Tag: Benjamin Netanyahu

  • Massa Kembali Kepung Rumah Netanyahu: Dia Bencana bagi Israel

    Massa Kembali Kepung Rumah Netanyahu: Dia Bencana bagi Israel

    Jakarta, CNN Indonesia

    Sejumlah warga Israel kembali melakukan aksi demonstrasi di depan kediaman Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Yerusalem Barat.

    Melansir Al Jazeera, para warga menyerukan bahwa Netanyahu merupakan bencana bagi Israel. Mereka juga membawa sejumlah poster protes dengan tulisan bervariatif.

    Di antaranya, ‘Bibi berbahaya, mundur lah sekarang,’ Bibi mengacu pada julukan perdana menteri. Ada juga poster bertuliskan ‘Netanyahu adalah bencana terbesar bagi Israel’.

    Terlihat pula para demonstran juga membawa bendera Israel dihalau mendekati kediaman tersebut oleh pasukan polisi Israel.

    Aksi demonstrasi serupa tak hanya terjadi di Israel. Beberapa negara lain termasuk Indonesia melakukan aksi bela Palestina dan mengutuk apa yang dilakukan Israel itu.

    Ratusan ribu warga di London turun ke jalan untuk menuntut gencatan senjata permanen antara Israel dan milisi di Palestina, Hamas, Sabtu (25/11).

    Lembaga non pemerintah yang menginisiasi aksi ini, Palestine Solidarity Campaign,, menyatakan sekitar 300 ribu orang hadir di demo tersebut.

    Pihak berwenang Inggris juga menyatakan mereka mengerahkan 1.500 petugas polisi untuk menangani aksi itu.

    Berdasarkan laporan Al Jazeera melalui tayangan video, para pendemo banyak yang membawa bendera Palestina.

    Mereka juga membentangkan spanduk bertuliskan “Pawai Nasional untuk Palestina, gencatan senjata permanen sekarang! Setop perang di Gaza.”

    Adapun Israel melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober lalu. Menurut otoritas kesehatan Gaza, Israel telah membunuh lebih dari 14.854 warga Palestina, termasuk 6.150 anak-anak dan lebih dari 4.000 wanita.

    (khr/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Israel Terima Daftar Sandera yang akan Dibebaskan Hamas dari Gaza

    Israel Terima Daftar Sandera yang akan Dibebaskan Hamas dari Gaza

    Jakarta, CNN Indonesia

    Israel telah menerima daftar sandera yang akan dibebaskan oleh Hamas. Daftar itu didapat pada hari pertama gencatan senjata antara Hamas dengan Israel di Jalur Gaza.

    Penerimaan daftar ini menyusul pembebasan 24 orang yang ditahan Hamas beberapa waktu lalu. Pemerintah Israel mengkaji daftar tersebut.

    “Pejabat-pejabat keamanan Israel sedang mengecek ulang daftar tersebut,” kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dilansir Reuters, Sabtu (25/11).

    Tiga belas orang dari tahanan yang dibebaskan adalah warga Israel. Ada pula 10 orang pekerja Thailand dan seorang warga Filipina yang dibebaskan bersamaan.

    Tahanan-tahanan itu telah diserahkan ke otoritas Mesir di perbatasan Rafah. Delapan orang anggota Palang Merah Internasional ikut serta dalam penerimaan para tahanan.

    “Mereka kemudian dibawa ke Israel untuk pemeriksaan kesehatan dan bertemu kerabat,” tulis Reuters.

    Pada saat bersamaan, Israel membebaskan 39 warga Palestina yang mereka tahan. Tahanan-tahanan itu terdiri dari anak-anak dan perempuan.

    Sebelumnya, Israel dan Hamas menyetujui gencatan senjata selama empat hari. Selama gencatan senjata itu, mereka sepakat untuk membebaskan para tahanan.

    Jalur bantuan kemanusiaan pun dibuka melalui Rafah. Organisasi Bulan Sabit Merah Palestina menyebut 196 truk konvoi mengirim bantuan kemanusiaan pada Jumat (24/11).

    Bantuan ini disebut menjadi yang terbesar setelah serangan Israel ke Gaza beberapa pekan lalu. Sekitar 1.759 truk telah memasuki daerah tersebut sejak 21 Oktober.

    Presiden AS Joe Biden mengatakan ada peluang nyata untuk memperpanjang gencatan senjata di Gaza. Peluang ini penting untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza.

    Dia tak ingin berspekulasi berapa lama perang Israel-Hamas akan berlangsung. Ketika ditanya pada konferensi pers apa harapannya, dia mengatakan tujuan Israel untuk melenyapkan Hamas adalah sah namun sulit.

    (dhf/pmg)

    [Gambas:Video CNN]

  • Peran AS-Inggris di Balik Gagalnya Resolusi Gencatan Senjata di Gaza

    Peran AS-Inggris di Balik Gagalnya Resolusi Gencatan Senjata di Gaza

    Jakarta

    Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) gagal lagi menciptakan konsensus untuk menghentikan perang antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza. Penyebabnya, Amerika Serikat (AS), dan Inggris menentang rencana resolusi karena menyebut soal gencatan senjata.

    Sidang Dewan Keamanan PBB sebelumnya juga gagal menyepakati resolusi soal Jalur Gaza, termasuk karena adanya dua veto dari AS. Situasi ini semakin menggarisbawahi kompleksitas dalam mencapai konsensus mengenai masalah penting ini.

    Diketahui bahwa resolusi Dewan Keamanan PBB berbeda dengan resolusi Majelis Umum PBB, yang dalam rapat darurat pada akhir Oktober lalu berhasil meloloskan resolusi yang menyerukan ‘gencatan senjata kemanusiaan segera’ di Jalur Gaza.

    Resolusi Majelis Umum PBB soal gencatan senjata itu mendapatkan 122 suara dukungan dan 14 suara menolak, dengan sebanyak 55 negara lainnya abstain. Meskipun didukung mayoritas negara anggota, resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat dan hanya mencerminkan sikap berbagai negara.

    Sementara itu, resolusi Dewan Keamanan PBB diketahui bersifat mengikat secara hukum, dan bisa digunakan untuk menuntut Israel agar menerima gencatan senjata atau jeda kemanusiaan di Jalur Gaza.

    AS dan Inggris Tolak Rencana Resolusi

    Seperti dilansir CNN, Selasa (7/11/2023), Dewan Keamanan PBB menggelar sidang tertutup pada Senin (6/11), waktu setempat. Sidang itu diharapkan bisa menghasilkan resolusi untuk menangani perang dan krisis kemanusiaan di Gaza.

    Rancangan resolusi tersebut, sebelumnya disusun oleh kelompok E-10, yang terdiri dari 10 negara anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

    Namun, AS dan Inggris yang sama-sama merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, dan memiliki hak veto, menentang rancangan resolusi tersebut.

    Negara-negara Barat, khususnya AS dan Inggris, menolak isi resolusi yang menyertakan seruan gencatan senjata di Jalur Gaza. Padahal, seruan gencatan senjata telah didukung oleh beberapa anggota Dewan Keamanan PBB lainnya.

    Lihat juga Video ‘Israel Rilis Video Pengeboman Jalur Masuk Terowongan Hamas’:

    Selanjutnya: AS ingin jeda kemanusiaan.

    AS Ingin Jeda Kemanusiaan

    AS, sekutu dekat Israel, lebih mendorong ‘jeda kemanusiaan’ dibandingkan gencatan senjata di Jalur Gaza. Mereka juga belum menentukan berapa lama jeda dalam pertempuran akan diberlakukan.

    Wood menyatakan bahwa pembahasan soal jeda kemanusiaan sedang berlangsung. “Dan kami tertarik untuk membahas hal tersebut,” ujarnya.

    Namun demikian, lanjut Wood, ada juga perbedaan pendapat dalam Dewan Keamanan PBB mengenai apakah hal itu bisa diterima.

    Duta Besar China Jun Zhang, secara terpisah, menyerukan sentimen senada yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres, dengan menekankan bahwa ‘Gaza menjadi kuburan bagi anak-anak’. Dia menyerukan gencatan senjata segera untuk memfasilitasi penyaluran bantuan kemanusiaan.

    “Saat kita berbicara saat ini, warga sipil Palestina terus dibunuh. Anak-anaklah yang paling terkena dampaknya, seperti yang telah disampaikan oleh beberapa pejabat AS. Gaza menjadi kuburan bagi anak-anak. Tidak ada yang aman,” tegasnya.

    Dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada awal pekan ini, negara-negara anggota mendengarkan penjelasan dari para pejabat kemanusiaan PBB soal situasi keamanan yang mengerikan di daerah kantong Palestina tersebut.

