Tag: Benjamin Netanyahu

  • Israel Ancam Tunda Gencatan Senjata Sampai Hamas Beri Nama Sandera Dibebaskan

    Israel Ancam Tunda Gencatan Senjata Sampai Hamas Beri Nama Sandera Dibebaskan

    Tel Aviv

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengancam akan menunda gencatan senjata di Gaza, Palestina. Dia meminta Hamas segera menyerahkan nama sandera yang akan dibebaskan sebagai syarat gencatan senjata.

    Dilansir AFP dan Al-Jazeera, Minggu (19/1/2025), Ynet News Israel melaporkan Netanyahu telah memberi tahu militer Israel gencatan senjata, yang harusnya dimulai pukul 08.30 pagi waktu setempat, tidak akan dimulai sampai Israel memiliki daftar sandera yang dibebaskan sesuai janji Hamas.

    Laporan tersebut muncul setelah media Israel mengatakan Hamas belum memberikan nama-nama tiga tawanan perempuan yang seharusnya dibebaskan hari ini. Hamas sendiri menyatakan penundaan tersebut akibat alasan teknis.

    Sumber tersebut mengatakan kepada Ynet bahwa anggota Hamas berkomunikasi secara fisik melalui utusan. Hal itu disebut membutuhkan waktu untuk menyetujui nama-nama dan lokasi para sandera ketika pesawat militer Israel masih berada di atas mereka.

    Gencatan senjata di Gaza seharusnya dimulai hari ini pukul 08.30 waktu setempat. Menurut rencana, Hamas akan membebaskan tiga tawanan perempuan yang masih hidup sebagai ganti 95 warga Palestina yang ditahan di penjara Israel di mana sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.

    Pertukaran akan dimulai setelah pukul 4 sore hari pertama gencatan senjata. Pembebasan tawanan akan difasilitasi oleh Palang Merah.

    Selain itu, pasukan Israel akan mulai mundur dari pusat-pusat populasi Gaza. Dalam enam minggu pertama, pasukan Israel akan ditarik kembali ke zona penyangga selebar sekitar satu kilometer di dalam Gaza di sepanjang perbatasannya dengan Israel.

    (haf/haf)

  • Gencatan Senjata Gaza Dimulai, Pasukan Israel Mulai Ditarik dari Rafah

    Gencatan Senjata Gaza Dimulai, Pasukan Israel Mulai Ditarik dari Rafah

    Gaza

    Gencatan senjata di Gaza, Palestina, dimulai hari ini. Pasukan Israel pun mulai ditarik dari pusat Kota Rafah di selatan Gaza.

    Dilansir Al Jazeera, Minggu (19/1/2025), militer Israel telah mulai menarik kendaraannya dari pusat kota Rafah. Militer Israel mundur ke daerah yang disebut koridor Philadelphi, di sepanjang perbatasan selatan Gaza dengan Mesir.

    Meski demikian, kantor berita Palestina Wafa melaporkan pasukan Israel masih melakukan serangan di kamp pengungsi Nuseirat di Jalur Gaza bagian tengah beberapa jam sebelum waktu gencatan senjata yang disepakati. Pasukan Israel juga melancarkan serangan udara di Kota Gaza utara dan Kota Rafah selatan.

    Belum ada kabar mengenai korban jiwa. Otoritas Palestina mengatakan pasukan Israel telah menewaskan sedikitnya 122 warga Palestina yang mayoritas adalah wanita dan anak-anak sejak kesepakatan gencatan senjata diumumkan pada Rabu lalu.

    Gencatan senjata hari ini membuat perasaan warga Gaza campur aduk. Warga Gaza sudah mengemasi barang-barang mereka yang sedikit dengan harapan dapat kembali ke lingkungan mereka setelah gencatan senjata dimulai.

    Salah satu warga yang mengungsi, Souad Warshaga, mengatakan bahwa dia merasa sangat bahagia. Dia berharap dapat pulang ke tempat tinggalnya di Gaza utara.

    “Kami sedang mempersiapkan barang-barang kami untuk kembali ke daerah dan lingkungan kami yang sangat kami rindukan. Kami tidak sabar menunggu hingga saat perjanjian gencatan senjata akan resmi berlaku. Saya ingin menjadi salah satu orang pertama yang meninggalkan tempat ini dan kembali ke rumah kami,” ujarnya.

    “Saya bahagia karena saya akan kembali ke daerah dan tempat asal saya. Saya juga takut. Karena saya tidak percaya kepada orang Israel. Saya juga sedih karena kehilangan orang-orang yang kami cintai dan harta benda kami. Kami akan meninggalkan tenda di sini untuk tinggal di tenda di sana,” ujarnya.

    Lihat Video ‘Netanyahu: AS Dukung Israel untuk Lanjutkan Perang di Gaza’:

    (haf/imk)

  • Menghitung Jam Gencatan Senjata di Gaza, Netanyahu Singgung Keberlangsungan Tahap Kedua – Halaman all

    Menghitung Jam Gencatan Senjata di Gaza, Netanyahu Singgung Keberlangsungan Tahap Kedua – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Warga Palestina di Gaza sedang menghitung jam menuju gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

    Gencatan senjata akan dimulai pada Minggu, 19 Januari 2025, pukul 08.30 waktu setempat atau 13.30 WIB.

    Mengutip Al Jazeera, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan bahwa gencatan senjata ini bisa jadi hanya bersifat sementara.

    Ia mengaku, mendapat dukungan dari pemerintahan AS saat ini dan yang akan datang untuk melanjutkan pertempuran di Gaza jika negosiasi untuk tahap kedua tidak berjalan sesuai rencana.

    Gencatan senjata ini terbagi menjadi tiga tahap, dan saat ini kedua belah pihak baru menyepakati tahap pertama.

    Berikut adalah rincian kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas:

    Tahap Pertama

    Tahap pertama gencatan senjata akan berlangsung selama enam minggu.

    Pada tahap ini, sejumlah pertukaran tahanan, penarikan sebagian pasukan Israel dari Gaza, dan pengiriman bantuan ke wilayah tersebut akan dilakukan.

    Sebanyak 33 tahanan Israel, termasuk wanita, anak-anak, dan warga sipil berusia di atas 50 tahun, akan dibebaskan.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu bicara peluang gencatan senjata di Gaza setelah sebelumnya terjadi di front Lebanon melawan Hizbullah. (khaberni/HO)

    Sebagai gantinya, Israel akan membebaskan tahanan Palestina, termasuk tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup.

    Bersamaan dengan pertukaran tahanan, Israel akan menarik pasukannya dari pusat-pusat populasi di Gaza ke wilayah-wilayah yang berjarak tidak lebih dari 700 meter dari perbatasan Gaza dengan Israel.

    Namun, hal ini mungkin tidak mencakup Koridor Netzarim, sabuk militer yang membelah Jalur Gaza dan mengendalikan pergerakan di sepanjang wilayah tersebut.

    Penarikan pasukan dari Netzarim diharapkan dilakukan secara bertahap.

    Israel akan mengizinkan warga sipil untuk kembali ke rumah mereka di wilayah utara Gaza yang terkepung, di mana badan-badan bantuan memperingatkan bahwa kelaparan mungkin telah terjadi.

    Bantuan akan ditingkatkan hingga 600 truk per hari.

    Israel juga akan mengizinkan warga Palestina yang terluka untuk meninggalkan Jalur Gaza guna mendapatkan perawatan.

    Penyeberangan Rafah akan dibuka tujuh hari setelah dimulainya pelaksanaan tahap pertama.

    Pasukan Israel akan mengurangi kehadirannya di Koridor Philadelphia, wilayah perbatasan antara Mesir dan Gaza, dan kemudian menarik diri sepenuhnya paling lambat pada hari ke-50 setelah kesepakatan ini mulai berlaku.

    Apa yang Terjadi Setelah Fase Pertama?

    Rincian tahap kedua dan ketiga, meskipun disebutkan telah disetujui secara prinsip, baru akan dinegosiasikan selama tahap pertama.

    Presiden AS, Joe Biden, menyatakan bahwa gencatan senjata akan terus berlanjut bahkan jika negosiasi pada tahap kedua dan ketiga memakan waktu lebih lama dari enam minggu yang dialokasikan untuk tahap pertama.

    Israel menegaskan, tidak ada jaminan tertulis yang diberikan untuk mengesampingkan kemungkinan dimulainya kembali serangannya setelah tahap pertama selesai dan semua warga sipil yang ditawan telah dipulangkan.

    Namun, menurut sumber dari Mesir yang dikutip oleh kantor berita Associated Press, ketiga mediator yang terlibat dalam perundingan – Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat – telah memberikan jaminan lisan kepada Hamas bahwa negosiasi akan terus berlanjut.

    Ketiganya juga akan mendesak agar kesepakatan untuk tahap kedua dan ketiga dilaksanakan sebelum jangka waktu awal enam minggu habis.

    Tahap Kedua

    Jika ditetapkan bahwa persyaratan untuk tahap kedua telah terpenuhi, Hamas akan membebaskan semua tahanan yang masih hidup, yang sebagian besar adalah tentara pria, sebagai imbalan atas pembebasan lebih banyak tahanan Palestina yang berada di penjara Israel.

    Selain itu, menurut dokumen yang ada, Israel akan memulai “penarikan penuh” dari Gaza.

    Namun, persyaratan ini belum diputuskan oleh kabinet Israel dan mendapat tentangan dari banyak anggota sayap kanan kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

    Netanyahu membutuhkan dukungan dari anggotanya di kabinet untuk mempertahankan posisinya.

    Tahap Ketiga

    Rincian tahap ketiga masih belum jelas.

    Jika persyaratan pada tahap kedua terpenuhi, tahap ketiga akan melibatkan penyerahan jenazah para tahanan yang tersisa sebagai imbalan atas pelaksanaan rencana rekonstruksi Gaza selama tiga hingga lima tahun di bawah pengawasan internasional.

    Saat ini, belum ada kesepakatan mengenai siapa yang akan mengelola Gaza setelah gencatan senjata.

    Amerika Serikat telah mendesak agar Otoritas Palestina (PA) dibentuk kembali untuk mengelola Gaza.

    Israel, di sisi lain, belum mengusulkan bentuk pemerintahan alternatif di wilayah tersebut.

    (Tribunnews.com)

  • Gencatan Senjata di Gaza Mulai Hari Ini, Houthi Ikut Setop Operasi Militer terhadap Israel – Halaman all

    Gencatan Senjata di Gaza Mulai Hari Ini, Houthi Ikut Setop Operasi Militer terhadap Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, GAZA – Gencatan senjata kelompok Hamas dan Israel di Jalur Gaza akan dimulai pada Minggu (19/1) ini pukul 8.30 pagi waktu setempat. 

    Hal itu dikonfirmasi Qatar selaku mediator negosiasi gencatan senjata, bersama Amerika Serikat dan Mesir. 

    “Sesuai koordinasi para pihak dalam perjanjian dan mediator, gencatan senjata di Jalur Gaza akan dimulai pada pukul 8:30 pagi [13.30 WIB] pada hari Minggu, 19 Januari waktu setempat di Gaza,” kata Al Ansari pada Sabtu (18/1), dikutip AFP.

    Sebelumnya Israel dan Hamas sepakat melakukan gencatan senjata pada Rabu (15/1) pekan ini. 
    Pemerintahan Benjamin Netanyahu juga telah menyetujui kesepakatan itu dalam pemungutan suara kabinet pada Jumat. 

    Hasil voting itu 24 menteri sepakat, dan delapan, mayoritas politik konservatif termasuk Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir, menolak.

    Kesepakatan gencatan senjata itu menjadi yang kedua kali bagi Israel dan Hamas sejak agresi Israel sebagai balasan atas aksi penculikan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023. 

    Saat itu Hamas menculik sekitar 250 sandera dan membunuh 1.200 orang seperti diklaim pemerintah Israel. 

    Israel kemudian melancarkan agresi militer dan menewaskan sekitar 46.645 warga Gaza sejauh ini, berdasarkan keterangan dari Kementerian Kesehatan Palestina.

    Adapun kesepakatan gencatan senjata kedua ini mencakup tiga fase. Fase pertama berlangsung 42 hari meliputi pertukaran sandera Hamas dan tahanan Palestina di Israel, penghentian serangan hingga lebih banyak bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza. 

    Tahap pertama perjanjian gencatan senjata akan berlangsung selama 42 hari dan akan membebaskan 33 sandera yang ditawan di Gaza oleh Hamas. 

    Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani, mengatakan sandera akan mencakup “perempuan sipil dan rekrutan perempuan, serta anak-anak, orang tua, warga sipil yang sakit dan terluka.”

    Sementara dua sumber yang dekat dengan kelompok militan tersebut mengatakan kepada kantor berita AFP, tiga tentara wanita Israel akan menjadi orang pertama yang dibebaskan pada Minggu malam, meskipun Hamas menyebut semua warga negara Israel yang berusia militer sebagai tentara. 

    Sebagai imbalan atas para sandera, Israel “siap membayar harga yang mahal – ratusan dolar”, kata juru bicara pemerintah, David Mencer.

    Kementerian Kehakiman Israel mengatakan 737 tahanan dan narapidana akan dibebaskan pada tahap pertama kesepakatan gencatan senjata ini. Nama-nama tersebut termasuk pria, wanita, dan anak-anak. 

    Namun, Israel mengatakan mereka tidak akan membebaskan siapa pun sebelum pukul 4 sore waktu setempat.

    Tiga titik telah disiapkan, masing-masing di Kerem Shalom dan Erez, keduanya merupakan perbatasan dengan Gaza, dan satu di Reim di sebelah timur wilayah tersebut. 

    Para sandera akan dilepaskan ke titik-titik tersebut, di mana dokter dan spesialis kesehatan mental akan memeriksa mereka. Setelah ini, mereka akan diangkut ke rumah sakit di Israel melalui helikopter atau kendaraan. 

    Pasukan Israel akan mundur dari wilayah padat penduduk di Gaza selama 42 hari pertama untuk memungkinkan pertukaran tahanan dan warga Palestina yang mengungsi.

    Adapun fase kedua diharapkan bisa mengakhiri perang dan gencatan menjadi permanen. Di tahap ini para sandera yang masih hidup akan dibebaskan, dan sebagai imbalan, ratusan tahanan Palestina di Israel dilepas. 

    Fase itu juga mencakup penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza. Kemudian fase ketiga pemulangan jenazah dan sisa-sisa tubuh sandera serta implementasi rencana rekonstruksi Gaza.

    Pejabat Hamas menyebut kesepakatan gencatan senjata Gaza sebagai keuntungan besar yang mencerminkan sejarah yang telah dicapai melalui keteguhan Gaza, rakyatnya, dan keberanian perlawanannya. 

    “Ini juga merupakan penegasan kembali kegagalan penjajahan untuk mencapai salah satu tujuannya,” kata Sami Abu Zuhri kepada Reuters.

    Seiring dengan kesepakatan gencatan senjata di Gaza itu, kelompok Houthi yang berbasis di Yaman juga menyampaikan rencana operasi militernya terhadap Israel. 

    Mohammed al-Bukhaiti, anggota biro politik Houthi, mengatakan perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas “mengakhiri perang tetapi tidak mengakhiri konflik”.

    Sejak November 2023, Houthi telah memprotes perang Israel di Gaza dengan meluncurkan serangan rudal dan pesawat tak berawak ke Tel Aviv. Houthi juga menargetkan kapal-kapal yang berlayar di Laut Merah dan Teluk Aden.

    “Peran Yaman dalam mendukung Gaza efektif dan menentukan karena ia telah mencekik musuh dan sekutunya serta merugikan mereka banyak hal, jadi kami perkirakan permusuhan terhadapnya akan terus berlanjut dengan cara yang berbeda,” kata Mohammed al-Bukhaiti, Jumat (17/1) dilansir Al Jazeera. 

    “Kami menegaskan bahwa operasi militer kami akan berhenti ketika agresi berhenti, dan bahwa kebebasan navigasi adalah hak umum bagi semua negara dan bukan hak selektif bagi siapa pun,” tambahnya.(tribun network/lan/feb/dod)

  • Kami Punya Hak Melanjutkan Perang

    Kami Punya Hak Melanjutkan Perang

    Jakarta

    Jelang dimulainya gencatan senjata antara Israel dan Hamas, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan Israel memiliki hak untuk melanjutkan pertempuran di Gaza dengan dukungan Amerika Serikat (AS). Dia berjanji untuk membawa pulang semua sandera yang ditawan di wilayah Palestina.

    “Kami memiliki hak untuk melanjutkan perang jika perlu, dengan dukungan Amerika,” kata Netanyahu dalam pernyataan yang disiarkan televisi, sehari sebelum gencatan senjata mulai berlaku, seperti dilansir AFP Minggu (19/1/2025).

    “Kami memikirkan semua sandera kami… Saya berjanji kepada Anda bahwa kami akan mencapai semua tujuan kami dan membawa pulang semua sandera.

    “Dengan perjanjian ini, kami akan membawa pulang 33 saudara-saudari kami, sebagian besar (dari mereka) dalam keadaan hidup,” katanya.

    Ia mengatakan fase pertama selama 42 hari, yang dimulai pada hari Minggu (19/1/2025), merupakan “gencatan senjata sementara.”

    “Jika kami dipaksa untuk melanjutkan perang, kami akan melakukannya dengan kekerasan,” kata Netanyahu, seraya menambahkan bahwa Israel telah “mengubah wajah Timur Tengah” sejak perang dimulai.

    (aik/aik)

  • Pasukan Israel Mendadak Blokade Gerbang Hebron, Tanda-tanda Perang Gaza Pindah ke Tepi Barat – Halaman all

    Pasukan Israel Mendadak Blokade Gerbang Hebron, Tanda-tanda Perang Gaza Pindah ke Tepi Barat – Halaman all

    Pasukan Israel Mendadak Blokade Gerbang Hebron, Tanda-Tanda Perang Gaza Pindah ke Tepi Barat

    TRIBUNNEWS.COM – Menjelang pelaksanaan gencatan senjata di Jalur Gaza yang dijadwalkan berlangsung mulai Minggu (19/1/2025), pasukan Israel dilaporkan melakukan sejumlah manuver militer di wilayah Palestina, termasuk di Hebron, Tepi Barat.

    Militer Israel (IDF) mengklaim, langkah-langkah militer ini dilakukan di Jalur Gaza dan Tepi Barat sebagai antisipasi pembebasan tahanan Palestina yang merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata tersebut.

    Di Gaza, Israel mengonsentrasikan pasukannya di seluruh perbatasan Jalur Gaza dengan pemukiman Yahudi Israel.

    Adapun di Tepi Barat, sumber-sumber Palestina mengatakan pasukan pendudukan Israel tiba-tiba menutup sebagian besar pintu masuk Hebron di selatan Tepi Barat dengan semen berbentuk kubus, Sabtu (18/1/2025).

    Kendaraan militer Pasukan Pendudukan Israel (IDF) di Hebron, Tepi Barat. Menjelang gencatan senjata di Jalur Gaza, pasukan Israel mengintensifkan pengamanan di semua wilayah Tepi Barat.

    Kecemasan Israel di Tepi Barat

    Manuver ini dikhawatirkan menjadi indikasi kalau Israel berniat memindahkan perang dari Jalur Gaza ke Tepi Barat dengan pola pengepungan dan blokade yang mirip-mirip.

    Indikasi itu tergambar dari apa yang dilaporkan oleh Channel 13 Israel.

    “Kepala Dewan Keamanan Nasional Israel mengatakan pada pertemuan dengan pihak pemerintah kalau kesepakatan pertukaran sandera dapat berdampak negatif terhadap situasi keamanan di Tepi Barat,” kata laporan tersebut dikutip dari Khaberni, Sabtu.

    Dia melanjutkan: Dewan mini mengambil keputusan yang bertujuan untuk mendukung keamanan di Tepi Barat, khususnya permukiman.

    Sejalan dengan genosida di Jalur Gaza, tentara pendudukan Israel memperluas operasinya di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan para pemukim meningkatkan serangan mereka di sana, yang mengakibatkan 859 warga Palestina meninggal, sekitar 6.700 orang terluka, dan penangkapan 14.300 lainnya, menurut data resmi Palestina.

    Israel juga dilaporkan berniat mengintensifkan kembali operasi militer di Tepi Barat untuk kembali menangkapi warga-warga Palestina.

    Hal ini dilakukan sebagai ‘kompensasi’ atas pembebasan tahanan Palestina dalam kesepakatan pertukaran tahanan.

    Dengan kata lain, Israel tak mau ‘stok’ tahanan Palestina di penjara mereka berkurang drastis sebagai dampak kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

    Untuk itu, IDF bahkan berniat mengambil kendali keamanan yang selama ini dimiliki oleh Otoritas Palestina (PA).

    Seorang perwira Otoritas Palestina memegang senjatanya saat pasukan keamanan melancarkan serangan di kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat yang diduduki, 16 Desember 2024. (tangkap layar aljazeera/Majdi Mohammed/AP)

    Legalitas PA Memudar 

    Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth juga melaporkan kalau pihak-pihak keamanan pendudukan Israel khawatir kalau kesepakatan pertukaran sandera dan tahanan dengan Hamas akan memperburuk situasi di Tepi Barat.

    Seperti diketahui, kesepatakan gencatan senjata di Jalur Gaza berisi sejumlah poin yang satu di antaranya adalah pembebasan banyak tahanan Palestina yang ada di penjara Israel.

    Sumber-sumber tersebut mengindikasikan bahwa masalah terbesar terletak pada penguatan posisi Hamas dengan mengorbankan Otoritas Palestina.

    “Meski mendapat serangan, Hamas menunjukkan ketabahan yang besar,” tulis ulasan Khaberni, mengutip laporan tersebut, Jumat (17/1/2025).

    Di Tepi Barat, entitas Palestina yang menjadi pihak otoritas pemerintahan adalah Otoritas Palestina (PA).

    Namun, legitimasi PA memudar seiring aksi repsresif mereka yang kian menjadi ke warga Palestina di Tepi Barat.

    Di sisi lain, Hamas, justru kian mendapat tempat karena pada kenyataannya jalan perjuangan mereka dianggap mampu menekan Israel, termasuk bisa membebaskan ribuan warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.

    Meski belakangan dilaporkan terjadi ‘Gencatan Senjata’ antara PA dan milisi perlawanan Palestina di Tepi Barat, khususnya di Jenin, konstalasi ini yang membuat Israel gerah dan mengancam PA akan mengambil alih kendali keamanan di Tepi Barat.

    Militer Israel (IDF) bahkan sudah melakukan pengeboman di Jenin, Tepi Barat, untuk pertama kalinya sejak PA mendapat kewenangan hukum sebagai pengendali Tepi Barat.

    Tentara Israel menyerbu kota Jenin di Tepi Barat dan mengerahkan alat berat untuk merusak infrastruktur jalan di kota ini dengan cara menggali jalan di kota tersebut, 5 Juli 2024. (Nedal Eshtayah/Anadolu Agency)

    Berniat Ubah Tepi Barat Menjadi Gaza

    Editorial media Israel berbahasa ibrani, Haaretz, Rabu (8/1/2025) lalu mengulas niat rezim Israel saat ini untuk mengubah wilayah Tepi Barat, Palestina, yang mereka duduki, menjadi puing-puing seperti Jalur Gaza.

    Niat itu satu di antaranya dilontarkan langsung Menteri Keuangan Israel sayap kanan Bezalel Smotrich.

    Smotrich pada Senin kemarin mengatakan kalau Tepi Barat yang diduduki “harus terlihat seperti Jabalia di Gaza,”.

    Ancaman Smotrich itu mengacu pada kerusakan luas yang disebabkan Israel di daerah kantong yang terkepung yang diserang oleh tentara Israel yang didukung Amerika Serikat selama 15 bulan.

    Komentar yang menghasut itu muncul setelah tiga pemukim Israel tewas dan delapan lainnya terluka dalam operasi penembakan di dekat pemukiman ilegal Kedumim di Tepi Barat.

    Setidaknya dua warga Palestina menembaki mobil dan bus di luar pemukiman sebelum melarikan diri dari tempat kejadian, menurut laporan.

    Smotrich, yang terkenal karena komentar genosida terhadap warga Palestina, mengatakan, “Funduq, Nablus, dan Jenin pasti terlihat seperti Jabalia,” mengacu pada wilayah Gaza utara.

    Pemandangan umum menunjukkan bangunan yang hancur di Gaza Utara, di tengah konflik yang sedang berlangsung di Gaza antara Israel dan Hamas, dekat perbatasan Israel-Gaza, 11 November 2024. (tangkap layar/REUTERS/Amir Cohen)

    Jabalia mengalami kerusakan besar-besaran selama genosida dengan Israel menganggap semua yang ada di wilayah itu sebagai target, termasuk rumah sakit.

    Sejak dimulainya serangan Israel di Gaza pada Oktober 2023, lebih dari 45.800 warga Palestina telah tewas, sekitar 11.000 orang hilang dan diyakini tertimbun reruntuhan.

    Di Tepi Barat, serangan Israel menewaskan 835 warga Palestina dan melukai 6.450 lainnya.

    Tahun lalu, Mahkamah Internasional (ICJ), dalam putusannya yang bersejarah, menyatakan bahwa pendudukan Israel atas Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, adalah melanggar hukum, beserta dengan rezim permukiman, aneksasi, dan penggunaan sumber daya alam yang terkait.

    Mahkamah tersebut menambahkan bahwa undang-undang dan tindakan Israel melanggar larangan internasional tentang segregasi rasial dan apartheid.

    Resolusi ini juga mengamanatkan Israel untuk mengakhiri pendudukannya, membongkar permukimannya, memberikan ganti rugi penuh kepada korban Palestina, dan memfasilitasi pemulangan masyarakat terlantar.

    Para ahli PBB telah menyerukan  embargo senjata , diakhirinya semua kegiatan komersial lainnya yang dapat merugikan Palestina, dan sanksi yang ditargetkan, termasuk pembekuan aset, terhadap individu dan entitas Israel yang terlibat dalam pendudukan ilegal, segregasi rasial, dan kebijakan apartheid.

    Seorang orang tua warga Palestina memegang bendera Palestina saat berjalan di jalanan Jenin, Tepi Barat yang hancur karena agresi militer Israel di kota tersebut selama 10 hari berturut-turut. (rntv/tangkap layar)

    Netanyahu Setujui Operasi Ofensif dan Defensif Baru di Tepi Barat

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa ia menyetujui serangkaian operasi militer tambahan di Tepi Barat.

    Menurut kantor Netanyahu, operasi ini mencakup “tindakan ofensif dan defensif tambahan” di Tepi Barat, serta menangkap para pelaku operasi terhadap Israel dan membawa mereka ke pengadilan.

    Keputusan tersebut menyusul pertemuan Netanyahu pada 6 Januari dengan Menteri Pertahanan Israel Katz dan Kepala Staf Herzi Halevi.

    Otoritas Palestina (PA) tengah melancarkan operasi besar-besaran terhadap pejuang perlawanan di kamp pengungsi Jenin atas nama Israel

    Sebelumnya hari ini, Netanyahu berjanji akan melenyapkan mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan tiga pemukim Yahudi di Tepi Barat pada Senin pagi.

    “Kami akan menemui para pembunuh, menyelesaikan masalah dengan mereka dan dengan mereka yang membantu mereka, dan tidak seorang pun akan lolos dari kami,” kata Netanyahu.

    Israel meningkatkan ukuran dan jumlah operasi militernya terhadap kelompok perlawanan Palestina di Tepi Barat yang diduduki setelah Operasi Banjir Al-Aqsa Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Perang Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 45.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak.

    Otoritas Palestina (PA) saat ini sedang melakukan serangan besar-besaran terhadap kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat.

    The Guardian mencatat bahwa ini adalah “operasi terbesar yang dilakukan oleh badan pemerintahan yang didukung Barat tersebut dalam 30 tahun sejak dibentuk.”

    Setelah kunjungan baru-baru ini ke Jenin, The Guardian mengamati bahwa “Israel berharap dapat mendelegasikan pemberantasan aktivitas militan kepada otoritas yang berpusat di Ramallah, dan PA berusaha membuktikan bahwa mereka akan mampu menangani pemerintahan di Jalur Gaza ketika perang di sana berakhir.”

    Namun, penduduk kamp marah terhadap pasukan keamanan PA karena kolaborasi mereka dengan Israel melawan pejuang perlawanan lokal.

    “Sebagian besar pemuda ini merupakan bagian dari milisi ad hoc kecil yang hanya berafiliasi secara longgar dengan faksi tradisional Palestina, seperti  Fatah dan saingannya Hamas,” tambah surat kabar Inggris tersebut.

    Mariam, seorang warga kamp berusia 23 tahun, menyatakan, “Ini pada dasarnya adalah perang saudara, warga Palestina membunuh warga Palestina.”

    Warga semakin marah setelah seorang penembak jitu dari pasukan keamanan PA menembak dan membunuh mahasiswa jurnalisme berusia 22 tahun Shatha al-Sabbagh pada hari Sabtu.

    Di tengah kekerasan di Jenin, pemukim Yahudi Israel berharap bahwa Presiden AS terpilih Donald Trump akan mengizinkan mereka untuk secara resmi mencaplok Tepi Barat yang diduduki.

    New York Times (NYT) melaporkan pada hari Senin bahwa “Beberapa pilihan staf Presiden terpilih Donald J. Trump telah meningkatkan harapan di antara para pemukim bahwa [aneksasi] dapat terjadi.”

    Anggota staf Trump, termasuk Menteri Pertahanan baru Pete Hegseth dan Duta Besar AS untuk Israel Mike Huckabee, telah mengunjungi permukiman Tepi Barat dan menyatakan dukungan kuat mereka terhadap permukiman tersebut dan Israel.

    “Tim Trump ada di sini, mereka melihat kenyataan, dan bagi saya, itu melegakan,” kata Israel Ganz, kepala dewan yang mengatur pemukiman Shiloh.

    Baru-baru ini, Mahkamah Internasional (ICJ) menegaskan kembali bahwa semua pemukiman Yahudi Israel di Tepi Barat adalah ilegal menurut hukum internasional dan harus dibongkar.

    Pasukan Israel menduduki Tepi Barat pada tahun 1967 dan telah membangun pemukiman ilegal bagi warga Yahudi Israel di tanah Palestina yang dicuri sejak saat itu.

     

    (oln/khbrn/rntv*)

     

     

     

     

     

  • Israel Akan Bebaskan 737 Tahanan Palestina: Mulai Hamas hingga Fatah Kecuali 5 Sosok Kelas Berat – Halaman all

    Israel Akan Bebaskan 737 Tahanan Palestina: Mulai Hamas hingga Fatah Kecuali 5 Sosok Kelas Berat – Halaman all

    Israel Akan Bebaskan 737 Tahanan Palestina: Mulai dari Hamas hingga Fatah Kecuali 5 Sosok Kelas Berat

    TRIBUNNEWS.COM – Media Amerika Serikat (AS), The Wall Street Journal (WSJ) melaporkan perkembangan proses gencatan senjata di Jalur Gaza, Palestina menjelang pelaksanaannya, Minggu (19/1/2025).

    WSJ melaporkan, mengutip sumber-sumber terpercaya, kalau waktu gencatan senjata antara pihak-pihak yang bertikai di Gaza (Israel dan Hamas) mungkin mengalami sedikit perubahan.

    “Perubahan waktu itu disebebabkan karena pengaturan logistik yang sedang berlangsung,” tulis laporan tersebut dikutip Khaberni, Sabtu (18/1/2025).

     

    ILUSTRASI petugas keamanan penjara Israel.

    Dari Hamas hingga Fatah, 737 Tahanan Palestina Dibebaskan Israel pada Tahap Pertama Pertukaran Tahanan

    Sumber tersebut menambahkan kalau tiga tahanan pertama dari pihak Israel yang akan dibebaskan dari Gaza oleh kelompok perlawanan Hamas, kemungkinan semuanya adalah wanita sipil.

    Mereka menjelaskan, operasi pertukaran pembebasan tahanan dan sandera tersebut akan dilakukan di bawah pengawasan dan perawatan Palang Merah Internasional untuk memastikan pelaksanaannya sesuai dengan standar kemanusiaan.

    “Disebutkan kalau empat tahanan Israel dijadwalkan akan dibebaskan pada akhir pekan berikutnya, dengan 26 lainnya dalam jangka waktu lima minggu,” kata laporan tersebut.

    Menurut sumber, 737 tahanan Palestina akan dibebaskan dari penjara Israel sebagai bagian dari tahap pertama kesepakatan pertukaran tahanan.

    Laporan merinci, sebanyak 737 tahanan Palestina yang akan dibebaskan Israel terdiri dari:

    345 tahanan dari Gerakan Hamas

    229 tahanan dari Gerakan Fatah

    67 tahanan dari Gerakan Jihad Islam (PIJ)

    19 tahanan dari Gerakan Front Populer

    6 tahanan dari Gerakan Front Demokratik

    5 tahanan independen

    1 tahanan dari Gerakan Fida

    Tahap pertama juga mencakup pembebasan 70 tahanan wanita Palestina dan 50 anak-anak dari penjara pendudukan.

    Sumber tersebut menjelaskan bahwa 236 tahanan akan diasingkan ke luar Palestina, termasuk 47 tahanan yang sebelumnya dibebaskan dalam kesepakatan Shalit, bersama dengan 89 tahanan dari Jalur Gaza.

    “Di antara tahanan yang dibebaskan terdapat sejumlah besar wanita dan anak-anak dari Jalur Gaza, sebagai bagian dari seribu tahanan yang termasuk dalam kesepakatan dalam berbagai tahapannya,” kata laporan tersebut.

    Lima tahanan Palestina yang dikategorikan Israel sebagai kelas berat.

    Israel Ogah Bebaskan 5 Tahanan Kelas Berat

    Terkait pembebasan tahanan Palestina oleh Israel, Israel Broadcasting Corporation, Kan 11 mengatakan ada 5 tahanan menjadi pengecualian pada tahap pertama perjanjian gencatan senjata.

    Mereka disebutkan merupakan tahanan Palestina berstatus ‘kelas berat’ oleh Israel.

    “5 tahanan kelas berat Palestina tidak akan dibebaskan Israel pada tahap pertama kesepakatan pertukaran tahanan,” kata laporan tersebut.

    Media Israel tersebut menambahkan, “Kelompok tahanan kelas berat tidak akan dibebaskan pada tahap pertama, sementara Hamas yakin bahwa mereka akan berhasil membebaskan mereka pada tahap kedua dan ketiga dari perjanjian pertukaran tahanan”.

    Sebagai informasi, tahap dua dan tiga proses pertukaran sandera ini akan mencakup pembicaraan tentang pembebasan sandera Israel yang berstatus sebagai tentara.

    Israel mengantisipasi kalau Hamas akan akan menuntut banyak sebagai imbalan pembebasan sandera Israel yang berstatus tentara.

    Berikut nama-nama tahanan Palestina yang dikategorikan kelas berat oleh Israel:

    1- Abbas Al-Sayyid (35 tahun, masa hukuman seumur hidup), komandan operasi “Park Hotel”, salah satu serangan paling berdarah yang terjadi di Israel.

    2- Ibrahim Hamed, (54 tahun, masa hukuman seumur hidup), salah satu pemimpin sayap militer Hamas, selama intifada kedua dan bertanggung jawab atas semua operasi selama periode tersebut.

    3- Abdullah Barghouti (67 tahun, penjara seumur hidup) melakukan 7 operasi komando yang menyebabkan kematian 67 warga Israel dan melukai lebih dari 500 lainnya.

    4- Hassan Salama, (46 tahun, hukuman seumur hidup) adalah teman dekat Yahya Ayyash, dan mengarahkan operasi pengeboman sebagai pembalasan.

    5- Pemimpin Fatah Marwan Barghouti (65 tahun, hukuman seumur hidup)

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu melihat foto-foto warga Israel yang menjadi sandera oleh gerakan pembebasan Palestina, Hamas dan gerakan lainnya di Jalur Gaza. (khaberni/HO)

    Daftar 33 Tawanan Israel yang Akan Dipulangkan pada Tahap Pertama

    Channel 12 Israel melaporkan kalau keluarga tawanan Israel telah menerima daftar 33 tawanan yang akan kembali ke ‘Israel’ pada tahap pertama kesepakatan pertukaran yang akan datang.

    Di antara mereka yang akan dibebaskan pada tahap pertama adalah Hisham al-Sayed dan Avraham Mengistu, yang telah berada dalam tahanan gerakan perlawanan Palestina sejak 2014.

    Tiga tahanan pertama diperkirakan akan diserahkan oleh Hamas Minggu depan pukul 4 sore.

    Berikut adalah daftar tahanan Israel yang akan dibebaskan dari Gaza sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata tersebut, menurut laporan RNTV:

    Liri Elbag

    Yitzhak Alghart

    Karina Arif

    Ohad Ben Ami

    Ariel Bibas

    Yarden Bibas

    Kfir Bibas

    Shiri Bibas

    Agam Berger

    Romi Gonen

    Daniela Gilboa

    Emily Demari

    Shajai Dekel-Khein

    Yair Horn

    Omer Winkert

    Alexander Trobanov

    Arbel Yehud

    Ohad Yahlomi

    Eliyahu Cohen

    Atau Levi

    Naama Levi

    Oded Levshitz

    Moshe Moses

    Avraham Mengistu

    Shlomo Mansour

    Shmuel Segel-Keith

    Tsachi Aidan

    Ofer Calderon

    Tal Shoham

    Doron Steinberger

    Omer Sham-Tov

    Hisham Al-Sayed

    Eliyahu Sharabi

    Pasukan Israel (IDF) dari divisi cadangan infanteri menyerbu ke sebuah pemukiman warga Palestina di Jalur Gaza dalam agresi militer yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023 silam. (rntv/tangkap layar)

    Militer Israel Kerahkan Dua Divisi untuk Keamanan Perbatasan Gaza

    Menurut Channel 12, militer Israel telah memutuskan untuk menugaskan dua divisi guna mempertahankan permukiman di sepanjang Jalur Gaza.

    Ini merupakan pertama kalinya pengaturan semacam itu dilakukan.

    Langkah ini merupakan bagian dari langkah-langkah keamanan baru yang diterapkan di sepanjang perbatasan Gaza untuk meningkatkan keamanan di wilayah tersebut.

    Langkah-langkah ini meliputi pengerahan bala bantuan tambahan dan fokus pada peningkatan koordinasi antar pasukan untuk melawan potensi ancaman dari Gaza.

    Rapat Kabinet Israel 

    Radio militer Israel melaporkan hari ini bahwa Kabinet Keamanan akan bertemu pada pukul 10 pagi waktu Yerusalem pada hari Jumat untuk menyetujui kesepakatan pertukaran tahanan.

    Langkah ini merupakan bagian dari kemajuan yang dicapai dalam pelaksanaan kesepakatan, yang bertujuan untuk membebaskan sejumlah tahanan Palestina.

    Radio tersebut juga mengutip sumber pemerintah yang menunjukkan bahwa sesi khusus mungkin diadakan di kemudian hari untuk membahas rincian kesepakatan tersebut, dalam upaya untuk menghindari penundaan pelaksanaannya hingga hari Senin.

    Sementara itu, diantisipasi bahwa daftar tahanan Palestina yang akan dibebaskan akan dipublikasikan pada Jumat malam, yang akan menarik perhatian besar dari kalangan Palestina dan internasional.

    Pulangkan Sandera yang Hidup atau Mati

    Sebuah pernyataan dari kantor Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu mengonfirmasi bahwa kesepakatan gencatan senjata/pertukaran Gaza ditandatangani oleh tim negosiasi di Doha.

    Pernyataan itu menambahkan bahwa keluarga dari 98 tawanan yang tersisa telah diberi informasi terkini mengenai situasi tersebut.

    “Negara Israel berkomitmen untuk mencapai semua tujuan perang, termasuk memulangkan semua sandera kami — baik yang hidup maupun yang mati,” kata kantor Netanyahu.

    Pemerintah Pendudukan Israel diperkirakan tidak akan memberikan suara hingga Minggu malam, tambah laporan Axios.

    Al-Qassam Ukir Sejarah

    Gerakan pembebasan Palestina, Hamas, menilai tercapainya kesepakatan gencatan senjata di Perang Gaza, merupakan kemenangan besar bagi Palestina dan rakyatnya.

    Sebaliknya, gencatan senjata ini dinilai Hamas sebagai kekalahan telak Israel yang tak mampu menghancurkan perlawanan Palestina dalam agresi berbulan-bulan di Gaza sejak 7 Oktober 2023.

    Khalil Al-Hayya, Wakil Kepala Biro Politik Gerakan Hamas, dilansir Khaberni, Kamis (16/1/2025) menyatakan, gencatan senjata tersebut merupakan momen bersejarah dalam apa yang dia sebut sebagai jihad rakyat Palestina.

    Berikut pernyataan Al-Hayya terkait sikap Hamas atas gencatan senjata ini:

    “Kami menyampaikan ekspresi kebanggaan dan martabat rakyat kami di Gaza. Malam ini mengatakan sebagai berikut:

    Pada Kami salut kepada konvoi para syuhada yang bangkit dalam pertempuran mempertahankan Yerusalem dan Al-Aqsa.

    Kami mengasihi semua pemimpin gerakan yang syahid dan semua faksi dan mujahidin tanpa kecuali

    Pertempuran Banjir Al-Aqsa merupakan titik balik penting dalam sejarah permasalahan Palestina

    Apa yang dilakukan Brigade Qassam membunuh entitas musuh (Israel) dan akan tetap menjadi catatan sejarah

    Ketabahan rakyat kita dan kegagahan perlawanan merekalah yang menggagalkan rencana musuh

    Pejuang kami melakukan operasi melawan musuh dengan kemauan dan kekuatan yang belum pernah ada di dunia

    Kami tidak akan lupa, kami tidak akan memaafkan, dan tidak seorang pun dari kami akan mengabaikan pengorbanan rakyat kami di Jalur Gaza

    Musuh kita tidak akan pernah melihat kelemahan dalam diri kita, dan rakyat kita tidak akan pernah melupakan semua orang yang berpartisipasi dalam perang pemusnahan.

    Rakyat kami telah menggagalkan tujuan-tujuan pendudukan yang dinyatakan dan tersembunyi.

    Hari ini kami membuktikan bahwa pendudukan tidak akan pernah mengalahkan rakyat kami dan perlawanan mereka.”

    Warga Palestina merayakan kemenangan setelah Presiden terpilih AS Donald Trump mengumumkan kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, di Kota Khan Yunis, Gaza selatan pada tanggal 15 Januari 2025. (Anadolu Agency/Abed Rahim Khatib)

    Sampaikan Terima Kasih ke Iran dan Proksinya

    Hamas juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Iran dan anggota Front Perlawanan regional atas dukungan mereka terhadap rakyat Palestina, selama invasi Israel ke wilayah tersebut.

    Perang ini diperkirakan akan berakhir dalam beberapa hari mendatang berdasarkan kesepakatan gencatan senjata yang diberlakukan oleh perlawanan terhadap negara zionis itu.

    Israel dan Palestina sendiri dikabarkan telah mencapai gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan, yang mengakhiri perang selama lebih dari setahun di Gaza, dengan rencana untuk menghentikan pertempuran, menyatukan kembali tawanan dengan keluarga.

    Khalil al-Hayya, wakil kepala Biro Politik gerakan perlawanan Palestina, mengucapkan terima kasih kepada Republik Islam, gerakan perlawanan Hizbullah Lebanon, Kelompok Houthi, dan Perlawanan Irak.

    Ia memuji Hizbullah karena telah mempersembahkan “ratusan martir, pemimpin, dan pejuang, di jalan menuju [pembebasan kota suci yang diduduki] al-Quds, yang dipimpin oleh Yang Mulia Sekretaris Jenderal, Sayyed Hassan Nasrallah.”

    Pejabat itu merujuk pada ribuan operasi pembalasan yang dilancarkan oleh kelompok Syiah Lebanon, pasukan Yaman, dan pejuang Irak untuk menanggapi serangan brutal Israel terhadap Gaza dan agresi mematikan yang meningkat secara bersamaan terhadap Lebanon.

    Ia juga berterima kasih kepada para pejuang perlawanan Palestina di Tepi Barat yang diduduki.

     “Terutama di kamp pengungsi Jenin yang heroik, di al-Quds, dan wilayah pedalaman yang diduduki,” yang juga memberikan tekanan kepada para penjajah selama kekejamannya (rezim).”

    Hayya memuji Operasi Serangan Al-Aqsa yang dilaksanakan oleh kelompok perlawanan Gaza sebagai tanggapan atas pendudukan dan agresi mematikan Tel Aviv selama puluhan tahun terhadap warga Palestina, yang kemudian memicu perang yang dilancarkan Israel.

    Ia mengatakan operasi tersebut merupakan titik balik penting dalam sejarah perjuangan Palestina, seraya menambahkan bahwa apa yang dicapai sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, selama misi tersebut, memberikan pukulan telak bagi musuh dan akan tetap tercatat dalam catatan sejarah.

    “Rakyat kami tidak akan melupakan siapa pun yang berpartisipasi dalam perang pemusnahan. Kami tidak akan melupakan dan tidak akan memaafkan,” katanya, seraya menambahkan, “Para pejuang kami melakukan operasi melawan musuh dengan kemauan dan kekuatan yang belum pernah dilihat dunia sebelumnya.

    Reaksi Yaman

    Kepala Delegasi Negosiasi Nasional Yaman, Mohammed Abdul Salam memuji Gaza yang tetap bertahan di tengah serangan Israel.

    “Kami memberi penghormatan dan penghormatan atas keteguhan Gaza yang legendaris dan bersejarah.”

    “Kami dan seluruh orang bebas di dunia menghargai pengorbanan besar perlawanan Palestina di Gaza dan kesyahidan sejumlah pemimpin besarnya, termasuk dua pemimpin yang syahid, Haniyeh dan Sinwar,” katanya, merujuk masing-masing kepada mantan kepala Biro Politik dan pemimpin Hamas.

    Menurut pejabat Yaman tersebut, pengorbanan besar perlawanan Palestina tidak melemahkan tekadnya, malah mendorongnya untuk terus maju dengan segenap kekuatan dan keberaniannya menghadapi musuh hingga terpaksa menerima gencatan senjata.

    Ia juga memuji Hizbullah karena telah melakukan pekerjaan yang baik dalam berperang dan berkorban. 

    “Front Perlawanan Lebanon (Hizbullah) mempersembahkan harta bendanya yang paling berharga sebagai tebusan bagi Gaza, Palestina, dan al-Quds selama agresi Israel yang menyebabkan kesyahidan pemimpinnya (Sayyid Hassan Nasrallah).”

    Abdul Salam juga menyinggung tindakan balasan Yaman terhadap wilayah Palestina yang diduduki dan jutaan pendukungnya yang mendukung Gaza dan Lebanon.

    “Tanggung jawab mendukung Gaza adalah tanggung jawab agama dan kemanusiaan yang harus dipikul oleh seluruh bangsa.”

    Pejabat itu akhirnya menggarisbawahi bahwa pendudukan Palestina yang terus berlanjut oleh musuh Zionis merupakan ancaman bagi keamanan dan stabilitas kawasan.

    Akram al-Ka’abi, sekretaris jenderal Gerakan al-Nujaba Perlawanan Irak, mengucapkan selamat atas “kemenangan besar” bagi bangsa Palestina dan seluruh rakyat dunia yang berpikiran bebas, khususnya rakyat Republik Islam, gerakan perlawanan rakyat Ansarullah Yaman, Hizbullah, Irak, dan semua negara lain yang mendukung Gaza.

    “Dengan perkembangan besar ini, kami juga mengumumkan bahwa kami menghentikan operasi militer kami terhadap rezim Zionis bersama dengan perlawanan Palestina terhadap penguatan dan kelanjutan gencatan senjata di Gaza,” katanya.

    Jurnalis Amerika Rania Khalek mengungkapkan kebahagiaannya atas datangnya gencatan senjata, tetapi memperingatkan bahwa dunia tidak bisa beristirahat sampai imperialis genosida yang menimbulkan kehancuran di Gaza dimintai pertanggungjawaban.

    “Selama Israel menjadi ‘negara’ kolonial pemukim, penduduk asli akan menolak pemusnahan.”

    Persyaratan Utama Perjanjian Gencatan Senjata

    Rincian perjanjian yang diperoleh Al Mayadeen  mengungkap kerangka kerja sebelas klausul yang ditujukan untuk mengatasi masalah kemanusiaan langsung dan penyelesaian konflik jangka panjang. Ketentuan utama meliputi:

    Penarikan Pasukan Israel: Pasukan Israel akan sepenuhnya mundur dari seluruh wilayah Jalur Gaza, kembali ke perbatasan sebelum perang, termasuk Jalan al-Rashid dan koridor Netzarim.

    Akses Kemanusiaan: Perlintasan Rafah akan dibuka kembali berdasarkan protokol internasional, dengan “Israel” mengizinkan masuknya 600 truk bantuan setiap hari. Bantuan yang diberikan meliputi pasokan medis, 200.000 tenda, dan 60.000 karavan untuk tempat berteduh.

    Evakuasi Korban Luka: “Israel” diharuskan memfasilitasi evakuasi warga Palestina yang terluka untuk mendapatkan perawatan di luar negeri.

    Pertukaran Tahanan: Perjanjian tersebut mencakup pembebasan 1.000 tahanan Palestina, serta semua wanita dan anak-anak di bawah usia 19 tahun yang ditahan di penjara Israel. Kesepakatan tersebut mengecualikan pejuang Hamas yang terlibat dalam Operasi Banjir Al-Aqsa.

    Wilayah Udara dan Rumah Sakit: Pesawat musuh harus meninggalkan wilayah udara Gaza hingga 10 jam setiap hari, dan semua rumah sakit di Gaza harus direhabilitasi, dengan rumah sakit lapangan dan tim medis diizinkan masuk.

     

    (oln/rntv/khbrn/*)

     

     

  • Media Besar Israel: Lebih dari Sepertiga Warga Israel Meyakini Negaranya Telah Gagal di Gaza – Halaman all

    Media Besar Israel: Lebih dari Sepertiga Warga Israel Meyakini Negaranya Telah Gagal di Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Lebih dari sepertiga warga Israel meyakini negaranya telah gagal dalam operasi militer di Jalur Gaza untuk melawan Hamas.

    Hal itu didasarkan pada hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Maariv, salah satu media besar di Israel, bersama Lazar Research dan Panel4All.

    Dalam jajak pendapat tersebut ada 45 persen responden yang mengatakan pemerintah Israel telah mencapai sebagian tujuannya di Gaza.

    Sementara itu, ada 36 persen yang merasa pemerintah Israel gagal mencapai tujuannya.

    Hanya ada 8 persen responden yang meyakini pemerintah Israel berhasil mencapai semua tujuannya. Adapun 11 persen responden mengaku tidak tahu.

    Dari para responden yang mendukung koalisi pemerintah Israel, sebanyak 54 persen di antara mereka mengatakan pemerintah berhasil mencapai sebagian tujuan. Lalu, 11 persen di antara mereka percaya tujuan pemerintah telah tercapai sepenuhnya.

    Adapun dari responden yang mendukung partai oposisi, sebanyak 46 persen menyebut tujuan pemerintah sudah tercapai sebagaian. Lalu, ada 11 persen yang merasa pemerintah tak bisa mencapai tujuannya sama sekali alias gagal total.

    Survei ini dilakukan dari tanggal 15 hingga 16 Januari kemarin dan melibatkan 509 responden.

    Responden adalah penduduk berusia di atas 18 tahun atau lebih, baik orang Yahudi maupun Arab. Margin error maksimal 4,4 persen.

    Tentara Israel beroperasi di Jalur Gaza. (IDF)

    Hamas dan Houthi: Israel telah gagal

    Hamas mengatakan Israel telah gagal mencapai “tujuan agresifnya” di Gaza.

    Dalam pernyataannya, Hamas mengklaim Israel hanya berhasil “melakukan kejahatan perang yang menodai martabat manusia”.

    Seperti Hamas, kelompok Houthi di Yaman mengatakan Israel telah “gagal besar” dalam operasi militernya di Gaza.

    “Israel gagal mencapai tujuan yang sudah jelas dinyatakannya, dan gagal besar memulangkan para tawanan tanpa perjanjian pertukaran,” kata pemimpin Houthi, Abdul Malik Al Houthi, hari Kamis, (16/1/2024), dikutip dari The Times of Israel.

    Dia berujar AS dan Israel terpaksa menyetujui gencatan senjata itu.

    “Kami akan melihat penerapan kesepakatan itu, dan jika ada pelanggaran oleh Israel, pembunuhan atau serangan, kami siap menyediakan bantuan militer kepada rakyat Palestina.”

    Di samping itu, dia mengatakan Houthi bersiap memberikan dukungan yang lebih besar dan efektif untuk Gaza.

    Sebagian besar warga Israel ingin gencatan senjata dilanjutkan

    Sementara itu, lembaga penyiaran Israel, Kan, menyebut sebagian besar warga Israel mendukung gencatan senjata diteruskan ke tahap kedua.

    Dalam jajak pendapat yang dilakukan Kan, ada 55 persen warga Israel yang ingin kesepakatan itu berlanjut meski hal itu berarti perang harus diakhiri.

    Sebanyak 27 persen meyakini perang di Gaza harus tetap dilanjutkan setelah tahap pertama berakhir, sedangkan 18 persen mengaku tidak tahu.

    Sebelumnya, Netanyahu telah berulang kali mengaku akan melanjutkan perang di Gaza hingga Hamas dihancurkan.

    Tempo hari Partai Likud yang menaungi Netanyahu bahkan mengeluarkan pernyataan yang isinya mengklaim presiden terpilih AS Donald Trump telah memberikan jaminan kepada Netanyahu bahwa Israel bisa melanjutkan perang setelah gencatan tahap pertama.

    Pada tahap pertama, Israel dan Hamas akan merundingkan syarat-syarat tahap kedua. Sisa sandera di Gaza akan dibebaskan pada tahap kedua.

    Juru penengah akan memastikan kedua belah pihak tetap berada di meja perundingan hingga kesepakatan mengenai tahap kedua tercapai. Tahap kedua akan diakhiri dengan gencatan senjata permanen.

    Koridor Philadelphia yang memisahkan antara wilayah Mesir dengan wilayah Rafah, Palestina, yang diduduki Israel. (Khaberni)

    Gencatan disepakati

    Kabinet Israel telah menyepakati gencatan senjata dengan Hamas setelah menggelar rapat yang berlangsung lebih dari 7 jam dari Jumat malam, (17/1/2025), hingga Sabtu dini hari.

    “Pemerintah telah menyepakati rancangan pengembalian sandera. Rancangan untuk pembebasan sandera akan mulai berlaku hari Minggu, 19 Januari 2025,” kata Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dikutip dari CNN.

    Kabinet beranggotakan 33 menteri itu menyepakati gencatan senjata setelah ada saran sebelumnya dari kabinet keamanan.

    Dikutip dari The Times of Israel, Kantor Netanyahu melaporkan ada 24 menteri yang mendukung gencatan, sedangkan yang menolak ada delapan.

    Menteri yang menolak antara lain David Amsalem dan Amichai Chikli dari Partai Likud lalu Itamar Ben Gvir, Yitzhak Wasserlauf, dan Amichai Eliyahu dari Partai Otzma Yehudit.

    Kemudian, ada Bezalel Smotrich, Orit Strock, dan Ofir Sofer dari Partai Zionisme Religius.

     

  • Ribuan Warga Israel Serbu Kantor Netanyahu, Berunjuk Rasa Tolak Gencatan Senjata dengan Hamas – Halaman all

    Ribuan Warga Israel Serbu Kantor Netanyahu, Berunjuk Rasa Tolak Gencatan Senjata dengan Hamas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ribuan warga Israel melakukan unjuk rasa menolak gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.

    Aksi demonstrasi ini berlangsung pada hari Kamis, 16 Januari 2025, di depan Kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mengakibatkan kemacetan di jalan raya terdekat.

    Menurut laporan dari The Guardian, sekitar 1.500 orang berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut.

    Banyak pengunjuk rasa mengenakan pakaian hitam dengan tangan mereka dicat merah.

    Mereka membawa sekitar 40 peti mati yang diselimuti bendera Israel sebagai simbol protes.

    Seorang demonstran bernama Shmuel (27) menyatakan, “Kami menolak kesepakatan semacam ini. Negara dilarang dijalankan oleh emosi keluarga.”

    Shmuel, yang telah menjalani wajib militer selama 400 hari sejak perang di Gaza dimulai, menegaskan pentingnya melanjutkan perang demi keamanan negara.

    Warga Israel membawa peti mati saat berdemonstrasi di luar Kantor Perdana Menteri Israel Netanyahu, Kamis, (1/17/2025). (Yedioth Ahronoth/Alex Kolomoisky)

    Para pengunjuk rasa, yang merupakan anggota keluarga sandera yang tergabung dalam Forum Tikva, mendesak pemerintah untuk mengutamakan kemenangan total atas Hamas daripada melakukan perundingan.

    Namun, tuntutan tersebut gagal terpenuhi karena kabinet Netanyahu baru saja mengumumkan persetujuan gencatan senjata.

    Rencana pengembalian sandera akan mulai berlaku pada hari Minggu, 19 Januari 2025.

    Menurut CNN, kabinet beranggotakan 33 menteri itu menyepakati gencatan senjata setelah adanya saran dari kabinet keamanan.

    Dari 33 menteri, 24 mendukung gencatan senjata, sementara delapan menolak, termasuk menteri dari Partai Likud dan Partai Otzma Yehudit.

    Presiden Israel Isaac Herzog menyambut baik keputusan kabinet tersebut, menyebutnya sebagai langkah penting dalam menegakkan komitmen negara terhadap rakyatnya.

    Saat ini Israel melaporkan ada 89 sandera yang masih berada di Gaza. Setengah dari jumlah tersebut diyakini masih hidup.

    Dalam tahap pertama gencatan senjata, tiga sandera dilaporkan akan dibebaskan, sementara Israel akan melepaskan lebih dari 1.700 warga Palestina sebagai bagian dari pertukaran.

    Kementerian Kehakiman Israel telah menerbitkan daftar 95 warga Palestina yang akan dibebaskan pada hari pertama gencatan senjata, sebagian besar merupakan perempuan.

    Pembebasan tahanan ini akan dilakukan berdasarkan persetujuan pemerintah dan tidak akan terjadi sebelum hari Minggu pukul 16.00 waktu setempat.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Setelah Rapat Panjang, Kabinet Israel Sepakati Gencatan Senjata, 1.700 Warga Palestina Akan Bebas – Halaman all

    Setelah Rapat Panjang, Kabinet Israel Sepakati Gencatan Senjata, 1.700 Warga Palestina Akan Bebas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Setelah rapat yang berlangsung lebih dari tujuh jam, kabinet Israel akhirnya menyetujui gencatan senjata dengan Hamas.

    Rapat yang dimulai pada Jumat malam, 17 November 2025, tersebut menghasilkan kesepakatan untuk pembebasan sandera yang akan dimulai pada hari Minggu, 19 Januari 2025.

    Menurut pernyataan dari Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, rancangan pengembalian sandera akan melibatkan pembebasan 1.700 warga Palestina yang ditahan.

    Pembebasan ini akan dilakukan sebagai imbalan atas 33 warga Israel yang nantinya akan dibebaskan Hamas.

    Dari 33 sandera yang dilaporkan, tiga orang di antaranya akan dibebaskan pada hari pertama gencatan senjata.

    Saat ini terdapat 89 sandera yang diyakini masih hidup di Gaza, terdiri dari warga Israel dan non-Israel.

    Kabinet yang terdiri dari 33 menteri ini menyetujui gencatan senjata. Sebanyak 24 menteri mendukung, sedangkan 8 menolak.

    Di antara yang menolak adalah David Amsalem dan Amichai Chikli dari Partai Likud, serta beberapa menteri dari Partai Otzma Yehudit dan Partai Zionisme Religius.

    Pihak yang menolak masih memiliki opsi untuk mengajukan petisi kepada Mahkamah Agung.

    Sebagian besar warga Israel dukung gencatan senjata

    Lembaga penyiaran Israel, Kan, melaporkan bahwa mayoritas warga Israel mendukung gencatan senjata, dengan 55 persen ingin kesepakatan berlanjut meskipun itu berarti mengakhiri perang.

    Sebaliknya, 27 persen berpendapat bahwa perang harus dilanjutkan setelah tahap pertama gencatan senjata.

    Netanyahu sebelumnya menyatakan bahwa perang di Gaza akan berlanjut hingga Hamas dihancurkan.

    Partai Likud yang menaungi Netanyahu mengklaim bahwa presiden terpilih AS Donald Trump memberikan jaminan bahwa Israel dapat melanjutkan perang setelah gencatan senjata tahap pertama.

    Meskipun gencatan senjata diumumkan, serangan Israel ke Gaza masih berlanjut.

    Menurut Mahmoud Basal, juru bicara Pertahanan Sipil Gaza, sebanyak 117 orang telah tewas dan 266 lainnya terluka sejak pengumuman gencatan senjata. Di antara korban tewas itu ada 30 anak-anak.

    Hingga saat ini, serangan Israel di Gaza telah mengakibatkan hampir 47.000 warga Palestina tewas.

    Namun, kajian terbaru menunjukkan bahwa jumlah kematian tersebut mungkin jauh lebih tinggi.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).