lainnya,” ucapnya, sembari menyebut bahwa langkah negara Barat mengakui negara Palestina sama saja “memberikan hadiah utama kepada para pembunuh ini”.

    Disebutkan Netanyahu bahwa apa yang dilakukan para pemimpin Prancis, Inggris dan Kanada justru membuat Hamas semakin berani.

    “Hamas benar berterima kasih kepada mereka. Karena dengan mengeluarkan tuntutan mereka — yang disertai ancaman sanksi terhadap Israel, terhadap Israel, melawan Israel, bukan Hamas — ketiga pemimpin ini secara efektif mengatakan bahwa mereka ingin Hamas tetap berkuasa,” sebut Netanyahu.

    “Sekarang, para pemimpin ini mungkin berpikir bahwa mereka sedang memajukan perdamaian. Tidak. Mereka justru membuat Hamas semakin berani untuk terus bertempur selamanya,” tegasnya.

    Macron, Starmer, dan Carney tidak menuntut perang Gaza segera diakhiri, namun menyerukan penangguhan serangan militer terbaru Israel di Jalur Gaza dan pencabutan blokade bantuan kemanusiaan. Hamas juga tidak memberikan tanggapan untuk menanggapi pernyataan ketiga pemimpin itu.

    Netanyahu menegaskan kembali kritikannya terhadap Macron, Starmer dan Carney pada Kamis (22/5) malam.

    “Ketika para pembunuh massal, pemerkosa, pembunuh bayi, dan penculik berterima kasih kepada Anda, Anda berada di sisi keadilan yang salah, Anda berada di sisi kemanusiaan yang salah, dan Anda berada di sisi sejarah yang salah,” tegasnya dalam kritikan yang ditujukan untuk ketiga pemimpin tersebut.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • DPR harap AS dukung Palestina secara objektif dari sisi kemanusiaan

    DPR harap AS dukung Palestina secara objektif dari sisi kemanusiaan

    Indonesia tidak bisa serta-merta menilai motif atau dampaknya secara langsung.

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Muhammad Husein Fadlulloh berharap Amerika Serikat (AS) mendukung Palestina secara objektif dengan memperhatikan dari sisi kemanusiaan.

    Menurut dia, sikap tegas AS dibutuh untuk merespons krisis yang menyebabkan jatuhnya ribuan korban sipil, termasuk anak-anak dan perempuan.

    “Banyak korban yang berjatuhan, baik anak kecil maupun wanita. Dan Amerika bisa melihat ini dengan cukup objektif, bagaimanapun caranya,” kata Muhammad Husein Fadlulloh saat Konferensi Ke-19 Persatuan Parlemen Negara-Negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) atau PUIC di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

    Husein menyampaikan hal itu ketika merespons isu Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memutus hubungan langsung dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Ia menyatakan bahwa keputusan internal antara tokoh politik dari dua negara tersebut adalah urusan masing-masing negara. Dalam hal ini, Indonesia tidak bisa serta-merta menilai motif atau dampaknya secara langsung.

    “Ya, kalau itu, biarkan negara masing-masing saja, ya. Kita tidak bisa banyak berkomentar apakah itu keputusan bisa dianggap strategi ataupun nanti ke depan ada udang di balik batu, kita tidak tahu,” kata Husein.

    Adapun penyelenggaraan Konferensi Uni Parlemen Negara-Negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam atau Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC) Ke-19 digelar di DPR RI, Jakarta, Senin, dimulai dengan sidang pembahasan komitmen dukungan terhadap kemerdekaan Palestina.

    Sidang komite eksekutif terkait dengan pembahasan itu dipimpin oleh Ketua BKSAP DPR RI Mardani Ali Sera. Sidang tersebut dihadiri langsung oleh delegasi parlemen berbagai negara di ruangan Komisi V DPR RI.

    Selain membahas isu Palestina, konferensi itu menekankan pentingnya tata kelola yang baik dan institusi yang kuat sebagai kunci ketahanan umat Islam menghadapi tantangan global seperti prinsip keadilan, amanah, dan akuntabilitas yang diajarkan dalam Islam harus menjadi landasan dalam memperkuat demokrasi dan kerja sama antarparlemen negara-negara muslim.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Paus Leo XIV Duduk di Takhta Suci, Israel PDKT Halus, tapi Kebijakan Trump Kena Semprot – Halaman all

    Paus Leo XIV Duduk di Takhta Suci, Israel PDKT Halus, tapi Kebijakan Trump Kena Semprot – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Gereja Katolik baru saja mengumumkan Paus baru, Paus Leo XIV, yang aslinya bernama Robert Prevost.

    Sontak hal ini menyita perhatian Israel untuk melakukan pendekatan.

    Pasalnya, hubungan antara Israel dan Vatikan memburuk dalam beberapa tahun terakhir setelah insiden pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan dan perang penghancuran di Gaza.

    Seiring dengan hal itu, pendahulu Paus Leo, yakni Paus Fransiskus, menjadi semakin kritis terhadap perilaku Israel.

    Presiden Isaac Herzog mengucapkan selamat kepada Paus baru, dengan mengirimkan “ucapan selamat terhangat dari Kota Suci Yerusalem,” dikutip dari TimeofIsrael. 

    “Kami berharap dapat meningkatkan hubungan antara Israel dan Takhta Suci, dan memperkuat persahabatan antara orang Yahudi dan Kristen di Tanah Suci dan di seluruh dunia,” kata presiden, sambil mengungkapkan harapan, kepausannya akan “menjadi salah satu upaya membangun jembatan dan pemahaman antara semua agama dan masyarakat.”

    “Semoga kita dapat melihat kembalinya para sandera yang masih ditawan di Gaza dengan segera dan aman, serta era perdamaian baru di kawasan kita dan di seluruh dunia,” imbuh Herzog, dalam pernyataan yang diterbitkan dalam bahasa Ibrani, Inggris, dan Arab.

    Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu, bergabung dengan Herzog memberi ucapan selamat kepada Paus baru, dalam pernyataan singkat yang diterbitkan oleh kantornya.

    NETANYAHU – Foto ini diambil dari Instagram Netanyahu pada Kamis (20/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam unggahan Instagram-nya pada 10 Desember 2024 yang menuliskan terima kasih kepada pendukung Israel. Pada Kamis (20/2/2025), Netanyahu dikabarkan batal menghadiri upacara penerimaan 4 jenazah sandera hari ini karena diprotes warganya. (Instagram @b.netanyahu)

    “Saya mendoakan Paus pertama dari Amerika Serikat agar berhasil menumbuhkan harapan dan rekonsiliasi di antara semua agama,” kata Netanyahu dalam pernyataan berbahasa Inggris.

    Dalam beberapa bulan menjelang kematiannya, Fransiskus dua kali mengecam “kekejaman” Israel di Gaza, dan mengecam “kesombongan penjajah” di “Ukraina” dan “Palestina,” yang melanggar tradisi netralitas Takhta Suci saat ini.

    Kematiannya semakin menyoroti memburuknya hubungan, karena Israel menolak mengirimkan kepala negara atau perwakilan pemerintah ke pemakamannya, dan memilih hanya diwakili oleh duta besarnya di Vatikan.

    Sebaliknya, ketika Paus Yohanes Paulus II meninggal saat masih menjabat pada tahun 2005, Israel mengutus presiden saat itu Moshe Katsav dan menteri luar negeri saat itu Silvan Shalom ke pemakamannya.

    Kementerian Luar Negeri juga mengisyaratkan keterbukaan untuk memperbaiki hubungan dengan Vatikan — yang baru-baru ini memburuk setelah menghapus unggahan media sosial yang menyampaikan belasungkawa atas kematian Fransiskus — dan menyampaikan ucapan selamat kepada pemimpin barunya pada hari Kamis.

    “Kami berharap dapat bekerja sama untuk lebih memperkuat hubungan antara negara Yahudi dan Takhta Suci,” demikian bunyi pernyataan tersebut, yang mengucapkan selamat kepada Paus Leo XIV dan “umat Katolik di seluruh dunia.”

    “Kami berharap dapat segera menyambut Anda di Tanah Suci,” tambahnya.

    Bergabung dengan para pemimpin Israel dalam memberi ucapan selamat kepada Paus baru, Liga Anti-Pencemaran Nama Baik menyampaikan harapan, ia akan berkontribusi dalam memperkuat “warisan kerja sama antara Gereja Katolik dan orang-orang Yahudi.”

    “Selama beberapa dekade, hubungan antara Gereja Katolik dan komunitas Yahudi global terus menguat,” kata CEO ADL Jonathan Greenblatt.

    “Kami berharap Paus Leo XIV akan melanjutkan lintasan bersejarah ini – menolak antisemitisme dalam segala bentuknya, mempromosikan saling pengertian, dan menjunjung tinggi nilai-nilai bersama berupa perdamaian, kasih sayang, dan martabat manusia.”

    Paus Leo Kritik Trump?

    Paus Leo XIV diduga pernah memposting ulang unggahan media sosial yang mengkritik Wakil Presiden JD Vance dan kebijakan imigrasi Presiden Donald Trump.

    Pandangan ini yang sejalan dengan pendahulunya, Paus Fransiskus dan dapat menyebabkan ketegangan dengan Gedung Putih.

    Akun X yang tercantum atas nama Prevost tampaknya tidak secara pribadi menulis posting kritis tersebut, tetapi memposting ulang artikel dan tajuk berita dari orang lain.

    CNN Internasional telah menghubungi Vatikan, X, dan rekan Prevost, tetapi belum dapat mengonfirmasi secara independen, akun X tersebut terkait dengan Paus Leo XIV yang baru terpilih berasal dari Amerika.

    Trump mengatakan pada hari Kamis, ia “sangat gembira” mendengar berita tentang paus Amerika pertama.

    Tidak jelas apakah ia telah diberi tahu tentang unggahan media sosial yang tampaknya kritis itu, dan Gedung Putih tidak menanggapi permintaan komentar tentang unggahan itu.

    Kantor Vance merujuk pada pernyataan yang dibuat wakil presiden sebelumnya, ketika ia mengunggah ucapan selamatnya pada X.

    Jejak Digital

    Adapun sebuah tulisan menyasar komentar masa lalu Vance yang menuduh kaum kiri jauh lebih peduli pada migran daripada warga negara Amerika, serta deportasi yang salah oleh pemerintahan Trump terhadap Kilmar Abrego Garcia, seorang imigran gelap yang tinggal di Maryland sebelum ia dikirim ke penjara Salvador.

    Pada tanggal 14 April, akun Prevost memposting ulang sebuah artikel mengenai Abrego Garcia dan sebuah tulisan yang ditulis oleh Uskup Pembantu Evelio Menjivar dari Washington, DC. 

    Uskup tersebut berpendapat: “Pemerintah federal telah melakukan kampanye ‘kejutan dan ketakutan’ berupa ancaman agresif dan operasi yang sangat kentara dengan legalitas yang dipertanyakan yang jauh melampaui sekadar ‘penegakan hukum’ imigrasi.”

    Seorang hakim telah memerintahkan pemerintahan Trump untuk memfasilitasi kepulangan Abrego Garcia ke AS

    Sebelumnya, pada 13 Februari, akun tersebut membagikan surat dari mantan Paus Fransiskus yang mengecam deportasi massal yang dilakukan pemerintahan Trump .

    Fransiskus secara khusus mengkritik deportasi terhadap mereka yang telah meninggalkan tanah air mereka karena kemiskinan, eksploitasi, dan penganiayaan, karena dianggap merusak martabat pria dan wanita.

    “Aturan hukum yang autentik diverifikasi justru dalam perlakuan bermartabat yang layak diterima semua orang, terutama yang termiskin dan paling terpinggirkan. Kebaikan umum yang sejati dipromosikan ketika masyarakat dan pemerintah, dengan kreativitas dan rasa hormat yang ketat terhadap hak-hak semua orang — seperti yang telah saya tegaskan pada banyak kesempatan — menyambut, melindungi, mempromosikan, dan mengintegrasikan yang paling rapuh, tidak terlindungi, dan rentan. Ini tidak menghalangi pengembangan kebijakan yang mengatur migrasi yang tertib dan legal,” tulis Fransiskus.

    Dalam unggahan media sosial lainnya pada tanggal 3 Februari, akun tersebut mengunggah ulang artikel lain yang terkait dengan pernyataan Vance dalam wawancara Fox News bulan Januari lalu, kaum ekstrem kiri tampaknya “membenci” warga negara Amerika dan mengutamakan kasih sayang dan perhatian kepada para migran di atas keluarga atau tetangga mereka sendiri .

    “Ada sebuah konsep lama – dan menurut saya konsep ini sangat Kristen – bahwa Anda mencintai keluarga Anda, lalu mencintai tetangga Anda, lalu mencintai komunitas Anda, lalu mencintai sesama warga negara di negara Anda sendiri, lalu setelah itu, Anda dapat fokus dan memprioritaskan seluruh dunia. Banyak kaum kiri ekstrem telah sepenuhnya membalikkan konsep itu,” kata Vance.

    “Mereka tampaknya membenci warga negara mereka sendiri dan lebih peduli dengan orang-orang di luar perbatasan mereka sendiri. Itu bukanlah cara yang tepat untuk menjalankan masyarakat,” lanjutnya.

    Artikel yang diunggah ulang oleh akun X, yang ditulis oleh Kat Armas untuk National Catholic Reporter, menyatakan pernyataan Vance “menggemakan konsep abad pertengahan yang dikenal sebagai ordo amoris — tata cara beramal” yang “memperkuat mitos bahwa beberapa orang lebih berhak mendapatkan perhatian kita daripada yang lain.”

    Judul beritanya berbunyi: “JD Vance salah: Yesus tidak meminta kita untuk menentukan peringkat kasih kita kepada orang lain.”

    Vance bertemu Paus Fransiskus di Italia beberapa jam sebelum kematiannya.

    Kritik tersebut juga meluas hingga kampanye presiden pertama Trump.

    Pada 2015, Prevost juga menerbitkan ulang opini yang ditulis oleh Kardinal Timothy Dolan yang berjudul: Mengapa retorika anti-imigran Donald Trump begitu bermasalah.

    Akun tersebut juga menyasar tokoh politik lainnya.

    Pada bulan November 2016, akun tersebut mengunggah ulang sebuah opini yang mengatakan mantan calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton “menjauhkan” para pemilih, termasuk Demokrat, karena “posisi aborsi yang ekstrem” dari partai tersebut.

    Akun tersebut tampaknya dibuat pada 2011, saat X masih bernama Twitter.

    Sebagian besar kiriman merupakan kiriman ulang berbagai artikel, bukan teks atau konten yang dibuat sendiri.

    Pada Kamis (8/5/2025) siang, akun tersebut memiliki kurang dari 800 pengikut, tetapi hingga pukul 5 sore, jumlah pengikutnya telah bertambah menjadi lebih dari 232 ribu pengikut.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha)