Tag: Benjamin Netanyahu

  • 5 Poin Penting Celetukan Donald Trump Ambil Alih Gaza, Presiden Baru AS Akan Dimakzulkan?

    5 Poin Penting Celetukan Donald Trump Ambil Alih Gaza, Presiden Baru AS Akan Dimakzulkan?

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menimbulkan kegaduhan usai mengatakan bahwa negaranya akan mengambil alih kepemilikan jangka Panjang atas Gaza, sehingga warga Palestina yang tinggal di sana harus dipindahkan.

    Ia menyampaikan klaim tersebut selama kunjungan Perdana Menteri (PM) Israel Penjajah, Benjamin Netanyahu.

    Ia ingin menerapkan kerangka kebijakan AS di kawasan tersebut, yang selama ini didasarkan pada kemungkinan solusi dua negara, di mana Israel dan Palestina merdeka dapat hidup berdampingan.

    Dalam pidato serupa, Trump memicu kecemasan di berbagai kalangan politik dan dunia internasional, sebab ia menolak untuk menutup kemungkinan menggunakan militer AS dalam upaya ini. Artinya, pentagon bisa saja diturunkan.

    Saat ditanya mengenai hal tersebut, Trump menjawab, “Kami akan melakukan apa yang diperlukan.”

    Setelah pernyataan itu dirilis, guncangan lanjutan terdengar pada Rabu, 5 Februari 2025. Berikut ini lima poin utama dari pernyataan Presiden Trump mengenai Gaza dan Palestina, setelah 24 jam dikatakan:

    1. Kurangnya Detail Rencana

    Donald Trump mengusulkan pemindahan seluruh warga Palestina dari Gaza sebagai bagian dari rencana jangka panjang untuk mengambil “kepemilikan” atas wilayah tersebut.

    Namun, hingga Rabu, 5 Februari 2025, sangat sedikit informasi yang diberikan mengenai bagaimana rencana ini akan dijalankan.

    Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai mekanisme pemindahan dan siapa yang akan memimpin atau melaksanakan langkah itu.

    Pertanyaan besar muncul, mengenai bagaimana rakyat Palestina yang sangat terikat dengan identitas dan tanah air mereka bisa dipindahkan, serta apakah tentara AS akan dilibatkan untuk memaksa mereka jika mereka menolak.

    2. Gedung Putih yang Plinplan

    Pada awalnya, Trump menyarankan bahwa pemindahan warga Palestina dari Gaza akan bersifat permanen dan diikuti dengan “kepemilikan jangka panjang” oleh Amerika Serikat atas Gaza.

    Namun, beberapa jam setelahnya, Gedung Putih mulai mengubah pernyataannya. Sekretaris Negara, Marco Rubio, dan juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt menyebutkan bahwa pemindahan tersebut hanya bersifat sementara, dengan alasan untuk memberi ruang bagi pembangunan kembali Gaza.

    “Sementara itu, jelas bahwa orang-orang harus tinggal di suatu tempat sementara Anda membangunnya kembali,” kata Rubio, dalam konferensi pers di Kota Guatemala, dikutip dari Reuters, Kamis, 6 Februari 2025.

    3. Demokrat Ancam Pemakzulan atas Trump?

    Usulan Trump untuk memindahkan warga Palestina dan keterlibatan tentara AS dalam proses tersebut memicu kemarahan dari kalangan Demokrat.

    Beberapa politisi, seperti Perwakilan Rashida Tlaib, yang merupakan warga Palestina-Amerika, menyebutnya sebagai upaya pembersihan etnis.

    Senator Chris Murphy menilai bahwa rencana ini akan memicu ketegangan besar di Timur Tengah dan berdampak panjang.

    Bahkan, beberapa politisi berencana untuk mengajukan pemakzulan terhadap Trump karena usulannya yang dianggap berisiko dan melanggar hak-hak asasi manusia.

    4. Keraguan dari Partai Republik

    Meskipun Trump memiliki dukungan kuat dari Partai Republik, beberapa anggotanya mulai menunjukkan ketidaksetujuan terhadap rencana ini. Senator Rand Paul misalnya, menilai bahwa ini bertentangan dengan prinsip “America First”, yang seharusnya menghindari keterlibatan Amerika dalam konflik internasional yang merugikan.

    Senator Lindsey Graham juga menyatakan bahwa mayoritas warga di negaranya mungkin tidak mendukung pengiriman pasukan AS ke Gaza.

    Beberapa anggota Partai Republik merasa bahwa sumber daya negara tidak seharusnya dialokasikan untuk menangani Gaza, dan mereka meragukan manfaat rencana ini bagi kepentingan nasional AS.

    5. Adanya Motif Bisnis Keluarga Trump

    Rencana Trump ini juga menarik perhatian terkait hubungan bisnis keluarganya di Timur Tengah, terutama yang melibatkan menantunya, Jared Kushner.

    Kushner, yang pernah menyatakan bahwa “properti tepi pantai” Gaza dapat sangat bernilai, juga terlibat dalam kesepakatan bisnis besar di wilayah ini.

    Laporan dari The New York Times mengungkapkan bahwa keluarga Trump telah memperluas bisnis real estate mereka di Timur Tengah, termasuk dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan dekat dengan negara-negara kaya minyak seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab.

    Hal ini menambah kontroversi terhadap rencana Trump karena munculnya dugaan adanya motif ekonomi pribadi yang melibatkan keluarga presiden. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Presiden Palestina Tolak Keras Rencana Trump Ambil Alih Gaza    
        Presiden Palestina Tolak Keras Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Presiden Palestina Tolak Keras Rencana Trump Ambil Alih Gaza Presiden Palestina Tolak Keras Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Ramallah

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak keras rencana kontroversial Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk “mengambil alih” Jalur Gaza, setelah memindahkan warga Palestina yang tinggal di sana ke tempat lainnya. Abbas menegaskan hak-hak warga Palestina tidak untuk dinegosiasikan.

    Abbas, seperti dilansir AFP dan Anadolu Agency, Kamis (6/2/2025), juga menyebut rencana Trump itu melanggar hukum internasional.

