Tag: Benjamin Netanyahu

  • Netanyahu Bertandang ke AS, Jadi Pemimpin Dunia Pertama yang Diundang Trump ke Gedung Putih – Halaman all

    Netanyahu Bertandang ke AS, Jadi Pemimpin Dunia Pertama yang Diundang Trump ke Gedung Putih – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri (PM) Israel Benyamin Netanyahu melakukan kunjungan Amerika Serikat untuk bertemu dengan Presiden AS Donald Trump, pada Minggu (2/2/2025).

    “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu akan berangkat besok pagi untuk pertemuannya dengan Presiden AS Donald Trump,” ujar cuitan kantor perdana menteri Israel di X.

    Kunjungan ini menjadikan Netanyahu sebagai pimpinan internasional pertama yang diundang ke Gedung Putih setelah pelantikan Presiden Trump, sebagaimana dikutip dari Anadolu.

    “Perdana Menteri Netanyahu adalah pemimpin asing pertama yang diundang ke Gedung Putih selama masa jabatan kedua Presiden AS Trump,” imbuh laporan kantor perdana menteri Israel.

    Selama masa jabatan pertamanya, Trump mengklaim bahwa Israel “tidak pernah memiliki teman yang lebih baik di Gedung Putih”.

    Pertemuan Trump dengan Netanyahu mengindikasikan hubungan baik yang kini tengah terjalin di antara kedua belah pihak.

    Mengingat beberapa tahun terakhir hubungan Trump-Netanyahu sempat memburuk lantaran pemimpin Israel tersebut mengucapkan selamat kepada Joe Biden atas kemenangannya dalam pemilu 2020.

    Sejak saat itu hubungan keduannya mulai memanas, Trump menuduh Netanyahu tidak setia.

    Namun lambat laun hubungan keduannya mulai membaik, bahkan setelah menjabat untuk masa jabatan keduanya, Trump dilaporkan menyetujui pengiriman bom seberat 2.000 pon ke Israel, yang sebelumnya telah dihentikan oleh pemerintahan Biden.

    Tak sampai disitu, Trump bahkan berjanji akan terus memasok Israel dengan berbagai bantuan ketika AS membekukan semua pendanaan baru untuk program bantuan luar negeri,.

    Trump dan Netanyahu Bahas Sandera-Gencatan Senjata

    Dalam kunjungan perdana itu Netanyahu kabarnya akan bertemu dan bertatap dengan Donald Trump muka pada tanggal 4 Februari.

    Adapun pertemuan ini direncanakan keduannya untuk membahas Gaza, sandera, dan  semua komponen sumbu Iran dan masalah utama lainnya.

    “Diskusi juga akan mencakup situasi di Gaza, tantangan yang ditimbulkan oleh Iran, serta isu-isu utama lainnya yang berkaitan dengan keamanan dan politik internasional,” papar kantor Netanyahu.

    Sebagai informasi, sejauh ini Pemerintah Israel dan Hamas telah sepakat untuk melakukan pertukaran tahanan.

    Israel mengklaim akan membebaskan hampir 300 tahanan Palestina sebagai bagian dari kesepakatan.

    Sebagai imbalan, Hamas mengungkap bahwa pihaknya akan membebaskan 33 sandera Israel.

    Selain pertukaran tahanan, gencatan senjata ini juga mencakup izin bagi warga Palestina yang terluka untuk meninggalkan Gaza melalui perbatasan Rafah menuju Mesir. 

    Selama perbatasan dibuka para pengungsi Gaza yang menderita penyakit kronis seperti kanker bisa dimobilisasi ke rumah sakit Mesir untuk mendapat pengobatan intensif.

    Operasi evakuasi ini diawasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan melibatkan mobilisasi lebih dari 30 ambulans di sisi Mesir.

    Para pasien yang menderita penyakit kronis nantinya akan dibawa ke rumah sakit besar seperti Sheikh Zuweid, Arish, dan Suez, sementara pasien dengan kasus-kasus kritis dirujuk ke Kairo.

    WHO memperkirakan sekitar 2.500 anak di Gaza yang membutuhkan perawatan medis mendesak akan diangkut ke Mesir.

    Lebih lanjut, selain membebaskan tawanan Palestina dalam kesepakatan gencatan senjata PM Israel Benjamin Netanyahu mengizinkan penduduk Jalur Gaza utara untuk kembali ke rumah mereka mulai Senin (27/1/2025) pagi.

    Melalui kebijakan tersebut, diperkirakan sekitar 650.000 warga Palestina yang mengungsi di bagian tengah dan selatan Jalur Gaza akan kembali ke rumah mereka di utara awal pekan ini.

    Ramainya antusias warga Palestina yang ingin kembali ke Gaza Utara, membuat mobil, truk, dan gerobak keledai yang penuh dengan perabotan dan barang-barang pribadi tampak antrean panjang

    Ini adalah momen bersejarah bagi seluruh warga Palestina untuk menyaksikan kembalinya 1,5 juta warga Palestina yang telah mengungsi secara paksa sejak awal perang.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Netanyahu dan Trump akan Bahas Gencatan Senjata di Gedung Putih – Halaman all

    Netanyahu dan Trump akan Bahas Gencatan Senjata di Gedung Putih – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dijadwalkan untuk mengunjungi Amerika Serikat dan bertemu dengan Presiden Donald Trump pada 4 Februari 2025.

    Pertemuan ini akan membahas berbagai isu penting, termasuk perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas serta situasi di Gaza.

    Fokus Pertemuan

    Menurut laporan dari kantor Netanyahu, diskusi akan mencakup beberapa topik krusial. “Kami akan membahas gencatan senjata, tantangan yang ditimbulkan oleh Iran, serta isu-isu utama lainnya terkait keamanan dan politik internasional,” ungkap pejabat tersebut.

    Pembebasan Sandera

    Salah satu fokus utama dalam pertemuan ini adalah pembahasan mengenai pembebasan sandera.

    Israel dan Hamas telah sepakat untuk melakukan pertukaran tahanan, di mana Israel telah membebaskan hampir 300 tahanan Palestina.

    Di sisi lain, Hamas berjanji untuk membebaskan total 33 sandera, termasuk tujuh wanita Israel yang sudah dibebaskan.

    Namun, juru bicara pemerintah Israel, David Mencer, mengonfirmasi bahwa 25 sandera masih hidup, sementara delapan lainnya telah dibunuh oleh Hamas.

    Gencatan Senjata dan Pencabutan Pembatasan

    Kesepakatan gencatan senjata yang sedang dibahas juga mencakup pencabutan pembatasan perjalanan di Gaza utara.

    Pembatasan ini biasanya diterapkan sebagai bagian dari blokade untuk mengontrol wilayah.

    Pencabutan tersebut diharapkan dapat menciptakan keadaan yang lebih stabil dan memungkinkan penduduk Gaza utara untuk bergerak bebas kembali ke rumah mereka setelah pertempuran.

    Pihak berwenang di Gaza utara melaporkan bahwa lebih dari 300.000 penduduk telah kembali ke daerah tersebut.

    Rencana Trump untuk Gaza

    Pertemuan ini berlangsung setelah Trump mengungkapkan rencananya untuk Gaza, termasuk gagasan untuk memindahkan ratusan ribu warga Palestina ke negara-negara tetangga.

    Rencana ini mendapat penolakan tegas dari negara-negara Arab, yang mengkritik gagasan tersebut dalam pernyataan bersama baru-baru ini.

    Dengan pertemuan ini, Netanyahu menjadi pemimpin dunia pertama yang melakukan pertemuan resmi dengan Trump sejak pelantikan presiden pada 20 Januari lalu.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Netanyahu dan Trump akan Bahas Gencatan Senjata di Gedung Putih – Halaman all

    PM Benjamin Netanyahu Resmi Lantik Eyal Zamir Sebagai Kepala Staf Militer Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, resmi menunjuk Mayor Jenderal Purn Eyal Zamir sebagai Kepala Staf Militer yang baru, menggantikan Letnan Jenderal Herzi Halevi yang mengundurkan diri pada 21 Januari 2025.

    Penunjukan ini diumumkan oleh kantor Netanyahu melalui sebuah pernyataan.

    Eyal Zamir, yang berusia 59 tahun, adalah perwira tinggi dengan pengalaman lebih dari tiga dekade di militer Israel.

    Sebelum penunjukannya, ia menjabat sebagai Direktur Jenderal Kementerian Keamanan Israel sejak tahun 2023.

    Zamir sebelumnya juga menjabat sebagai Wakil Kepala Staf Militer hingga tahun 2021 dan dikenal karena perannya dalam mengawasi operasi militer yang berfokus pada penghentian terowongan yang menghubungkan Jalur Gaza dengan wilayah Israel.

    Herzi Halevi mengundurkan diri setelah mengakui tanggung jawab atas kegagalan militer dalam Operasi Banjir Al-Aqsa.

    Keputusan ini memicu perubahan signifikan dalam jajaran kepemimpinan militer Israel, termasuk pengunduran diri Mayor Jenderal Yaron Finkelman yang menjabat sebagai Kepala Komando Selatan.

    Reaksi Terhadap Penunjukan Zamir

    Penunjukan Eyal Zamir disambut baik oleh berbagai kalangan politik dan militer di Israel.

    Pemimpin Oposisi Yair Lapid menilai Zamir sebagai sosok yang tepat untuk jabatan tersebut, menggarisbawahi pengalaman dan kepemimpinannya.

    Yair Golan, Ketua Partai Demokrat, juga memuji Zamir sebagai perwira berbakat yang diharapkan dapat memimpin upaya membangun kembali militer Israel dan melindunginya dari intervensi politik yang berbahaya.

    Sementara itu, Ketua Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Knesset, MK Yuli Edelstein, menyatakan bahwa Zamir menjabat pada masa yang menegangkan dan memiliki tugas bersejarah untuk membentuk masa depan militer Israel.

     

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Netanyahu Tunjuk Eks Jenderal Eyal Zamir Jadi Kepala Staf Militer Baru Israel, Gantikan Herzi Halevi – Halaman all

    Netanyahu Tunjuk Eks Jenderal Eyal Zamir Jadi Kepala Staf Militer Baru Israel, Gantikan Herzi Halevi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengumumkan penunjukan Mayor Jenderal (Purn.) Eyal Zamir sebagai kepala staf militer Israel yang baru pada Sabtu (1/2/2025).

    “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Katz telah sepakat malam ini mengenai pengangkatan Mayor Jenderal (Purn.) Eyal Zamir sebagai kepala staf militer Israel berikutnya,” kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan pada Sabtu, dikutip dari Al Mayadeen.

    Pengangkatan ini terjadi setelah pengunduran diri Letnan Jenderal Herzi Halevi pada 21 Januari 2025.

    Zamir, yang berusia 59 tahun, merupakan pensiunan perwira tinggi dengan pengalaman lebih dari tiga dekade di militer Israel. 

    Sebelum penunjukannya, Zamir menjabat sebagai Direktur Jenderal Kementerian Keamanan Israel sejak 2023. 

    Ia menggantikan Halevi yang mengundurkan diri setelah mengakui tanggung jawab atas kegagalan militer tersebut.

    Zamir sebelumnya memegang posisi Wakil Kepala Staf Militer hingga 2021.

    Ia juga menjabat sebagai Komandan Komando Selatan Angkatan Darat, yang memiliki tanggung jawab langsung terhadap Gaza. 

    Zamir dikenal karena mengawasi operasi militer yang berfokus pada penghentian terowongan yang menghubungkan Jalur Gaza dengan wilayah Israel.

    Reaksi Pejabat Israel Terhadap Pengangkatan Zamir

    Penunjukan Eyal Zamir mendapat sambutan dari berbagai kalangan politik dan militer Israel.

    Pemimpin Oposisi Yair Lapid menyatakan bahwa Zamir adalah “orang yang tepat untuk jabatan tersebut,” menggarisbawahi pengalaman dan kepemimpinannya dalam dunia militer. 

    Yair Golan, ketua Partai Demokrat, juga memuji Zamir sebagai “perwira berbakat” yang akan memimpin upaya membangun kembali militer Israel dan melindunginya dari intervensi politik yang berbahaya.

    Ketua Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Knesset, MK Yuli Edelstein menyebut Zamir menjabat pada “masa yang menegangkan dan menentukan,” dengan tugas bersejarah untuk membentuk masa depan militer Israel. 

    Sebagai informasi, ditunjukka Zamir sebagai kepala staf militer Israel yang baru adalah menggantikan tugas Halevi sebelumnya.

    Keputusan Halevi yang mengundurkan diri pada Januari 2025 memicu serangkaian perubahan besar dalam jajaran kepemimpinan militer Israel. 

    Halevi mengundurkan diri setelah mengakui kegagalan dalam menghadapi Operasi Banjir Al-Aqsa.

    Tak lama setelah Halevi, Mayor Jenderal Yaron Finkelman, yang menjabat sebagai kepala Komando Selatan selama perang, juga mengundurkan diri dengan alasan terkait kekurangan sumber daya militer pada tahun 2023.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Netanyahu Tunjuk Mayor Jenderal Eyal Zamir Jadi Kepala Staf Militer Israel

    Netanyahu Tunjuk Mayor Jenderal Eyal Zamir Jadi Kepala Staf Militer Israel

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menunjuk Mayor Jenderal Eyal Zamir sebagai panglima militer baru Israel. Penunjukan Zamir dilakukan setelah komandan tertinggi sebelumnya, Letnan Jenderal Herzi Halevi mengundurkan diri pada bulan lalu.

    “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Katz malam ini telah menyetujui penunjukan Mayor Jenderal Eyal Zamir sebagai Kepala Staf IDF (militer Israel) berikutnya,” tulis keterangan kantor PM Israel dilansir AFP, Minggu (2/2/2025).

    Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel (IDF) atau militer Israel, Letnan Jenderal Herzi Halevi, mengundurkan diri dari jabatannya sebagai bentuk tanggung jawab atas kegagalan mencegah serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang memicu perang berkepanjangan di Jalur Gaza.

    Dalam surat pengunduran dirinya yang dirilis militer Israel, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Rabu (22/1/2025), Halevi mengatakan dirinya mundur dari jabatannya “karena mengakui tanggung jawab atas kegagalan (militer) pada 7 Oktober”.

    Halevi mengatakan dirinya pergi saat militer Israel mencapai “keberhasilan yang signifikan”, meskipun dirinya juga mengatakan bahwa “tidak semua” tujuan perang Israel telah tercapai.

    “Tujuan perang belum semuanya tercapai. Militer akan terus berjuang untuk menghancurkan Hamas dan kemampuan memerintahnya, memastikan kembalinya para sandera,” ucapnya.

    Dia menambahkan satu tujuan perang yang belum tercapai, yaitu memungkinkan warga Israel yang kehilangan tempat tinggal akibat serangan militan untuk kembali ke rumah-rumah mereka.

    Mayor Jenderal Yaron Finkelman selaku Kepala Komando Militer Israel Zona Selatan, yang bertanggung jawab atas Gaza, juga mengundurkan diri.

    Pengunduran diri keduanya terjadi beberapa hari setelah gencatan senjata antara Israel dan Hamas dimulai pada Minggu (19/1) yang mengakhiri pertempuran sengit selama 15 bulan terakhir di Jalur Gaza.

    Halevi, dalam pernyataannya, meminta untuk meninggalkan jabatannya secara resmi pada 6 Maret mendatang.

    “Sampai saat itu tiba, saya akan menyelesaikan penyelidikan mengenai peristiwa 7 Oktober dan memperkuat kesiapan (militer),” ujarnya.

    (dek/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Bertemu Utusan dari AS, Otoritas Palestina Siap Ambil Alih Gaza dari Hamas?

    Bertemu Utusan dari AS, Otoritas Palestina Siap Ambil Alih Gaza dari Hamas?

    PIKIRAN RAKYAT – Otoritas Palestina memberi tahu AS bahwa mereka siap untuk “bertempur” dengan Hamas jika itu harga yang dibutuhkan untuk mengambil alih kekuasaan di Jalur Gaza. Rencana tersebut disampaikan kepada Steve Witkoff, utusan untuk Timur Tengah dari AS, selama pertemuan di Riyadh.

    Hussein al-Sheikh, pejabat senior Palestina yang telah dicalonkan sebagai penerus Presiden Palestina berusia delapan puluhan tahun Mohammad Abbas, yang menyampaikan hal tersebut.

    Pertemuan antara Witkoff dan Sheikh difasilitasi oleh Arab Saudi atas permintaan Otoritas Palestina, setelah Witkoff menolak tawarannya untuk bertemu di Ramallah di Tepi Barat yang diduduki.

    Witkoff kemudian melakukan perjalanan ke Israel untuk bertemu dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Ia diketahui tidak memiliki keraguan untuk melakukan perjalanan ke Gaza, dan menjadi pejabat AS pertama yang mengunjungi Gaza dalam 15 tahun.

    Arab Saudi menjadi perantara pertemuan antara AS dan Otoritas Palestina tetapi tidak meninjau rencana tersebut sebelum Otoritas Palestina menyampaikannya kepada Witkoff.

    Siapakah Ziad Abu Amr? Orang Otoritas Palestina untuk Gaza

    Ziad Abu Amr, salah satu penasihat lama Presiden Palestina Mahmoud Abbas, disebut-sebut akan menjadi penguasa de facto Jalur Gaza, yang mengepalai komite tersebut. Ia akan ditunjuk sebagai wakil Perdana Menteri Palestina Muhammad Mustafa tetapi diberkahi dengan kekuatan baru yang sangat besar.

    Abu Amr lahir di Jalur Gaza pada tahun 1950. Ia dapat diterima oleh pemerintahan Trump karena ia juga warga negara AS. Ia memperoleh gelar doktor dari Universitas Georgetown dan menjabat sebagai wakil perdana menteri Palestina dari tahun 2013 hingga 2024.

    Abu Amr telah aktif dalam upaya untuk menegaskan kembali otoritas Palestina di Gaza. Sebelumnya, ia melobi agar tidak mendanai pembangunan kembali daerah kantong yang dikepung itu setelah perang tahun 2014.

    AS Meragukan Kekuatan Otoritas Palestina

    Rencana Otoritas Palestina yang disampaikan kepada pemerintahan Trump bahwa mereka siap untuk bentrok dengan Hamas dibantah oleh seorang pejabat senior pertahanan AS, yang mengatakan bahwa hal itu terdengar “delusi”.

    Ia menambahkan bahwa Otoritas Palestina akan membutuhkan dukungan militer dan kemungkinan pasukan dari negara-negara Arab lain atau kontraktor swasta.

    Untuk diketahui bahwa Otoritas Palestina didominasi oleh partai Palestina sekuler, Fatah. Pada tahun 2007, pertempuran pecah antara Fatah dan Hamas setelah Hamas meraih kekuasaan dalam pemilihan legislatif Palestina tahun sebelumnya. Pada akhirnya, Hamas mengonsolidasikan kekuasaannya atas Gaza, dan Fatah di Tepi Barat yang diduduki. Upaya untuk mendamaikan keduanya telah gagal.

    Hamas telah mempermalukan Israel dan Otoritas Palestina dengan menunjukkan dukungan publiknya di Gaza dan organisasi militer selama pertukaran tahanan yang menarik perhatian selama beberapa minggu terakhir. Unit militer Hamas telah bergerak bebas di Gaza dan mengamankan pertukaran tahanan yang diatur dengan baik di depan kerumunan warga Palestina yang bersorak-sorai.

    Hal tersebut telah memberikan tekanan besar pada otoritas Palestina, yang telah dianggap korup dan kolaborator penjajah Israel oleh sebagian besar warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki. Sejak awal Desember, mereka telah mengepung kamp pengungsi Jenin, menyerang pejuang perlawanan Palestina.

    Tahani Mustafa, analis senior Palestina di International Crisis Group, menyebut serangan itu sebagai “misi bunuh diri” dan upaya terakhir untuk menunjukkan bahwa Otoritas Palestina masih dapat memproyeksikan kekuatan keras.

    “PA khawatir jika ada pemerintahan baru di Gaza dan bukan mereka, semua pendanaan mereka akan disalurkan. Ketakutan terbesar mereka adalah pusat gravitasi politik akan bergeser dari Tepi Barat ke Gaza dan membuat mereka terlantar,” ujar Mustafa.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • The Hague Group, Aliansi 9 Negara Dukung Palestina dan Kecam Pendudukan Israel – Halaman all

    The Hague Group, Aliansi 9 Negara Dukung Palestina dan Kecam Pendudukan Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sembilan negara meluncurkan aliansi yang dikenal sebagai The Hague Group pada Jumat, 31 Januari 2025.

    Aliansi ini bertujuan untuk mendukung hak rakyat Palestina dalam menentukan nasib sendiri dan mengakhiri pendudukan Israel atas tanah Palestina.

    Konferensi yang mengumumkan pembentukan grup ini diadakan di Den Haag, Belanda.

    Negara-negara yang tergabung dalam The Hague Group adalah Afrika Selatan, Malaysia, Kolombia, Bolivia, Kuba, Honduras, Namibia, Senegal, dan Belize.

    Prinsip dan Komitmen

    Dalam pernyataan bersama, sembilan negara tersebut menekankan bahwa The Hague Group akan berlandaskan pada prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk tanggung jawab untuk melindungi hak-hak yang tidak dapat dicabut.

    Mereka menyampaikan keprihatinan mendalam terkait hilangnya nyawa dan warisan budaya rakyat Palestina akibat tindakan Israel.

    “Kami menolak untuk berdiam diri menyaksikan kejahatan internasional yang dilakukan oleh Israel kepada Palestina,” ungkap perwakilan negara-negara pendiri.

    Komitmen terhadap Keamanan dan Kemanusiaan

    The Hague Group juga mengumumkan komitmen untuk mencegah transfer senjata dan peralatan militer ke Israel.

    Mereka berjanji akan memblokir pengiriman senjata yang berisiko digunakan untuk melanggar hukum kemanusiaan internasional.

    “Kami juga berjanji untuk mencegah berlabuhnya kapal yang membawa bahan bakar atau peralatan militer di pelabuhan kami jika ada risiko yang jelas bahwa pengiriman tersebut akan digunakan untuk mendukung operasi militer Israel yang melanggar hukum internasional di wilayah Palestina yang diduduki,” tambah mereka.

    Dukungan terhadap Resolusi PBB

    Aliansi ini menegaskan kepatuhan terhadap Resolusi Majelis Umum PBB Nomor: A/RES/ES-10/24 yang mengakui ilegalitas pendudukan Israel dan menyerukan agar Israel mengakhiri kehadiran ilegalnya dalam waktu maksimal 12 bulan.

    Mereka juga mendukung permintaan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terkait surat perintah penangkapan yang dikeluarkan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, yang dituduh melakukan kejahatan perang terhadap kemanusiaan di Gaza.

    The Hague Group berkomitmen untuk mengambil langkah-langkah efektif dalam mengakhiri pendudukan Israel dan mendukung hak-hak rakyat Palestina.

    Mereka juga menyerukan kepada semua negara untuk mengambil tindakan konkret dalam mendukung tujuan tersebut.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Termasuk Malaysia, 9 Negara Bentuk ‘The Hague Group’ untuk Dukung Berdirinya Negara Palestina – Halaman all

    Termasuk Malaysia, 9 Negara Bentuk ‘The Hague Group’ untuk Dukung Berdirinya Negara Palestina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sembilan negara meluncurkan aliansi yang disebut The Hague Group untuk mendukung diakhirinya pendudukan Israel atas tanah Palestina.

    Mereka juga mendukung hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan pembentukan negara Palestina merdeka.

    Pengumuman pembentukan The Hague Group dilakukan dalam sebuah konferensi yang diadakan di Den Haag, Belanda, pada Jumat (31/1/2025).

    Sembilan negara tersebut adalah Afrika Selatan, Malaysia, Kolombia, Bolivia, Kuba, Honduras, Namibia, Senegal, dan Belize.

    “The Hague Group akan didasarkan pada prinsip-prinsip dan tujuan yang terkandung dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan tanggung jawab negara untuk melindungi hak-hak yang tidak dapat dicabut, yang terpenting di antaranya adalah hak masyarakat untuk penentuan nasib sendiri,” kata sembilan negara tersebut dalam pernyataan bersama pada Jumat (31/1/2025), yang disalinannya dikutip oleh Anadolu Agency.

    “Kami menyampaikan dukacita yang mendalam atas hilangnya nyawa, mata pencaharian, masyarakat, dan warisan budaya, sebagai akibat dari kejahatan yang dilakukan oleh Israel, Kekuatan Pendudukan, terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza dan seluruh wilayah Palestina yang diduduki,” lanjutnya.

    Selain itu, mereka menolak untuk berdiam diri menyaksikan kejahatan internasional yang dilakukan oleh Israel kepada Palestina.

    “Kami menolak untuk berdiam diri saja dalam menghadapi kejahatan internasional ini,” katanya.

    Dalam pernyataan mereka, perwakilan negara-negara pendiri The Hague Group mengumumkan serangkaian komitmen, terutama mencegah transfer senjata dan peralatan militer ke Israel.

    Mereka akan memblokir transfer senjata dalam kasus-kasus yang terbukti berisiko bahwa senjata-senjata tersebut akan digunakan untuk melanggar hukum kemanusiaan internasional atau hak asasi manusia, atau melakukan kejahatan genosida.

    “Kami juga berjanji untuk mencegah berlabuhnya kapal yang membawa bahan bakar atau peralatan militer di pelabuhan mereka jika ada risiko yang jelas bahwa pengiriman tersebut akan digunakan untuk mendukung operasi militer Israel yang melanggar hukum internasional di wilayah Palestina yang diduduki,” kata mereka.

    Mereka menekankan kepatuhan negara mereka terhadap Resolusi Majelis Umum PBB Nomor: A/RES/ES-10/24 yang dikeluarkan pada 18 September 2024, yang mengakui ilegalitas pendudukan Israel dan menyerukan Israel untuk mengakhiri kehadiran ilegalnya di wilayah Palestina yang diduduki dalam jangka waktu maksimal 12 bulan.

    “Kami menegaskan dukungan terhadap permintaan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dan pelaksanaan kewajiban yang ditetapkan dalam Statuta Roma, khususnya terkait dengan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan pada tanggal 21 November 2024, serta tindakan sementara yang dikeluarkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional pada tahun yang sama,” lanjutnya.

    Surat perintah penangkapan tersebut ditujukan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, yang menyatakan mereka melakukan kejahatan perang terhadap kemanusiaan terhadap warga Palestina di Gaza antara 7 Oktober 2023 dan 19 Januari 2025.

    The Hague Group akan mengambil langkah-langkah efektif untuk mengakhiri pendudukan Israel dan mendukung hak rakyat Palestina, serta menyerukan kepada semua negara untuk mengambil langkah konkret untuk mendukung hal tersebut.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Hamas-Israel Bersiap Kembali Lakukan Pertukaran Sandera-Tahanan    
        Hamas-Israel Bersiap Kembali Lakukan Pertukaran Sandera-Tahanan

    Hamas-Israel Bersiap Kembali Lakukan Pertukaran Sandera-Tahanan Hamas-Israel Bersiap Kembali Lakukan Pertukaran Sandera-Tahanan

    Gaza City

    Kelompok Hamas dan Israel akan kembali melakukan pertukaran sandera dan tahanan pada Sabtu (1/2) sebagai bagian kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza. Setidaknya tiga sandera Israel akan dibebaskan Hamas, yang ditukar dengan 183 tahanan Palestina yang akan dibebaskan dari penjara Israel.

    Sejak gencatan senjata mulai diberlakukan di Jalur Gaza pada 19 Januari lalu, seperti dilansir AFP, Sabtu (1/2/2025), Hamas telah membebaskan total 15 sandera yang ditahan sejak 7 Oktober 2023 ketika kelompok militan itu melancarkan serangan mengejutkan terhadap Tel Aviv.

    Tiga sandera Israel yang akan dibebaskan Hamas pada Sabtu (1/2), menurut kelompok Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang, terdiri atas Yaden Bibas, Keith Siegel dan Ofer Kalderon. Siegel juga memegang kewarganegaraan Amerika Serikat (AS), sedangkan Kalderon juga memegang kewarganegaraan Prancis.

    Sebagai imbalannya, sebut kelompok advokasi Klub Tahanan Palestina, otoritas Israel akan membebaskan 183 tahanan Palestina — angka itu mencapai dua kali lipat dibandingkan laporan awal yakni 90 tahanan.

    Sejak gencatan senjata dimulai Januari lalu, Tel Aviv telah memberikan ratusan tahanan Palestina, dengan kebanyakan mereka adalah tahanan perempuan dan anak di bawah umur.

    Dalam serangan terhadap Israel pada Oktober 2023 lalu yang memicu perang Gaza, Hamas menculik 251 sandera dan menahan mereka di Jalur Gaza. Dari jumlah tersebut, dilaporkan sebanyak 79 sandera masih berada di Gaza, termasuk sekitar 34 orang yang, menurut militer Tel Aviv, telah tewas.

    Pertukaran sandera dan tahanan pada Sabtu (1/2) ini merupakan pertukaran kedua yang dilakukan sepanjang pekan ini, dan pertukaran keempat sejak gencatan senjata dimulai pada pertengahan Januari lalu.

    Pembebasan sandera oleh Hamas pada Kamis (30/1) kemarin sempat diwarnai kekacauan, yang mendorong Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu untuk mengutuk situasi itu sebagai hal yang “mengejutkan”.

    Lihat juga video: Hamas Setujui Kesepakatan Penuh Gencatan Senjata, Siap Pertukaran Sandera

    Kekacauan terjadi saat kerumunan orang yang ingin menyaksikan momen tersebut memenuhi lokasi pembebasan sandera di Khan Younis, yang membuat para sandera merasa terganggu dan tertekan. Terdapat delapan sandera yang dibebaskan Hamas pada Kamis (30/1) kemarin.

    Kekacauan itu sempat menunda proses pembebasan tahanan Palestina oleh Israel. Komite Palang Merah Internasional (ICRC) menyerukan semua pihak untuk memastikan kondisi yang lebih aman untuk pertukaran sandera-tahanan selanjutnya.

    Otoritas Israel, pada Kamis (30/1) malam, akhirnya membebaskan 110 tahanan Palestina dari penjara Ofer di Tepi Barat, termasuk mantan komandan militan bernama Zakaria Zubeidi (49).

    Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi Qatar, Mesir dan Amerika Serikat (AS), total 33 sandera akan dibebaskan Hamas selama tahap pertama yang berlangsung 42 hari sejak 19 Januari lalu. Para sandera itu akan ditukarkan dengan sekitar 1.900 tahanan Palestina yang ditahan di penjara Israel.

    Perundingan lanjutan untuk tahap kedua akan digelar mulai Senin (3/2) mendatang. Tahap-tahap selanjutnya diperkirakan akan membahas pembebasan sandera yang tersisa dan mencakup diskusi soal penghentian perang yang lebih permanen.

    Lihat juga video: Hamas Setujui Kesepakatan Penuh Gencatan Senjata, Siap Pertukaran Sandera

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Jenin Melawan Operasi Tembok Besi Israel, Personel Brigade Kfir Tewas Kena Tembak Milisi Tepi Barat – Halaman all

    Jenin Melawan Operasi Tembok Besi Israel, Personel Brigade Kfir Tewas Kena Tembak Milisi Tepi Barat – Halaman all

    Jenin Melawan Operasi Tembok Besi Israel, Tentara IDF Brigade Kfir Tewas Kena Tembak Milisi Tepi Barat

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang tentara Israel tewas dan lima lainnya terluka saat warga Palestina melawan serangan besar Israel di Jenin yang dimulai tepat setelah gencatan senjata menghentikan perang Israel selama 15 bulan di Gaza. 

    Militer Israel (IDF) mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa sersan Liam Hazi (20) dari unit pengintaian Haruv Brigade Kfir, dari kota Rosh Haayin, tewas pada Kamis (30/1/2025).

    Mengonfirmasi bahwa salah satu korban luka dalam kondisi serius, IDF mengatakan kalau pasukannya terlibat baku tembak dengan sedikitnya dua pria Palestina bersenjata setelah memasuki sebuah bangunan di kamp Jenin.

    Kedua pria bersenjata itu tampaknya berhasil melarikan diri dari lokasi kejadian.

    Kematian tentara Israel itu terjadi di tengah agresi besar-besaran oleh pasukan rezim zionis di Tepi Barat utara yang dilancarkan minggu lalu.

    Pada hari Kamis, dua warga Palestina tewas dan beberapa lainnya, termasuk tiga wanita, terluka oleh tembakan Israel selama bentrokan di kamp pengungsi Jenin.

    Sumber-sumber lokal mengatakan kendaraan militer lapis baja Israel memasuki kamp tersebut pada Kamis malam, dan saling tembak dengan pejuang perlawanan Palestina.

    Kantor berita Palestina WAFA, mengutip Kementerian Kesehatan, melaporkan kalau kedua orang tersebut ditembak mati oleh pasukan Israel.

    Sumber keamanan Palestina mengidentifikasi warga Palestina yang tewas sebagai Yazan Hatem al-Hassan dan Amir Abu Hassan. Jenazah mereka telah ditahan oleh otoritas Israel.

    PASUKAN ISRAEL – Kendaraan militer Pasukan Pendudukan Israel (IDF) di Hebron, Tepi Barat. Menjelang gencatan senjata di Jalur Gaza, pasukan Israel mengintensifkan pengamanan di semua wilayah Tepi Barat. (khaberni/tangkap layar)

    IDF Kurung Tepi Barat

    Ketegangan meningkat di Tepi Barat akibat perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan sedikitnya 47.460 orang dan melukai 111.580 lainnya sejak 7 Oktober 2023. 

    Gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan mulai berlaku di Gaza pada 19 Januari, yang menghentikan perang genosida Israel di wilayah pesisir tersebut.

    Selama periode yang sama, setidaknya 893 warga Palestina terbunuh dan lebih dari 6.700 terluka oleh pasukan Israel di Tepi Barat, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

    Setidaknya 19 warga Palestina telah tewas di Jenin sejak gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku di Gaza. Puluhan orang terluka, ditahan, dan diusir paksa oleh keluarga-keluarga selama periode tersebut.

    Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) telah melaporkan bahwa militer Israel menghalangi upayanya untuk menjangkau yang terluka dan mengambil jenazah mereka. 

    Menurut PRCS, puluhan pos pemeriksaan dan penghalang militer telah didirikan di Tepi Barat, yang menyebabkan penundaan yang signifikan bagi warga sipil, dengan waktu tunggu antara enam hingga delapan jam.

    PENGEBOMAN – Asap hitam mebumbung dari lokasi pengeboman Israel di Jenin, Tepi Barat, Palestina. Israel memutuskan untuk memperluas agresi militer skala besar mereka ke kota-kota lain di Tepi Barat. (khaberni/tangkap layar)

    Operasi Tembok Besi

    Sebagai informasi, militer Israel (IDF) melancarkan operasi yang disebut “Tembok Besi” di kota Jenin dan kamp-kamp pengungsi Jenin yang berdekatan.

    Operasi militer ini berkembang dan meluas – termasuk di Tulkarm- di berbagai kota-kota Palestina di Tepi Barat.

    Serangan militer itu terjadi setelah penggerebekan selama berminggu-minggu oleh pasukan keamanan Otoritas Palestina (PA) di kamp pengungsi Jenin, tempat mereka menargetkan para pejuang Palestina setempat.

    Aksi represif PA ini didalilkan sebagai apa yang mereka definisikan sebagai upaya untuk memulihkan hukum dan ketertiban, tetapi banyak warga Palestina lihat sebagai tindakan keras terhadap kelompok bersenjata Palestina independen yang melawan pendudukan Israel.

    Di Mana Kekerasan Terjadi di Tepi Barat?

    Sebagai catatan, operasi militer IDF ini diiringi dengan pembiaran pada aksi-aksi kekerasan pemukim Yahudi ekstremis Israel yang menyerang warga Palestina dan propertinya di Tepi Barat.

    Al Jazeera melansir, kekerasan pemukim Israel difokuskan pada sedikitnya enam desa: Sinjil, Turmus Aya, Ein Siniya dan al-Lubban Ashaqiya (dekat Ramallah) dan Funduq dan Jinsafut, (keduanya dekat Nablus), Tepi Barat. 

    Menurut Guardian, keenam desa tersebut diidentifikasi sebagai pemukiman bagi perempuan dan anak-anak yang dibebaskan oleh pemerintah Israel sebagai bagian dari gencatan senjata.

    Di kota Jenin, tentara Israel telah mengepung rumah sakit yang dikelola pemerintah dan kamp pengungsi di dekatnya, dan dilaporkan memerintahkan evakuasi ratusan orang.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menggambarkan operasi di Jenin sebagai “perubahan dalam… strategi keamanan” .

     Ia mengatakan upaya tersebut merupakan bagian dari rencana militer Israel untuk wilayah Tepi Barat yang diduduki dan merupakan “pelajaran pertama dari metode serangan berulang di Gaza”.

    Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) mengatakan bahwa mereka dicegah mencapai korban terluka dan jenazah korban meninggal oleh militer Israel.

    Puluhan pos pemeriksaan dan penghalang militer telah didirikan di Tepi Barat, yang menyebabkan antrean warga sipil berlangsung antara enam hingga delapan jam.

    EVAKUASI PAKSA – Pasukan Israel mengevakuasi warga Palestina dari lingkungan di Kamp Pengungsi Jenin, memaksa mereka meninggalkan daerah tersebut karena serangan dan kekerasan terus berlanjut setelah gencatan senjata di Gaza, pada tanggal 23 Januari 2025 di Jenin, Tepi Barat. (Anadolu Agency/Issam Rimawi)

    Apakah Jenin Pernah Menjadi Sasaran Serangan Sebelumnya?

    Jawabannya, sudah.

    Israel telah lama menuduh Iran menyalurkan senjata ke kelompok bersenjata di Jenin dan khususnya kamp pengungsinya.

    Jenin telah lama menjadi sarang perlawanan Palestina, dan pertumbuhan kelompok bersenjata independen, Brigade Jenin, telah membuat Israel khawatir.

    Brigade Jenin merupakan cabang dari Brigade Al-Quds, sayap militer dari gerakan Palestine Islamic Jihad (PIJ) yang disebut-sebut terafiliasi Iran.

     

    PASUKAN PA – Personel keamanan Otoritas Palestina (PA) di Jenin, Samaria utara, Tepi Barat yang diduduki Israel pada 16 Desember 2024. PA melakukan aksi-aksi represif ke warga Palestina di Tepi Barat dengan dalil penertiban stabilitas keamanan. (Foto oleh Nasser Ishtayeh/Flash90.)

    Pada bulan Desember, PA melancarkan apa yang dilaporkan sebagai konfrontasi terbesar dan paling keras dengan kelompok bersenjata di Tepi Barat sejak pengusirannya dari Gaza oleh Hamas pada tahun 2007.

    Banyak analis yang menganggap PA telah memosisikan dirinya sebagai administrator alami Gaza pascaperang , namun dituduh meniru taktik yang digunakan oleh pasukan Israel dalam serangan masa lalu terhadap Jenin dan di tempat lain.

    Taktik tiruan itu antara lain: mengepung kamp dengan pengangkut personel lapis baja, menembaki warga sipil tanpa pandang bulu, menahan dan menyiksa pemuda secara tiba-tiba, serta memutus pasokan air dan listrik ke warga sipil di dalamnya.

    Sebelum serangan oleh PA, ada sejumlah serangan terhadap Jenin oleh militer Israel.

    Koresponden Al Jazeera Shireen Abu Akleh dibunuh oleh Israel dalam salah satu serangan tersebut , pada bulan Mei 2022.

    Israel menargetkan Jenin pada bulan Juli 2023, sebelum pecahnya perang di Gaza. Selama serangan itu, tentara Israel menewaskan 12 orang dan melukai sekitar 100 orang, salah satu korban jiwa paling signifikan sejak operasi militer yang terkenal pada tahun 2002, selama Intifada kedua.

    Lima puluh dua warga Palestina , setengahnya warga sipil, dan 23 tentara Israel yang menyerang tewas selama serangan itu.

    Amnesty dan Human Rights Watch keduanya menuduh Israel melakukan kejahatan perang selama serangan tahun 2002.

    Eskalasi di Tepi Barat Terkait Gencatan Senjata Gaza?

    Jawaban singkat, iya dan tidak.

    Sementara sebagian besar tentara Israel diduduki di Gaza dan Lebanon, pemukim Israel melancarkan serangan paling kejam yang pernah tercatat di Tepi Barat.

    “Gencatan senjata tidak cukup bagi Israel,” kata Murad Jadallah dari kelompok hak asasi manusia Al-Haq dari Ramallah di Tepi Barat.

     “Kesepakatan penyanderaan tidak terasa seperti kemenangan yang telah dijanjikan,” imbuhnya, yang menunjukkan konsekuensi dari kekecewaan yang tampak setelah kematian lebih dari 47.000 orang kini terjadi di seluruh Tepi Barat dan di Jenin.

    Secara keseluruhan, menurut statistik dari Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) , pemukim Israel melancarkan setidaknya 1.860 serangan antara 7 Oktober 2023 – hari serangan yang dipimpin Hamas terhadap Israel – dan 31 Desember 2024.

    “Ini bukan seperti apa gencatan senjata,” kata Shai Parness dari kelompok hak asasi manusia Israel B’Tselem kepada Al Jazeera.

    “Sejak Israel dan Hamas mengumumkan gencatan senjata sementara di Jalur Gaza dan kesepakatan pembebasan sandera dan tahanan, Israel telah mengintensifkan kekerasannya terhadap warga Palestina di Tepi Barat.”

    Parness menambahkan: “Jauh dari menahan serangan terhadap Palestina, tindakan Israel menunjukkan bahwa mereka tidak berniat melakukan itu. Sebaliknya, mereka hanya mengalihkan fokus dari Gaza ke wilayah lain yang mereka kuasai di Tepi Barat.”

    Sejumlah faktor termasuk susunan pemerintah Israel yang berhaluan kanan ekstrem dan berkuasanya pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang sangat pro-Israel menandakan masa-masa sulit yang akan datang bagi Tepi Barat.

    Sementara pendahulu Trump, Presiden Joe Biden menawarkan dukungan tegas terhadap perang Israel di Gaza, yang sejauh ini telah menewaskan 47.283 orang , beberapa kekhawatiran diungkapkan oleh pemerintahannya atas kekerasan tak terkendali yang dilakukan oleh para pemukim di Tepi Barat, yang dipandang pemerintahan Biden sebagai sesuatu yang berpotensi mengganggu stabilitas kawasan.

    Namun, pencabutan sanksi Trump yang dijatuhkan pada para pemukim oleh pemerintahan Biden menawarkan gambaran awal potensial tentang apa yang diharapkan banyak orang dalam kelompok sayap kanan Israel – kebijakan AS yang lebih lunak terhadap ambisi para pemukim di Tepi Barat.

    Di Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menghadapi pemberontakan dari kubu kanan, dengan Menteri Keamanan Nasional ultranasionalis Itamar Ben-Gvir mengundurkan diri dari kabinet koalisi Netanyahu terkait kesepakatan gencatan senjata.

    Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang tidak merahasiakan ambisinya untuk mencaplok Tepi Barat, tetap berada di pemerintahan, tetapi berjanji akan mengundurkan diri jika gencatan senjata Gaza mengakhiri perang.

    “Smotrich memiliki lebih banyak kekuatan dan pengaruh daripada sebelumnya,” kata Jadallah tentang negosiasi untuk mempertahankan Smotrich di jajaran direksi.

    “Pada akhirnya ia ingin mengesampingkan pemerintahan sipil Israel dan membiarkan Tepi Barat dikelola secara eksklusif oleh para pemukim,” imbuh Jadallah, merinci pandangannya mengenai langkah awal menuju aneksasi penuh Tepi Barat oleh Israel.

    Bukti pendekatan baru terhadap Tepi Barat dan para pemukimnya sudah terlihat jelas sebelum gencatan senjata dan masa jabatan presiden Trump.

    Pada Jumat pekan lalu, Katz mengumumkan bahwa semua pemukim yang masih ditahan di bawah penahanan administratif, sebuah proses penahanan tanpa batas waktu tanpa dakwaan, akan dibebaskan.

    Penahanan administratif sebagian besar telah digunakan untuk tahanan Palestina, meskipun sebelumnya telah diterapkan pada beberapa warga Israel.

    Terkait pembebasan para pemukim, Katz menulis dalam sebuah pernyataan bahwa “lebih baik bagi keluarga pemukim Yahudi untuk berbahagia daripada keluarga teroris yang dibebaskan”, mengacu pada perempuan dan anak-anak Palestina yang dibebaskan oleh Israel pada hari Minggu sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata.

     

    (oln/khbrn/aja/*)