Tag: Benjamin Netanyahu

  • Sudan Selatan Bantah Perundingan dengan Israel Soal Relokasi Warga Gaza

    Sudan Selatan Bantah Perundingan dengan Israel Soal Relokasi Warga Gaza

    Jakarta

    Pemerintah Sudan Selatan membantah adanya perundingan dengan Israel mengenai potensi relokasi warga Palestina dari Gaza ke negara Afrika Timur tersebut.

    Kantor berita Associated Press sebelumnya melaporkan bahwa kedua negara terlibat dalam perundingan mengenai usulan Israel untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza ke Sudan Selatan. Media tersebut mengutip enam orang yang mengetahui masalah tersebut.

    “Dengan tegas membantah laporan media baru-baru ini yang mengklaim bahwa Pemerintah Republik Sudan Selatan terlibat dalam pembicaraan dengan negara Israel mengenai penempatan warga negara Palestina dari Gaza di Sudan Selatan,” kata Kementerian Luar Negeri Sudan Selatan dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (13/8) waktu setempat.

    Dilansir media Al Jazeera, Kamis (14/8/2025), Kementerian Luar Negeri Sudan menyatakan bahwa klaim tersebut “tidak berdasar dan tidak mencerminkan posisi atau kebijakan resmi” pemerintah Sudan Selatan.

    Beberapa pejabat Israel sebelumnya telah mengusulkan relokasi warga Palestina dari Gaza. Hal ini menurut kelompok-kelompok hak asasi manusia akan dianggap sebagai pengusiran paksa, pembersihan etnis, dan melanggar hukum internasional.

    Para kritikus rencana pemindahan tersebut khawatir warga Palestina tidak akan pernah diizinkan kembali ke Gaza. Mereka juga khawatir pemindahan massal tersebut dapat membuka jalan bagi Israel untuk mencaplok wilayah kantong tersebut dan membangun kembali permukiman Israel di sana, sebagaimana diserukan oleh para menteri sayap kanan di pemerintahan Israel.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya mengatakan ia ingin mewujudkan apa yang disebutnya “migrasi sukarela” bagi sebagian besar penduduk Gaza, sebuah kebijakan yang ia kaitkan dengan pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebelumnya.

    Menurut media Channel 12, selain Sudan Selatan, Israel juga dilaporkan tengah berunding membahas penempatan warga Gaza tersebut dengan empat negara lainnya, yakni Indonesia, Somaliland, Uganda dan Libya.

    Tonton juga video “Israel Dikabarkan Berunding dengan 5 Negara untuk Terima Warga Gaza” di sini:

    “Beberapa negara menunjukkan keterbukaan yang lebih besar daripada sebelumnya untuk menerima imigrasi sukarela dari Jalur Gaza,” ujar seorang sumber diplomatik Israel kepada media Channel 12, seperti dilansir media Israel, The Times of Israel, Kamis (14/8/2025). Sumber itu menyebut Indonesia dan Somaliland sangat terbuka akan gagasan itu. Namun, belum ada keputusan konkret yang dibuat soal ini.

    Somaliland adalah wilayah yang memisahkan diri dari Somalia yang dilaporkan berharap mendapatkan pengakuan internasional melalui kesepakatan tersebut.

    Dalam wawancara dengan saluran berita i24News, Netanyahu menyuarakan dukungannya terhadap emigrasi massal warga Gaza. Netanyahu mengatakan bahwa Israel sedang berkomunikasi dengan “beberapa negara” untuk menampung warga sipil yang mengungsi dari wilayah yang dilanda perang tersebut.

    “Saya pikir ini adalah hal yang paling wajar,” kata Netanyahu. “Semua orang yang peduli terhadap Palestina dan mengatakan ingin membantu Palestina harus membuka pintu bagi mereka. Apa yang Anda khotbahkan kepada kami? Kami tidak mengusir mereka – kami memungkinkan mereka untuk pergi… pertama-tama, [meninggalkan] zona pertempuran, dan juga Jalur Gaza itu sendiri, jika mereka mau.”

    Ketika ditanya mengapa proses tersebut belum mengalami kemajuan, Netanyahu menjawab: “Anda membutuhkan negara-negara penerima. Kami sedang berbicara dengan beberapa negara – saya tidak akan merincinya di sini.”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Suka Tak Suka, Trump Bisa Raih Nobel karena Damaikan 7 Konflik Bumi

    Suka Tak Suka, Trump Bisa Raih Nobel karena Damaikan 7 Konflik Bumi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali masuk bursa calon penerima Hadiah Nobel Perdamaian. Sejumlah pemimpin dunia resmi mengajukan atau menjanjikan nominasi bagi Trump atas perannya dalam memediasi berbagai konflik internasional.

    Terbaru, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mengirim surat nominasi ke Komite Nobel Perdamaian Norwegia, mengakui “kenegarawanan luar biasa” Trump dalam menghentikan bentrokan perbatasan Thailand-Kamboja pada akhir Juli. Konflik lima hari itu menewaskan lebih dari 40 orang dan memaksa 300.000 warga mengungsi.

    “Intervensi tepat waktu ini, yang mencegah konflik berpotensi menghancurkan, sangat penting dalam mencegah jatuhnya banyak nyawa dan membuka jalan menuju pemulihan perdamaian antara kedua negara,” ujar Hun Manet, seperti dikutip Newsweek, Rabu (13/8/2025).

    “Upaya konsistennya untuk mencapai perdamaian melalui diplomasi sangat sejalan dengan visi Alfred Nobel,” tambahnya.

    Menurut Reuters, Trump menekan Hun Manet dan Penjabat PM Thailand Phumtham Wechayachai dengan mengatakan tidak akan ada kemajuan dalam negosiasi tarif perdagangan hingga konflik dihentikan. Gencatan senjata dicapai pada 28 Juli, disusul perjanjian damai rinci pada 7 Agustus.

    Dukungan bagi Trump juga datang dari Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan dan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev usai pertemuan puncak di Washington pada 8 Agustus yang menghasilkan kesepakatan bersejarah mengakhiri konflik Nagorno-Karabakh. Kesepakatan ini mencakup pembukaan koridor transit “Trump Route for International Peace and Prosperity (TRIPP)” di Armenia.

    “Sebagai negara yang berperang selama lebih dari tiga dekade, memiliki tanda tangan bersejarah ini sungguh sangat berarti,” kata Aliyev. “Ini adalah hasil nyata dari kepemimpinan Presiden Trump, dan tak seorang pun dapat mencapainya.”

    Sementara Pashinyan menambahkan bahwa ia akan “mendukung penuh” nominasi Nobel untuk Trump.

    Dari Afrika, Brice Oligui Nguema, Presiden Gabon, dan Menteri Luar Negeri Rwanda Olivier Nduhungirehe juga tercatat memberi dukungan. Olivier memuji peran Trump dalam mendorong kesepakatan damai antara Rwanda dan Republik Demokratik Kongo.

    Di Timur Tengah, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerahkan surat nominasi langsung ke Trump saat berkunjung ke Gedung Putih pada Juli. Sementara itu, pemerintah Pakistan secara resmi mengajukan nominasi atas “intervensi diplomatik tegas” Trump selama konflik empat hari dengan India, meski India membantah klaim tersebut.

    Gedung Putih mengeklaim Trump telah membantu mengakhiri atau meredakan sedikitnya enam konflik global lain, termasuk Israel-Iran, Serbia-Kosovo, dan Mesir-Etiopia.

    “Satu kesepakatan damai per bulan,” kata juru bicara Karoline Leavitt.

    Pengumuman pemenang Hadiah Nobel Perdamaian dijadwalkan pada Oktober. Meski mendapat dukungan internasional, Trump menyatakan pesimistis.

    “Apapun yang saya lakukan, mereka tidak akan memberikannya,” ujarnya. “Saya tidak berpolitik untuk itu. Banyak orang yang berpolitik.”

    Adapun masih ada sejumlah konflik yang justru memberikan sentimen negatif terkait potensi pemberian Nobel Perdamaian, yakni perang Rusia-Ukraina yang masih menyisakan tanda tanya apakah peran Trump akan mampu mengakhiri konflik atau memperburuknya.

    Sikap Trump atas konflik Gaza juga bisa menjadi ganjalan, mengingat sikap kerasnya mendukung Israel yang dinilai banyak negara melakukan genosida.

    Komite Nobel menerima ratusan nominasi setiap tahun dan tidak akan mengungkapkan daftar resmi nominasi hingga 50 tahun mendatang.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • PM Selandia Baru Bilang Netanyahu Telah Bertindak Terlalu Jauh!

    PM Selandia Baru Bilang Netanyahu Telah Bertindak Terlalu Jauh!

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Christopher Luxon melontarkan kata-kata keras terhadap pemimpin Israel Benjamin Netanyahu. Dia menyebut Netanyahu telah “kehilangan kendali” dan bertindak terlalu jauh dalam upayanya untuk mengobarkan perang di Gaza.

    “Apa yang terjadi di Gaza benar-benar mengerikan,” kata Luxon, dilansir kantor berita AFP, Rabu (13/8/2025).

    “Netanyahu telah bertindak terlalu jauh. Saya pikir dia telah kehilangan kendali,” cetus Luxon.

    “Dia tidak mendengarkan komunitas internasional dan itu tidak dapat diterima,” imbuh pemimpin negeri Kiwi tersebut.

    Netanyahu baru-baru ini meluncurkan rencana untuk menguasai Kota Gaza dan melenyapkan kelompok Hamas. Dia bersikeras bahwa itu adalah “cara terbaik untuk mengakhiri perang”, meskipun seruan untuk menghentikan pertumpahan darah semakin meningkat.

    Para ahli yang didukung PBB telah memperingatkan tentang kelaparan yang meluas di wilayah tersebut, di mana Israel telah sangat membatasi masuknya bantuan kemanusiaan.

    Israel telah menghadapi kritik yang semakin meningkat atas perang di Gaza, yang dipicu oleh serangan Hamas pada Oktober 2023 terhadap Israel. Namun, Israel terus melancarkan serangan tanpa henti ke Gaza.

    Sejumlah pesawat dan tank Israel kembali membombardir area timur Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza pada Selasa (12/8) waktu setempat. Sedikitnya 11 orang tewas akibat gempuran militer Israel tersebut.

    Serangan itu, dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (13/8/2025), terjadi setelah Israel mengatakan akan melancarkan serangan terbaru dan mengambil alih kendali atas Kota Gaza, yang sempat dikuasai secara singkat tak lama setelah perang berkecamuk pada Oktober 2023.

    Sejumlah saksi mata dan petugas medis di Gaza mengatakan bahwa serangan Israel menghantam dua rumah di pinggiran Zeitoun, Kota Gaza, dan menewaskan sedikitnya tujuh orang. Pengeboman lainnya menghantam sebuah gedung apartemen di pusat Kota Gaza dan menewaskan sedikitnya empat orang.

    Sebelumnya, Selandia Baru pada hari Senin lalu mengisyaratkan akan bergabung dengan negara-negara seperti Australia, Kanada, Prancis, dan Inggris dalam mengakui kedaulatan negara Palestina.

    “Selandia Baru telah menegaskan sejak lama bahwa pengakuan kami terhadap negara Palestina hanyalah masalah waktu, bukan apakah akan terjadi,” kata Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters.

    “Kabinet akan mengambil keputusan resmi pada bulan September mengenai apakah Selandia Baru harus mengakui negara Palestina pada saat ini — dan jika ya, kapan dan bagaimana,” imbuhnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Netanyahu Serukan Warga Iran Turun ke Jalan, Ada Apa?

    Netanyahu Serukan Warga Iran Turun ke Jalan, Ada Apa?

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, menyerukan warga Iran untuk turun ke jalanan dan memprotes pemerintah negara tersebut. Seruan ini disampaikan saat Teheran menghadapi kekurangan pasokan listrik dan air.

    Netanyahu dalam pesan video yang diunggah online, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Rabu (13/8/2025), menyerukan warga Iran untuk menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah mereka atas kesulitan yang kini dihadapi negara tersebut.

    Netanyahu, dalam pesannya untuk warga Iran, membahas soal kekurangan air yang sedang berlangsung di Iran, yang telah menyebabkan penurunan drastis ketinggian air di waduk-waduk yang ada di negara itu.

    Pekan lalu, otoritas Iran juga memerintahkan banyak kantor pemerintahan untuk tutup sementara dalam upaya mengurangi konsumsi listrik, ketika gelombang panas membebani kapasitas pembangkit listrik di negara tersebut.

    “Di tengah teriknya musim panas ini, Anda bahkan tidak punya air bersih dan dingin untuk diberikan kepada anak-anak Anda,” kata Netanyahu dalam pesan videonya.

    “Jadi inilah kabar baiknya: saat negara Anda terbebas, para pakar air terkemuka Israel akan membanjiri setiap kota di Iran dengan membawa teknologi dan pengetahuan mutakhir,” cetusnya.

    Netanyahu kemudian menyerukan warga Iran untuk “mengambil risiko demi kebebasan” dengan “turun ke jalan” dan “membangun masa depan yang lebih baik bagi keluarga Anda dan seluruh warga Iran”.

    Pernyataan Netanyahu tersebut disampaikan dua bulan setelah kedua negara yang bermusuhan itu terlibat perang selama 12 hari, yang diwarnai aksi saling serang secara intens, pada Juni lalu.

    Serangan mendadak Tel Aviv menewaskan sejumlah komandan militer senior, ilmuwan nuklir, dan ratusan orang lainnya di Iran. Teheran membalas dengan salvo rudal balistik, dengan beberapa rudal berhasil menghindari pertahanan udara Israel dan menewaskan sedikitnya 30 orang.

    Netanyahu sebelumnya menggunakan pesan video serupa untuk berbicara kepada negara-negara yang berselisih dengan Israel, dan menyerukan kepada rakyat negara itu untuk mengambil tindakan sendiri.

    Pesan video ini muncul di tengah meningkatnya tekanan dari dalam negeri dan luar negeri untuk mengakhiri perang Gaza, di tengah peringatan akan terjadinya bencana kelaparan dan demi mengamankan pembebasan sandera Israel yang masih ditahan di sana.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Bagaimana Warga Israel Melihat Penderitaan Palestina?

    Bagaimana Warga Israel Melihat Penderitaan Palestina?

    Jakarta

    Saat pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyau bersiap memperluas kampanye militer Israel dan menduduki Jalur Gaza, kritik dan protes dari dalam negeri kian menguat. Akhir pekan lalu, Israel mencatat salah satu gelombang protes terbesar terhadap perang di Gaza, dengan puluhan ribu warga turun ke jalan di sejumlah kota.

    Saat ini, sekitar 50 sandera Israel masih ditahan kelompok bersenjata Hamas di Gaza. Pihak keluarga khawatir rencana baru Perdana Menteri Benjamin Netanyahu justru akan makin membahayakan nyawa sandera.

    “Kami tahu keputusan untuk menduduki lebih banyak wilayah akan membuat nyawa sandera terancam,” kata Gil Dickmann, sepupu Carmel Gat, sandera yang dieksekusi Hamas setelah pasukan Israel memutuskan menduduki Rafah. “Itulah yang terjadi pada Carmel. Dia disandera Hamas di Rafah. Ketika tentara Israel memutuskan untuk menduduki Rafah, Hamas memutuskan mengeksekusinya bersama lima sandera lain.”

    “Kami tahu satu-satunya cara mereka bisa kembali hidup-hidup adalah melalui kesepakatan untuk membebaskan semua sandera,” ujar Naama Shueka, sepupu Evyatar David, sandera Israel yang baru-baru ini muncul dalam video Hamas. “Jadi kami berteriak: Tolong hentikan pertempuran. Tolong selamatkan orang-orang yang kami cintai. Tolong jangan biarkan mereka mati kelaparan.”

    Mayoritas warga dukung negosiasi

    Seiring berkecamuknya perang, jumlah warga Israel yang mendukung posisi keluarga sandera terus bertambah. Survei oleh Israel Democracy Institute (IDI), lembaga riset nonpartisan, menunjukkan perubahan sikap publik tersebut.

    Pada pertengahan Oktober 2023, tak lama setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, hanya 17 persen warga Israel yang mendukung langkah pemerintah bernegosiasi demi membebaskan sandera meski harus menghentikan perang. Menjelang peringatan setahun serangan itu, angka dukungan melonjak menjadi 53 persen.

    Pada pertengahan Juli tahun ini, survei yang dilakukan media lokal Channel 12 menunjukkan 74 persen warga Israel mendukung pemerintah mencapai kesepakatan dengan Hamas demi membebaskan seluruh sandera dan mengakhiri perang di Gaza.

    Minim simpati untuk Gaza

    Dalam survei IDI akhir Juli, peneliti bertanya, “Sejauh mana Anda pribadi terganggu atau tidak terganggu oleh laporan kelaparan dan penderitaan di Gaza?” Lebih dari tiga perempat warga Yahudi Israel — 79 persen — menjawab tak terlalu terganggu atau sama sekali tidak terganggu. Mereka juga percaya militer Israel sudah bertindak cukup untuk menghindari penderitaan yang tidak perlu.

    Sebaliknya, 86 persen warga Arab Israel mengaku sangat atau cukup terganggu oleh laporan bencana kemanusiaan di Gaza.

    IDI juga pernah bertanya alasan terpenting mengakhiri perang. Lebih dari separuh menjawab demi membebaskan sandera yang tersisa. Hanya 6 persen yang mengatakan perang harus diakhiri “karena besarnya korban jiwa” dan demi perdamaian.

    Seorang warga Tel Aviv, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengatakan kini memang lebih banyak orang berbicara tentang Gaza. “Tapi fokus umum tetap pada sandera dan tentara, serta keengganan untuk terjebak dalam perang tanpa akhir.”

    Dia menambahkan, realitas warga Gaza dan Israel sangat berbeda. “Lagi pula, blokade Gaza selama 17 tahun, dengan segala akibatnya bagi penduduk sebelum perang — dan hanya sejam berkendara dari Tel Aviv — juga tidak pernah benar-benar menarik perhatian orang Israel.”

    Sikap ekstrem jadi arus utama?

    Pada Maret 2025, Tamir Sorek, profesor di Pennsylvania State University yang meneliti hubungan budaya dan konflik Israel-Palestina, mengadakan survei yang menemukan 82 persen warga Yahudi Israel bisa membayangkan pengusiran total warga Palestina dari Gaza.

    Menurut Sorek, sikap yang dulunya marjinal dan ekstrem ini, sekarang telah menjadi arus utama, berakar sejak 1930-an, menguat ketika prospek perdamaian runtuh pada 1990-an, kecemasan eksistensial meningkat, dan pengaruh politik Zionis religius menguat di abad ke-21.

    Survei Pew Research Center pada bulan yang sama menemukan, hanya 21 persen warga Israel percaya Israel dan negara Palestina bisa hidup berdampingan secara damai — terendah sejak 2013. Laporan lapangan media internasional seperti BBC, The New York Times, dan Sueddeutsche Zeitung menguatkan temuan itu.

    Suara-suara oposisi

    Penulis Israel Etgar Keret telah berbulan-bulan memprotes kebijakan pemerintahnya, dan kini senang karena semakin banyak warga bergabung. “Saya ingin orang yang berjuang bersama saya melakukannya demi alasan universal, liberal, dan penuh cinta kemanusiaan. Tapi meski tidak seperti tu, tujuan kami pada dasarnya sama,” ujarnya.

    Keret juga mencoba menjelaskan mengapa warga Israel kurang peduli pada nasib warga Palestina. “Ada orang-orang yang syok, takut, dan tidak tahu apa yang Netanyahu lakukan. Mereka hanya bergerak dari satu putaran spin [politik] Netanyahu ke putaran berikutnya,” ujarnya. “Jika Anda menonton berita di Israel, dari minggu ke minggu, mereka akan mengatakan hal yang berlawanan. Tidak ada yang konsisten dan sangat sedikit yang masuk akal.”

    Namun, sebagian pengkritik media di Israel mencatat, berdasarkan laporan rating, hanya 40 persen warga Israel menonton program berita utama di televisi. Sementara itu, menurut Asosiasi Internet Israel, 78 persen warga menggunakan media sosial, tempat dokumentasi dan berita perang di Gaza tersebar luas.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Agus Setiawan

    (ita/ita)

  • Israel Bersiap Kirim Serangan Baru, Netanyahu Minta Warga Gaza Keluar

    Israel Bersiap Kirim Serangan Baru, Netanyahu Minta Warga Gaza Keluar

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerukan kembali untuk ‘mengizinkan’ warga Palestina meninggalkan Gaza. Dia mengatakan seruan itu disampaikan karena militernya sedang mempersiapkan serangan yang lebih luas di wilayah Gaza.

    “Beri mereka kesempatan untuk meninggalkan, pertama-tama, zona pertempuran, dan secara umum meninggalkan wilayah tersebut, jika mereka mau,” ujarnya, merujuk pada arus keluar pengungsi selama perang di Suriah, Ukraina, dan Afghanistan, sebagaimana dilansir AFP, Rabu (13/8/2025).

    Di Jalur Gaza, Israel selama bertahun-tahun telah mengontrol ketat perbatasan dan melarang banyak orang pergi.

    “Kami akan mengizinkan ini, pertama-tama di Gaza selama pertempuran, dan kami pasti akan mengizinkan mereka meninggalkan Gaza juga,” kata Netanyahu.

    Bagi warga Palestina, setiap upaya untuk memaksa mereka meninggalkan tanah mereka akan mengingatkan mereka pada “Nakba”, atau bencana — pemindahan massal warga Palestina selama pembentukan Israel pada tahun 1948.

    Netanyahu telah mendukung usulan Trump tahun ini untuk mengusir lebih dari dua juta penduduk Gaza ke Mesir dan Yordania, sementara para menteri sayap kanan Israel telah menyerukan kepergian “sukarela” mereka.

    Serangan Baru Segera Mulai

    Sebelumnya, Netanyahu mengumumkan bahwa serangan militer terbaru terhadap Jalur Gaza akan segera dimulai. Netanyahu mengatakan bahwa dirinya berharap dapat menyelesaikan serangan terbaru ke Jalur Gaza dengan “cukup cepat”.

    Hal tersebut, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (11/8), disampaikan Netanyahu setelah rapat dengan kabinet keamanan Israel menyetujui rencana yang banyak dikritik untuk mengambil alih kendali atas Jalur Gaza.

    Dikatakan oleh Netanyahu, pada Minggu (10/8), bahwa dirinya tidak memiliki pilihan selain “menyelesaikan pekerjaannya” dan mengalahkan Hamas untuk membebaskan para sandera yang diculik dari wilayah Israel.

    Kantor Netanyahu mengatakan pada Minggu (10/8) malam bahwa sang PM Israel telah berbicara dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk membahas “rencana Israel untuk menguasai sisa benteng Hamas di Gaza”.

    Simak juga Video: Pensiunan Pilot Militer Israel Demo Minta Hentikan Perang di Gaza

    Halaman 2 dari 2

    (zap/yld)

  • Korut Kecam Keras Rencana Israel Kuasai Kota Gaza

    Korut Kecam Keras Rencana Israel Kuasai Kota Gaza

    Pyongyang

    Otoritas Korea Utara (Korut) mengecam keras rencana Israel menguasai Kota Gaza, Palestina. Korut menilai rencana tersebut melanggar hukum internasional.

    “‘Keputusan’ Kabinet Israel tentang pendudukan penuh Jalur Gaza, Palestina, merupakan tindakan yang jelas melanggar hukum internasional,” ujar seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri kepada Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) dilansir dari Aljazeera, Rabu (13/8/2025).

    Juru bicara tersebut mengatakan rencana ini “jelas menunjukkan niat jahat Israel untuk merebut wilayah Palestina yang diakui secara internasional”. Ia menekankan Gaza merupakan bagian tak terpisahkan dari wilayah Palestina.

    Korea Utara “dengan keras mengecam dan menolak tindakan kriminal Israel yang merebut wilayah tersebut, yang memperburuk krisis kemanusiaan di Jalur Gaza dan secara sewenang-wenang melanggar perdamaian dan stabilitas di kawasan Timur Tengah”.

    “Kami menuntut agar Israel segera menghentikan serangan bersenjata ilegal terhadap warga Palestina dan sepenuhnya menarik diri dari Jalur Gaza,” sambungnya.

    Kabinet keamanan Israel pekan lalu menyetujui rencana yang diusulkan oleh Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu agar militer Tel Aviv “mengambil alih kendali” atas Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza. Rencana itu disebut bertujuan untuk “mengalahkan” Hamas di Jalur Gaza.

    (isa/isa)

  • Israel Larang 430 Jenis Makanan Masuk Gaza, Termasuk Daging hingga Buah

    Israel Larang 430 Jenis Makanan Masuk Gaza, Termasuk Daging hingga Buah

    Jakarta

    Bencana kelaparan telah terjadi di wilayah Gaza. Situasi itu diperburuk dengan tindakan Israel yang melarang 430 jenis makanan masuk jalur Gaza.

    Dilansir Al Jazeera, Selasa (12/8/2025), kantor media pemerintah Gaza mengatakan sejumlah truk bantuan saat ini telah masuk Gaza sejak bulan lalu setelah adanya tekanan publik internasional. Namun, Israel hingga saat ini masih memblokir 430 jenis makanan masuk ke Gaza.

    Ratusan jenis makanan itu mulai dari daging beku dari segala jenis, ikan beku, keju, produk susu, sayuran beku dan buah-buahan. Israel juga masih memblokir ratusan barang lainnya yang dibutuhkan oleh warga yang kelaparan dan sakit.

    Pernyataan tersebut mengatakan pelonggaran akses bantuan sebagian yang diumumkan pada 27 Juli belum mencabut pembatasan luas terhadap makanan dan barang-barang penting lainnya.

    Israel juga telah secara langsung menargetkan sumber makanan, dengan tidak hanya mencegah bantuan, tetapi juga dengan sengaja mengebom 44 bank makanan, menewaskan puluhan pekerja di dalamnya, dan menargetkan “57 pusat distribusi makanan dengan pemboman”.

    Sebelumnya, kantor media Gaza menuduh COGAT, badan militer Israel yang melaporkan pengiriman bantuan ke wilayah kantong tersebut, atas “upaya menyedihkan untuk menutupi kejahatan yang terdokumentasi secara internasional, yaitu kelaparan sistematis penduduk Jalur Gaza”.

    Tindakan Israel ini di tengah rencana mereka dalam menguasai jalur Gaza sepenuhnya. Seorang pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengingatkan Dewan Keamanan PBB bahwa rencana Israel untuk menguasai Kota Gaza berisiko menimbulkan “bencana lain” dengan konsekuensi yang luas. Ini disampaikan seiring Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersikeras bahwa tujuannya bukanlah untuk menduduki wilayah tersebut.

    Dewan Keamanan PBB mengadakan sidang darurat pada Minggu (10/8) waktu setempat setelah Israel mengatakan militernya akan “mengambil alih” Kota Gaza, dalam sebuah rencana yang disetujui oleh kabinet keamanan Netanyahu.

    “Jika rencana ini dilaksanakan, kemungkinan akan memicu bencana lain di Gaza, bergema di seluruh wilayah dan menyebabkan pengungsian, pembunuhan, dan kehancuran lebih lanjut,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PBB Miroslav Jenca kepada Dewan Keamanan pada Minggu (10/8) waktu setempat, dilansir kantor berita AFP, Senin (11/8).

    (ygs/isa)

  • Coretan ‘Holocaust in Gaza’ di Tembok Ratapan

    Coretan ‘Holocaust in Gaza’ di Tembok Ratapan

    Jakarta

    Ada coretan ‘Holocaust in Gaza’ di Tembok Ratapan area Yerusalem. Coretan itu pun menuai reaksi keras di kalangan para pemimpin agama dan politisi Israel.

    Dirangkum detikcom dilansir kantor berita AFP dan Al Arabiya, Selasa (12/8/2025), Tembok Ratapan yang ada di area Yerusalem mengalami vandalisme dengan coretan berbunyi ‘Holocaust di Gaza’ ditemukan pada salah satu bagian. Coretan yang mengecam perang Israel di Jalur Gaza itu tertulis dalam bahasa Ibrani.

    Coretan itu ditemukan pada bagian selatan Tembok Ratapan, atau Western Wall, yang masih merupakan bagian dari kompleks suci Masjid Al-Aqsa di Old City, Yerusalem, yang dianeksasi oleh Israel.

    “Ada holocaust di Gaza,” demikian bunyi coretan dalam bahasa Ibrani yang ditemukan di Tembok Ratapan pada Senin (11/8) waktu setempat. Coretan serupa ditemukan di dinding Sinagoge Agung dan beberapa tempat lainnya di area Yerusalem.

    Tonton juga video “Albanese Telepon Netanyahu: Dia Menyangkal soal Penderitaan Gaza” di sini:

    Holocaust, atau holokaus, merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut pembunuhan, atau genosida, terhadap enam juta warga Yahudi Eropa selama Perang Dunia II silam oleh Nazi Jerman yang dipimpin Adolf Hitler.

    Tembok Ratapan merupakan situs paling suci bagi umat Yahudi, di mana mereka diperbolehkan untuk berdoa di sana. Umat Yahudi, menurut perjanjian “status quo” yang telah berlaku selama puluhan tahun, hanya boleh berkunjung tetapi tidak diperbolehkan untuk berdoa di dalam kompleks Al-Aqsa.

    Aksi vandalisme dengan coretan anti-perang Gaza itu menuai kemarahan di Israel, dengan Rabbi Shmuel Rabinovitch dari Tembok Ratapan menyebutnya sebagai “penodaan”.

    “Tempat suci bukanlah tempat untuk mengekspresikan protes… Polisi harus menyelidiki tindakan ini, melacak para penjahat yang bertanggung jawab atas penodaan tersebut, dan membawa mereka ke pengadilan,” kata Rabinovitch dalam pernyataannya.

    Tonton juga video “Dokter Indonesia Cerita Pengalaman Saat Tugas di Gaza” di sini:

    Kepolisian Israel mengatakan pihaknya telah menangkap seorang tersangka berusia 27 tahun terkait vandalisme terhadap Tembok Ratapan itu. Tersangka yang tidak disebut namanya itu langsung diadili pada Senin (11/8), dengan pihak kepolisian meminta agar penahanannya diperpanjang.

    Kecaman terhadap vandalisme itu juga disampaikan oleh Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir — yang mengawasi badan-badan penegak hukum Israel. Ben Gvir yang dikenal kontroversial ini mengatakan dirinya terkejut dan menjanjikan bahwa kepolisian akan bertindak “secepat kilat”.

    Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang tidak kalah kontroversial dari Ben Gvir, menyebut pelaku vandalisme itu sudah “lupa apa artinya menjadi seorang Yahudi”.

    Kecaman keras juga datang dari mantan Menteri Pertahanan Benny Gantz, yang kini menjadi pemimpin oposisi, yang menyebut vandalisme itu sebagai “kejahatan terhadap seluruh bangsa Yahudi”.

    Halaman 2 dari 3

    (whn/isa)

  • Arab Saudi Kecam Israel Perluas Serangan di Gaza: Pembersihan Etnis!

    Arab Saudi Kecam Israel Perluas Serangan di Gaza: Pembersihan Etnis!

    Riyadh

    Kabinet Arab Saudi mengecam keputusan Israel untuk memperluas operasi militer di wilayah Jalur Gaza. Riyadh menyebut Tel Aviv sedang melakukan “pembersihan etnis” terhadap warga Palestina.

    Kecaman terhadap Israel itu, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (12/8/2025), disampaikan oleh kabinet Saudi saat menggelar rapat di NEOM, yang dipimpin langsung oleh Putra Mahkota Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), yang secara resmi menjabat sebagai Perdana Menteri (PM) Saudi.

    “Kabinet dengan tegas dan dengan suara keras mengecam keputusan pendudukan Israel untuk menduduki Jalur Gaza dan mengutuk kegigihan mereka dalam melakukan serangkaian kejahatan kelaparan, praktik brutal, dan pembersihan etnis terhadap rakyat Palestina,” demikian dilaporkan Saudi Press Agency (SPA).

    Kabinet Saudi, menurut SPA, juga “menekankan bahwa ketidakmampuan komunitas internasional dan Dewan Keamanan yang berkelanjutan untuk menghentikan serangan dan pelanggaran ini telah merusak dasar sistem internasional dan legitimasi internasional”.

    Kecaman itu dilontarkan setelah kabinet keamanan Israel, pekan lalu, menyetujui rencana yang diusulkan oleh Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu agar militer Tel Aviv “mengambil alih kendali” atas Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza.

    Rencana itu, menurut Israel, bertujuan untuk “mengalahkan” kelompok Hamas di Jalur Gaza.

    Rencana Israel untuk menguasai Kota Gaza dan memperluas serangan di Jalur Gaza itu menuai banyak kritikan. Namun, Netanyahu menyampaikan pembelaannya.

    “Israel tidak memiliki pilihan selain menyelesaikan pekerjaan dan menuntaskan kekalahan Hamas,” tegasnya.

    “Kami memiliki sekitar 70 persen hingga 75 persen wilayah Gaza di bawah kendali Israel, kendali militer. Tetapi kami masih memiliki dua benteng tersisa, oke? Ini adalah Kota Gaza dan kamp-kamp pusat di Al Mawasi,” ucap Netanyahu merujuk pada lokasi dua benteng Hamas yang tersisa di Jalur Gaza.

    Netanyahu, pada Senin (11/8), mengumumkan bahwa serangan militer terbaru terhadap Jalur Gaza akan segera dimulai. Netanyahu berharap dapat menyelesaikan serangan terbaru ke Jalur Gaza dengan “cukup cepat”.

    Tonton juga video “Ini Daftar 10 Negara Paling Islami di Dunia, Enggak Ada Indonesia” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)