    “Presiden Mahmoud Abbas dan para pemimpin Palestina menyatakan penolakan keras mereka terhadap seruan untuk merebut Jalur Gaza dan mengusir warga Palestina dari tanah air mereka,” demikian pernyataan kantor kepresidenan Palestina.

    “Kami tidak akan membiarkan hak-hak rakyat kami, yang telah kami perjuangkan selama beberapa dekade, dilanggar,” tegas Abbas dalam pernyataannya.

    “Seruan ini merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional, dan perdamaian, dan stabilitas di kawasan tidak akan tercapai tanpa berdirinya negara Palestina,” sebutnya.

    Trump dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, pada Selasa (4/2) waktu setempat, secara mengejutkan mengumumkan AS “akan mengambil alih” Jalur Gaza dan mengembangkannya secara ekonomi, setelah merelokasi warganya ke tempat-tempat lainnya.

    Menanggapi pernyataan itu, Abbas menekankan Jalur Gaza “merupakan bagian integral dari tanah Palestina” bersama dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    “Hak-hak warga Palestina yang sah tidak dapat dinegosiasikan,” tegasnya.

    “Tidak ada seorang pun yang berhak mengambil keputusan tentang masa depan rakyat Palestina kecuali Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), badan perwakilan resmi dan sah rakyat Palestina,” ucap Abbas dalam pernyataannya.

    Lebih lanjut, Abbas mendesak Sekretaris Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres dan Dewan Keamanan PBB untuk bertanggung jawab dalam menegakkan resolusi internasional dan melindungi hak-hak asasi rakyat Palestina.

    Sekretaris Jenderal PLO, Hussein al-Sheikh, secara terpisah mengecam rencana Trump untuk merelokasi warga Gaza ke tempat lainnya, seperti Mesir atau Yordania. Al-Sheikh menegaskan pihaknya menolak “semua seruan untuk mengusir warga Palestina dari tanah air mereka”.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Singgung soal Trauma, Qatar Sebut Terlalu Dini untuk Bahas Pengungsian Warga Palestina – Halaman all

    Singgung soal Trauma, Qatar Sebut Terlalu Dini untuk Bahas Pengungsian Warga Palestina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Qatar, yang menjadi mediator utama dalam perundingan gencatan senjata Gaza, sedang sibuk dengan tahap kedua kesepakatan tersebut.

    Qatar pun mengatakan masih terlalu dini untuk membicarakan masalah warga Palestina dan pengungsian.

    Pernyataan Qatar tersebut setelah usulan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, agar AS mengambil alih kendali Jalur Gaza, menjadi sorotan.

    Qatar mengatakan, warga Palestina saat ini masih mengalami trauma soal pengungsian.

    “Kami tahu bahwa ada banyak trauma di pihak Palestina terkait pengungsian.”

    “Namun, sekali lagi, masih terlalu dini untuk membicarakan hal ini, karena kami tidak tahu bagaimana perang ini akan berakhir,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al-Ansari, kepada Fox News, Rabu (5/2/2025).

    Penolakan Keras dari Presiden Palestina

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak keras usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk “mengambil alih” dan “memiliki” Jalur Gaza.

    Penolakan keras Presiden Palestina itu sebagaimana disampaikan oleh kantor Mahmoud Abbas dalam sebuah pernyataan, Rabu (5/2/2025).

    “Presiden Mahmoud Abbas dan para pemimpin Palestina menyatakan penolakan keras mereka terhadap seruan untuk merebut Jalur Gaza dan mengusir warga Palestina dari tanah air mereka,” kata kantor Abbas, seraya menambahkan bahwa “hak-hak Palestina yang sah tidak dapat dinegosiasikan.”

    Saat membacakan pernyataan di televisi publik Palestina, juru bicara Abbas, Nabil Abu Rudeina, menekankan bahwa Jalur Gaza “merupakan bagian integral dari Negara Palestina.”

    Organisasi Pembebasan Palestina, aliansi faksi yang dipimpin oleh Abbas, juga mengecam usulan Trump untuk merelokasi warga Gaza ke Mesir atau Yordania.

    “Menolak semua seruan untuk memindahkan warga Palestina dari Tanah Air mereka,” kata sekretaris jenderalnya, Hussein al-Sheikh.

    Sementara itu, Utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, juga menanggapi rencana Donald Trump tersebut.

    “Para pemimpin dunia dan rakyat harus menghormati keinginan Palestina untuk tetap tinggal di Gaza,” katanya, Selasa (4/2/2025), dilansir Arab News.

    “Tanah Air kami adalah Tanah Air kami, jika sebagian darinya hancur, Jalur Gaza, rakyat Palestina memilih untuk kembali ke sana,” tegas Riyad Mansour.

    “Dan saya pikir para pemimpin dan rakyat harus menghormati keinginan rakyat Palestina,” lanjutnya.

    Di PBB, Mansour tidak menyebut nama Trump tetapi tampaknya menolak usulan Presiden AS tersebut.

    “Negara dan rumah kami adalah Jalur Gaza, itu bagian dari Palestina,” katanya.

    “Kami tidak punya rumah. Bagi mereka yang ingin mengirim mereka ke tempat yang bahagia dan menyenangkan, biarkan mereka kembali ke rumah asal mereka di dalam Israel, ada tempat-tempat bagus di sana, dan mereka akan senang untuk kembali ke tempat-tempat ini,” paparnya.

    Sebagai informasi, Donald Trump bertemu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Selasa.

    Pemimpin AS tersebut mengatakan bahwa ia yakin warga Palestina harus meninggalkan Gaza setelah serangan Israel yang telah menghancurkan wilayah tersebut dan membuat sebagian besarnya hancur menjadi puing-puing.

    Berbicara menjelang pertemuan tersebut, Trump mengatakan bahwa ia menginginkan solusi yang melihat “daerah yang indah untuk memukimkan kembali orang-orang secara permanen di rumah-rumah yang bagus di mana mereka dapat merasa bahagia.”

    NETANYAHU DAN TRUMP – Foto ini diambil pada Rabu (5/2/2025) dari akun resmi The White House di media sosial X, menampilkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) dan Presiden AS Donald Trump (kanan) berbicara dalam konferensi pers setelah pertemuan mereka di Gedung Putih pada Selasa (4/2/2025). Donald Trump mengatakan AS akan mengambil alih Jalur Gaza setelah mengusir warga Palestina dari wilayah tersebut. (Akun The White House di X (@WhiteHouse))

    Adapun perang di Gaza meletus setelah serangan kelompok bersenjata Palestina Hamas pada 7 Oktober 2023, yang mengakibatkan kematian 1.210 orang di pihak Israel, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.

    Respons pembalasan Israel telah menewaskan sebanyak 47.518 orang di Gaza, mayoritas warga sipil, menurut kementerian kesehatan wilayah yang dikuasai Hamas itu.

    PBB menganggap angka-angka ini dapat diandalkan.

    PBB mengatakan lebih dari 1,9 juta orang — atau 90 persen dari populasi Gaza — telah mengungsi akibat serangan Israel, dengan kampanye pengeboman telah meratakan sebagian besar bangunan di wilayah itu, termasuk sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur sipil dasar.

    Dimulainya kesepakatan gencatan senjata, yang mencakup pembebasan sandera yang ditahan Hamas dan tahanan yang ditahan Israel pada 19 Januari 2025, membuat warga Palestina bersuka cita, dengan banyak yang kembali ke rumah yang tidak lagi layak huni.

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Dikutip dari Al Jazeera, Presiden AS Donald Trump mengatakan dia ingin AS mengambil alih Jalur Gaza yang hancur akibat perang setelah warga Palestina mengungsi ke negara-negara tetangga, dan mengembangkan wilayah tersebut sehingga “masyarakat dunia” akan tinggal di sana.

    Trump juga mengatakan kepada wartawan, AS telah menarik diri “dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang anti-Semit dan mengakhiri semua dukungan untuk Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA)”.

    Sepanjang hari, Trump memicu kontroversi dengan menyarankan warga Palestina akan “senang meninggalkan” Gaza, yang memicu ketakutan, ia akan mendukung kampanye pembersihan etnis.

    Hamas merilis pernyataan sebagai tanggapan terhadap Trump, dengan mengatakan bahwa rencananya adalah “resep untuk menciptakan kekacauan dan ketegangan di wilayah tersebut. Rakyat kami di Jalur Gaza tidak akan membiarkan rencana ini terlaksana”.

    Para pengunjuk rasa berkumpul di Washington, DC, untuk mengecam kunjungan Netanyahu, menuduh Trump mengundang “penjahat perang” ke Gedung Putih.

    Netanyahu menggambarkan Trump sebagai “sahabat terbaik Israel di Gedung Putih” dan memujinya atas “keinginannya untuk berpikir di luar kotak”.

    Arab Saudi mengatakan dukungannya terhadap pembentukan negara Palestina tidak tergoyahkan dan menolak segala upaya untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka.

    Komentar Trump juga menuai kecaman dari kelompok hak asasi manusia dan anggota parlemen AS, termasuk Anggota Kongres Rashida Tlaib, yang menuduhnya “secara terbuka menyerukan pembersihan etnis”.

    Tim penyelamat telah menemukan mayat 19 warga Palestina di kuburan massal yang ditemukan di Jalan al-Thawra, di Kota Gaza di utara Jalur Gaza.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Tambah Lagi Deretan Gebrakan Trump yang Bikin Geger Dunia

    Tambah Lagi Deretan Gebrakan Trump yang Bikin Geger Dunia

    Jakarta

    Donald Trump langsung membuat sejumlah gebrakan usai terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Sederet gebrakan terbaru bahkan membuat geger dunia.

    Sebagai informasi, beberapa gebrakan yang disampaikan Trump usai menjadi Presiden AS sempat menggegerkan dunia. Beberapa di antaranya yakni Trump memutuskan AS keluar dari WHO.

    Selain itu, Trump juga mau merelokasi warga di Gaza. Kemudian, Trump juga memastikan AS keluar dari keanggotaan Paris Agreement.

    Sederet keputusan itu lantas membuat geger dunia. Banyak negara yang bahkan tidak setuju dengan keputusan tersebut.

    Tak berhenti sampai di situ, Trump juga kembali mengeluarkan gebrakan beberapa hari belakangan. Berikut ini gebrakan Trump yang lagi-lagi membuat geger dunia

    Trump Umumkan AS Keluar Dewan HAM PBB

    Foto: Getty Images via AFP/ANNA MONEYMAKER

    Gebrakan terbaru Trump yakni mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan keluar dari badan Dewan HAM PBB. Trump juga menyatakan pemerintah AS tidak akan melanjutkan pendanaan untuk badan PBB yang membantu pengungsi Palestina.

    Dilansir Associated Press, Rabu (5/2/2025), pengumuman Trump ini disampaikan pada hari Selasa (4/2) waktu setempat, hari di mana dia bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang sedang berkunjung. Pemerintah Israel telah lama menuduh badan HAM PBB dan UNRWA bias terhadap Israel dan antisemitisme.

    Perintah eksekutif Trump juga menyerukan peninjauan kembali keterlibatan Amerika dalam Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB yang berpusat di Paris, Prancis, yang dikenal sebagai UNESCO. Trump juga memerintahkan peninjauan kembali pendanaan AS untuk PBB mengingat “perbedaan besar dalam tingkat pendanaan di antara berbagai negara.”

    “Saya selalu merasa bahwa PBB memiliki potensi yang luar biasa,” kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval Gedung Putih. “Saat ini PBB tidak dapat memenuhi potensi tersebut. … Mereka harus bertindak lebih baik,” cetusnya.

    Ia mengatakan PBB perlu “bersikap adil terhadap negara-negara yang pantas mendapatkan keadilan,” seraya menambahkan bahwa ada beberapa negara, yang tidak disebutkan namanya, yang merupakan “negara-negara yang tidak biasa, yang sangat buruk dan hampir lebih disukai.”

    Trump Akan Ambil Alih Gaza

    Foto: Getty Images via AFP/ANNA MONEYMAKER

    Kemudian, Donald Trump juga mencetuskan keputusan lainnya. Dia mau relokasi warga Gaza secara permanen dalam gagasan kontroversial terbarunya, sembari menyebut “masalah Gaza tidak pernah selesai”.

    Gagasan itu, seperti dilansir Politico dan Reuters, Rabu (5/2/2025), disampaikan pada hari yang sama ketika Trump secara mengejutkan mengatakan AS akan menguasai Gaza untuk jangka panjang, mengembangkan daerah itu secara ekonomi, setelah penduduk Gaza direlokasi ke tempat lainnya.

    Gagasan-gagasan Trump ini menghancurkan kebijakan AS selama puluhan tahun terhadap konflik Israel-Palestina.

    Trump memperbarui seruannya kepada negara-negara Arab soal relokasi warga Palestina di Jalur Gaza ketika dia menyambut Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada Selasa (4/2).

    Tapi kali ini, Trump mengatakan dirinya akan mendukung relokasi atau permukiman kembali warga Gaza “secara permanen”. Hal ini melampaui gagasan sebelumnya yang telah ditolak mentah-mentah oleh para pemimpin negara Arab.

    “Anda tidak bisa tinggal di Gaza sekarang, Anda memerlukan lokasi lainnya,” kata Trump saat berbicara kepada wartawan.

    “Permasalahan di Gaza tidak akan pernah selesai,” sebutnya.

    “Jika kita dapat menemukan sebidang tanah yang tepat, atau banyak tanah, dan membangun tempat yang sangat bagus, pasti akan ada banyak uang di area tersebut. Saya pikir itu akan jauh lebih baik daripada kembali ke Gaza, yang dilanda banyak kematian selama berpuluh-puluh tahun,” ucap Trump.

    Halaman 2 dari 3

    (maa/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pakar Tanggapi Keinginan Donald Trump untuk Ambil Alih Gaza, Tidak untuk Ditanggapi Serius?

    Pakar Tanggapi Keinginan Donald Trump untuk Ambil Alih Gaza, Tidak untuk Ditanggapi Serius?

    PIKIRAN RAKYAT – Rencana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk menempatkan Gaza di bawah pendudukan Amerika dan memindahkan dua juta penduduk Palestina telah menyenangkan kaum kanan Israel, membuat warga Palestina ngeri, mengejutkan sekutu Arab, dan membingungkan analis regional yang menganggapnya tidak dapat dilaksanakan.

    Bagi sebagian pakar, gagasan itu terasa sangat tidak mungkin sehingga mereka bertanya-tanya apakah itu sekadar tawaran pembuka dalam putaran baru negosiasi mengenai masa depan Gaza.

    Bagi kaum kanan Israel, rencana Trump mengurai ortodoksi yang tidak diinginkan selama puluhan tahun mengenai konflik Israel-Palestina, yang meningkatkan kemungkinan untuk meniadakan ancaman militan di Gaza tanpa perlu mendirikan negara Palestina.

    Secara khusus, para pemimpin pemukim memujinya sebagai rute yang pada akhirnya dapat mereka gunakan untuk memukimkan Gaza dengan warga sipil Yahudi, keinginan yang telah lama ada.

    Pembersihan Etnis Lebih Mengerikan

    Bagi warga Palestina, usulan tersebut akan menjadi pembersihan etnis dalam skala yang lebih mengerikan daripada pemindahan paksa yang pernah mereka alami sejak 1948, ketika sekitar 800.000 orang Arab diusir atau dipaksa mengungsi selama perang yang terjadi di sekitar pembentukan negara Yahudi.

    “Keterlaluan,” kata Prof. Mkhaimar Abusada, seorang analis politik Palestina dari Gaza yang mengungsi dari rumahnya selama perang.

    “Warga Palestina lebih suka tinggal di tenda-tenda di samping rumah mereka yang hancur daripada pindah ke tempat lain,” tambahnya.

    Sedangkan menurut Itamar Ben-Gvir, seorang anggota parlemen Israel sayap kanan dan pemimpin pemukim, dalam sebuah unggahan di media sosial menyebut hal itu sangat penting dan satu-satunya solusi untuk Gaza adalah mendorong migrasi warga Gaza.

    “Lucu. Hal ini membuat pencaplokan Kanada dan pembelian Greenland tampak jauh lebih praktis dibandingkan dengan itu,” kata Alon Pinkas, seorang komentator politik dan mantan duta besar Israel.

    Tidak untuk Ditanggapi Serius?

    Namun, keanehan rencana tersebut justru mengisyaratkan kepada sebagian orang bahwa rencana tersebut tidak dimaksudkan untuk dipahami secara harfiah.

    Sama seperti Trump yang sering melontarkan ancaman berani di tempat lain yang pada akhirnya tidak dilaksanakannya, beberapa pihak melihat langkahnya di Gaza sebagai taktik negosiasi yang bertujuan untuk memaksa Hamas dan para pemimpin Arab untuk berkompromi.

    Di Gaza, Hamas belum setuju untuk menyerahkan kekuasaan sepenuhnya, posisi yang membuat pemerintah Israel cenderung tidak memperpanjang gencatan senjata. Di tempat lain di kawasan itu, Arab Saudi menolak untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, atau membantu pemerintahan Gaza pascaperang, kecuali Israel setuju untuk mendirikan negara Palestina.

    Rencana maksimalis Trump mungkin merupakan upaya untuk membuat kedua belah pihak mengubah posisi mereka, menurut analis Israel dan Palestina.

    Dihadapkan pada pilihan antara mempertahankan kendalinya sendiri atas Gaza dan mempertahankan kehadiran Palestina di sana, Hamas mungkin akan memilih yang terakhir, menurut Michael Milshtein, seorang analis Israel untuk urusan Palestina.

    Dan Arab Saudi didorong untuk melepaskan desakannya pada negara Palestina dan sebagai gantinya menerima kesepakatan yang melindungi hak Palestina untuk tetap tinggal di Gaza tetapi bukan hak mereka untuk berdaulat, menurut Profesor Abusada, ilmuwan politik Palestina.

    Tanggapan Negara-negara Arab

    Arab Saudi dengan cepat menolak rencana Trump pada hari Rabu, mengeluarkan pernyataan yang menggarisbawahi dukungannya terhadap negara Palestina. Namun, beberapa orang masih berpikir posisi Saudi dapat berubah.

    Selama masa jabatan Trump sebelumnya, pada tahun 2020, Uni Emirat Arab membuat kompromi serupa ketika setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel dengan imbalan penundaan aneksasi Israel atas Tepi Barat.

    “Trump menunjukkan tekanan maksimum terhadap Hamas untuk menakut-nakuti mereka, jadi mereka membuat konsesi nyata,” kata Profesor Abusada.

    “Saya juga berpikir dia menggunakan tekanan maksimum terhadap kawasan itu, jadi mereka akan menerima yang lebih sedikit sebagai imbalan untuk normalisasi dengan Israel. Persis seperti yang dilakukan U.A.E,” lanjutnya.

    Sebaliknya, Trump telah memberi alasan bagi kubu kanan Israel untuk mendukung perpanjangan gencatan senjata, menurut analis Israel.

    Selama lebih dari setahun, sekutu sayap kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengancam akan membubarkan koalisinya jika perang berakhir dengan Hamas masih berkuasa. Sekarang, para garis keras itu memiliki jalan keluar, yakni janji dari sekutu terbesar Israel untuk mengosongkan Gaza dari warga Palestina di masa mendatang.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • AS: Trump Ingin Relokasi Warga Palestina dari Gaza Hanya Sementara

    AS: Trump Ingin Relokasi Warga Palestina dari Gaza Hanya Sementara

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump melontarkan rencana mengejutkan untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza. Gedung Putih AS menjelaskan pemindahan warga Palestina sifatnya hanya sementara.

    Dilansir AFP, Kamis (6/2/2025), Gedung Putih pada hari Rabu waktu setempat tampaknya menarik kembali beberapa elemen dari rencana memulai pengambilalihan wilayah yang hancur itu oleh AS.

    Sehari setelah Trump mengatakan “AS akan mengambil alih” dan “memiliki” Gaza dan bahwa warga Palestina akan “pergi ke negara lain,” pemerintah berusaha untuk menurunkan ekspektasi.

    Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan pemimpin Republik itu ingin warga Palestina hanya “direlokasi sementara” dari Gaza alih-alih dimukimkan kembali secara permanen di negara-negara mayoritas Arab seperti Mesir.

    Dia juga mengatakan pembangunan kembali Gaza tidak akan dibiayai oleh Amerika Serikat dan pasukan AS kemungkinan tidak akan dikirim.

    “Sudah dijelaskan dengan sangat jelas kepada presiden bahwa Amerika Serikat perlu terlibat dalam upaya pembangunan kembali ini untuk memastikan stabilitas di kawasan itu bagi semua orang,” katanya.

    Namun, “itu tidak berarti pasukan di lapangan di Gaza, itu tidak berarti pembayar pajak Amerika akan mendanai upaya ini.”

    Ia mengatakan Trump telah “sangat jelas” bahwa “ia mengharapkan mitra kami di kawasan tersebut, khususnya Mesir dan Yordania, untuk menerima pengungsi Palestina, untuk sementara, sehingga kami dapat membangun kembali rumah mereka.”

    “Saat ini, tempat itu adalah lokasi pembongkaran. Itu bukan tempat yang layak huni bagi manusia mana pun,” katanya.

    Ketika ditanya apakah pengerahan pasukan AS ke Gaza dikesampingkan, Leavitt berkata: “Presiden belum berkomitmen untuk itu.”

    Sementara, Menteri Pertahanan Pete Hegseth mengatakan Pentagon siap untuk mempertimbangkan semua opsi. Pernyataan itu merespons pertanyaan soal opsi mengerahkan pasukan ke Gaza.

    “Kami berharap dapat bekerja sama dengan sekutu kami, mitra kami, baik secara diplomatik maupun militer, untuk mempertimbangkan semua opsi,” kata Hegseth kepada wartawan saat ia bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Pentagon.

    Menteri Luar Negeri Marco Rubio mengatakan gagasan Trump “tidak dimaksudkan sebagai permusuhan. Menurut saya, gagasan itu dimaksudkan sebagai langkah yang sangat murah hati — tawaran untuk membangun kembali dan bertanggung jawab atas pembangunan kembali.”

    Trump ingin mendukung “pembangunan kembali rumah, bisnis, dan hal-hal semacam ini, sehingga orang-orang dapat kembali tinggal di sana,” kata Rubio kepada wartawan saat berkunjung ke Guatemala.

    Pengumuman mengejutkan Trump pada hari Selasa memicu penolakan keras dari para pemimpin dan pemerintah Palestina di kawasan tersebut dan di Eropa.

    Pengumuman itu muncul dalam konteks negosiasi yang dimediasi antara Israel dan kelompok militan Hamas untuk mencapai “tahap kedua” dari kesepakatan gencatan senjata yang akan mengakhiri perang yang menghancurkan di Gaza secara permanen.

    (taa/taa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Warga Palestina Tolak Direlokasi dari Gaza: Ini Tanah Air Kami

    Warga Palestina Tolak Direlokasi dari Gaza: Ini Tanah Air Kami

    Jakarta

    Warga Palestina menolak keras usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang ingin memindahkan mereka dari Jalur Gaza. Warga memandang, lebih baik menelan puing-puing reruntuhan dibanding dipaksa pergi dari tanah air mereka.

    Dilansir CNN, Kamis (6/2/2025), lebih dari setengah juta warga Palestina telah kembali ke Gaza utara selama sepekan terakhir. Sekalipun, kehidupan di sana sangat menyedihkan lantaran tidak ada air, tidak ada listrik, dan begitu banyak puing sehingga hampir tidak ada cukup ruang untuk mendirikan tenda.

    Meski begitu, warga bertekad untuk tinggal dan membangun kembali bahkan jika Presiden AS Donald Trump ingin mereka keluar dari daerah itu.

    “Saya tidak berpikir orang-orang harus kembali ke Gaza,” kata Trump saat bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Selasa (4/2) waktu setempat. “Mengapa mereka ingin kembali? Tempat itu seperti neraka,” tambahnya.

    Itu adalah kedua kalinya dalam waktu lebih dari seminggu Trump mengatakan warga Palestina harus meninggalkan Gaza.

    Usulannya telah memicu kritik di seluruh dunia sekaligus disambut dengan ketidakpercayaan dan kemarahan warga Gaza.

    Salah satu warga Palestina, Amir Karaja mengatakan kepada CNN bahwa ia “lebih baik memakan puing-puing” daripada dipaksa meninggalkan tanah airnya.

    “Kami teguh di sini,” kata Karaja kepada CNN pada hari Rabu, saat ia sedang mengerjakan sisa-sisa rumahnya di kamp Nuseirat di Gaza tengah. Bangunan itu menyerupai rumah boneka setelah seluruh dinding depannya runtuh dan memperlihatkan bagian dalam interior yang rusak.

    “Ini tanah kami, dan kami adalah pemilik tanah yang jujur dan sejati. Saya tidak akan tergusur. Tidak (Trump) atau siapa pun dapat mencabut kami dari Gaza,” kata Karaja.

    Berdiri di tengah-tengah rumahnya yang rusak parah di dekatnya, Iyam Jahjouh mengatakan kepada CNN bahwa ia juga tidak akan mempertimbangkan untuk pindah.

    “Kami tidak akan meninggalkan tanah atau rumah kami, meskipun ada kerusakan besar dan semua yang terjadi di Gaza, kami di sini dan akan tetap di sini,” katanya.

    Atap dan beberapa dinding rumahnya yang sederhana telah dihancurkan, meninggalkan Jahjouh hanya dengan satu kamar yang ditutupi dengan atap darurat. Namun di lingkungan ini, rumah ini termasuk yang paling sedikit rusak.

    “Mengapa saya harus meninggalkan negara saya? Anda ingin mengirim saya ke Mesir atau Yordania? Tidak, kami tidak akan menerimanya, kami akan mendirikan tenda dan apa pun yang Anda lakukan, kami tidak akan meninggalkan negara kami. Kami tidak peduli dengan ancaman Trump atau ancaman Netanyahu,” katanya.

    Sekitar 70% dari 2,1 juta penduduk Gaza telah terdaftar oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai pengungsi, banyak di antaranya adalah keturunan warga Palestina yang mengungsi pada tahun 1948, ketika sekitar 700.000 warga Palestina diusir atau dipaksa meninggalkan rumah mereka selama pembentukan Israel.

    Mereka telah dilarang kembali ke rumah leluhur mereka di tempat yang sekarang menjadi Israel. Orang Arab menyebut peristiwa itu sebagai “Nakba” (malapetaka).

    (taa/taa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Dubes Iran Blak-blakan soal Ancaman “Tekanan Maksimum” Trump

    Dubes Iran Blak-blakan soal Ancaman “Tekanan Maksimum” Trump

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Iran tidak ambil pusing terhadap kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengambil langkah tekanan penuh terhadap negara itu. Hal ini disampaikan oleh Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi, di sela-sela acara resepsi 46 tahun Revolusi Iran di Jakarta, dikutip Rabu (5/2/2025).

    Dalam pernyataannya, Boroujerdi menyebut Iran selama ini sudah terkena deretan macam sanksi yang dijatuhkan Washington dan sekutunya ke negara itu. Namun ekonomi Teheran tetap kokoh dan dapat bertahan.

    “Sudah 46 tahun mereka mengambil kebijakan keras terhadap Iran, namun kami bertahan dan justru mengarah lebih baik. Hari ini, kami lebih kuat dari 10 tahun lalu, 46 tahun lalu,” ujarnya.

    “Jadi kami percaya bahwa jika mereka memilih saling menghormati dan bukan tindakan keras, hal itu akan menjadi sesuatu yang lebih baik bagi mereka, kami, dan dunia,” tambahnya.

    Diketahui, Presiden Trump mengembalikan kampanye “tekanan maksimum”-nya terhadap Iran yang mencakup upaya untuk menekan ekspor minyaknya hingga nol untuk menghentikan Teheran memperoleh senjata nuklir.

    Menjelang pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump menandatangani memorandum presiden yang memberlakukan kembali kebijakan keras Washington terhadap Iran yang dipraktikkan sepanjang masa jabatan pertamanya.

    “Bagi saya, ini sangat sederhana: Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir,” kata Trump. Ketika ditanya seberapa dekat Teheran dengan senjata nuklir, Trump berkata: “Mereka terlalu dekat,” katanya.

    Iran ‘secara dramatis’ mempercepat pengayaan uranium hingga mencapai kemurnian 60%, mendekati tingkat kemurnian senjata sekitar 90%, kata kepala pengawas nuklir PBB kepada Reuters pada bulan Desember. Teheran sendiri telah membantah ingin mengembangkan senjata nuklir.

    Sementara itu, menurut estimasi Badan Informasi Energi AS, ekspor minyak Teheran menghasilkan US$ 53 miliar (Rp 864 triliun) pada tahun 2023 dan US$ 54 miliar (Rp 880 triliun) setahun sebelumnya. Berdasarkan data OPEC, produksi selama tahun 2024 mencapai level tertinggi sejak 2018.

    (sef/sef)

  • Sikap Resmi Pemerintah Indonesia soal Rencana Donald Trump Mau Ambil Alih Gaza – Halaman all

    Sikap Resmi Pemerintah Indonesia soal Rencana Donald Trump Mau Ambil Alih Gaza – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Secara resmi, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, bersikap tegas atas rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan mengambil alih wilayah Gaza Palestina.

    Termasuk rencana Donald Trump merelokasi warga Gaza ke negara lain.

    Dalam pernyataan resminya, Rabu (5/2/2025), Indonesia menegaskan segala bentuk pemindahan paksa atau perubahan komposisi demografis di wilayah pendudukan Palestina tidak dapat diterima.  

    Indonesia juga menegaskan tindakan semacam itu hanya akan semakin menghambat tercapainya solusi damai yang adil bagi rakyat Palestina.

    “Indonesia dengan tegas menolak segala upaya untuk secara paksa merelokasi warga Palestina atau mengubah komposisi demografis Wilayah Pendudukan Palestina,” demikian bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri RI dikutip dari laman resminya.

    “Tindakan semacam itu akan menghambat terwujudnya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat sebagaimana dicita-citakan oleh Solusi Dua Negara berdasarkan perbatasan 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.”

    Menanggapi rencana Trump yang menuai kecaman luas, Indonesia juga menyerukan kepada komunitas internasional untuk menjunjung tinggi hukum internasional dan memastikan penghormatan terhadap hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri. 

    Indonesia mendesak agar masyarakat internasional tidak tinggal diam terhadap ancaman yang dapat semakin memperburuk ketegangan di kawasan Timur Tengah.  

    “Indonesia menyerukan kepada komunitas internasional untuk memastikan penghormatan terhadap hukum internasional, khususnya hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri serta hak mendasar untuk kembali ke tanah air mereka,” lanjut pernyataan Kemlu RI.

    Lebih lanjut, Indonesia menekankan penyebab utama konflik yang berkepanjangan di Palestina adalah pendudukan ilegal Israel yang terus berlangsung. 

    Oleh karena itu, solusi yang harus ditempuh bukanlah pemindahan paksa warga Palestina, melainkan mengakhiri pendudukan dan memastikan hak-hak dasar rakyat Palestina dihormati sepenuhnya.  

    “Indonesia kembali menegaskan bahwa satu-satunya jalan layak menuju perdamaian abadi di kawasan adalah dengan menyelesaikan akar penyebab konflik: pendudukan ilegal dan berkepanjangan oleh Israel atas wilayah Palestina,” tegas Kemenlu RI.

    Selain Indonesia, berbagai negara dan organisasi internasional telah mengecam keras rencana Trump. 

    Hamas, pemerintah Palestina, serta banyak negara Arab menolak keras usulan tersebut dan menyebutnya sebagai upaya terang-terangan untuk mengusir rakyat Palestina dari tanah mereka.  

    Alasan Donald Trump

    Sebelumnya, Trump mengumumkan bahwa AS akan mengambil alih Gaza dan mengembangkan wilayah tersebut menjadi pusat ekonomi dan wisata, yang ia sebut sebagai “Riviera Timur Tengah.”

    “AS akan mengambil alih Jalur Gaza dan kami akan menangani itu juga. Kami akan memilikinya,” kata Trump dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dikutip dari Al Jazeera.

    Trump juga menyebut Gaza dapat menjadi tempat tinggal bagi masyarakat dunia, termasuk warga Palestina yang tersisa setelah relokasi.  

    “Saya pikir Anda bisa menjadikannya tempat internasional yang luar biasa. Potensi di Jalur Gaza sangat luar biasa,” ujarnya.   

    Palestina Menolak

    Utusan Palestina untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Riyad Mansour menolak rencana Amerika Serikat (AS) untuk mengambil alih Jalur Gaza.

    Rencana itu disampaikan oleh Presiden AS Donald Trump hari Selasa, (4/2/2025), di tengah kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di AS.

    “AS akan mengambil alih Jalur Gaza, dan kita akan melakukan pekerjaan dengannya pula. Kita akan memilikinya,” kata Trump dikutip dari The Times of Israel.

    Mansour menyebut jutaan warga Gaza tak akan rela tanah airnya dikuasai oleh AS.

    “Tanah air kami tetaplah tanah air kami,” ujar Mansour.

    “Dan saya pikir para pemimpin dan masyarakat harus menghormati keinginan rakyat Palestina.”

    Seperti Mansour, Hamas menolak mentah-mentah gagasan Trump itu.

    “Kami menolak pernyataan Trump yang menyebutkan bahwa rakyat Gaza tak punya pilihan kecuali pergi, dan kami menganggap pernyataan Trump itu sebagai resep untuk menciptakan kekacauan dan ketegangan di Gaza,” kata Hamas dalam pernyataannya.

    Sumber: Kompas.TV/Tribunnews.com/Al Jazeera

     

  • Merespons Rencana Trump, Presiden Palestina Mahmoud Abbas Tolak Keras Upaya AS Ambil Alih Jalur Gaza – Halaman all

    Merespons Rencana Trump, Presiden Palestina Mahmoud Abbas Tolak Keras Upaya AS Ambil Alih Jalur Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak keras usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk “mengambil alih” dan “memiliki” Jalur Gaza.

    Penolakan keras Presiden Palestina itu sebagaimana disampaikan oleh kantor Mahmoud Abbas dalam sebuah pernyataan, Rabu (5/2/2025).

    “Presiden Mahmoud Abbas dan para pemimpin Palestina menyatakan penolakan keras mereka terhadap seruan untuk merebut Jalur Gaza dan mengusir warga Palestina dari tanah air mereka,” kata kantor Abbas, seraya menambahkan bahwa “hak-hak Palestina yang sah tidak dapat dinegosiasikan.”

    Saat membacakan pernyataan di televisi publik Palestina, juru bicara Abbas, Nabil Abu Rudeina, menekankan bahwa Jalur Gaza “merupakan bagian integral dari Negara Palestina.”

    Organisasi Pembebasan Palestina, aliansi faksi yang dipimpin oleh Abbas, juga mengecam usulan Trump untuk merelokasi warga Gaza ke Mesir atau Yordania.

    “Menolak semua seruan untuk memindahkan warga Palestina dari Tanah Air mereka,” kata sekretaris jenderalnya, Hussein al-Sheikh.

    Kata Utusan Palestina untuk PBB

    Utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, juga menanggapi rencana Donald Trump tersebut.

    “Para pemimpin dunia dan rakyat harus menghormati keinginan Palestina untuk tetap tinggal di Gaza,” katanya, Selasa (4/2/2025), dilansir Arab News.

    “Tanah Air kami adalah Tanah Air kami, jika sebagian darinya hancur, Jalur Gaza, rakyat Palestina memilih untuk kembali ke sana,” tegas Riyad Mansour.

    “Dan saya pikir para pemimpin dan rakyat harus menghormati keinginan rakyat Palestina,” lanjutnya.

    Di PBB, Mansour tidak menyebut nama Trump tetapi tampaknya menolak usulan Presiden AS tersebut.

    “Negara dan rumah kami adalah Jalur Gaza, itu bagian dari Palestina,” katanya.

    “Kami tidak punya rumah. Bagi mereka yang ingin mengirim mereka ke tempat yang bahagia dan menyenangkan, biarkan mereka kembali ke rumah asal mereka di dalam Israel, ada tempat-tempat bagus di sana, dan mereka akan senang untuk kembali ke tempat-tempat ini,” paparnya.

    Pada hari Selasa, Trump bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih.

    Pemimpin AS tersebut mengatakan bahwa ia yakin warga Palestina harus meninggalkan Gaza setelah serangan Israel yang telah menghancurkan wilayah tersebut dan membuat sebagian besarnya hancur menjadi puing-puing.

    Berbicara menjelang pertemuan tersebut, Trump mengatakan bahwa ia menginginkan solusi yang melihat “daerah yang indah untuk memukimkan kembali orang-orang secara permanen di rumah-rumah yang bagus di mana mereka dapat merasa bahagia.”

    Respons Hamas

    Pejabat Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan pernyataan Donald Trump tentang pengambilalihan Jalur Gaza adalah konyol dan tidak masuk akal, serta dapat mengganggu stabilitas Timur Tengah.

    “Pernyataan Trump tentang keinginannya untuk menguasai Gaza adalah konyol dan tidak masuk akal, dan ide-ide semacam ini dapat memicu kerusuhan di kawasan tersebut,” kata Abu Zuhri kepada Reuters, Rabu (5/2/2025).

    Sementara itu, Hamas siap untuk menjalin kontak dan mengadakan pembicaraan dengan pemerintahan Donald Trump.

    Hal ini sebagaimana diberitakan kantor berita negara Rusia RIA mengutip seorang pejabat senior Hamas dalam pernyataan yang diterbitkan pada Rabu pagi.

    “Kami siap untuk melakukan kontak dan pembicaraan dengan pemerintahan Trump,” lapor RIA mengutip pernyataan anggota senior Politbiro Hamas, Mousa Abu Marzouk.

    “Di masa lalu, kami tidak keberatan dengan kontak dengan pemerintahan (mantan Presiden AS Joe) Biden, Trump atau pemerintahan AS lainnya, dan kami terbuka untuk berunding dengan semua pihak internasional,” jelasnya.

    Tidak jelas kapan RIA mewawancarai Marzouk, yang mengunjungi Moskow pada Senin (3/2/2025), untuk mengadakan pembicaraan dengan kementerian luar negeri Rusia.

    MASA DEPAN GAZA – Tangkapan layar YouTube White House yang diambil pada Rabu (5/2/2025), menampilkan Presiden AS Donald Trump menggelar konferensi pers bersama PM Israel Benjamin Netanyahu setelah pertemuan mereka di Gedung Putih pada Selasa (4/2/2025). Dalam pengumuman yang mengejutkan, Trump mengatakan AS akan mengambil alih dan memiliki Jalur Gaza. (Tangkapan layar YouTube White House)

    Marzouk mengatakan kepada RIA, pembicaraan dengan AS telah menjadi semacam kebutuhan bagi Hamas, mengingat Washington merupakan pemain kunci di Timur Tengah.

    “Itulah sebabnya kami menyambut baik perundingan dengan Amerika dan tidak keberatan dengan masalah ini,” tambahnya.

    Diketahui, perang di Gaza meletus setelah serangan kelompok bersenjata Palestina Hamas pada 7 Oktober 2023, yang mengakibatkan kematian 1.210 orang di pihak Israel, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.

    Respons pembalasan Israel telah menewaskan sebanyak 47.518 orang di Gaza, mayoritas warga sipil, menurut kementerian kesehatan wilayah yang dikuasai Hamas itu.

    PBB menganggap angka-angka ini dapat diandalkan.

    PBB mengatakan lebih dari 1,9 juta orang — atau 90 persen dari populasi Gaza — telah mengungsi akibat serangan Israel, dengan kampanye pengeboman telah meratakan sebagian besar bangunan di wilayah itu, termasuk sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur sipil dasar.

    Dimulainya kesepakatan gencatan senjata, yang mencakup pembebasan sandera yang ditahan Hamas dan tahanan yang ditahan Israel pada 19 Januari 2025, membuat warga Palestina bersuka cita, dengan banyak yang kembali ke rumah yang tidak lagi layak huni.

    Dikutip dari Al Jazeera, Presiden AS Donald Trump mengatakan dia ingin AS mengambil alih Jalur Gaza yang hancur akibat perang setelah warga Palestina mengungsi ke negara-negara tetangga, dan mengembangkan wilayah tersebut sehingga “masyarakat dunia” akan tinggal di sana.

    Trump juga mengatakan kepada wartawan, AS telah menarik diri “dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang anti-Semit dan mengakhiri semua dukungan untuk Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA)”.

    Sepanjang hari, Trump memicu kontroversi dengan menyarankan warga Palestina akan “senang meninggalkan” Gaza, yang memicu ketakutan, ia akan mendukung kampanye pembersihan etnis.

    Hamas merilis pernyataan sebagai tanggapan terhadap Trump, dengan mengatakan bahwa rencananya adalah “resep untuk menciptakan kekacauan dan ketegangan di wilayah tersebut. Rakyat kami di Jalur Gaza tidak akan membiarkan rencana ini terlaksana”.

    Para pengunjuk rasa berkumpul di Washington, DC, untuk mengecam kunjungan Netanyahu, menuduh Trump mengundang “penjahat perang” ke Gedung Putih.

    Netanyahu menggambarkan Trump sebagai “sahabat terbaik Israel di Gedung Putih” dan memujinya atas “keinginannya untuk berpikir di luar kotak”.

    Arab Saudi mengatakan dukungannya terhadap pembentukan negara Palestina tidak tergoyahkan dan menolak segala upaya untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka.

    Komentar Trump juga menuai kecaman dari kelompok hak asasi manusia dan anggota parlemen AS, termasuk Anggota Kongres Rashida Tlaib, yang menuduhnya “secara terbuka menyerukan pembersihan etnis”.

    Tim penyelamat telah menemukan mayat 19 warga Palestina di kuburan massal yang ditemukan di Jalan al-Thawra, di Kota Gaza di utara Jalur Gaza.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel