Tag: Benjamin Netanyahu

  • Donald Trump Bakal Bertemu Benjamin Netanyahu di Gedung Putih 4 Februari

    Donald Trump Bakal Bertemu Benjamin Netanyahu di Gedung Putih 4 Februari

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, akan menggelar pertemuan dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Pertemuan itu akan berlangsung di Gedung Putih.

    “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah diundang oleh Presiden AS Donald Trump ke pertemuan di Gedung Putih pada 4 Februari,” kata kantor perdana menteri Israel dilansir AFP, Rabu (29/1/2025).

    Pihak Israel menyebut Netanyahu menjadi pemimpin asing pertama yang diundang ke Gedung Putih di era pemerintahan baru Donald Trump.

    “Perdana Menteri Netanyahu adalah pemimpin asing pertama yang diundang ke Gedung Putih selama masa jabatan kedua Presiden AS Trump,” kata pernyataan itu.

    Pertemuan Trump-Netanyahu terjadi setelah presiden AS berulang kali mengklaim pujian atas keberhasilannya dalam mencapai gencatan senjata yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas di Gaza.

    Setelah gencatan senjata berlaku, Trump menggembar-gemborkan rencana untuk “membersihkan” jalur Gaza. Dia menyerukan agar warga Palestina pindah ke negara tetangga seperti Mesir atau Yordania.

    Selama masa jabatan pertamanya, Trump sering mengklaim bahwa Israel “tidak pernah mempunyai teman yang lebih baik di Gedung Putih”, sebuah sentimen yang sering disuarakan oleh Netanyahu.

    Namun, hubungan Trump-Netanyahu sempat memburuk setelah pemimpin Israel itu mengucapkan selamat kepada Joe Biden atas kemenangannya pada pemilu tahun 2020.

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Mantan Pejabat Intelijen Israel: Permainan Dikendalikan Hamas, Bukan IDF di Medan Pertempuran Gaza – Halaman all

    Mantan Pejabat Intelijen Israel: Permainan Dikendalikan Hamas, Bukan IDF di Medan Pertempuran Gaza – Halaman all

    Mantan Pejabat Intelijen Israel: Permainan Dikendalikan Hamas, Bukan IDF di Medan Pertempuran Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan pejabat intelijen pendudukan Israel , Jack Neria, menganalisis kegagalan agresi militer Israel (IDF) di Jalur Gaza. 

    Menurutnya, meski Pasukan IDF sudah melakukan bombardemen selama 15 bulan di Jalur Gaza, pada kenyataannya di lapangan, ‘permainan’ justru dikendalikan oleh Gerakan Pembebasan Hamas.

    Ibarat permainan catur, alur pertandingan justru dimainkan Hamas yang berhasil membuat Israel menuruti apa yang dikehendaki gerakan perlawanan Palestina tersebut.

    “Perang di Gaza diputuskan (dikendalikan) demi kepentingan Hamas, karena (fakta di lapangan) mereka (Hamas) berada di lapangan, mengatur urusan Jalur Gaza, dan membuktikan vitalitas dan kontrol terkait masuknya orang (warga Palestina) ke wilayah utara Gaza (serta keberhasilan) memaksa Israel mengakhiri perang,” kata Neria, dilansir Khaberni, Selasa (28/1/2025).

    Peneliti urusan militer dan keamanan Israel itu melanjutkan, “Dari sudut pandang Israel, hal ini dianggap sebagai kerugian besar. Tujuan melenyapkan Hamas belum tercapai, dan para tahanan belum sepenuhnya dibebaskan.”

    Analisis ini terlontar ketika sejumlah jurnalis dan politisi di Israel mengungkapkan kemarahan mereka atas adegan kembalinya warga Gaza yang terusir karena agresi IDF, ke Jalur Gaza utara secara menyebar pada Minggu (26/1/2025) pagi.

    Forum “Komandan dan Prajurit Cadangan”, paguyuban yang berisi para personel IDF menyatakan, Kembalinya penduduk Gaza ke Jalur Gaza utara kemarin, merupakan langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, di mana negara (Israel) menyerahkan satu-satunya aset strategis yang dicapai dalam perang saat ini, untuk terus mempertahankan kesepakatan (pertukaran sandera dan tahanan) berbahaya itu.”

    Sementara itu, koresponden militer Radio Angkatan Darat Israel Doron Kadush mengatakan, pemandangan kembalinya warga Gaza ke rumah mereka ke Gaza Utara merupakan wujud kemenangan Hamas. 

    “Singkatnya, Hamas mencapai apa yang diinginkannya dan mendapatkan kembali kendali penuh atas Jalur Gaza utara. Wilayah itu akan kembali menjadi padat penduduk dengan lebih dari satu juta jiwa setengah orang. Kondisi ini akan menyulitkan Israel kembali berperang di Jalur Gaza utara jika Israel menginginkannya (lanjut perang) setelah tahap pertama perjanjian,” kata Kadush.

    Dia menambahkan, mencapai target perang, memberangus Hamas, akan mustahil dilakukan di situasi kota padat penduduk.

    “Kembali berperang di wilayah padat penduduk seperti Kota Gaza akan menjadi sebuah tugas yang mustahil,” katanya.

    KEMBALI PULANG – Ratusan ribu warga Gaza yang terusir dan mengungsi karena agresi militer Israel, kembali ke rumah-rumah mereka ke wilayah Gaza Utara, Senin (27/1/2025). (RNTV/TangkapLayar)

    Israel Menyerahkan Segalanya

    Adapun jurnalis Israel, Amichai Stein berkata, “Sampai pagi ini (Senin), Israel telah kehilangan pengaruh utama dalam kesepakatan tahanan, yaitu kembalinya warga Palestina ke Gaza utara.”

    Sebaliknya, analis Israel, Guy Bakhour, mengatakan, terus mempertahankan kesepakatan dengan Hamas, berarti kekalahan sempurna bagi Israel. 

    “Sejalan dengan penyerahan penuh dalam kesepakatan, mereka (petinggi Israel) selalu ingin menulis: ‘Kami akan terus menerapkan perjanjian dengan tegas’… Apa yang akan Anda terapkan? Israel telah menyerahkan segalanya,” kata dia.

    Menteri Israel yang mengundurkan diri, Itamar Ben Gvir, mengatakan, “Membuka koridor Netzarim pagi ini dan memulangkan puluhan ribu warga Gaza ke Jalur Gaza utara jelas merupakan kemenangan bagi Hamas, dan merupakan bagian memalukan dari kesepakatan yang tidak bertanggung jawab.”

    Dia menambahkan, “Ini bukanlah apa yang disebut ‘kemenangan mutlak’, melainkan ‘penyerahan mutlak’. 

    Jargon ‘kemenangan mutlak’ sebelumnya digaungkan Israel dan pasukannya saat memulai agresi militer darat di Jalur Gaza.

    “Tentara Israel tidak mengorbankan nyawa mereka di Jalur Gaza demi hal ini. Kita harus kembali berperang dan terus menghancurkan Hamas,” kata Ben Gvir.

    Diketahui, warga Gaza yang mengungsi mulai merangkak menuju kota dan wilayah mereka di Jalur Gaza utara pada pukul tujuh pagi pada Senin.

    Pergerakan warga Gaza ini terjadi setelah pasukan pendudukan Israel menarik diri dari poros Netzarim.

    IDF mundur setelah mencapai kesepakatan dengan Hamas terkait pembebasan warga Israel yang diculik, Erbil Yehud.

    Menurut perjanjian gencatan senjata antara Hamas dan Israel, hari kesembilan setelah berlakunya perjanjian tersebut adalah tanggal kembalinya para pengungsi ke Kota Gaza dan Jalur Gaza utara melalui pesisir Jalan Salah al-Din al-Rashid.

    Ini menjadi pertama kalinya warga Gaza menjejakkan kaki di rumah mereka di Gaza Utara setelah satu tahun empat bulan terpaksa mengungsi.

    Para pengungsi berjalan kaki dari daerah “Tabet al-Nuwairi”, sebelah barat kota Nuseirat, melewati poros Netzarim, setelah pasukan tentara Israel mundur dari wilayah tersebut. 

    SAPA PENDUDUK GAZA: Personel Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas, menyapa penduduk Gaza yang kembali ke rumah mereka di Gaza Utara per Minggu (26/1/2025). (Khaberni/tangkap layar)

    Hamas: Israel Gagal Usir Rakyat Palestina

    Tanda-tanda kegembiraan dan kegembiraan terlihat di wajah para pengungsi yang kembali ke rumahnya.

    Hamas mengumumkan kalau mereka telah menyampaikan kepada para mediator informasi yang diperlukan tentang daftar tahanan yang akan dibebaskan selama fase pertama perjanjian gencatan senjata.

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga mengumumkan bahwa Israel dan Hamas telah mencapai kesepakatan untuk membebaskan enam tahanan Israel, termasuk Erbil Yehud, dengan imbalan mengizinkan pengungsi Palestina untuk kembali ke Jalur Gaza utara.

    Hamas menganggap, “Kembalinya para pengungsi adalah kemenangan bagi rakyat kami, dan sebuah deklarasi kegagalan dan kekalahan pendudukan Israel dan rencana pengusirannya (terhadap Rakyat Palestina)”.

    Hamas menyatakan, “Pemandangan kerumunan besar orang-orang kami yang kembali ke daerah mereka di mana mereka terpaksa mengungsi, meskipun rumah mereka hancur, menegaskan kehebatan orang-orang kami dan ketabahan mereka di tanah mereka, meskipun ada penderitaan dan penderitaan dan tragedi yang mendalam.”

    Hamas mencatat, “Pemandangan ini dipenuhi dengan kegembiraan untuk kembali ke tanah air, kecintaan terhadap tanah air, dan keterikatan terhadap tanah tersebut, merupakan sebuah pesan bagi semua orang yang bertaruh untuk melanggar keinginan rakyat kami dan mengusir mereka dari tanah mereka.”

     

     

    (oln/khbrn/*)

  • Sindir Trump, Menlu Iran: Usir Warga Israel ke Greenland Lebih Masuk Akal, Bukan Palestina – Halaman all

    Sindir Trump, Menlu Iran: Usir Warga Israel ke Greenland Lebih Masuk Akal, Bukan Palestina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi memberikan kritik tajam terkait usulan Presiden AS Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Jalur Gaza ke negara lain.

    Dalam wawancara eksklusif dengan Sky News, Araghchi memberikan tanggapan kontroversial dengan menyarankan agar warga Israel, bukan Palestina, yang direlokasi ke Greenland.

    “Saran saya berbeda. Alih-alih orang Palestina, usir saja orang Israel dan kirim mereka ke Greenland sehingga mereka bisa membunuh dua burung dengan satu batu,” kata Araghchi, dikutip dari Iran International.

    Sebelumnya, Trump telah menegaskan kembali sarannya untuk memindahkan warga Palestina keluar dari Jalur Gaza.

    Trump mengklaim ingin memberikan kehidupan yang layak bagi warga Palestina.

    “Saya ingin mereka tinggal di wilayah yang memungkinkan mereka hidup tanpa gangguan, revolusi, dan kekerasan,” kata Trump kepada wartawan, dikutip dari Anadolu Ajansi.

    Pada hari Sabtu (25/1/2025), ia menyarankan agar Yordania dan Mesir menerima lebih banyak warga Palestina dari Gaza.

    Ia mengaku telah berdiskusi dengan Raja Yordania Abdullah II mengenai pembangunan perumahan untuk lebih dari satu juta warga Palestina dari Gaza ke negara-negara tetangga.

    Selain itu, ia juga menyatakan rencana pembicaraan dengan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi mengenai isu yang sama.

    Namun, kedua negara tersebut menegaskan kembali penolakan mereka terhadap pemukiman kembali warga Palestina.

    Rencana tersebut juga ditolak mentah-mentah oleh Otoritas Palestina (PA) yang berbasis di Ramallah.

    PA menilai bahwa usulan tersebut melanggar “garis merah” mereka dan bertentangan dengan hak-hak warga Palestina.

    Sementara itu, Trump dalam pernyataan kepada wartawan mengakui bahwa upayanya bertujuan untuk menyelesaikan konflik di wilayah tersebut, meskipun ia menggunakan nada yang kontroversial. 

     “Anda berbicara tentang satu setengah juta orang, dan kami baru saja membersihkan seluruh tempat itu,” kata Trump.

    Presiden mengatakan dia juga akan membahas masalah tersebut dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Menurut dua pejabat AS, Netanyahu dikabarkan akan melakukan kunjungan ke Gedung Putih untuk menemui Trump pada minggu depan.

    Menurut rencana, Netanyahu diperkirakan akan berangkat menuju Gedung Putih pada hari Minggu dan kembali pada hari Rabu.

    Juru bicara Netanyahu, Omer Dostri, menegaskan bahwa hingga kini perdana menteri belum menerima undangan resmi ke Gedung Putih. 

    Namun, seorang pejabat Israel mengungkapkan bahwa Netanyahu diharapkan mengunjungi Gedung Putih pada bulan Februari, meskipun tanggal pastinya masih belum ditentukan.

    Sebagai informasi, usulan Trump ini muncul tepat seminggu setelah perjanjian gencatan senjata berlaku di Gaza pada 19 Januari, yang menangguhkan perang genosida Israel yang telah menewaskan lebih dari 47.300 warga Palestina.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Donald Trump, Iran dan Konflik Palestina vs Israel

  • Israel Tiba-Tiba Batalkan Kunjungan Menteri ke Brussels karena ‘Terancam’, Ada Apa?

    Israel Tiba-Tiba Batalkan Kunjungan Menteri ke Brussels karena ‘Terancam’, Ada Apa?

    PIKIRAN RAKYAT – Perdana Menteri Israel penjajah, Benjamin Netanyahu telah menginstruksikan menteri urusan diaspora Amichai Chikli untuk membatalkan kunjungan yang direncanakan ke Parlemen Eropa di Brussels pekan ini. Alasannya, masalah keamanan.

    “Keputusan itu dibuat sehubungan dengan peringatan konkret, dan sesuai dengan panduan pejabat keamanan,” ucap pernyataan yang dirilis oleh kantor perdana menteri, Senin 27 Januari 2025.

    Sumber-sumber Israel penjajah mengatakan bahwa peringatan itu datang dari dinas keamanan negaranya, dan bukan dari otoritas Belgia. Tidak ada rincian lebih lanjut yang diungkapkan tentang sifat ancaman tersebut.

    Sementara itu, Amichai Chikli mengatakan bahwa dia menyesal menerima instruksi dari pejabat keamanan untuk membatalkan partisipasinya dalam acara peringatan holocaust.

    “Sayangnya, ibu kota Eropa telah menjadi tempat yang tidak aman bagi orang Yahudi dan Israel,” katanya.

    Amichai Chikli dijadwalkan untuk berbicara di acara peringatan holocaust di Parlemen Eropa pada Selasa 28 Januari 2025, yang diselenggarakan oleh dua anggota parlemen dari Partai Rakyat Eropa (EPP) kanan-tengah, Lukas Mandl dan Andrey Kovatchev.

    Ancaman dari Rakyat Sendiri?

    Akan tetapi, dalam sebuah surat kepada kedua anggota parlemen Eropa, lebih dari 40 kerabat sandera Israel penjajah yang ditawan oleh Hamas pada Oktober 2023 telah menyerukan agar undangan menteri Amichai Chikli dibatalkan. Sebab, penentangannya terhadap kesepakatan gencatan senjata sandera dan komentar publiknya yang menyerukan pengusiran orang-orang dari Gaza dan Lebanon selatan, serta dukungannya untuk politisi sayap kanan Eropa.

    Amichai Chikli, yang berasal dari partai Likud perdana menteri Benjamin Netanyahu, termasuk di antara hanya dua anggota kabinet Likud yang memilih menentang kesepakatan gencatan senjata di Gaza dan pengembalian bertahap sandera Israel penjajah.

    “Posisi ekstremis dan memecah belah Menteri Chikli tidak mencerminkan nilai-nilai atau suara publik Israel yang lebih luas atau komunitas Yahudi global,” ujar surat yang juga ditandatangani oleh 32 pemimpin komunitas Yahudi.

    Dan Sobovitz, yang mengoordinasikan surat itu, mengatakan bahwa dia menyesali acara tentang topik penting seperti itu harus dibatalkan. Namun, dia menekankan kepuasan para penandatangan bahwa itu tidak dibayangi oleh kehadiran tokoh yang sangat kontroversial.

    “Hari Peringatan Holocaust dan perjuangan melawan antisemitisme terlalu penting untuk disalahgunakan oleh mereka yang menabur kebencian dan ketakutan dalam masyarakat kita yang semakin terpolarisasi,” tuturnya.

    “Penting juga bagi para menteri Israel untuk memahami bahwa dengan memberikan suara menentang kesepakatan gencatan senjata sandera, mereka menentang tidak hanya sebagian besar publik Israel tetapi juga dunia Yahudi pada umumnya, yang sangat mendukung perjanjian penyelamatan jiwa ini,” ujar Dan Sobovitz menambahkan.

    Dia juga berterima kasih kepada parlemen dan anggota parlemen Swedia Evin Incir karena mempelopori upaya untuk memastikan bahwa acara khidmat ini tetap bermartabat dan menyatukan.

    Evin Incir dipahami telah menggalang dukungan atas seruan kerabat sandera agar undangan Amichai Chikli ditarik.

    “Sebagai anggota parlemen, adalah tanggung jawab kita untuk menegakkan hukum internasional, hak asasi manusia, dan mempromosikan perdamaian. Menjaga undangan ke Chikli akan bertentangan dengan nilai-nilai inti Uni Eropa,” ucapnya.

    “Antisemitisme adalah keprihatinan yang mendesak dan berkembang yang memerlukan tindakan kolektif dan solidaritas kita. Selain itu, kami memiliki tanggung jawab untuk mengambil bagian tanggung jawab kami dalam mempertahankan perjanjian penyelamatan jiwa yang memberikan harapan bagi jutaan orang di Israel, Palestina, dan di seluruh dunia,” kata Evin Incir menambahkan.

    Sementara itu, Tal Rabina selaku direktur strategis Asosiasi Yahudi Eropa, yang mendukung penyelenggaraan acara tersebut, telah menyatakan penyesalan bahwa menteri terpaksa membatalkan penampilannya.

    “Fakta bahwa pada tahun 2025, seorang menteri Israel terpaksa membatalkan kunjungannya ke negara Eropa Barat karena alasan keamanan adalah lebih banyak bukti daripada apa pun bahwa semua deklarasi ‘tidak pernah lagi’ para pemimpin itu kosong,” tuturnya.

    Amichai Chikli juga dijadwalkan untuk campur tangan dalam sebuah acara berjudul “Membela Nilai-Nilai Barat di Parlemen Eropa” yang diselenggarakan oleh kelompok sayap kanan Konservatif dan Reformis Eropa (ECR) pada Selasa 28 Januari 2025 pagi.

    Amichai Chikli “Menghindari Keadilan”

    Yayasan Hind Rajab, yang sering mengajukan pengaduan hukum terhadap tentara Israel penjajah berdasarkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia, mengatakan bahwa pihaknya yakin keputusan untuk membatalkan kunjungan itu lebih berkaitan dengan menghindari keadilan dan tindakan hukum.

    Pendiri yayasan itu adalah Dyab Abou Jahjah, seorang aktivis politik dari Lebanon selatan. Dia mengumumkan bahwa dirinya akan mengajukan keluhan hukum kepada jaksa penuntut umum Belgia setelah menteri Amichai Chikli berbicara kepadanya dalam pesan ancaman di platform media sosial X.

    “Halo aktivis hak asasi manusia kami. Hati-hati dengan pager Anda,” ucapnya merujuk pada serangan September 2024 yang dilakukan oleh Israel penjajah yang menargetkan ratusan pager yang dimaksudkan untuk digunakan oleh militan Syiah Lebanon Hizbullah, yang diyakini juga telah membunuh warga sipil, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Euronews.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Arbel Yehud, Sandera Israel yang Ditahan Brigade Al-Quds, Minta Netanyahu Patuhi Perjanjian – Halaman all

    Arbel Yehud, Sandera Israel yang Ditahan Brigade Al-Quds, Minta Netanyahu Patuhi Perjanjian – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Brigade Al-Quds, sayap militer Gerakan Jihad Islam, merilis video tahanan Israel Arbel Yehud, yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    Arbel Yehud muncul dalam video dalam keadaan sehat dan meyakinkan keluarganya bahwa dia baik-baik saja.

    Ia berharap untuk dibebaskan seperti tahanan wanita Israel yang dibebaskan dari penawanan selama beberapa hari terakhir.

    Arbel Yehud meminta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan sekutunya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, untuk melakukan segala upaya untuk memastikan gencatan senjata terus berjalan sesuai rencana sampai semua tahanan dari kedua belah pihak kembali ke rumah mereka dengan selamat.

    Ia juga membenarkan dia video tersebut direkam pada Sabtu (25/1/2025), hari yang sama dengan pembebasan empat tentara wanita Israel dengan imbalan 200 tahanan Palestina.

    Dalam video itu, Arbel Yehud mengatakan dia lahir pada tanggal 21 Juni 1995, dia memegang ID No. 315369132, dan berasal dari Kibbutz Nir Oz.

    “Saya bertugas di tentara Israel dari Oktober 2013 hingga Oktober 2015, dengan nomor militer 8086762,” kata Arbel Yehud dalam video itu, seperti diberitakan Al Jazeera.

    Faksi perlawanan Palestina telah mengkonfirmasi mereka akan membebaskan Arbel Yehud dan dua tahanan lainnya sebelum Sabtu (1/2/2025) depan.

    Sebelumnya, Hamas mengajukan proposal kepada mediator untuk melakukan proses pertukaran tambahan yang mencakup Arbel Yehud, sebelum pertukaran tahanan selanjutnya.

    “Dengan dua tahanan pendudukan lainnya sebelum Jumat (31/1/2025) depan, dan pertukaran yang dijadwalkan pada Sabtu (1/2/2025) depan tetap sesuai jadwal dan mencakup tiga tahanan pendudukan,” kata Hamas dalam pernyataannya, Senin (27/1/2025).

    “Oleh karena itu, gerakan ini telah mencapai, dengan upaya para mediator, bahwa pemulangan para pengungsi akan dimulai mulai pagi ini, Senin, 27 Januari 2025,” tambahnya.

    Netanyahu sebelumnya mendesak Hamas untuk membebaskan Arbel Yehud, sebagai syarat untuk Israel menarik pasukannya dari poros Netzarim dan mengizinkan warga Gaza kembali ke utara.

    Sebelumnya pada Minggu (26/1/2025), Hamas menunda membebaskan Arbel Yehud karena Hamas mengklasifikasikan dia sebagai tentara wanita Israel yang dilatih di bidang astronomi.

    Sementara, Israel mengatakan Arbel Yehud adalah warga sipil dan menuduh Hamas melanggar perjanjian gencatan senjata untuk membebaskan warga sipil terlebih dahulu.

    Arbel Yehud (29) adalah wanita yang tinggal di pemukiman Nir Oz, pemukiman dekat timur Kegubernuran Khan Yunis, selatan Jalur Gaza.

    Menurut media Israel, Arbel Yehud ditangkap dari rumahnya bersama temannya, Ariel Kunio, yang juga tinggal di pemukiman tersebut.

    Arbel Yehud ditampilkan di berbagai media Israel sebagai orang yang sangat tertarik dengan astronomi dan tidak ditahan oleh Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas), melainkan oleh faksi lain yaitu Gerakan Jihad Islam (PIJ).

    Saat menelusuri data pertama yang dipublikasikan oleh media Israel dan halaman media sosial yang dibuat untuk tahanan Israel setelah 7 Oktober 2023, tampaknya Arbel Yehud mendapat pelatihan eksplorasi ruang angkasa dan astronomi di militer Israel.

    Jumlah Korban di Jalur Gaza

    Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 47.306 jiwa dan 111.483lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Minggu (26/1/2025) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Anadolu Agency.

    Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada 1948.

    Israel mengklaim ada 101 tahanan yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 tahanan dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.

    Pada Minggu (19/1/2025), Israel-Hamas melakukan pertukaran 3 wanita Israel dengan 90 warga Palestina sebagai bagian dari tahap 1 dalam perjanjian gencatan senjata.

    Israel dan Hamas melakukan pertukaran tahanan kedua pada 25 Januari 2025, dengan menukar 4 tahanan tentara wanita Israel dengan 200 tahanan Palestina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Netanyahu Puji Trump Usai Izinkan Pengiriman Bom

    Netanyahu Puji Trump Usai Izinkan Pengiriman Bom

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu memuji Presiden Amerika Serikat Donald Trump karena memberi Israel apa yang ia sebut sebagai “alat” untuk mempertahankan diri. Ini disampaikan Netanyahu setelah presiden AS tersebut dilaporkan mengizinkan pengiriman bom ke Israel.

    Sebelumnya, pemerintahan AS di bawah Presiden Joe Biden telah menghentikan pengiriman bom berat ini tahun lalu, ketika Israel tampaknya siap untuk meluncurkan operasi darat besar-besaran di wilayah Gaza yang berpenduduk padat.

    “Terima kasih Presiden Trump karena telah menepati janji Anda untuk memberi Israel alat yang dibutuhkannya untuk mempertahankan diri, untuk menghadapi musuh bersama kita dan untuk mengamankan masa depan yang damai dan sejahtera,” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan video, dilansir kantor berita AFP, Senin (27/1/2025).

    Sebelumnya pada hari Minggu, Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar juga berterima kasih kepada Trump atas “pengiriman pertahanan penting” ke Israel.

    Pada hari Sabtu, Trump mengatakan “banyak barang” sedang dikirim ke Israel, setelah laporan bahwa ia telah merilis pengiriman bom seberat 2.000 pon.

    “Banyak barang yang dipesan dan dibayar oleh Israel, tetapi belum dikirim oleh Biden, sekarang sedang dalam perjalanan!” kata Trump dalam sebuah posting di platform Truth Social miliknya.

    Pemerintahan Biden tahun lalu menghentikan pengiriman bom tersebut, dengan peringatan bahwa penggunaan amunisi sebesar itu di daerah berpenduduk padat akan menyebabkan “tragedi dan korban manusia yang besar.”

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pengungsi Palestina Mulai Kembali ke Gaza, Hamas: Ini Kemenangan!

    Pengungsi Palestina Mulai Kembali ke Gaza, Hamas: Ini Kemenangan!

    Jakarta

    Massa pengungsi Palestina mulai kembali ke utara Jalur Gaza yang dilanda perang pada hari Senin (27/1), setelah Israel dan kelompok Hamas mengatakan mereka telah mencapai kesepakatan untuk membebaskan enam sandera lainnya.

    Terobosan ini mempertahankan gencatan senjata dan membuka jalan bagi lebih banyak pertukaran sandera-tahanan berdasarkan kesepakatan, yang bertujuan untuk mengakhiri konflik selama lebih dari 15 bulan.

    Israel sebelumnya telah mencegah warga Palestina untuk kembali ke rumah mereka di Gaza utara, seiring Israel menuduh Hamas melanggar ketentuan gencatan senjata. Namun, kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan pada Minggu malam, bahwa mereka akan diizinkan untuk melintas setelah kesepakatan baru tercapai.

    Dilansir kantor berita AFP, Senin (27/1/2025), massa mulai berjalan kaki ke utara di sepanjang jalan pesisir pada Senin pagi waktu setempat, membawa barang-barang apa pun yang mereka bisa.

    “Rasanya luar biasa ketika Anda kembali ke rumah, kembali ke keluarga, kerabat, dan orang-orang terkasih, dan memeriksa rumah Anda — jika itu masih sebuah rumah,” kata warga Gaza yang mengungsi Ibrahim Abu Hassera kepada AFP.

    Hamas menyebut kepulangan itu sebagai “kemenangan” bagi warga Palestina yang “menandakan kegagalan dan kekalahan rencana pendudukan dan pemindahan”.

    Sementara itu, sekutunya, Jihad Islam, menyebutnya sebagai “respons bagi semua orang yang bermimpi menggusur rakyat kami”.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Koridor Netzarim Dibuka, Israel Mulai Izinkan Pengungsi Palestina Kembali ke Gaza Utara – Halaman all

    Koridor Netzarim Dibuka, Israel Mulai Izinkan Pengungsi Palestina Kembali ke Gaza Utara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel per hari ini, Senin, (27/1/2025), mulai mengizinkan para pengungsi Palestina untuk kembali ke Gaza utara yang sudah hancur lebur oleh serangan Israel.

    Ribuan pengungsi Palestina dilaporkan menuju ke Gaza utara. Sebelumnya, mereka telah menunggu berhari-hari agar diizinkan ke sana.

    Wartawan Associated Press menyebut ada beberapa orang yang menyeberangi Koridor Netzarim setelah pukul 07.00 waktu setempat. Saat itu adalah jam pembukaan titik pemeriksaan.

    Israel akhirnya mengizinkan pengungsi kembali ke Gaza utara setelah ada penundaan selama dua hari.

    Penundaan itu dipicu oleh ketidaksepakatan antara Hamas dan Israel perihal pembebasan sandera. Israel menyebut Hamas telah mengubah urutan sandera yang akan dibebaskannya.

    Pada awal perang, Israel pernah mengevakuasi paksa warga Palestina di Gaza utara. Sekitar satu juta orang akhirnya mengungsi ke Gaza selatan dan tidak diizinkan kembali.

    Meski demikian, ada sebanyak ratusan ribu warga Palestina tetap bertahan di Gaza utara.

    Wanita Palestina berada di Gaza utara yang hancur karena serangan Israel. (Haaretz)

    Tempo hari Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebut warga Palestina tak akan diizinkan kembali ke Gaza utara jika seorang warga Israel bernama Arbel Yehoud dibebaskan Hamas.

    Israel berkata Yehoud seharusnya sudah dibebaskan minggu lalu. Namun, seorang pejabat Hamas mengatakan Yehoud baru akan dibebaskan minggu berikutnya.

    Pada hari Sabtu lalu ada ratusan warga Palestina yang berkumpul di Wadi Gaza dan berharap bisa menuju ke Gaza utara. Wadi Gaza adalah wadi atau sungai yang menjadi batas Gaza utara dengan wilayah lainnya.

    “Saya menunggu izin [Israel] sehingga saya bisa mencari putra saya yang tewas dalam perang dan memberinya pemakaman yang layak,” kata salah satu pengungsi wanita Palestina, dikutip dari Euro News.

    Dalam perjanjian gencatan senjata, Israel diharuskan menarik militernya dari area padat penduduk dan mengizinkan warga Palestina kembali ke rumah masing-masing.

    Pembebasan sandera dan tahanan juga menjadi bagian dalam perjanjian gencatan.

    Pada tahap pertama yang berlangsung 6 minggu, Hamas akan membebaskan 33 warga Israel yang disanderanya. Di sisi lain, Israel akan membebaskan ratusan warga Palestina yang ditahan di penjara.

    Tahap kedua akan mengarah kepada penghentian perang di Gaza secara permanen. Pada tahap ini Hamas akan membebaskan sandera yang tersisa, sedangkan Israel akan melepaskan sekitar 1.000 warga Palestina yang ditahan.

    Di samping itu, pada tahap ini militer Israel akan menarik diri sepenuhnya dari Gaza.

    Adapun tahap ketiga atau yang terakhir adalah pembangunan kembali Gaza. Hamas akan menyerahkan jasad sandera yang meninggal.

    Rincian tahap dua dan ketiga akan dimatangkan saat tahap pertama berlangsung.

    Warga Palestina membawa barang-barang mereka saat berjalan kembali ke kota Rafah di Jalur Gaza selatan setelah penarikan sebagian pasukan Israel dari kota tersebut. (Quds News Network)

    Trump ingin pengungsi Gaza pindah ke Yordania dan Mesir

    Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ingin Yordania, Mesir, dan negara-negara Arab lainnya menerima lebih banyak pengungsi dari Jalur Gaza.

    Pemindahan pengungsi itu ditujukan untuk “sekadar membersihkan” area yang hancur lebur karena perang dan menciptakan awal yang baru.

    Di sisi lain, Yordania dan Mesir telah menolak usulan semacam itu dan menganggapnya sebagai ancaman. Kedua negara itu menyinggung Israel yang menolak untuk berkomitmen mengizinkan para pengungsi untuk kembali ke Gaza.

    The Times of Israel melaporkan banyak warga Palestina yang takut tidak akan bisa kembali ke Gaza. 

    Meski demikian, sejak perang di Gaza meletus 1,5 tahun lalu, sudah ada lebih dari 100.000 warga Gaza yang berhasil mengungsi ke Mesir.

    Mereka dilaporkan diminta membayar biaya sangat mahal agar bisa masuk wilayah Mesir. Selain itu, kebanyakan dari mereka tidak mendapat bantuan apa pun karena Mesir menolak mengakui mereka sebagai pengungsi.

    Gagasan tentang pemindahan sebagian pengungsi Gaza juga sudah diwacanakan oleh AS di bawah Presiden Joe Biden pada awal perang. Namun, Yordania dan Mesir langsung menolaknya mentah-mentah.

    Akan tetapi, AS yang kini dipimpin Trump kembali menggulirkan wacana pemindahan itu. Saat ini ada lebih dari 2 juta warga Palestina di Gaza.

    Saat diwawancarai wartawan di dalam pesawat Air Force One, Trump menyebut Gaza sebagai “lokasi pembongkaran”.

    Dia mengaku sudah berbicara kepada Raja Yordania Abdullah II perihal masalah itu. Lalu, dia mengatakan akan bertemu dengan Presiden Mesir Abdel Fattah Al Sissi pada hari Minggu.

    Trump menceritakan sedikit percakapannya dengan Abdullah.

    “Saya akan senang jika Anda menerima lebih banyak [pengungsi] karena saya melihat seluruh wilayah Gaza saat ini, dan Gaza berantakan, Gaza benar-benar berantakan,” kata Trump kepada Abdullah.

    Ketika ditanya apakah pemindahan itu solusi sementara atau jangka panjang, Trump berkata, “Bisa keduanya.”

    “Kalian berbicara tentang mungkin sekitar 1,5 juta orang, dan kita sekadar membersihkan semua itu. Kalian tahu, selama berabad-abad ada banyak sekali, banyak, konflik di tempat itu. Dan saya tidak tahu, sesuatu harus terjadi.”

    “Secara harfiah, Gaza kini lokasi pembongkaran. Hampir segalanya dibongkar dan orang-orang di sana sekarat.”

    “Jadi, saya lebih suka terlibat dengan beberapa negara Arab dan membangun perumahan di lokasi berbeda, tempat mereka mungkin bisa tinggal damai, berbeda dengan biasanya.”

    (*)

  • Israel Langgar Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza, Hadang Warga Palestina Kembali ke Rumah – Halaman all

    Israel Langgar Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza, Hadang Warga Palestina Kembali ke Rumah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hamas memantau pergerakan Israel yang melakukan penghadangan terhadap warga Palestina yang ingin kembali dari Gaza selatan ke utara.

    Menurut Hamas, tindakan penghadangan oleh Israel ini adalah sebagai bentuk pelanggaran perjanjian gencatan senjata.

    Berdasarkan kesepakatan, Israel pada Sabtu (25/1/2025) akan mulai mengizinkan warga Palestina untuk kembali ke rumah mereka di Gaza utara.

    Hamas menegaskan bahwa Israel telah menunda pelaksanaan perjanjian gencatan senjata.

    Dikutip dari Al Mayadeen, kelompok Palestina itu menganggap pendudukan Israel bertanggung jawab atas keterlambatan dalam melaksanakan gencatan senjata.

    “Kami bekerja secara bertanggung jawab dengan para mediator untuk mencapai solusi yang menjamin kembalinya para pengungsi,” tegas Hamas.

    Times of Israel mengutip sumber diplomatik yang mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu “bersikukuh pada keputusannya untuk tidak mengizinkan warga Gaza melewati Koridor Netzarim ke utara”.

    Akibat keributan ini, salah seorang warga Palestina harus tewas dan tujuh orang lainnya terluka akibat tembakan dari Israel.

    Pria itu ditembak dan dua lainnya terluka Sabtu malam, menurut Rumah Sakit Awda, yang menerima korban.

    Lima warga Palestina lainnya, termasuk seorang anak, terluka Minggu dini hari dalam penembakan terpisah, kata rumah sakit itu.

    Belum ada komentar langsung dari militer Israel.

    Dikutip dari Arab News, Israel telah menarik diri dari beberapa wilayah Gaza sebagai bagian dari gencatan senjata, yang mulai berlaku Minggu lalu.

    Tetapi, militer Israel telah memperingatkan orang-orang untuk menjauh dari pasukannya, yang masih beroperasi di zona penyangga di dalam Gaza di sepanjang perbatasan dan di koridor Netzarim.

    Awal Mula Kekacauan

    Kekacauan ini bermula ketika proses pembebasan sandera, di mana Hamas diharuskan untuk membebaskan empat wanita Israel pada Sabtu.

    Namun, berdasarkan ketentuan perjanjian penyanderaan, warga sipil perempuan Israel, Arbel Yehoud, seharusnya dibebaskan sebelum keempat tentara tersebut.

    Yehoud termasuk dalam kategori ini bersama dengan Shiri Bibas dan kedua putranya, Kfir dan Ariel.

    Akibatnya, setelah keempat sandera dikembalikan dengan selamat ke Israel, kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa warga Gaza tidak akan diizinkan kembali ke bagian utara Jalur Gaza sampai Yehoud dikembalikan dengan selamat.

    “Israel hari ini menerima empat tentara wanita yang diculik dari organisasi Hamas, dan sebagai gantinya, akan membebaskan tahanan keamanan sesuai dengan kesepakatan yang disepakati,” kata Kantor Netanyahu, dikutip dari The Jerusalem Post.

    “Sesuai dengan kesepakatan tersebut, Israel tidak akan mengizinkan warga Gaza menyeberang ke Jalur Gaza utara – hingga pembebasan warga sipil Arbel Yehoud, yang seharusnya dibebaskan hari ini, diatur,” lanjut mereka.

    Hamas mengatakan telah membuktikan kepada Israel bahwa sandera Arbel Yehoud masih hidup.

    Kelompok tersebut menyalahkan Israel karena melanggar persyaratan kesepakatan penyanderaan dalam pengumuman resmi pada hari Minggu.

    “Kami menindaklanjuti dengan para mediator mengenai pencegahan pendudukan terhadap kembalinya para pengungsi dari selatan ke utara (Gaza), yang merupakan pelanggaran perjanjian gencatan senjata,” kata Hamas.

    “Pendudukan terhenti dengan dalih tahanan Arbel Yehoud, meskipun kami telah memberi tahu para mediator bahwa dia masih hidup, dan kami telah memberikan semua jaminan yang diperlukan untuk pembebasannya.”

    “Kami menganggap pendudukan bertanggung jawab atas hambatan dalam pelaksanaan perjanjian, dan kami menindaklanjuti dengan para mediator dengan tanggung jawab penuh untuk mencapai solusi yang mengarah pada pemulangan para pengungsi,” pungkas mereka.

    Trump Minta Yordania dan Mesir Terima Warga Palestina

    Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump meminta kepada Yordania dan Mesir untuk menerima lebih banyak warga Palestina dari Gaza.

    Ketika ditanya apakah ini merupakan solusi sementara atau jangka panjang untuk Gaza, Trump mengatakan: “Bisa jadi salah satunya”.

    Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich, yang telah berulang kali menyerukan kembalinya pemukim Yahudi ke Gaza, menyambut seruan Trump sebagai “ide yang sangat bagus” dan mengatakan dia akan berupaya mengembangkan rencana untuk melaksanakannya.

    Namun seorang pejabat Hamas bereaksi dengan curiga, menyuarakan ketakutan lama warga Palestina tentang pengusiran permanen dari rumah mereka.

    “Palestina tidak akan menerima tawaran atau solusi apa pun, bahkan jika (tawaran tersebut) tampaknya memiliki niat baik dengan kedok rekonstruksi, seperti yang diumumkan dalam proposal Presiden AS Trump,” kata anggota biro politik Hamas, Basem Naim kepada Reuters.

    Pejabat Hamas lainnya, Sami Abu Zuhri, mendesak Trump untuk tidak mengulangi ide-ide “gagal” yang dicoba oleh pendahulunya, Joe Biden.

    “Warga Gaza telah menanggung kematian dan menolak meninggalkan tanah air mereka dan mereka tidak akan meninggalkannya apa pun alasannya,” kata Abu Zuhri kepada Reuters.

    Yordania juga tampaknya menolak usulan Trump, dengan Menteri Luar Negerinya Ayman Safadi mengatakan kepada wartawan bahwa pendirian negara itu terhadap pemindahan warga Palestina dari Gaza tetap “tegas dan tidak tergoyahkan”.

    Mesir belum berkomentar, tetapi telah mengatakan pada beberapa kesempatan bahwa negara itu menolak pemindahan warga Palestina.

    Washington tahun lalu menyatakan menentang pemindahan paksa warga Palestina.

    Kelompok hak asasi manusia dan lembaga kemanusiaan selama berbulan-bulan menyuarakan keprihatinan atas situasi di Gaza, dengan perang yang menyebabkan hampir seluruh penduduk mengungsi dan menyebabkan krisis kelaparan.

    “Saya katakan kepadanya, saya ingin Anda menangani lebih banyak hal karena saya melihat seluruh Jalur Gaza saat ini dan keadaannya kacau, benar-benar kacau. Saya ingin dia menangani orang-orang,” kata Trump setelah menelepon Raja Yordania, Abdullah pada hari Sabtu.

    “Saya ingin Mesir menerima orang-orang itu,” ucap Trump.

    Trump menambahkan bahwa ia akan berbicara dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi pada hari Minggu.

    “Anda berbicara tentang satu setengah juta orang, dan kita baru saja membersihkan semuanya,” ujarnya. (*)

  • Donald Trump Ingin Mesir dan Yordania Terima Lebih Banyak Pengungsi Gaza – Halaman all

    Donald Trump Ingin Mesir dan Yordania Terima Lebih Banyak Pengungsi Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengusulkan agar Yordania, Mesir, dan negara-negara Arab lainnya menerima lebih banyak pengungsi Palestina dari Jalur Gaza.

    Usulan ini bertujuan untuk membersihkan area yang hancur akibat perang dan menciptakan awal yang baru bagi pengungsi.

    Namun, baik Yordania maupun Mesir telah menolak usulan tersebut, menganggapnya sebagai ancaman.

    Kedua negara menyinggung Israel yang menolak memberikan komitmen untuk mengizinkan para pengungsi kembali ke Gaza.

    Menurut laporan dari The Times of Israel, banyak warga Palestina yang khawatir tidak akan bisa kembali ke Gaza setelah mengungsi.

    Sejak dimulainya perang di Gaza 1,5 tahun lalu, lebih dari 100.000 warga Gaza telah berhasil mengungsi ke Mesir.

    Namun, mereka sering kali diminta membayar biaya tinggi untuk memasuki wilayah Mesir dan tidak mendapatkan bantuan karena Mesir menolak mengakui mereka sebagai pengungsi.

    Gagasan pemindahan pengungsi Gaza juga pernah diusulkan oleh pemerintahan Presiden Joe Biden, tetapi ditolak oleh Yordania dan Mesir.

    Kini, di bawah kepemimpinan Trump, wacana ini kembali digulirkan.

    Saat diwawancarai di dalam pesawat Air Force One, Trump menyebut Gaza sebagai lokasi pembongkaran dan mengungkapkan keinginannya untuk berbicara lebih lanjut dengan pemimpin Yordania dan Mesir.

    “Saya akan senang jika Anda menerima lebih banyak pengungsi karena saya melihat seluruh wilayah Gaza saat ini dan Gaza berantakan,” ungkap Trump kepada Raja Yordania Abdullah II.

    Ia menambahkan bahwa pemindahan tersebut bisa menjadi solusi sementara atau jangka panjang.

    Respons Israel

    Usulan Trump disambut baik oleh pejabat Israel.

    Menteri Keamanan Israel Bezalel Smotrich menyebut gagasan pemindahan warga Gaza ke negara-negara Arab sebagai ide yang sangat bagus.

    “Setelah 76 tahun, mayoritas penduduk Gaza dipaksakan berada di tempat buruk. Gagasan membantu mereka menemukan tempat baru untuk memulai hidup baru adalah ide yang sangat bagus,” ujarnya.

    Itamar Ben Gvir, mantan Menteri Keamanan Israel, juga mendukung usulan tersebut dan menekankan pentingnya mendorong emigrasi sukarela.

    “Salah satu permintaan kami kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu adalah mendorong emigrasi sukarela. Ketika presiden negara adikuasa terhebat di dunia, Trump, secara pribadi membawa ide itu, pemerintah Israel pantas menerapkannya, dukung emigrasi sekarang!” kata Ben Gvir.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).