Tag: Benjamin Netanyahu

  • Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang, Bagaimana Nasib Gencatan Senjata Gaza?

    Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang, Bagaimana Nasib Gencatan Senjata Gaza?

    Tel Aviv

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membubarkan kabinet perang usai ditinggal oleh Benny Gantz, pensiunan jenderal dan anggota parlemen yang dikenal sebagai tokoh moderat. Netanyahu kini diyakini bergantung pada mitranya dari kubu ultranasionalis yang dikenal menolak gencatan senjata dengan Hamas.

    Dilansir Al-Jazeera dan Associated Press, Selasa (18/6/2024), pembubaran kabinet perang ini kemungkinan besar mengurangi peluang gencatan senjata di Jalur Gaza dalam waktu dekat. Kebijakan perang besar-besaran sekarang hanya akan disetujui oleh Kabinet Keamanan Netanyahu – sebuah badan yang didominasi oleh kelompok garis keras dan dikenal menentang proposal gencatan senjata yang didukung AS serta ingin melanjutkan perang di Gaza, Palestina.

    Netanyahu diperkirakan akan berkonsultasi mengenai beberapa keputusan dengan sekutu dekatnya dalam pertemuan ad-hoc, kata seorang pejabat Israel yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang memberi pengarahan kepada media.

    Pertemuan tertutup ini dapat menumpulkan pengaruh kelompok garis keras. Namun, Netanyahu sendiri tidak menunjukkan antusiasme terhadap rencana gencatan senjata dan ketergantungannya pada kabinet keamanan penuh dapat memberinya perlindungan untuk memperpanjang keputusannya.

    Pembubaran kabinet perang ini diyakini semakin menjauhkan Netanyahu dari politisi garis tengah yang lebih terbuka terhadap perjanjian gencatan senjata dengan Hamas. Pembicaraan gencatan senjata selama berbulan-bulan telah gagal menemukan titik temu antara Hamas dan para pemimpin Israel.

    Baik Israel maupun Hamas enggan untuk sepenuhnya mendukung rencana yang didukung Amerika Serikat (AS). Perjanjian itu antara lain berisi pembebasan sandera, membuka jalan untuk mengakhiri perang, dan memulai upaya pembangunan kembali wilayah Gaza yang hancur.

    Netanyahu sekarang akan bergantung pada anggota kabinet keamanannya, yang beberapa di antaranya menentang perjanjian gencatan senjata dan menyuarakan dukungan untuk menduduki kembali Gaza. Setelah kepergian Gantz, Menteri Keamanan Nasional ultranasionalis Israel, Itamar Ben-Gvir, menuntut dirinya masuk ke kabinet perang yang diperbarui.

    Langkah yang diambil Netanyahu dengan membubarkan kabinet perang diyakini dapat membantu menjaga jarak dari Ben-Gvir, tetapi hal itu tidak dapat mengesampingkannya sama sekali. Langkah ini juga memberi Netanyahu kelonggaran untuk mengakhiri perang agar tetap berkuasa.

    Para pengkritik Netanyahu menuduhnya menunda berakhirnya perang berarti penyelidikan atas kegagalan pemerintah pada 7 Oktober 2023 dan meningkatkan kemungkinan diadakannya pemilu baru ketika popularitas perdana menteri sedang rendah.

    “Ini berarti bahwa dia akan membuat semua keputusan sendiri, atau dengan orang-orang yang dia percayai dan tidak menentangnya,” kata Ketua Departemen Ilmu Politik di Universitas Ibrani Yerusalem, Gideon Rahat.

    “Dan ketertarikannya adalah melakukan perang yang lambat,” ujar Rahat.

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

    2 Menteri Problematik di Sisi Netanyahu

    Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich merupakan perwakilan dari konstituen ultra-Ortodoks dan sayap kanan dalam politik Israel. Mereka juga terkait erat dengan gerakan pemukim, yang berupaya membangun di tanah Palestina.

    Keduanya telah mengancam akan mengundurkan diri jika Israel tidak melancarkan serangan ke Rafah di Gaza, yang merupakan rumah bagi 1,5 juta pengungsi. Keduanya juga mengancam akan mundur jika Netanyahu melanjutkan perjanjian gencatan senjata yang didukung AS sebelum mereka menganggap Hamas ‘hancur’.

    Ben-Gvir dan Smotrich juga mendukung pendirian permukiman ilegal di Gaza, menyusul ‘migrasi sukarela’ warga Palestina yang tinggal di sana – sebuah posisi yang sangat kontras dengan kebijakan perang resmi Israel. Terakhir adalah kedudukan internasional mereka, yang cukup bermasalah.

    Tak satu pun sekutu Israel, termasuk AS, yang kemungkinan akan terlibat dengan salah satu politisi tersebut. Secara fundamental, keberadaan keduanya akan melemahkan peran potensial apa pun dalam kabinet perang.

    Ben-Gvir dan Smotrich memiliki gabungan 14 kursi di parlemen Israel, Knesset. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan dengan Partai Persatuan Nasional pimpinan Gantz yang memiliki 12 kursi.

    Penarikan diri dua menteri ultranasionalis itu akan menyebabkan runtuhnya kabinet koalisi dan berakhirnya masa jabatan Netanyahu. Netanyahu diyakini akan membentuk kabinet dapur yang lebih kecil, di mana diskusi dan konsultasi sensitif dapat dilakukan.

    Menurut surat kabar Yedioth Ahronoth, badan baru tersebut akan mencakup Menteri Pertahanan Yoav Gallant, Menteri Urusan Strategis Ron Dermer, serta Ketua Dewan Keamanan Nasional Tzachi Hanegbi. Ini juga akan menghalangi upaya Smotrich dan Ben-Gvir untuk bergabung dengan badan tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/imk)

  • DK PBB Dukung Gencatan Senjata Gaza, Israel Tak Mau Komentar

    DK PBB Dukung Gencatan Senjata Gaza, Israel Tak Mau Komentar

    New York

    Israel terkesan menghindari untuk berkomentar soal resolusi terbaru yang disetujui oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang isinya mendukung proposal gencatan senjata antara Tel Aviv dan Hamas di Jalur Gaza.

    Rusia memilih abstain dalam voting yang digelar pada Senin (10/6) waktu setempat, sedangkan 14 negara anggota Dewan Keamanan PBB lainnya memberikan suara dukungan untuk resolusi yang isinya mendukung proposal gencatan senjata tiga fase yang diajukan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada 31 Mei lalu.

    Biden, pada saat itu, menggambarkan proposal tersebut sebagai inisiatif Israel. Setelah voting resolusi digelar oleh Dewan Keamanan PBB, Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan “hari ini kami memilih perdamaian” dengan memberikan suara dukungan.

    Seperti dilansir Times of Israel dan Reuters, Selasa (11/6/2024), resolusi yang disetujui oleh Dewan Keamanan PBB itu pada intinya menyambut baik proposal gencatan senjata terbaru, menyatakan bahwa Israel telah menerima proposal itu, dan mendesak Hamas juga untuk juga menyetujuinya.

    “Mendesak kedua belah pihak untuk sepenuhnya melaksanakan persyaratannya tanpa penundaan dan tanpa syarat,” demikian bunyi penggalan draf resolusi tersebut.

    Resolusi tersebut juga merinci soal proposal gencatan senjata tiga fase, dan menyatakan bahwa “jika perundingan memakan waktu lebih dari enam pekan untuk tahap pertama, gencatan senjata akan tetap berlanjut selama perundingan berlangsung”.

    Usai resolusi itu disetujui Dewan Keamanan PBB, respons Israel disampaikan oleh diplomat karier Israel Reut Shafir Ben Naftali, meskipun Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan hadir langsung pada awal sidang digelar sebelum voting dilakukan.

    Hal tersebut, menurut Times of Israel, dinilai sebagai upaya nyata untuk mendepolitisasi respons Israel dengan tidak membiarkan pejabat yang ditunjuk secara politik untuk menyampaikan tanggapan resmi.

    Ben Naftali, dalam tanggapannya, terkesan menghindari untuk berkomentar langsung atau menyatakan penolakan terhadap resolusi tersebut. Padahal sebelumnya Tel Aviv telah menyampaikan penolakan mereka.

    Dalam pernyataannya di hadapan Dewan Keamanan PBB, Ben Naftali tidak secara eksplisit mengonfirmasi bahwa Israel memang mendukung proposal gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera seperti disebutkan dalam resolusi yang disetujui itu.

    Namun dia mengulangi kembali penegasan yang disampaikan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu selama sepekan terakhir.

    “Sejak hari-hari pertama setelah invasi dan pembantaian brutal Hamas pada 7 Oktober, tujuan Israel sudah sangat jelas: Memulangkan semua sandera kami dan melucuti kemampuan Hamas. Israel berkomitmen terhadap tujuan-tujuan ini — untuk membebaskan semua sandera, menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, dan memastikan bahwa Gaza tidak menjadi ancaman bagi Israel di masa depan,” ucap Ben Naftali.

    Netanyahu diketahui menghindari untuk memberikan komentar signifikan soal proposal gencatan senjata yang diajukan oleh Biden pada 31 Mei lalu.

    Proposal itu belum sepenuhnya dirilis ke publik, dan ditafsirkan oleh beberapa pihak bahwa proposal itu mengizinkan Hamas tetap berada di Jalur Gaza dalam beberapa bentuk, mengingat proposal itu mengatur soal gencatan senjata fase pertama dengan Hamas yang kemudian menjadi parmenen pada fase kedua.

    Hamas dan Otoritas Palestina Sambut Baik Resolusi DK PBB

    Kelompok Hamas belum menyatakan pihaknya menyetujui proposal gencatan senjata terbaru itu setelah menerima drafnya pada akhir Mei lalu. Namun Hamas merilis pernyataan yang isinya menyambut baik disetujuinya resolusi Dewan Keamanan PBB itu.

    Hamas juga menyatakan pihaknya siap bekerja sama dengan para mediator dalam menerapkan prinsip-prinsip dalam proposal gencatan senjata itu.

    “Hamas menyambut baik apa yang tercakup dalam resolusi Dewan Keamanan (PBB) yang menegaskan gencatan senjata permanen di Gaza, penarikan sepenuhnya (pasukan Israel), pertukaran tahanan, rekonstruksi, pemulangan pengungsi ke area tempat tinggal mereka, penolakan terhadap perubahan atau pengurangan demografi di wilayah Jalur Gaza, dan pengiriman bantuan yang diperlukan kepada rakyat kami di Jalur Gaza,” ucap Hamas dalam pernyataannya.

    “Kelompok ini ingin menekankan kesiapan untuk bekerja sama dengan para mediator untuk melakukan perundingan tidak langsung mengenai penerapan prinsip-prinsip ini yang sejalan dengan tuntutan rakyat dan perlawanan kami,” sebut Hamas.

    “Kami juga menegaskan kelanjutan upaya dan perjuangan kami… untuk mencapai hak-hak nasional (kami), yang paling utama adalah mengalahkan pendudukan (Israel) dan mendirikan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat penuh dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya,” imbuh pernyataan Hamas tersebut.

    Respons positif juga diberikan oleh Otoritas Palestina, dengan Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour menyebut tanggung jawab ada pada Israel untuk menerapkannya, meskipun Hamas belum memberikan persetujuannya.

    Mansour juga mengatakan bahwa Palestina akan terus “mengejar keadilan” terhadap Israel di Mahkamah Pidana Internasional (ICJ) dan Mahkamah Internasional (ICC).

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Memanas! Roket Hizbullah Picu Kebakaran Hutan Dahsyat di Israel

    Memanas! Roket Hizbullah Picu Kebakaran Hutan Dahsyat di Israel

    Tel Aviv

    Otoritas Israel sedang memerangi kebakaran hutan dahsyat di bagian utara wilayahnya pada Selasa (4/6) waktu setempat. Kebakaran hutan itu terjadi tak lama setelah rentetan serangan roket dan drone ke Israel yang dikirimkan oleh kelompok Hizbullah dari wilayah Lebanon, negara tetangganya.

    Kebakaran hutan itu bahkan memaksa evakuasi sebagian penduduk di salah satu kota yang ada di wilayah Israel bagian utara.

    “Unit pemadam kebakaran, dibantu oleh berbagai lembaga, sekarang berupaya memadamkan api,” sebut Kepolisian Israel dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Selasa (4/6/2024).

    Disebutkan juga bahwa para penghuni beberapa rumah di area Kiryat Shmona telah dievakuasi ke lokasi yang aman.

    Seorang fotografer AFP di kota timur laut di Israel melaporkan dirinya melihat kobaran api hebat melalap sebagian besar wilayah yang berbatasan dengan Lebanon. Kebakaran hutan terjadi di area yang dilanda serangan lintas perbatasan antara militer Israel dan kelompok Hizbullah, yang terjadi hampir setiap hari.

    Serangan lintas perbatasan antara Israel dan Hizbullah semakin marak sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu.

    Militer Israel, dalam pernyataannya, mengatakan pihaknya telah mengerahkan pasukannya untuk mendukung para petugas pemadam kebakaran yang kewalahan dengan skala kebakaran hutan yang terjadi.

    “Enam tentara cadangan IDF (Angkatan Bersenjata Israel) mengalami luka ringan akibat menghirup asap kebakaran dan dipindahkan ke rumah sakit untuk menerima perawatan medis,” demikian pernyataan militer Israel.

    “Pasukan menguasai lokasi kebakaran, dan pada tahap ini, tidak ada nyawa manusia yang terancam,” imbuh pernyataan tersebut.

    Para pemimpin Komando Utara pada militer Israel telah tiba di Kiryat Shmona pada malam hari, dan pihak militer sedang “melakukan penilaian situasi” di area yang dilanda kebakaran tersebut.

    Kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pihaknya memantau dengan cermat, bersama dengan pihak militer, atas perkembangan situasi kebakaran, yang terjadi pada Senin (3/6) waktu setempat setelah serangan roket dan drone dilancarkan dari Lebanon ke wilayah Israel.

    Sebagai pembalasan, militer Israel mengumumkan telah melancarkan serangan udara terhadap apa yang disebutnya sebagai target-target Hizbullah di Lebanon bagian selatan.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • AS Desak DK PBB Dukung Resolusi Gencatan Senjata Hamas-Israel

    AS Desak DK PBB Dukung Resolusi Gencatan Senjata Hamas-Israel

    Jakarta

    Amerika Serikat mengumumkan rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang mendukung rencana gencatan senjata Israel-Hamas, yang diuraikan oleh Presiden Joe Biden pekan lalu, dan mendesak kelompok Hamas untuk menerimanya.

    “Banyak pemimpin dan pemerintahan, termasuk di kawasan ini, telah mendukung rencana ini,” kata Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, dikutip dari AFP dan Al Arabiya, Selasa (4/6/2024).

    Draf teks tersebut, yang dilihat oleh AFP, “menyambut baik kesepakatan baru yang diumumkan pada 31 Mei lalu, dan menyerukan Hamas untuk menerimanya sepenuhnya dan melaksanakan ketentuannya tanpa penundaan dan tanpa syarat.”

    Sebelumnya pada hari Jumat lalu, Biden menguraikan apa yang dia sebut sebagai rencana Israel, yang dalam tiga fase akan mengakhiri perang di Gaza, membebaskan semua sandera dan mengarah pada pembangunan ulang wilayah Palestina tersebut tanpa Hamas berkuasa lagi.

    Namun, perpecahan antara AS dan Israel muncul ketika kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menekankan, bahwa perang yang sedang berlangsung di Gaza akan terus berlanjut sampai semua “tujuan Israel tercapai,” termasuk penghancuran kemampuan militer dan pemerintahan Hamas.

    Media Israel mempertanyakan sejauh mana pidato Biden soal gencatan senjata dan beberapa rincian pentingnya telah dikoordinasikan dengan tim Netanyahu, termasuk berapa lama gencatan senjata akan berlangsung dan berapa banyak tawanan yang akan dibebaskan serta kapan.

    Sebelumnya pada hari Senin, Gedung Putih menyampaikan bahwa Biden mengatakan kepada emir Qatar selaku mediator, bahwa dia melihat Hamas sebagai “satu-satunya hambatan bagi gencatan senjata total” di Gaza.

    Hamas pekan lalu mengatakan mereka memandang positif garis besar gencatan senjata yang disampaikan Biden. Namun sejak itu, Hamas tidak lagi memberikan komentar resmi mengenai negosiasi yang terhenti tersebut, sementara mediator Qatar, Mesir dan Amerika Serikat belum mengumumkan adanya pembicaraan baru.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Benjamin Netanyahu Dijadwalkan Pidato di Depan Kongres AS 13 Juni

    Benjamin Netanyahu Dijadwalkan Pidato di Depan Kongres AS 13 Juni

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dijadwalkan akan berpidato di depan Kongres Amerika Serikat (AS) pekan depan. Netanyahu direncanakan menyampaikan pidatonya pada 13 Juni mendatang.

    Dilansir CNN, Selasa (4/6/2024), empat pimpinan utama Partai Republik dan Demokrat telah menyampaikan undangan tersebut ke Netanyahu sejak pekan lalu. Belum diketahui apakah Perdana Menteri Israel itu turut melakukan pertemuan di Gedung Putih.

    Namun peluang bertemunya Netanyahu dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden pekan depan menipis. Pasalnya, Biden dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak pemimpin G7 di Italia pada 13-15 Juni.

    Jika Netanyahu memenuhi undangan berpidato di depan Kongres AS pada 13 Juni mendatang, maka itu bukan kali pertama Netanyahu mengunjungi Washington tanpa bertemu presiden dari Partai Demokrat yang sedang menjabat. Di tahun 2015 silam, Partai Republik mengundang Netanyahu untuk menyatakan penolakannya terhadap perjanjian nuklir Iran dalam pidatonya di Kongres dan tidak melibatkan Gedung Putih pada masa Presiden Barack Obama dalam pidatonya.

    Keputusan untuk mengundang Netanyahu berbicara pada pertemuan Kongres juga tidak mendapat persetujuan bulat dari Partai Demokrat. Beberapa anggota partai menyatakan akan memboikot pidato tersebut.

    Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer bahkan menyerukan pemilu baru di Israel awal tahun ini, dengan implikasi Netanyahu meninggalkan kekuasaan. Namun Partai Demokrat New York tetap menandatangani surat yang mengundang perdana menteri untuk berbicara di depan Kongres.

    “Kami bergabung dengan Negara Israel dalam perjuangan melawan teror, terutama karena Hamas terus menahan warga Amerika dan Israel dan para pemimpinnya membahayakan stabilitas regional,” demikian isi surat dari Schumer, Pemimpin Minoritas Senat Mitch McConnell, Ketua DPR Mike Johnson dan DPR. Pemimpin Minoritas Hakeem Jeffries.

    Pidato di pertemuan gabungan Kongres oleh para pemimpin asing adalah suatu kehormatan langka yang umumnya hanya ditujukan kepada sekutu terdekat AS atau tokoh-tokoh utama dunia. Netanyahu telah memberikan tiga pidato serupa, terakhir pada tahun 2015.

    Pidato ini menjadikan Netanyahu sebagai pemimpin asing pertama yang berpidato di pertemuan gabungan Kongres sebanyak empat kali. Dia saat ini berada di peringkat yang dengan perdana menteri Inggris pada masa perang, Winston Churchill.

    (ygs/zap)

  • Gencatan Senjata Permanen di Gaza, Akankah Jadi Nyata?

    Gencatan Senjata Permanen di Gaza, Akankah Jadi Nyata?

    Jakarta

    Desakan agar Israel menyetujui usulan gencatan senjata di Jalur Gaza terus diserukan. Israel akhirnya, merespons desakan gencatan senjata itu.

    Israel dilaporkan telah menawarkan dua proposal kepada para mediator dalam perundingan gencatan senjata di Jalur Gaza. Namun, dalam proposal itu tidak ada yang mengindikasikan penghentian perang secara permanen.

    Dalam rangkuman detikcom, Minggu (2/6/2024), stasiun televisi Israel, Kan 11, pada Minggu (26/5) lalu menyebutkan bahwa dua proposal berbeda itu telah diajukan kepada mediator, tapi tidak satupun proposal mencakup soal gencatan senjata permanen dalam perang di Jalur Gaza.

    Informasi mengenai proposal terbaru itu mencuat setelah Israel menggelar rapat kabinet perang pada hari yang sama, untuk membahas soal dimulainya kembali perundingan gencatan senjata, dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu disebut “sangat menentang” penghentian perang secara permanen.

    Meskipun detail pasti dari kedua proposal yang diajukan oleh Israel masih belum diketahui secara jelas. Namun disebutkan bahwa kedua proposal itu hanya memiliki sedikit perbedaan, dengan kedua proposal mencerminkan tekad Tel Aviv untuk melanjutkan perang tanpa pandang bulu di Jalur Gaza dan membebaskan para sandera yang masih ditahan oleh Hamas pada saat bersamaan.

    Respons Hamas

    Lalu, bagaimana tanggapan Hamas?

    Dalam sebuah pernyataan, kelompok milisi Palestina itu mengatakan bahwa mereka memandang positif proposal yang diumumkan Biden untuk gencatan senjata permanen di Gaza.

    “Hamas menegaskan kesiapannya untuk menangani secara positif dan konstruktif setiap proposal yang didasarkan pada gencatan senjata permanen dan penarikan penuh [pasukan Israel] dari Jalur Gaza, rekonstruksi [Gaza], dan kembalinya para pengungs. ke tempat mereka, bersamaan dengan pemenuhan kesepakatan pertukaran tahanan jika pihak pendudukan dengan jelas mengumumkan komitmen terhadap kesepakatan tersebut,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan, dilansir Al Arabiya, Sabtu (1/6).

    Selanjutnya Israel tak serius

    Israel Tak Serius Gencatan Senjata

    Diketahui, awal bulan Mei Hamas menerima proposal gencatan senjata yang diajukan Mesir dan Qatar sebagai mediator yang di dalamnya memuat soal pembebasan seluruh sandera Israel. Namun Tel Aviv menolak proposal itu dan terus melanjutkan serangan brutal di Rafah, Jalur Gaza bagian selatan.

    Proposal baru Israel pada dasarnya sama dengan gencatan senjata yang disepakati dengan Hamas pada November tahun lalu, di mana Tel Aviv menyetujui “gencatan senjata sementara” selama Hamas membebaskan para sandera. Menurut sejumlah laporan, proposal baru ini juga memuat ketentuan bahwa semakin banyak sandera yang dibebaskan Hamas, maka semakin lama gencatan senjata berlangsung.

    Kantor Netanyahu dalam pernyataannya memaparkan posisi negosiasi pemerintah Israel.

    “Sementara Perdana Menteri Netanyahu berulang kali memberikan mandat yang luas kepada tim perunding untuk membebaskan para sandera kami, (pemimpin Hamas Yahya) Sinwar terus menuntut diakhirinya perang, penarikan (pasukan Israel) dari Gaza, dan mempertahankan Hamas seperti sebelumnya, untuk bisa mengulangi kekejaman yang terjadi pada 7 Oktober lalu. Ini adalah hal yang ditolak mentah-mentah oleh Perdana Menteri Netanyahu,” sebut pernyataan itu.

    Dalam pernyataan terpisah, Hamas menyatakan keyakinan mereka bahwa Israel tidak serius untuk memulai kembali perundingan dan mengatakan bahwa Israel hanya sekadar basa-basi terhadap upaya para mediator untuk mengakhiri perang.

    “Kami tidak mempercayai bahwa musuh itu serius dengan keputusannya mengenai negosiasi gencatan senjata di Gaza,” ucap pejabat senior Hamas, Bassem Naim, saat berbicara kepada outlet media Al-Araby Al-Jadeed yang merupakan afiliasi The New Arab.

    “Keputusan yang dikeluarkan oleh kabinet perang Israel untuk mengamanatkan tim perunding tidak lain hanyalah sebuah manuver baru untuk menyelesaikan perang dan memperluas operasi darat,” imbuhnya.

    Keengganan pemerintahan Netanyahu untuk mengakhiri perang secara permanen dan kurangnya keseriusan dalam mencapai kesepakatan pembebasan sandera yang realistis telah memicu reaksi negatif di dalam negeri.

    Pada Sabtu (25/5) dan Minggu (26/5) waktu setempat, para demonstran Israel yang menuntut diakhirinya perang di Jalur Gaza dan menuntut Netanyahu mundur, terlibat bentrokan dengan polisi dalam aksi protes di Tel Aviv.

    Halaman 2 dari 2

    (zap/isa)

  • Israel Tetap Gempur Rafah Usai Joe Biden Bicara Rencana Gencatan Senjata

    Israel Tetap Gempur Rafah Usai Joe Biden Bicara Rencana Gencatan Senjata

    Gaza

    Pasukan Israel terus menyerang Rafah di Gaza dengan tank dan artileri. Serangan ini dilakukan beberapa jam setelah Presiden AS Joe Biden mengatakan Israel menawarkan peta jalan baru menuju gencatan senjata penuh.

    Dilansir AFP, Minggu (2/6/2024), tak lama setelah pengumuman Biden, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan negaranya akan melanjutkan perang sampai tuntas.

    “Kondisi Israel untuk mengakhiri perang tidak berubah: penghancuran kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, pembebasan semua sandera dan memastikan bahwa Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel,” ujar Netanyahu.

    Sementara itu, Hamas “memandang secara positif” rencana gencatan senjata penuh seperti yang diumumkan Biden.

    Diketahui, dalam pidatonya, Biden mengatakan ada tawaran gencatan senjata yang terdiri dari tiga tahap Israel. Tahap pertama akan dimulai dengan pasukan Israel menarik diri dari seluruh wilayah berpenduduk di Gaza dalam 6 minggu.

    Rencana tersebut juga akan mencakup “pembebasan sejumlah sandera” sebagai imbalan atas “ratusan tahanan Palestina” yang ditahan di penjara-penjara Israel.

    Israel dan Palestina kemudian akan bernegosiasi untuk gencatan senjata penuh. Gencatan senjata akan terus berlanjut selama pembicaraan antara pihak Israel dan Palestina masih berlangsung.

    (isa/isa)

  • Benjamin Netanyahu Dijadwalkan Pidato di Depan Kongres AS 13 Juni

    Netanyahu Ngotot Soal Penghancuran Hamas untuk Akhiri Perang Gaza

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bersikeras bahwa penghancuran kelompok Hamas sebagai bagian dari rencana Israel untuk mengakhiri perang Gaza. Proposal Israel tersebut telah diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden.

    “Persyaratan Israel untuk mengakhiri perang tidak berubah: penghancuran kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, pembebasan semua sandera dan memastikan bahwa Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel,” kata pemimpin Israel itu dalam sebuah pernyataan, dikutip dari kantor berita AFP, Sabtu (1/6/2024).

    “Berdasarkan proposal tersebut, Israel akan terus bersikeras bahwa persyaratan ini harus dipenuhi sebelum gencatan senjata permanen diberlakukan,” cetus Netanyahu.

    Netanyahu pun menekankan bahwa Israel tidak akan menyetujui gencatan senjata permanen sebelum syarat-syarat ini terpenuhi.

    Sebelumnya, Biden mengatakan bahwa pemerintah Israel telah menawarkan peta jalan baru menuju perdamaian permanen di Gaza. Biden pun mendesak Hamas untuk menerima kesepakatan tersebut karena sudah “waktunya perang ini berakhir.”

    Dalam pidato besar pertamanya yang menguraikan solusi terhadap konflik Gaza tersebut, Biden mengatakan proposal tiga fase dimulai dengan gencatan senjata total selama enam minggu, yang akan membuat pasukan Israel menarik diri dari semua wilayah berpenduduk di Gaza.

    “Sudah waktunya perang ini berakhir, dan hari setelahnya akan dimulai,” kata Biden dalam pidato yang disiarkan televisi dari Gedung Putih.

    “Israel telah menawarkan proposal baru yang komprehensif. Ini adalah peta jalan menuju gencatan senjata abadi dan pembebasan semua sandera,” ujarnya, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (1/6/2024).

    Biden mengatakan tanggung jawab untuk perdamaian ada pada kelompok milisi Hamas, yang serangannya terhadap sekutu utama AS, Israel, pada 7 Oktober tahun lalu memicu konflik sengit di Gaza.

    “Hamas perlu menerima kesepakatan itu,” kata Biden, yang telah mendukung Israel dengan bantuan militer miliaran dolar sejak perang Gaza dimulai.

    Dalam sebuah pernyataan, kelompok Hamas mengatakan bahwa mereka memandang positif proposal yang diumumkan Biden untuk gencatan senjata permanen di Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Israel Tetap Gempur Rafah Usai Joe Biden Bicara Rencana Gencatan Senjata

    Israel Tawarkan Gencatan Senjata Permanen di Gaza, Hamas Bilang Gini

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan bahwa pemerintah Israel telah menawarkan peta jalan baru menuju perdamaian permanen di Gaza. Biden pun mendesak Hamas untuk menerima kesepakatan tersebut karena sudah “waktunya perang ini berakhir.”

    Bagaimana tanggapan Hamas?

    Dalam sebuah pernyataan, kelompok milisi Palestina itu mengatakan bahwa mereka memandang positif proposal yang diumumkan Biden untuk gencatan senjata permanen di Gaza.

    “Hamas menegaskan kesiapannya untuk menangani secara positif dan konstruktif setiap proposal yang didasarkan pada gencatan senjata permanen dan penarikan penuh [pasukan Israel] dari Jalur Gaza, rekonstruksi [Gaza], dan kembalinya para pengungs. ke tempat mereka, bersamaan dengan pemenuhan kesepakatan pertukaran tahanan jika pihak pendudukan dengan jelas mengumumkan komitmen terhadap kesepakatan tersebut,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan, dilansir Al Arabiya, Sabtu (1/6/2024).

    Sebelumnya, dalam pidato besar pertamanya yang menguraikan solusi terhadap konflik Gaza, Biden mengatakan proposal tiga fase dimulai dengan gencatan senjata total selama enam minggu, yang akan membuat pasukan Israel menarik diri dari semua wilayah berpenduduk di Gaza.

    “Sudah waktunya perang ini berakhir, dan hari setelahnya akan dimulai,” kata Biden dalam pidato yang disiarkan televisi dari Gedung Putih.

    “Israel telah menawarkan proposal baru yang komprehensif. Ini adalah peta jalan menuju gencatan senjata abadi dan pembebasan semua sandera,” ujarnya, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (1/6/2024).

    Biden mengatakan tanggung jawab untuk perdamaian ada pada kelompok milisi Hamas, yang serangannya terhadap sekutu utama AS, Israel, pada 7 Oktober tahun lalu memicu konflik sengit di Gaza.

    “Hamas perlu menerima kesepakatan itu,” kata Biden, yang telah mendukung Israel dengan bantuan militer miliaran dolar sejak perang Gaza dimulai.

    Sementara itu, kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa pemerintah Israel telah memberi wewenang kepada para perunding untuk menyampaikan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

    “Perdana Menteri memberi wewenang kepada tim perunding untuk menyajikan garis-garis besar untuk mencapai (kembalinya sandera), sambil menegaskan bahwa perang tidak akan berakhir sampai semua tujuan tercapai, termasuk kembalinya semua sandera kami dan penghapusan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas,” kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan.

    “Garis besar yang diusulkan Israel, termasuk transisi bersyarat dari tahap ke tahap, memungkinkan Israel untuk mempertahankan prinsip-prinsip ini,” tambahnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Biden Desak Hamas Terima Tawaran Israel: Sudah Waktunya Perang Berakhir

    Biden Desak Hamas Terima Tawaran Israel: Sudah Waktunya Perang Berakhir

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan bahwa pemerintah Israel telah menawarkan peta jalan baru menuju perdamaian permanen di Gaza. Biden pun mendesak Hamas untuk menerima kesepakatan tersebut karena sudah “waktunya perang ini berakhir.”

    Dalam pidato besar pertamanya yang menguraikan solusi terhadap konflik Gaza tersebut, Biden mengatakan proposal tiga fase dimulai dengan gencatan senjata total selama enam minggu, yang akan membuat pasukan Israel menarik diri dari semua wilayah berpenduduk di Gaza.

    “Sudah waktunya perang ini berakhir, dan hari setelahnya akan dimulai,” kata Biden dalam pidato yang disiarkan televisi dari Gedung Putih.

    “Israel telah menawarkan proposal baru yang komprehensif. Ini adalah peta jalan menuju gencatan senjata abadi dan pembebasan semua sandera,” ujarnya, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (1/6/2024).

    Biden mengatakan tanggung jawab untuk perdamaian ada pada kelompok milisi Hamas, yang serangannya terhadap sekutu utama AS, Israel, pada 7 Oktober tahun lalu memicu konflik sengit di Gaza.

    “Hamas perlu menerima kesepakatan itu,” kata Biden, yang telah mendukung Israel dengan bantuan militer miliaran dolar sejak perang Gaza dimulai.

    Namun, Biden mengatakan dia juga mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan para pemimpin Israel lainnya untuk tidak “menyia-nyiakan momen ini.” Menurut Biden, serangan-serangan Israel telah melemahkan Hamas secara signifikan.

    “Hamas tidak lagi mampu melakukan 7 Oktober lainnya,” kata Biden.

    Biden mengatakan fase enam minggu pertama akan mencakup “gencatan senjata penuh dan menyeluruh, penarikan pasukan Israel dari seluruh wilayah berpenduduk Gaza, pembebasan sejumlah sandera, termasuk wanita, orang tua, orang yang terluka, dengan imbalan pembebasan ratusan tahanan Palestina.”

    Israel dan Hamas kemudian akan bernegosiasi selama enam minggu tersebut untuk mencapai gencatan senjata yang permanen – tetapi gencatan senjata akan terus berlanjut jika perundingan tetap berlangsung, kata Biden.

    “Selama Hamas memenuhi komitmennya, gencatan senjata sementara, dalam proposal Israel, akan menjadi penghentian permusuhan secara permanen,” tambah Biden.

    Fase ketiga akan melibatkan pembangunan ulang Gaza yang didukung internasional selama bertahun-tahun.

    Sebelumnya, Hamas, yang menerima proposal tersebut pada hari Rabu lalu melalui mediator Qatar, bersikeras bahwa gencatan senjata harus bersifat permanen.

    Namun dalam sebuah pernyataan, kelompok tersebut mengatakan pada hari Jumat bahwa mereka “mempertimbangkan secara positif” isi pidato Biden tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)