    Selanjutnya: Israel tolak gencatan senjata.

    Netanyahu Tolak Gencatan Senjata

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menolak gencatan senjata tanpa adanya pembebasan sandera yang ditahan Hamas di Jalur Gaza. Namun dia mempertimbangkan ‘jeda taktis’ demi memfasilitasi masuknya bantuan kemanusiaan atau pembebasan sandera.

    Seperti dilansir Al Arabiya dan Al Jazeera, Selasa (7/11), serangan udara Israel terhadap Jalur Gaza dan operasi darat menargetkan Hamas masih berlanjut. Menurut otoritas kesehatan Gaza, sedikitnya 10.000 orang tewas akibat serangan Israel selama sebulan terakhir.

    Gempuran Israel itu menjadi respons atas serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober lalu, yang menurut para pejabat Tel Aviv, menewaskan lebih dari 1.400 orang dan membuat 240 orang disandera di Jalur Gaza. Tidak hanya warga sipil dan tentara Israel, sejumlah warga negara asing juga menjadi sandera Hamas.

    Baik Israel dan Hamas menolak tekanan internasional yang semakin besar untuk menerapkan gencatan senjata di Jalur Gaza. Israel meminta Hamas membebaskan para sandera terlebih dahulu, sedangkan Hamas menyatakan enggan membebaskan sandera atau menghentikan pertempuran saat Jalur Gaza terus diserang.

    Ketika ditanya apakah dirinya bersedia menerima jeda kemanusiaan di Jalur Gaza dalam wawancara dengan media terkemuka Amerika Serikat (AS), ABC News, Netanyahu menjawab: “Ya, tidak akan ada gencatan senjata, tidak ada gencatan senjata secara umum di Gaza tanpa pembebasan para sandera.”

    Namun dia menambahkan soal kemungkinan adanya ‘jeda taktis’ yang berlangsung sebentar demi membuka akses untuk bantuan kemanusiaan atau membuka peluang untuk pembebasan sandera oleh Hamas.

    “Namun untuk jeda taktis sebentar — satu jam di sini, satu jam di sana — kami sudah pernah melakukan itu sebelumnya,” ucap Netanyahu dalam wawancara dengan ABC News seperti dilansir Reuters.

    “Saya kira kami akan memeriksa keadaannya, demi memungkinkan barang-barang, barang-barang kemanusiaan, bisa masuk, atau para sandera, sandera individu, bisa pergi,” cetusnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pilu Gaza Jadi Kuburan Bagi Anak-anak Kala 10 Ribu Orang Tewas

    Pilu Gaza Jadi Kuburan Bagi Anak-anak Kala 10 Ribu Orang Tewas

    Gaza

    Jumlah korban tewas terus bertambah seiring serangan Israel terhadap militan Palestina makin intens. Total korban jiwa di Gaza sudah mencapai 10 ribu orang.

    Dilansir AFP, Selasa (7/11/2023), diketahui Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah berjanji tidak akan menyerah meskipun ada seruan untuk gencatan senjata. Pejabat Israel mengatakan hal itu buntut serangan Hamas pada 7 Oktober yang menyebabkan 1.400 orang tewas di Israel, yang menurutnya sebagian besar warga sipil, dan menyebabkan lebih dari 240 orang disandera.

    Belum Ada Tanda-tanda Gencatan Senjata

    Gedung Putih mengatakan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Netanyahu membahas potensi ‘jeda taktis’ dalam panggilan telepon pada Senin (6/11) kemarin.

    Namun tidak ada kesepakatan yang diumumkan kedua pihak. Selain itu, kedua pihak tidak membicarakan kemungkinan gencatan senjata kemanusiaan, yang menurut PBB sangat diperlukan.

    Korban tewas akibat serangan Israel di Gaza terus bertambah. Foto: REUTERS/MOHAMMED SALEM

    Lebih dari 4.000 Anak Tewas

    Sementara itu, Kementerian Kesehatan menyebut korban tewas di Gaza termasuk lebih dari 4.000 anak-anak. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan kepada wartawan bahwa wilayah yang dibombardir itu menjadi ‘kuburan bagi anak-anak’.

    Biden sebelumnya mempertanyakan validitas angka yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Gaza, meskipun juru bicara Pentagon pada Senin mengakui bahwa korban sipil berjumlah ribuan.

    Simak selengkapnya di halaman berikutnya

    Pasukan darat dengan tank telah membanjiri bagian utara Jalur Gaza dan memperketat pengepungan Kota Gaza, yang secara efektif membagi wilayah tersebut menjadi dua.

    Terowongan Hamas

    Tentara Israel mengatakan mereka telah menggempur Gaza dengan serangan ‘signifikan’ terhadap 450 sasaran selama 24 jam sejak Minggu pagi, dan pasukannya menargetkan komandan Hamas di terowongan bawah tanah.

    Korban tewas akibat serangan Israel di Gaza terus bertambah. Foto: REUTERS/MOHAMMED SALEM

    “Kami akan mampu membongkar Hamas, benteng demi benteng, batalion demi batalion, sampai kami mencapai tujuan akhir, yaitu menyingkirkan Jalur Gaza – seluruh Jalur Gaza – dari Hamas,” kata juru bicara militer Israel Jonathan Conricus.

    Namun pejabat tinggi Hamas di Lebanon, Osama Hamdan, mengatakan kelompok tersebut-yang militannya menembakkan 16 roket dari Lebanon ke arah Israel utara pada Senin kemarin, tidak akan pernah menerima pemerintahan boneka di Gaza dan mengatakan bahwa “tidak ada kekuatan di bumi yang dapat memusnahkannya”.

    Sementara itu, pemberontak Huthi di Yaman yang didukung Iran mengklaim bahwa mereka telah melancarkan serangan pesawat tak berawak baru terhadap Israel, meningkatkan kampanye serangan yang mengganggu di tengah kekhawatiran perang dapat meluas.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Geger Menteri Israel Bahas Serangan Nuklir, Rusia: Picu Banyak Pertanyaan

    Geger Menteri Israel Bahas Serangan Nuklir, Rusia: Picu Banyak Pertanyaan

    Moskow

    Rusia turut mengomentari pernyataan kontroversial seorang menteri Israel soal opsi serangan nuklir terhadap Jalur Gaza. Moskow mempertanyakan apakah pernyataan menteri Israel itu secara tidak langsung mengindikasikan pengakuan keberadaan senjata nuklir milik Tel Aviv.

    Seperti dilansir Reuters, Selasa (7/11/2023), Menteri Warisan Israel Amihay Eliyahu memicu kontroversi dengan menyebut serangan nuklir bisa menjadi ‘salah satu cara’ dalam serangan Israel ke Jalur Gaza. Sebagai sanksi, Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu telah menonaktifkan Eliyahu dari rapat kabinet ‘sampai pemberitahuan lebih lanjut’.

    Komentar Eliyahu itu menuai banyak kecaman di luar Israel. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, turut memberikan komentarnya.

    “Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan,” sebut Zakharova dalam komentarnya, seperti dikutip kantor berita Rusia, RIA News Agency.

    Zakharova menyebut masalah utamanya adalah Israel tampaknya mengakui bahwa mereka memiliki senjata nuklir.

    Israel selama ini tidak secara terbuka mengakui bahwa mereka memiliki senjata nuklir, meskipun Federasi Ilmuwan Amerika memperkirakan negara Yahudi itu memiliki sekitar 90 hulu ledak nuklir.

    “Pertanyaan nomor satu — tampaknya kita sedang mendengar pernyataan resmi soal keberadaan senjata nuklir?” ucap Zakharova dalam pernyataannya.

    Jika demikian, lanjut Zakharova, lalu di manakah Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan para pemeriksa nuklir internasional?

    Belum ada tanggapan resmi Israel atas komentar Rusia tersebut.

    Seruan serupa juga dilontarkan oleh Iran, musuh abadi Israel, yang menyerukan tanggapan internasional yang cepat.

    “Dewan Keamanan PBB dan Badan Energi Atom Internasional harus mengambil tindakan segera dan tanpa gangguan untuk melucuti rezim barbar dan apartheid ini. Besok sudah terlambat,” cetus Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian dalam pernyataan via media sosial X.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Warga Israel Demo Kediaman Netanyahu di Tengah Seruan Mundur dari PM

    Warga Israel Demo Kediaman Netanyahu di Tengah Seruan Mundur dari PM

    Tel Aviv

    Warga Israel melakukan unjuk rasa di depan kediaman Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu. Demo itu dilakukan di tengah jejak pendapat yang menunjukkan lebih dari tiga perempat warga Israel percaya Netanyahu harus mundur.

    Dilansir Reuters, Minggu (11/5/2023), pendemo berunjuk rasa sambil mengibarkan bendera Israel. Mereka meneriakkan ‘penjara sekarang!’. Massa juga menerobos penghalang polisi di sekitar kediaman Netanyahu di Yerusalem.

    Protes tersebut bertepatan dengan jajak pendapat yang menunjukkan lebih dari tiga perempat warga Israel percaya Netanyahu harus mengundurkan diri. Hal ini menggarisbawahi meningkatnya kemarahan publik terhadap para pemimpin politik dan keamanan mereka.

    Netanyahu sejauh ini belum menerima tanggung jawab pribadi atas kegagalan serangan mendadak yang menyebabkan ratusan pria bersenjata Hamas menyerbu Israel selatan pada 7 Oktober. Serangan itu menewaskan lebih dari 1.400 orang dan menyandera sedikitnya 240 orang.

    Ketika guncangan awal telah mereda, kemarahan masyarakat pun meningkat, sebab banyak keluarga para sandera yang ditahan di Gaza sangat minim tanggapan pemerintah. Pendemo juga menyerukan agar kerabat mereka dibawa pulang.

    Sementara di Tel Aviv, ribuan orang berdemonstrasi, mengibarkan bendera dan memegang foto beberapa tawanan di Gaza dan poster-poster dengan slogan-slogan. Slogan itu di antaranya ‘Bebaskan para sandera sekarang bagaimanapun caranya’ sementara massa meneriakkan, ‘bawa mereka pulang sekarang’.

    “Kami tidak tahu di mana mereka berada, kami tidak tahu dalam kondisi apa mereka disembunyikan. Saya tidak tahu apakah Kfir mendapat makanan, saya tidak tahu apakah Ariel mendapat cukup makanan. Dia sangat kecil,” kata salah satu warga bernama Bibas-Levy.

    Pada hari Sabtu waktu setempat, jajak pendapat yang dilakukan oleh Channel 13 Television Israel menunjukkan bahwa 76% warga Israel berpendapat bahwa Netanyahu, yang kini menjabat perdana menteri untuk keenam kalinya, harus mengundurkan diri dan 64% mengatakan negara tersebut harus mengadakan pemilu segera setelah perang.

    Ketika ditanya siapa yang paling bersalah atas serangan itu, 44% warga Israel menyalahkan Netanyahu, sementara 33% menyalahkan kepala staf militer dan pejabat senior IDF, dan 5% menyalahkan Menteri Pertahanan. Hal itu menurut jajak pendapat tersebut.

    (lir/fas)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Turki Resmi Tarik Duta Besarnya untuk Israel!

    Turki Resmi Tarik Duta Besarnya untuk Israel!

    Jakarta

    Turki mengatakan pihaknya resmi menarik duta besarnya untuk Israel. Turki juga memutuskan kontak dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu sebagai protes atas pertumpahan darah di Gaza.

    Dilansir AFP, Minggu (5/11/2023), Ankara mengumumkan keputusan tersebut menjelang kunjungan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke Turki. Dalam hal ini Turki memperbaiki hubungan yang rusak dengan Israel sejak dimulainya perang Israel dan Hamas bulan lalu.

    Namun, Ankara memperkeras sikapnya terhadap Israel dan para pendukungnya di Barat, khususnya Amerika Serikat, ketika pertempuran meningkat dan jumlah korban tewas di kalangan warga sipil Palestina melonjak.

    Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan Duta Besar Sakir Ozkan Torunlar dipanggil kembali untuk berkonsultasi.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel Lior Haiat menyebut langkah tersebut sebagai langkah lain dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang berpihak pada organisasi teroris Hamas.

    Pasukan Israel diketahui telah mengepung kota terbesar di Gaza ketika mencoba untuk menghancurkan Hamas sebagai pembalasan atas serangan tanggal 7 Oktober ke Israel. Serangan itu diklaim Israel menewaskan sekitar 1.400 orang yang sebagian besar warga sipil dan menyebabkan sekitar 240 orang disandera.

    Sementara, Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza mengatakan sekitar 9.500 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah tewas dalam serangan Israel.

    “Netanyahu bukan lagi seseorang yang dapat kami ajak bicara. Kami telah mengabaikannya,” ujar Erdogan.

    Lihat juga Video: RS Indonesia di Gaza Krisis Listrik, Padahal Harapan Warga Palestina

    (azh/azh)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Erdogan Tak Mau Lagi Bicara dengan Netanyahu, Tapi Bukan Putus Hubungan

    Erdogan Tak Mau Lagi Bicara dengan Netanyahu, Tapi Bukan Putus Hubungan

    Jakarta

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa dia telah memutuskan kontak dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu karena tindakan Israel di Gaza.

    “Netanyahu bukan lagi seseorang yang dapat kami ajak bicara. Kami telah mencoretnya,” lapor media Turki mengutip pernyataan Erdogan, sebagaimana dilansir kantor berita AFP, Sabtu (4/11/2023).

    Pernyataan Erdogan ini disampaikan seminggu setelah Israel mengatakan pihaknya “mengevaluasi kembali” hubungannya dengan Turki karena retorika Turki yang semakin memanas mengenai perang Israel-Hamas.

    Pemerintah Israel sebelumnya telah menarik semua diplomatnya dari Turki dan negara-negara regional lainnya, sebagai tindakan pencegahan keamanan.

    Pasukan Israel telah mengepung Gaza untuk mencoba menghancurkan Hamas sebagai pembalasan atas serangan tanggal 7 Oktober ke Israel, yang menurut para pejabat Israel telah menewaskan sekitar 1.400 orang. Hamas juga menyandera sekitar 240 orang dalam serangan besar-besaran itu.

    Kementerian Kesehatan di Gaza, yang dikuasai oleh Hamas, mengatakan bahwa lebih dari 9.400 warga Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas dalam rentetan serangan udara Israel dan invasi darat yang semakin gencar.

    Erdogan mengatakan pada hari Sabtu (4/11), bahwa Turki tidak memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Menhan-Menkeu Israel Cekcok Soal Pendapatan Pajak Otoritas Palestina

    Menhan-Menkeu Israel Cekcok Soal Pendapatan Pajak Otoritas Palestina

    Smotrich yang dinaungi partai nasionalis religius garis keras dan mendapat dukungan kuat dari kalangan pemukim Yahudi di Tepi Barat tersebut, merespons seruan Gallant dengan menyebutnya membuat ‘kesalahan serius’ dengan menuntut pencairan dana itu.

    Smotrich juga menegaskan dirinya tetap menentang pembayaran dana pendapatan pajak terhadap Otoritas Palestina, yang akan digunakan untuk membayar gaji sektor publik dan pengeluaran pemerintah lainnya. Dia bahkan menuduh warga Palestina di Tepi Barat mendukung serangan Hamas terhadap Israel awal bulan ini.

    “Saya tidak berniat membiarkan Negara Israel membiayai musuh-musuh kita di Yudea dan Samaria yang mendukung terorisme Hamas dan mendanai teroris 7/10 yang membunuh dan membantai kita,” sebutnya.

    Kedua menteri itu sempat terlibat perselisihan pada awal tahun ini, ketika Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu memecat Gallant karena penolakannya terhadap rencana pemerintah Israel merombak sistem peradilan, sebelum membatalkan keputusan itu usai ditentang publik secara besar-besaran.

    Sementara itu, diketahui bahwa pendapatan pajak, atau yang disebut sebagai maqasa oleh Palestina dan Israel, dikumpulkan oleh pemerintah Israel atas nama Otoritas Palestina atas impor dan ekspor Palestina. Israel, sebagai imbalannya, mendapatkan komisi sebesar 3 persen dari jumlah pendapatan yang dikumpulkan.

    Pendapatan pajak yang dikumpulkan itu diperkirakan mencapai sekitar US$ 188 juta setiap bulan, dan menjadi sumber pendapatan utama bagi Otoritas Palestina.

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Netanyahu Bertekad Tumpas Hamas, Apa Rencana Israel Usai Operasi Darat?

    Netanyahu Bertekad Tumpas Hamas, Apa Rencana Israel Usai Operasi Darat?

    Tel Aviv

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak gencatan senjata dan siap bertempur dalam waktu lama demi mewujudkan sumpahnya menumpas kelompok Hamas. Namun, pakar menilai Israel tak punya rencana pasti mencapai tujuan itu.

    Pemandangan horor yang terus menggentayangi Jalur Gaza usai perang pecah pada 7 Oktober lalu memang sekilas menunjukkan tekad Israel untuk menumpas habis Hamas.

    Tak peduli tekanan para kepala negara dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Netanyahu menolak seruan gencatan senjata dalam pernyataannya pada Senin (30/10).

    “Seruan gencatan senjata terhadap Israel sama dengan seruan bagi Israel untuk menyerah kepada Hamas, menyerah kepada terorisme,” ujar Netanyahu.

    Ia kemudian berkata, “Alkitab mengatakan, ‘Ada waktu untuk berdamai, dan ada waktu untuk berperang.’ Ini adalah waktu untuk berperang.”

    Di tengah retorika Netanyahu yang berapi-api itu, para pakar mempertanyakan rencana Israel untuk mewujudkan sumpahnya memberantas Hamas setelah perang berakhir.

    “Anda tidak dapat menggembar-gemborkan sebuah gerakan bersejarah seperti itu tanpa rencana ke depannya,” ujar kepala Studi Palestina di Pusat Moshe Dayan Universitas Tel Aviv, Michael Milshtein.

    “Anda harus melakukannya sekarang,” tuturnya.

    Sejumlah diplomat Barat mengaku sudah berdiskusi dengan Israel mengenai rencana ke depan itu, tapi hingga kini belum ada wujud konkretnya.

    “Betul-betul bukan rencana yang pasti. Anda bisa menggambarkan beberapa gagasan di atas kertas, tapi untuk mewujudkannya bakal membutuhkan waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan diplomasi,” ujar seorang diplomat.

    Baca juga:

    Dari segi militer, sebenarnya sudah ada beberapa rencana, mulai dari mengerdilkan kemampuan militer Hamas hingga mengambil alih kendali sebagian besar wilayah Jalur Gaza.

    Namun, orang-orang yang berpengalaman menangani krisis-krisis sebelumnya ragu rencana-rencana tersebut dapat terlaksana.

    “Saya rasa tak ada solusi yang mungkin dilakukan bagi Gaza sehari setelah kita mengevakuasi pasukan,” ucap Haim Tomer, seorang mantan pejabat badan intelijen Israel, Mossad.

    Secara politik, Israel satu suara: Hamas harus dikalahkan. Menurut mereka, serangan pada 7 Oktober lalu terlampau mengerikan sehingga Hamas tak boleh lagi menguasai Gaza.

    Kendati demikian, Milshtein menekankan bahwa Hamas adalah sebuah pemikiran sehingga Israel tak bisa menghapus Hamas begitu saja.

    “Ini tidak seperti Berlin pada 1945, ketika Anda menancapkan bendera di Reichstag dan selesai,” katanya.

    Ia menganggap situasi Israel ini lebih mirip dengan Irak pada 2003 silam, ketika pasukan pimpinan Amerika Serikat berupaya menghapus jejak rezim Sadam Hussein.

    Upaya yang dikenal sebagai De-Baathifikasi itu bak bencana. Selama upaya itu digalakkan, ratusan ribu pegawai sipil Irak dan anggota pasukan bersenjata kehilangan pekerjaan, menabur benih pemberontakan yang akhirnya subur.

    Para veteran Amerika dari konflik itu saat ini berada di Israel, berbincang dengan militer setempat mengenai pengalaman mereka di titik-titik panas di Irak, seperti Falluja dan Mosul.

    “Saya berharap mereka menjelaskan kepada orang-orang Israel bahwa mereka membuat kesalahan besar di Irak. Contohnya, jangan berilusi memberangus partai berkuasa atau mengubah pikiran orang. Itu tak akan terjadi,” tutur Milshtein.

    Baca juga:

    Tak hanya pakar dari Israel, pengamat-pengamat Palestina juga memiliki pandangan serupa.

    “Hamas merupakan organisasi akar rumput. Jika mereka ingin menumpas Hamas, mereka harus melakukan pembersihan etnis di seluruh Gaza,” kata Presiden Inisiatif Nasional Palestina, Mustafa Barghouti.

    Gagasan pembersihan etnis dan pengusiran ratusan ribu warga Palestina dari Jalur Gaza ke negara tetangga, Mesir, pun mulai mengemuka.

    Sejumlah pihak Israel, termasuk mantan-mantan pejabat senior, sudah mulai sering membahas betapa penting memindahkan sementara warga Palestina dari Gaza ke Sinai.

    Mantan kepala Dewan Keamanan Nasional Israel, Giora Eiland, mengatakan satu-satunya jalan bagi Israel untuk memenuhi ambisinya tanpa membunuh banyak orang tak bersalah adalah dengan mengevakuasi warga Palestina dari Gaza.

    “Mereka harus menyeberang perbatasan ke Mesir secara sementara atau permanen,” ucapnya.

    Gagasan semacam ini lah yang paling ditakuti orang Palestina. Sebagai populasi yang punya rekam jejak panjang menjadi pengungsi, kemungkinan eksodus besar-besaran memantik ingatan akan kejadian traumatis pada 1948.

    “Kabur berarti hanya punya satu tiket pergi. Mereka tak akan mungkin bisa kembali,” ujar mantan juru bicara Organisasi Pembebasan Palestina, Diana Buttu.

    Ketakutan orang Palestina kian menjadi setelah Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, pada 20 Oktober lalu meminta Kongres menyetujui pemberian dana bantuan untuk Israel dan Ukraina.

    Hingga saat ini Israel memang belum menyatakan secara gamblang keinginan mereka agar warga Palestina melintasi perbatasan.

    Pasukan Pertahanan Israel (IDF) hanya berulang kali mendesak warga sipil ke “area-area” aman di kawasan selatan.

    Namun, Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sissi, sudah mewanti-wanti bahwa perang Israel di Gaza dapat menjadi “upaya untuk menekan warga sipil untuk bermigrasi ke Mesir.”

    Jika berasumsi masih ada warga Gaza di Jalur Gaza ketika perang berakhir, siapa yang akan memerintah mereka?

    “Itu pertanyaan sulit,” kata Milshtein.

    Milshstein menilai Israel harus mendukung pembentukan pemerintahan baru yang dikuasai oleh orang Gaza. Namun, orang-orang dalam pemerintahan itu harus mendukung AS, Mesir, dan mungkin Arab Saudi.

    Baca juga:

    Formasi pemerintahan itu juga harus diperkuat dengan Fatah, faksi rival Hamas di Palestina yang didepak dari Gaza setahun setelah pemilu pada 2006 silam.

    Fatah merupakan pengendali Otoritas Palestina (PA), yang berbasis di Ramallah, kota di Tepi Barat.

    Diana Buttu mengatakan PA kemungkinan secara diam-diam ingin kembali ke Gaza, tapi mereka tentu ogah “ikut menunggangi tank Israel.”

    Seorang politikus veteran Palestina yang sempat menjadi pejabat PA pada 1990-an, Hanan Ashrawi, juga tak mau pihak asing, termasuk Israel, lagi-lagi berupaya mendikte kehidupan Palestina.

    “Orang yang berpikiran bahwa ini merupakan percaturan dan mereka dapat menggerakkan beberapa pion ke sana ke mari dengan harapan gerakan checkmate pada akhirnya, itu tak akan terjadi,” ujar Ashrawi.

    “Anda mungkin bisa mendapatkan beberapa kolaborator, tapi warga Gaza tak akan menyambut baik mereka.”

    Di tengah kebuntuan ini, orang-orang yang sempat menangani perang-perang di Gaza sebelumnya pun memunculkan indikasi bahwa hampir semua solusi sudah pernah dicoba.

    Mantan pejabat Mossad, Haim Tomer, mengungkap pengalamannya setelah salah satu pertempuran di Gaza pada 2012 lalu.

    Saat itu, ia menemani direktur Mossad ke Kairo untuk pembicaraan rahasia yang berujung pada kesepakatan gencatan senjata.

    Ia bercerita bahwa saat itu, perwakilan Hamas berada “di seberang jalan”. Sebagai penengah, pejabat Mesir mondar-mandir untuk menyampaikan pesan.

    Menurutnya, mekanisme serupa dapat diterapkan lagi dalam upaya pembebasan warga yang disandera Hamas, tapi Israel kemungkinan bakal membayar lebih mahal.

    “Saya tidak peduli jika kita harus membebaskan beberapa ribu tahanan Hamas. Saya ingin warga kita kembali pulang,” tutur Tomer.

    Setelah warga berhasil diselamatkan, barulah Israel dapat memilih bakal melanjutkan operasi militer skala penuh atau gencatan senjata jangka panjang.

    Namun, pembatas fisik antara wilayah Gaza dan Israel sangat minim. Tomer pun menganggap Israel memang sudah ditakdirkan berurusan dengan Gaza selamanya.

    “Seperti duri di tenggorokan kita,” katanya.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu