Tag: Benjamin Netanyahu

  • Trump Kesal Jika Tak Raih Nobel Perdamaian: Jadi Penghinaan Bagi AS

    Trump Kesal Jika Tak Raih Nobel Perdamaian: Jadi Penghinaan Bagi AS

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan akan menjadi penghinaan bagi Amerika Serikat jika ia tidak menerima Nobel Perdamaian. Trump mengklaim perannya sendiri dalam menyelesaikan berbagai perang.

    Dilansir AFP, Rabu (1/10/2025), Trump telah lama menginginkan hadiah yang akan diumumkan pada 10 Oktober nanti, menyampaikan dukungan terbarunya sehari setelah ia mengumumkan rencana perdamaian untuk mengakhiri perang di Gaza.

    “Apakah Anda akan mendapatkan Hadiah Nobel? Tentu saja tidak. Mereka akan memberikannya kepada orang yang tidak melakukan apa pun,” kata Trump dalam pidatonya di hadapan ratusan perwira tinggi militer AS.

    “Itu akan menjadi penghinaan besar bagi negara kita, saya katakan itu. Saya tidak menginginkannya, saya ingin negara ini mendapatkannya,” tambahnya.

    “Negara ini harus mendapatkannya, karena belum pernah ada yang seperti itu.

    Trump, kandidat Partai Republik, telah lama kesal dengan fakta bahwa eks Presiden AS Barack Obama, kandidat Partai Demokrat, memenangkan hadiah tersebut pada tahun 2009. Dalam pidatonya pada Selasa (30/9), Trump mengulangi klaimnya baru-baru ini bahwa telah menyelesaikan tujuh perang sejak kembali menjabat pada bulan Januari.

    Trump mengatakan bahwa jika rencana perdamaian Gaza yang ia luncurkan bersama Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih berhasil, “kita akan memiliki delapan, delapan dalam delapan bulan. Itu cukup bagus”. Hamas belum menanggapi rencana tersebut.

    Namun, peluang Trump memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini dianggap mendekati nol di Oslo. “Itu sama sekali tidak terpikirkan,” ujar Oeivind Stenersen, seorang sejarawan yang telah melakukan penelitian dan ikut menulis buku tentang Hadiah Nobel Perdamaian.

    Komite Nobel Norwegia juga menegaskan bahwa mereka tidak dapat dipengaruhi oleh kampanye Trump untuk hadiah tersebut.

    “Tentu saja, kami memperhatikan adanya banyak perhatian media terhadap kandidat tertentu,” ujar sekretaris komite, Kristian Berg Harpviken. “Namun, hal itu sama sekali tidak berdampak pada diskusi yang sedang berlangsung di komite.”

    Pemerintahan Trump baru-baru ini mencantumkan tujuh perang yang katanya telah diakhirinya, yaitu antara Kamboja dan Thailand; Kosovo dan Serbia; Republik Demokratik Kongo dan Rwanda; Pakistan dan India; Israel dan Iran; Mesir dan Etiopia; serta Armenia dan Azerbaijan.

    Namun, meskipun Trump dengan cepat mengklaim beberapa hal, misalnya dengan mengumumkan gencatan senjata antara Delhi dan Islamabad yang bersenjata nuklir pada bulan Mei, banyak klaim tersebut bersifat parsial atau tidak akurat.

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/rfs)

  • 41 Warga Palestina Tewas Akibat Serangan Terbaru Israel di Gaza

    41 Warga Palestina Tewas Akibat Serangan Terbaru Israel di Gaza

    Jakarta

    Badan pertahanan sipil dan rumah sakit Gaza, Palestina, mengatakan bahwa serangan pasukan Israel menewaskan sedikitnya 41 orang di seluruh wilayah Gaza. Korban tewas termasuk 17 orang ditembak mati di dekat pusat distribusi bantuan.

    Dilansir AFP, Selasa (30/9/2025), militer Israel terus melancarkan serangan meskipun Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu menyatakan dukungannya terhadap rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengakhiri perang.

    Para pejabat dari badan pertahanan sipil Gaza–pasukan penyelamat yang beroperasi di bawah otoritas Hamas–mengatakan 17 orang ditembak mati oleh pasukan Israel di dekat lokasi distribusi bantuan, di dekat jembatan Wadi Gaza, di Gaza tengah. Rumah Sakit Al-Awda mengonfirmasi telah menerima 17 jenazah dan mengatakan 33 orang terluka.

    “Kami menerima 17 korban syahid dan 33 orang terluka akibat serangan pasukan Israel yang menargetkan kerumunan warga di dekat area distribusi bantuan kemanusiaan di dekat Jembatan Wadi Gaza di Jalur Gaza tengah,” kata pihak rumah sakit dalam sebuah pernyataan.

    Ribuan warga Palestina berkumpul setiap hari di dekat titik-titik distribusi makanan di Gaza, termasuk yang dikelola oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza yang didukung AS dan Israel. Sejak diluncurkan pada akhir Mei, operasinya telah dirusak oleh laporan rutin pasukan Israel yang menembaki mereka yang menunggu untuk menerima bantuan.

    Seorang jurnalis AFP melihat ratusan anak-anak memadati pusat distribusi makanan di wilayah Nuseirat, pusat Gaza, tempat para relawan membagikan beras dan perlengkapan lainnya. Ketika ditanya tentang insiden di dekat Jembatan Wadi Gaza, militer mengatakan sedang menyelidikinya.

    Pembatasan Israel terhadap masuknya pasokan bantuan ke Gaza sejak dimulainya perang hampir dua tahun lalu telah menyebabkan kekurangan makanan dan barang-barang penting, termasuk obat-obatan dan bahan bakar, yang dibutuhkan rumah sakit untuk menyalakan generator mereka.

    Pertahanan Sipil menambahkan bahwa 15 orang lagi tewas dalam beberapa serangan di Kota Gaza, tempat ratusan ribu orang terpaksa mengungsi akibat serangan udara dan darat Israel. Sembilan orang lainnya tewas di tempat lain di wilayah tersebut, katanya.

    Pembatasan media di Gaza dan kesulitan mengakses sebagian besar wilayah tersebut membuat AFP tidak dapat memverifikasi secara independen jumlah korban dan detail yang diberikan oleh pertahanan sipil dan militer Israel.

    Pada Senin (29/9) kemarin, Trump mengumumkan rencana 20 poin untuk segera menghentikan perang di Gaza, yang didukung oleh Netanyahu. Hamas belum memberikan tanggapan, dan pada Selasa (30/9), Trump mengeluarkan ultimatum kepada kelompok tersebut.

    “Kami hanya menunggu Hamas, dan Hamas akan melakukannya atau tidak. Dan jika tidak, itu akan menjadi akhir yang sangat menyedihkan,” kata Trump.

    Lihat juga Video: Korban Tewas di Gaza Tembus 66.005 Orang

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/haf)

  • Deal Perdamaian Gaza ala Trump-Netanyahu, 5 Hal Ini Masih Tanda Tanya

    Deal Perdamaian Gaza ala Trump-Netanyahu, 5 Hal Ini Masih Tanda Tanya

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dilaporkan menyetujui proposal terbaru gencatan senjata Gaza. Hal ini diumumkan dalam pertemuan keduanya di Washington, Senin (29/9/2025).

    Saat mempresentasikannya di Gedung Putih, Trump memuji rencana tersebut sebagai sesuatu yang bersejarah. Namun, mencari tahu detail dari beberapa elemennya kemungkinan akan menjadi tantangan besar dalam implementasinya.

    Proposal gencatan senjata 20 poin dari AS di Gaza mencakup banyak ketentuan ambigu yang bisa menjadi penentu bagi masa depan Palestina dan kawasan tersebut.

    Berikut adalah lima isu yang belum terselesaikan dalam proposal tersebut:

    1. Bagaimana Gaza akan diperintah?

    Proposal ini membayangkan sebuah “pemerintahan transisi sementara dari komite Palestina yang teknokratis dan apolitis” yang akan mengawasi urusan di wilayah tersebut. Namun, tidak dirinci bagaimana panel ini akan dibentuk atau siapa yang akan memilih anggotanya.

    Lebih lanjut, rencana tersebut mengatakan bahwa Trump dan Toni Blair, mantan PM Inggris, akan memimpin sebuah “dewan perdamaian” yang akan mengawasi komite pemerintahan tersebut.

    Di sisi lain, peta jalan tersebut tidak menjelaskan sifat hubungan antara dewan ini dan komite Palestina, atau pada tingkat apa keputusan sehari-hari akan dibuat.

    2. Apakah Otoritas Palestina (PA) akan dilibatkan?

    Rencana Trump mengatakan bahwa otoritas transisi akan mengambil alih kendali Gaza hingga “PA telah menyelesaikan program reformasinya” dan “dapat dengan aman dan efektif mengambil kembali kendali atas Gaza”.

    Namun, masih belum jelas siapa yang akan mensertifikasi bahwa PA siap untuk mengambil alih Gaza atau tolok ukur apa yang harus dipenuhi oleh PA untuk menangani pemerintahan di wilayah tersebut.

    Tidak ada jadwal, hanya pernyataan yang tidak jelas. Bahasa dalam proposal tersebut juga memperlakukan Gaza sebagai entitas independen, bukan sebagai bagian dari Palestina yang harus disatukan dengan sisa wilayah Palestina yang diduduki.

    Sementara itu, Netanyahu, yang mengatakan setuju dengan proposal tersebut, telah menyingkirkan kemungkinan kembalinya PA ke Gaza.

    “Gaza akan dikelola bukan oleh Hamas, bukan pula oleh PA,” tegasnya, saat berdiri di samping Trump.

    3. Bagaimana pasukan internasional akan dibentuk?

    Rencana tersebut mengatakan bahwa Gaza akan diamankan oleh “Pasukan Stabilisasi Internasional sementara”, tetapi dari mana pasukan itu akan datang, dan apa mandatnya masih belum jelas.

    Tidak jelas negara mana yang bersedia mengirim pasukan ke Gaza, atau negara mana yang akan dapat diterima di bawah rencana tersebut.

    Proposal tersebut juga tidak menjelaskan tanggung jawab dan aturan keterlibatan dari calon pasukan penjaga perdamaian tersebut.

    Sejumlah pertanyaan seperti apakah mereka akan bertindak, apa mereka akan ditugaskan untuk menghadapi Hamas, dan apakah mereka akan mampu melawan pasukan Israel untuk melindungi warga Palestina masih jadi pertanyaan.

    4. Kapan Israel mundur?

    Proposal tersebut mengatakan bahwa Israel akan menarik diri dari Gaza “berdasarkan standar, tonggak pencapaian, dan kerangka waktu yang terkait dengan demiliterisasi”.

    Sekali lagi, ketentuan tersebut tidak menetapkan jadwal penarikan Israel atau standar yang jelas tentang bagaimana dan kapan hal itu akan terjadi.

    Selain itu, proposal tersebut mengatakan bahwa Israel akan mempertahankan “perimeter keamanan” di Gaza sampai wilayah tersebut “benar-benar aman dari segala ancaman teror yang muncul kembali”.

    Tetapi tidak ada penjelasan tentang siapa yang pada akhirnya akan memutuskan kapan kondisi-kondisi ini terpenuhi.

    5. Apakah negara Palestina dipertimbangkan?

    Selama konferensi persnya pada hari Senin, Trump mengatakan bahwa beberapa sekutu telah “secara bodoh mengakui negara Palestina… tapi mereka benar-benar, saya pikir, melakukan itu karena mereka sangat lelah dengan apa yang sedang terjadi”.

    Proposal tersebut merujuk pada prospek negara Palestina di balik dinding ketidakjelasan, syarat, dan kualifikasi yang tebal.

    “Sementara pembangunan kembali Gaza berjalan dan ketika program reformasi PA dilaksanakan dengan setia, kondisi-kondisi tersebut mungkin akhirnya tercipta untuk jalur yang kredibel menuju penentuan nasib sendiri dan kenegaraan Palestina, yang kami akui sebagai aspirasi rakyat Palestina,” katanya.

    Jadi, pembangunan Gaza dan “reformasi” PA ditetapkan sebagai syarat. Dan bahkan setelah itu, diskusi untuk negara Palestina “mungkin” akan dilakukan. Itu tidak dijamin.

    Lebih dari itu, proposal tersebut tidak mengakui hak atas negara Palestina sebagai sesuatu yang dicari oleh rakyat Palestina.

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Trump Ultimatum Hamas Segera Jawab Proposal 20 Poin Rencana Setop Perang

    Trump Ultimatum Hamas Segera Jawab Proposal 20 Poin Rencana Setop Perang

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberi ultimatum ke Hamas untuk segera menjawab 20 poin rencana menyetop perang di Gaza, Palestina. Dia mengatakan pihaknya hanya menunggu selama tiga atau empat hari.

    Dilansir AFP, Selasa (30/9/2025), rencana tersebut menyerukan gencatan senjata, pembebasan sandera oleh Hamas dalam waktu 72 jam, pelucutan senjata Hamas, dan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Gaza, diikuti oleh otoritas transisi pascaperang yang dipimpin oleh Trump sendiri.

    Negara-negara besar, termasuk negara-negara Arab dan muslim, menyambut baik proposal tersebut. Tetapi, Hamas belum memberikan tanggapannya.

    “Kami akan melakukannya sekitar tiga atau empat hari. Kami hanya menunggu Hamas, dan Hamas akan melakukannya atau tidak. Dan jika tidak, itu akan menjadi akhir yang sangat menyedihkan,” katanya.

    Trump mengumumkan proposal tersebut di Gedung Putih pada Senin (29/9) setelah bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu. Pada hari yang sama, seorang sumber Palestina yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa Hamas telah memulai konsultasi mengenai rencana tersebut ‘di antara para pemimpin politik dan militernya, baik di dalam maupun di luar negeri’.

    “Pembahasannya bisa memakan waktu beberapa hari karena kompleksitasnya,” kata sumber tersebut.

    Qatar, yang menampung para pemimpin Hamas, mengatakan kelompok tersebut telah berjanji untuk mempelajari proposal tersebut ‘secara bertanggung jawab’. Qatar juga mengatakan akan ada pertemuan Hamas dan Turki pada Selasa (30/9).

    “Masih terlalu dini untuk membicarakan tanggapan, tetapi kami benar-benar optimis bahwa rencana ini, seperti yang telah kami katakan, adalah rencana yang komprehensif,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed al-Ansari.

    Kesepakatan tersebut menuntut agar Hamas sepenuhnya dilucuti senjatanya dan dikeluarkan dari peran-peran di pemerintahan Palestina di masa mendatang. Tetapi, mereka yang setuju untuk ‘hidup berdampingan secara damai’ akan diberikan amnesti.

    Proposal itu juga mencantumkan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Gaza, setelah hampir 2 tahun perang sejak 7 Oktober 2023.

    Namun, Netanyahu mengatakan militer akan tetap berada di sebagian besar Gaza dan juga bahwa dia tidak menyetujui negara Palestina selama pembicaraannya di Washington.

    “Kami akan membebaskan semua sandera kami, dalam keadaan hidup dan sehat, sementara (militer Israel) akan tetap berada di sebagian besar Jalur Gaza,” katanya.

    Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, mengecam rencana tersebut sebagai ‘kegagalan diplomatik yang besar’.

    “Menurut perkiraan saya, ini juga akan berakhir dengan air mata. Anak-anak kami akan dipaksa untuk berperang di Gaza lagi,” katanya.

    Lihat juga Video: Ini Isi 20 Poin Proposal Trump terkait Penyelesaian Perang di Gaza

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/haf)

  • Foto Presiden Prabowo Muncul di Baliho Israel, Kemlu RI: Posisi Indonesia Sangat Clear

    Foto Presiden Prabowo Muncul di Baliho Israel, Kemlu RI: Posisi Indonesia Sangat Clear

    JAKARTA – Kementerian Luar Negeri RI menegaskan posisi Indonesia terkait konflik di Palestina dan Solusi Dua Negara tidak berubah dan sangat jelas.

    Hal ini disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Yvonne Mewengkang, terkait dengan kemunculan foto Presiden Prabowo Subianto di sejumlah baliho di Israel.

    Baliho berlogo Abraham Shield itu terpasang di sejumlah lokasi dan dalam berbagai ukuran di Tel Aviv, Israel, menampilkan Presiden Prabowo bersama Raja Yordania Abdullah II, Presiden Uni Emirat Arab Mohammed bin Zayed Al-Nahyan, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman, Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi, serta Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Baliho itu juga disertai seruan dan dukungan terhadap rencana Presiden Trump mengenai situasi di Timur Tengah, terkait dengan mengakhiri konflik Palestina-Israel.

    Presiden Trump juga diketahui berusaha untuk menormalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab lewat Abraham Accords.

    Jubir Kemlu RI Yvonne Mewengkan. (VOI/Fauzi)

    “Posisi Indonesia sangat clear, bahwa tidak akan ada pengakuan dan normalisasi dengan Israel baik melalui Abraham Accords atau platform lainnya, kecuali Israel terlebih dahulu mau mengakui Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat,” tegas Jubir Kemlu RI Yvonne dalam keterangan kepada wartawan, seperti dikutip Selasa 30 September.

    “Hal itu seperti yang pernah ditegaskan Menlu RI bahwa visi apa pun terkait Israel harus dimulai dari pengakuan terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Palestina,” tandasnya.

    Pekan lalu, Presiden Prabowo saat mengikuti High Level Week Sidang Majelis Umum PBB di New York dua kali menegaskan kesiapan Indonesia mengakui Israel dan mendukung jaminan keamanannya, setelah Palestina memperoleh kemerdekaannya dan diakui sebagai negara.

    Hal tersebut disampaikan Presiden Prabowo di dua kesempatan, pertama High-level International Conference for the Peaceful Settlement of the Question of Palestine and the Implementation of the Two-State Solution pada 22 September, sehari kemudian dalam Debat Umum Sidang Majelis Umum ke-80 PBB.

    Di hari yang sama dengan Debat Umum, Presiden Prabowo menghadiri pertemuan bertajuk “Multilateral Meeting on the Middle East” atas undangan Presiden Trump. Pertemuan yang digelar di Ruang Konsultasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Hari Selasa waktu setempat tersebut, dihadiri secara terbatas oleh negara-negara yang dipandang dapat membantu mewujudkan proses perdamaian di Timur Tengah.

    Israel Says Yes to Trump’s Plan

    The Israeli Coalition for Regional Security has launched a new nationwide billboard campaign urging the government to back President Donald Trump’s initiative to end the war in Gaza and expand the Abraham Accords.

    Featuring President Trump, PM… pic.twitter.com/1NHZYFDYEQ

    — הקואליציה לביטחון אזורי (@AbrahamShield25) September 28, 2025

    Selain Presiden Trump dan Presiden Prabowo, hadir dalam pertemuan itu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Emir Qatar Syekh Tamim ibn Hamad Al Thani, Raja Yordania Abdullah II, Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif, Perdana Menteri Mesir Mostafa Madbouly, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Persatuan Emirat Arab Syekh Abdullah bin Zayed Al Nahyan, serta Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud.

    Negara-negara tersebut dipandang Presiden Trump memiliki pengaruh besar dan kontribusi nyata bagi upaya perdamaian kawasan.

    “Pertemuan tersebut produktif dalam arti cukup maju dalam upaya penyelesaian konflik Timur Tengah, mencapai perdamaian serta gencatan senjata,” kata Menteri Luar Negeri RI Sugiono mengenai pertemuan Presiden Trump dengan Presiden Prabowo dan sejumlah perwakilan negara Arab-Islam tersebut.

    Terpisah, akun AbrahamShield25 dalam unggahan di media sosial X menuliskan, “Koalisi Israel untuk Keamanan Regional telah meluncurkan kampanye papan reklame nasional baru yang mendesak pemerintah untuk mendukung inisiatif Presiden Donald Trump untuk mengakhiri perang di Gaza dan memperluas Perjanjian Abraham.”

    “Koalisi – sebuah kelompok non-partisan yang terdiri dari 120+ pemimpin senior keamanan, kebijakan, dan ekonomi Israel – menyebut usulan Trump sebagai langkah serius dan bertanggung jawab untuk mengubah keuntungan militer Israel menjadi sebuah strategi,” lanjut unggahan tersebut.

    Unggahan ini muncul sehari jelang pertemuan Presiden Trump dengan PM Netanyahu di Washington DC pada 29 September. Pertemuan itu akan digunakan Presiden Trump untuk mendesak Israel menerima proposal 21 poin yang digagas guna mencapai kesepakatan gencatan senjata, mengakhiri perang di Gaza.

    Presiden Trump sendiri dalam wawancara dengan Majalah Time yang diterbitkan pada April lalu menyatakan keyakinannya untuk memperluas Perjanjian Abraham – yang diinisiasi pada periode pertama pemerintahannya –  dengan Arab Saudi, sebelum kemudian Ia akan pergi ke Qatar dan Uni Emirat Arab, dikutip dari The Times of Israel.

    Diketahui, Abraham Accords yang menjadi jembatan upaya normalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab ditandatangani oleh Bahrain, Uni Emirat Arab dan Israel pada 15 September 2020 di Washington DC, Amerika Serikat. Maroko menyusul Desember 2020 dan Sudan Januari 2021.

  • Rusia Dukung 20 Poin Rencana Trump untuk Setop Perang Gaza

    Rusia Dukung 20 Poin Rencana Trump untuk Setop Perang Gaza

    Jakarta

    Pemerintah Rusia menyatakan pihaknya mendukung rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakhiri perang di Gaza.

    “Rusia selalu mendukung dan menyambut baik segala upaya Presiden Trump yang bertujuan untuk mengakhiri tragedi yang sedang berlangsung ini,” ujar juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov kepada para wartawan, dilansir kantor berita AFP, Selasa (30/9/2025).

    “Tentu saja, kami ingin rencana ini terlaksana dan membantu mengakhiri berbagai peristiwa di Timur Tengah dengan damai,” tambahnya.

    Trump mengeluarkan 20 poin rencana untuk mengakhiri perang di Gaza. Poin-poin tersebut menguraikan masa depan wilayah Palestina.

    Rencana perdamaian yang disampaikan Trump ini juga menuntut penggulingan Hamas, serta komitmen dari Hamas untuk melucuti senjatanya.

    Selain itu, ada tuntutan reformasi terhadap Otoritas Palestina, dan janji dari Israel untuk tidak melancarkan serangan lebih lanjut terhadap Qatar, yang telah berusaha berperan sebagai mediator dalam konflik tersebut.

    Dilansir DW, Selasa (30/9/2025), poin lainnya mencakup rencana ekonomi untuk pertumbuhan Gaza, jaminan keamanan untuk Gaza yang dijaga oleh AS dan negara-negara kawasan, kesempatan bagi warga yang telah meninggalkan Gaza untuk kembali, tanpa ada pemaksaan bagi siapa pun yang masih tinggal di sana untuk pergi.

    Gaza nantinya akan dikelola oleh pemerintahan transisi. Mantan anggota Hamas bisa memilih untuk tetap tinggal dan ikut serta dalam rencana baru ini, atau diberi jalan aman untuk pindah ke negara lain yang tidak disebutkan.

    Selain itu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) harus segera menghentikan semua operasinya setelah kesepakatan dan menyerahkan wilayah yang telah direbut. Israel juga harus berjanji tidak akan menduduki atau mencaplok wilayah Gaza. Komisi Penyelidikan di bawah Dewan HAM PBB baru-baru ini menyatakan bahwa Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina.

    Rencana ini juga mencakup jaminan bahwa bantuan dari lembaga internasional bisa masuk ke Gaza tanpa hambatan dari kedua pihak, meskipun tidak disebutkan soal Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung oleh Israel dan AS.

    Tonton juga Video Netanyahu: Saya Dukung Rencana untuk Akhiri Perang di Gaza

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Netanyahu Tegaskan Pasukan Israel Akan Tetap Berada di Sebagian Gaza

    Netanyahu Tegaskan Pasukan Israel Akan Tetap Berada di Sebagian Gaza

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan pasukan militer Israel akan tetap berada di sebagian besar wilayah Jalur Gaza, setelah dirinya menyatakan dukungan terhadap rencana perdamaian yang diusulkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Dukungan terhadap usulan Trump untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza itu, seperti dilansir AFP, Selasa (30/9/2025), disampaikan Netanyahu dalam pertemuan di Gedung Putih, Washington DC, pada Senin (29/9) waktu setempat.

    “Kita akan membebaskan semua sandera kita, dalam keadaan hidup dan sehat, sementara (militer Israel) akan tetap berada di sebagian besar wilayah Jalur Gaza,” kata Netanyahu dalam pernyataan video yang dirilis via saluran Telegram miliknya pada Selasa (30/9) dini hari, atau setelah pertemuan dengan Trump.

    Rencana perdamaian yang diusulkan Trump, terdiri atas 20 poin, mencakup gencatan senjata, pembebasan semua sandera oleh Hamas dalam waktu 72 jam usai gencatan senjata disepakati, pembebasan tahanan Palestina oleh Israel, perlucutan senjata Hamas, dan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Jalur Gaza.

    Beberapa poin penting lainnya mencakup pengerahan “pasukan stabilisasi internasional sementara”, dan pembentukan otoritas transisi bernama “Board of Peace” yang dipimpin oleh Trump, dengan anggota beberapa tokoh lainnya termasuk mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Tony Blair.

    Rencana perdamaian Trump itu juga akan mengeluarkan Hamas dari peran-peran dalam pemerintahan di masa mendatang. Namun, kepada anggota-anggota Hamas yang bersedia untuk sepenuhnya melucuti senjata dan “hidup berdampingan secara damai” di Jalur Gaza, akan mendapatkan amnesti.

    Netanyahu, dalam pernyataan yang disampaikan di samping Trump, mengatakan dirinya mendukung rencana perdamaian tersebut.

    “Saya mendukung rencana Anda untuk mengakhiri perang di Gaza, yang mencapai tujuan-tujuan perang kami,” kata Netanyahu sembari berdiri di samping Trump, seperti dilansir Reuters.

    “Rencana itu akan membawa kembali semua sandera kami ke Israel, membongkar kemampuan militer Hamas, mengakhiri kekuasaan politiknya, dan memastikan bahwa Gaza tidak akan pernah lagi menjadi ancaman bagi Israel,” ucapnya.

    Trump berterima kasih kepada Netanyahu “atas persetujuannya terhadap rencana tersebut dan atas kepercayaannya bahwa jika kita bekerja sama, kita dapat mengakhiri kematian dan kehancuran yang telah kita saksikan selama bertahun-tahun, puluhan tahun, bahkan berabad-abad”.

    Tanggapan resmi dari Hamas sejauh ini belum diketahui secara jelas. Absennya Hamas dalam negosiasi dan penolakan berulang kali untuk melucuti senjata menimbulkan keraguan tentang kelayakan rencana tersebut.

    Seorang pejabat Hamas mengatakan kepada Reuters bahwa kelompoknya akan memberikan tanggapan setelah meninjau rencana perdamaian itu “dengan itikad baik”, setelah Qatar dan Mesir membagikan dokumen usulan Trump tersebut kepada mereka.

    Tonton juga Video: Netanyahu: Saya Dukung Rencana untuk Akhiri Perang di Gaza

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Respons Hamas-Israel soal Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    Respons Hamas-Israel soal Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    Jakarta

    Janji terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk segera mengakhiri perang di Gaza tampaknya disambut skeptis oleh sebagian besar pengamat. Penilaian tersebut tak lepas dari klaim palsu Trump baru-baru ini yang mengatakan bahwa dia telah mengakhiri tujuh perang.

    “Kita punya peluang nyata untuk mencapai KEJAYAAN DI TIMUR TENGAH. SEMUA PIHAK SIAP UNTUK SESUATU YANG ISTIMEWA, UNTUK PERTAMA KALINYA. KITA AKAN WUJUDKAN!!!” tulis Donald Trump di platform Truth Social-nya, Minggu (28/09).

    Trump merujuk pada rencana 21 poin miliknya, yang rinciannya mulai terungkap akhir pekan lalu, menjelang pertemuannya di Gedung Putih dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Senin (29/09), pertemuan keempat mereka tahun ini.

    Namun, apa sebenarnya yang tercantum dalam rencana tersebut?

    Menuju pembentukan negara Palestina

    Yang paling penting, rencana ini membuka jalan menuju pembentukan negara Palestina, sesuatu yang secara konsisten dan tegas ditentang oleh Israel, serta peta jalan masa depan untuk Gaza. Rencana tersebut juga menuntut pembebasan 20 sandera yang masih hidup di Gaza dan sejumlah sandera yang telah meninggal untuk ditukar dengan pembebasan ratusan warga Palestina yang ditahan di Israel. Hal ini harus dilakukan dalam 48 jam setelah kesepakatan dicapai.

    “Setelah semua sandera dibebaskan, Israel akan membebaskan 250 tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup, serta 1.700 warga Gaza yang ditahan setelahserangan 7 Oktober. Untuk setiap sandera Israel yang jasadnya dikembalikan, Israel akan menyerahkan jasad 15 warga Gaza yang telah meninggal,” demikian laporan dari The Washington Post.

    Rencana ini juga menuntut penggulingan Hamas, yang diakui sebagai organisasi teroris oleh Jerman, Uni Eropa, AS, dan beberapa negara Arab, serta komitmen dari Hamas untuk melucuti senjata.

    Poin lainnya mencakup rencana ekonomi untuk pertumbuhan Gaza, jaminan keamanan untuk Gaza yang dijaga oleh AS dan negara-negara kawasan, kesempatan bagi warga yang telah meninggalkan Gaza untuk kembali, tanpa ada pemaksaan bagi siapa pun yang masih tinggal di sana untuk pergi.

    Gaza nantinya akan dikelola oleh pemerintahan transisi. Mantan anggota Hamas bisa memilih untuk tetap tinggal dan ikut serta dalam rencana baru ini, atau diberi jalan aman untuk pindah ke negara lain yang tidak disebutkan.

    Selain itu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) harus segera menghentikan semua operasinya setelah kesepakatan dan menyerahkan wilayah yang telah direbut. Israel juga harus berjanji tidak akan menduduki atau mencaplok wilayah Gaza. Komisi Penyelidikan di bawah Dewan HAM PBB (UNHRC) baru-baru ini menyatakan bahwa Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina.

    Rencana ini juga mencakup jaminan bahwa bantuan dari lembaga internasional bisa masuk ke Gaza tanpa hambatan dari kedua pihak, meskipun tidak disebutkan soal Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung oleh Israel dan AS.

    Asal-usul rencana 21 poin Trump

    Pada Senin (23/09), utusan AS Steve Witkoff mengatakan bahwa Donald Trump mengajukan rencana tersebut dalam sebuah pertemuan dengan para pemimpin dari negara-negara Arab dan Islam, yaitu Qatar, Arab Saudi, Indonesia, Turki, Pakistan, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Yordania di PBB. Saat itu Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas tidak diizinkan menghadiri Sidang Umum PBB, tempat pertemuan sela itu berlangsung, setelah pemerintah AS menolak memberinya visa.

    Dalam sebuah pernyataan bersama, negara-negara yang terlibat dalam pertemuan tersebut menyatakan bahwa mereka “menegaskan kembali komitmen untuk bekerja sama dengan Presiden Trump dan menekankan pentingnya kepemimpinannya untuk mengakhiri perang.”

    Rencana itu kabarnya juga mendapat dukungan dari Tony Blair Institute for Global Change yang dipimpin mantan perdana menteri Inggris tersebut. Beberapa laporan menyebut Blair akan memimpin Gaza International Transitional Authority (GITA) berdasarkan rencana ini. Namun, Blair dinilai tidak populer di Timur Tengah karena dukungannya terhadap invasi AS ke Irak tahun 2003. GITA bisa memegang kendali selama beberapa tahun hingga Otoritas Palestina dinilai memenuhi syarat yang diperlukan untuk menjalankan pemerintahan.

    Rencana ini muncul di tengah meningkatnya jumlah negara Barat, seperti Inggris, Prancis, dan Kanada, yang mengakui negara Palestina. Namun, Netanyahu menyebut keputusan itu sebagai “tindakan tercela.”

    Respons Hamas dan Israel

    Sementara Trump sangat percaya diri dengan rencananya, Netanyahu jauh lebih berhati-hati, meski tidak menolaknya. “Kami sedang mengerjakannya,” katanya kepada Fox News, Minggu (28/09). “Ini belum final, tapi kami sedang bekerja sama dengan tim Presiden Trump saat ini.”

    Pada Jumat (26/09), kepada kantor berita Reuters, seorang pejabat Hamas yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa Hamas belum pernah menerima pemaparan soal rencana tersebut.

    Kelompok itu kemudian merilis pernyataan pada hari Minggu (28/09) mengatakan “Hamas siap untuk mempertimbangkan secara positif dan bertanggung jawab setiap proposal yang datang dari para mediator, asalkan proposal itu melindungi hak-hak nasional rakyat Palestina.”

    Sementara itu, Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, menguraikan kesulitan yang akan dihadapi Netanyahu, meski dia mendukung rencana tersebut. Hal itu disampaikannya lewat akun X, Senin (29/09).

    Dia menulis bahwa keamanan Israel bergantung pada “tindakan, kendali kami atas wilayah, dan penegakan tanpa kompromi yang hanya bergantung pada (militer Israel) dan aparat pertahanan kami.” Bezalel juga menolak segala bentuk keterlibatan Otoritas Palestina, yang pernah memerintah Gaza hingga Hamas mengambil alih pada 2007.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Algadri Muhammad dan Muhammad Hanafi

    Editor: Hani Anggraini

    Lihat juga Video: Ini Isi 20 Poin Proposal Trump terkait Penyelesaian Perang di Gaza

    (ita/ita)

  • Video: Netanyahu Setuju Akhiri Perang Tapi Beri Ancaman Ini ke Hamas

    Video: Netanyahu Setuju Akhiri Perang Tapi Beri Ancaman Ini ke Hamas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden AS Donald Trump mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu setuju untuk mendukung proposal perdamaian Gaza yang disponsori Amerika untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir dua tahun di sana.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendukung 20 poin rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakhiri perang di Gaza, Palestina. Namun Netanyahu mengancam akan menghabisi Hamas jika menolak rencana tersebut.

    Selengkapnya dalam program Power Lunch CNBC Indonesia (Selasa, 30/09/2025) berikut ini.

  • Erdogan Puji Kepemimpinan Trump untuk Setop Perang Gaza

    Erdogan Puji Kepemimpinan Trump untuk Setop Perang Gaza

    Jakarta

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memuji “upaya dan kepemimpinan” Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakhiri perang di Gaza. Hal ini disampaikannya setelah Trump mendapatkan dukungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk proposal perdamaian yang disponsori AS.

    Setelah perundingan antara Trump dan Netanyahu di Washington, Gedung Putih merilis rencana 20 poin yang mencakup gencatan senjata segera, pertukaran sandera yang ditawan Hamas dengan para tahanan Palestina yang ditahan Israel, penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Gaza, perlucutan senjata Hamas, dan pemerintahan transisi yang dipimpin oleh badan internasional.

    Tidak jelas apakah Hamas akan menerima kesepakatan tersebut.

    “Saya memuji upaya dan kepemimpinan Presiden AS Donald Trump yang bertujuan untuk menghentikan pertumpahan darah di Gaza dan mencapai gencatan senjata,” kata Erdogan yang pekan lalu bertemu Trump di Gedung Putih untuk pertama kalinya dalam enam tahun.

    Turki akan terus berkontribusi pada proses tersebut “dengan tujuan membangun perdamaian yang adil dan abadi yang dapat diterima oleh semua pihak,” tulis Erdogan di media sosial X, dilansir kantor berita Reuters dan Al Arabiya, Selasa (30/9/2025).

    Turki telah menjadi salah satu kritikus paling vokal atas serangan Israel selama dua tahun di Gaza, yang disebutnya sebagai “genosida.” Turki telah menghentikan semua perdagangan dengan Israel, mendesak tindakan internasional terhadap Netanyahu dan pemerintahannya, dan berulang kali menyerukan solusi dua negara.

    Sebuah sumber Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan pada Senin malam waktu setempat, bahwa Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan telah membahas rencana perdamaian Trump untuk Gaza dengan rekan-rekannya dari Arab Saudi, Qatar, dan Yordania melalui panggilan telepon.

    Tonton juga video “Bertemu Erdogan di Gedung Putih, Trump Sindir Pemilu Curang” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)