Tag: Benjamin Netanyahu

  • Trump Kembali Nyatakan AS Ingin Ambil Alih Gaza Meski Dikecam Dunia

    Trump Kembali Nyatakan AS Ingin Ambil Alih Gaza Meski Dikecam Dunia

    Jakarta

    Rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih Gaza, Palestina, mendapatkan kecaman keras dari berbagai pihak. Trump kembali menegaskan AS tetap akan mengambil alih Gaza

    Dilansir BBC, Kamis (6/2/2025), Trump menyampaikan hal tersebut di platform Truth Social miliknya. Dia menyebut Israel akan menyerahkan Gaza kepada AS.

    “Jalur Gaza akan diserahkan ke Amerika Serikat oleh Israel pada akhir pertempuran. Warga Palestina, seperti Chuck Schumer (nama politikus AS), sudah akan dimukimkan kembali di komunitas yang jauh lebih aman dan indah, dengan rumah-rumah baru dan modern, di kawasan tersebut,” tulis Trump.

    Diketahui, Chuck Schumer adalah pemimpin minoritas di Senat dan seorang Demokrat. Dalam pidatonya pekan lalu, Schumer mengkritik Trump ‘sembrono dan melanggar hukum’.

    Kembali ke Trump, dia mengatakan orang-orang akan bahagia dan aman jika rencananya terwujud. Meski demikian, Trump mengatakan dirinya tak berencana mengirim tentara AS ke Gaza.

    “Mereka benar-benar memiliki kesempatan untuk bahagia, aman, dan bebas. AS, bekerja sama dengan tim pembangunan yang hebat dari seluruh dunia, akan perlahan dan hati-hati memulai pembangunan yang akan menjadi salah satu pembangunan terbesar dan paling spektakuler di dunia. Tidak diperlukan tentara dari AS! Stabilitas kawasan akan berkuasa!!!,” jelas Trump.

    Sebelumnya, Trump mengumumkan AS akan mengambil alih Gaza saat menerima kunjungan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada Selasa (4/2). Sontak pernyataan Trump ini mendapatkan reaksi keras dari sejumlah negara, salah satunya Presiden Palestina Mahmoud Abbas.

    “Presiden Mahmoud Abbas dan para pemimpin Palestina menyatakan penolakan keras mereka terhadap seruan untuk merebut Jalur Gaza dan mengusir warga Palestina dari tanah air mereka,” demikian pernyataan kantor kepresidenan Palestina.

    Seruan Trump itu, jelas Abbas, adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Perdamaian tidak akan tercapai tanpa berdirinya negara Palestina.

    “Kami tidak akan membiarkan hak-hak rakyat kami, yang telah kami perjuangkan selama beberapa dekade, dilanggar,” tegas Abbas dalam pernyataannya.

    Salah satu warga Palestina, Amir Karaja mengatakan kepada CNN bahwa ia lebih baik memakan puing-puing daripada dipaksa meninggalkan tanah airnya.

    “Kami teguh di sini,” kata Karaja kepada CNN pada hari Rabu (5/2).

    Karaja sedang membersihkan sisa-sisa puing di rumahnya di kamp Nuseirat di Gaza tengah. Bangunan itu menyerupai rumah boneka setelah seluruh dinding depannya runtuh dan memperlihatkan bagian dalam interior yang rusak.

    “Ini tanah kami, dan kami adalah pemilik tanah yang jujur dan sejati. Saya tidak akan tergusur. Tidak (Trump) atau siapa pun dapat mencabut kami dari Gaza,” kata Karaja.

    Rencana Trump itu juga ditentang oleh banyak negara seperti Iran, Jerman, Prancis, bahkan PBB. Indonesia juga menjadi salah satu yang menolak rencana Trump.

    (isa/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Letkol IDF Brigade Givati Israel Tewas Tertimpa Derek yang Ambruk Tertiup Angin di Gaza Utara – Halaman all

    Letkol IDF Brigade Givati Israel Tewas Tertimpa Derek yang Ambruk Tertiup Angin di Gaza Utara – Halaman all

    Letkol IDF dan Tentara Israel Brigade Givati Tewas Tertimpa Derek yang Ambruk Tertiup Angin di Gaza Utara

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Israel (IDF) mengonfirmasi pada Kamis (6/2/2025) kalau seorang perwira berpangkat letnan kolonel dan seorang prajurit tewas, tertimpa derek (crane) yang ambruk di Gaza Utara.

    Peristiwa itu juga mengakibatkan delapan tentara Israel terluka.

    “Militer Israel menyatakan bahwa salah satu korban adalah seorang letnan kolonel yang bertugas di pasukan cadangan pada Batalyon 51 di Brigade Golani,” kata laporan RNTV, dikutip Kamis.

    Lembaga penyiaran publik Israel, KAN melaporkan kalau derek tersebut ambruk akibat angin kencang dan menghantam tenda tempat para tentara Israel berada di dalamnya.

    Otoritas penyiaran mencatat bahwa IDF sedang menyelidiki insiden tersebut, dengan momfokuskan pada kurangnya persiapan terhadap kondisi cuaca buruk.

    Peristiwa ini terjadi saat Jalur Gaza dan daerah sekitarnya mengalami sistem tekanan rendah disertai hujan lebat dan angin kencang.

    BRIGADE GIVATI – Personel Brigade Givati dari Batalyon Shaked Tentara Israel (IDF) saat bermanuver di Gaza Utara. Brigade pasukan Israel ini sebagian besar sudah ditarik mundur dari Gaza Utara seiring terjadinya gencatan senjata dengan Hamas. (anews/tangkap layar)

    Brigade Givati Remuk

    Pada Januari silam, IDF juga mengungkapkan kerugian yang diderita Brigade Givati, pasukan infanteri Israel yang sebagian besar sudah ditarik mundur dari Jalur Gaza.

    Dikutip Khaberni, Brigade Givati diakui IDF kehilangan 86 prajurit dan perwira tingginya, termasuk sejumlah komandan di pasukan tersebut.

    Kematian personel Brigade Givati terjadi selama pertempuran di Jalur Gaza dan dalam serangan Banjir Al-Aqsa Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Tentara IDF menambahkan dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada Rabu (22/1/2025), “Pasukan Brigade Givati ​​​​di bawah komando Divisi 162 sedang mempersiapkan misi yang akan datang setelah berminggu-minggu pertempuran di wilayah Jabalia di Jalur Gaza utara”.

    Brigade Givati ​​​​adalah salah satu dari lima brigade infanteri di ketentaraan Israel.

    Mereka mundur dari Jalur Gaza utara dengan berlakunya perjanjian gencatan senjata antara Gerakan Perlawanan Palestina Hamas dan Israel pada Minggu lalu.

    Sebelumnya, media Israel memberitakan Brigade Givati ​​​​mundur dari Gaza, tanpa mendapat perintah untuk bersiap kembali lagi.

    Faksi-faksi milisi perlawanan Palestina menimbulkan kerugian besar pada tentara pendudukan Israel selama serangan dahsyat yang dilancarkan di Jalur Gaza utara selama lebih dari 100 hari.

    Sejak awal perang pada Oktober 2023, jumlah perwira dan tentara yang tewas di tentara Israel – yang namanya boleh dipublikasikan – telah mencapai 841 orang tewas, dan 5.656 orang terluka, namun laporan Palestina dan Israel menunjukkan bahwa jumlah korban sebenarnya adalah lebih tinggi dari itu.

    Banyak Kaki Tentara Brigade Givati Diamputasi

    Pada Februari 2024 silam, seorang perwira militer IDF, mengakui situasi sulit yang dialami pasukannya dalam pertempuran melawan kelompok perlawanan Palestina.

    Dilansir PT, dia mengakui kalau pasukan Israel, setiap hari masuk perangkap Hamas.

    Perwira tersebut adalah Kapten Avihai Sorshan, perwira militer Israel, dari Brigade Givati, pasukan infanteri Israel.

    Pada Selasa (6/2/2024) Sorshan mengatakan kalau dalam pertempuran, Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas dan Brigade Al Quds, sayap militer PIJ, menghujani mereka dengan tembakan roket yang mematikan.

    “Roket-roket layaknya hujan deras menimpa kepala kami, oleh karena itu banyak tentara kami yang terbunuh, dan terluka,” katanya.

    Selain banyak yang terbunuh, tentara IDF juga banyak yang mengalami cacat seumur hidup karena serangan tersebut.

    “Banyak tentara di Brigade Givati, kehilangan kakinya, dan harus diamputasi, dan tidak ada yang bisa menghalangi neraka jahanam ini. Mereka kehilangan nyawanya demi para tawanan, dan kami setiap hari masuk perangkap Hamas.”

    Gadi Eisenkot, seorang anggota Knesset dan Kabinet Perang Israel mengumumkan, Israel, dalam proses pertukaran tawanan dengan Hamas, akan membayar biaya yang sangat besar, dan mengerikan.

    Tentara Israel membawa peti jenazah tentara IDF yang tewas di wilayah Al Quds, Palestina, pada 9 November 2023. (tangkap layar AP/Al-Mayadeen)

    Sementara itu, Juru bicara Angkatan Bersenjata Rezim Zionis, Daniel Hagari, mengatakan, baru-baru ini 31 tawanan Israel, terbunuh di Jalur Gaza per Februari 2024.

    Terkait hal ini, Hamas berulangkali mengumumkan, puluhan tawanan Israel, di Gaza, terbunuh karena serangan, dan pemboman pasukan IDF sendiri.

    Di sisi lain, Militer Israel, mengabarkan, Mayor David Shakori, Wakil Komandan Batalyon ke-601, Angkatan Bersenjata Israel, terbunuh dalam pertempuran di utara Jalur Gaza.

    Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Herzi Halevi, menghadiri upacara peletakan karangan bunga untuk memperingati Hari Peringatan Holocaust bagi enam juta orang Yahudi yang tewas dalam Perang Dunia II, di Monumen Holocaust Yad Vashem di Yerusalem pada 6 Mei 2024. (AMIR COHEN / POOL / AFP)

    Israel Gagal Capai Target Perang

    Pengumuman IDF tentang kerugian yang dialami Brigade Givati datang setelah pengakuan Kepala IDF saat itu, Letnan Jenderal Herzi Halevi atas kegagalan lainnya militer Israel di Perang Gaza.

    Halevi yang sudah mengundurkan diri, mengatakan mereka belum mencapai semua tujuan militernya di Gaza.

    “Tujuan perang belum semuanya tercapai. Militer akan terus berjuang untuk lebih menghancurkan Hamas dan kemampuan pemerintahannya, memastikan kembalinya para sandera dan memungkinkan warga Israel yang mengungsi untuk kembali ke rumah,” katanya dalam surat pengunduran dirinya.

    Dalam surat pengunduran dirinya yang dirilis oleh militer, Halevi mengatakan kalau dia mengundurkan diri, “Karena pengakuan saya atas tanggung jawab atas kegagalan (militer) pada tanggal 7 Oktober.”

    Pemimpin oposisi “Israel” Yair Lapid memuji Halevi karena mengundurkan diri dan meminta Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk melakukan hal yang sama.

    “Sekarang, saatnya bagi mereka untuk bertanggung jawab dan mengundurkan diri — perdana menteri dan seluruh pemerintahannya yang membawa bencana,” katanya.

    Mayor Jenderal Yaron Finkelman, kepala komando militer selatan Israel, yang bertanggung jawab atas Gaza, juga mengundurkan diri.

    Herzi Halevi meminta untuk meninggalkan jabatannya pada tanggal 6 Maret, dengan mengatakan, “Sampai saat itu, saya akan menyelesaikan penyelidikan atas peristiwa tanggal 7 Oktober dan memperkuat kesiapan (militer)”.

     

    (oln/khbrn/pt/*)

     

  • Menhan Israel Perintahkan IDF Siapkan Rencana Pemindahan Warga Palestina dari Gaza – Halaman all

    Menhan Israel Perintahkan IDF Siapkan Rencana Pemindahan Warga Palestina dari Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Pertahanan Israel Katz memerintahkan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk menyiapkan rencana yang memungkinkan warga Palestina meninggalkan Jalur Gaza “secara sukarela”.

    Perintah itu disampaikan Katz pada hari Kamis, (6/5/2025) atau dua hari setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengungkapkan rencana pemindahan warga Gaza.

    “Saya menyambut baik rencana berani Presiden Trump itu, yang memungkinkan banyak penduduk Gaza untuk meninggalkan tempat itu dan pergi ke berbagai tempat di seluruh dunia,” katanya dikutip dari media Israel Yedioth Ahronoth.

    “Saya telah memerintahkan IDF untuk menyiapkan rencana yang akan memungkinkan setiap penduduk Gaza yang tertarik pindah untuk pergi ke tempat mana pun di dunia ini yang bersedia menerima mereka.”

    Satuan Penanganan Terorisme di Kementerian Pertahanan Israel diduga akan mengurus hal ini. Namun, Katz mengarahkan perhatiannya kepada IDF.

    Katz meminta IDF untuk menyiapkan opsi pintu keluar bagi warga Gaza dari darat, laut, dan udara.

    Dia juga merinci daftar negara yang menurut dia harus mengizinkan masuknya warga Gaza.

    “Negara-negara seperti Spanyol, Irlandia, Norwegia, dan lainnya yang sudah membuat tudingan palsu dan rencana jahat terhadap Israel karena aktivitasnya di Gaza, secara hukum diwajibkan untuk mengizinkan setiap warga Gaza memasuki wilayahnya, dan kemunafikan mereka akan terungkap jika mereka menolaknya,” ujar Katz.

    “Ada negara-negara seperti Kanada yang punya program imigrasi teregulasi dan sudah mengungkapkan keinginan untuk menerima penduduk Gaza. Warga Gaza harus diizinkan menikmati kebebasan untuk pergi, dan imigrasi seperti ini lazim di mana pun di seluruh dunia.”

    Menurut Katz, usulan Trump bisa memunculkan banyak kemungkinan mengenai pindahnya warga Gaza secara sukarela. Di samping itu, usulan tersebut akan memungkinkan percepatan rencana pembangunan kembali Gaza.

    SALING MEMUJI – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu saling memuji saat bertemu di Gedung Putih, Washington DC, AS, Rabu (5/2/2025). (Khaberni)

    Sosok di balik rencana pemindahan warga Gaza

    Trump disebut bukan inisiator rencana pemindahan paksa warga  Gaza dan penguasaan tanah Palestina itu oleh AS.

    Dilaporkan bahwa inisiator itu ialah Jared Kushner, menantu Trump sekaligus penasihat senior Gedung Putih.

    Kushner pernah menjadi utusan tidak resmi Trump untuk urusan Timur Tengah. Dia juga bertanggung jawab atas rencana perdamaian di kawasan itu.

    Narasumber yang didapatkan Puck News mengklaim Kushner terlibat perumusan pernyataan Trump tentang rencana masa depan Gaza. Pernyataan disampaikan hari Selasa, (4/2/2025), di Gedung Putih bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

    Puck menyebut Netanyahu sebelumnya tidak pernah meminta Trump untuk menerapkan rencana seperti itu.

    Adapun ide pemindahan warga Gaza sudah pernah diungkapkan oleh Kushner dalam pidatonya pada bulan Februari 2024 lalu di Universitas Harvard.

    “Properti di tepi laut Gaza, itu bisa sangat bernilai jika orang-orang berfokus membangun mata pencaharian,” kata Kushner dikutip dari The Times of Israel yang mengutip Puck News.

    “Situasi di sana agak kurang menguntungkan, tetapi saya pikir dari sudut pandang Israel, saya akan berusaha yang terbaik untuk memindahkan orang-orang dari sana dan kemudian membersihkannya.”

    “Tetapi, saya tidak berpikir Israel telah mengatakan mereka tidak menginginkan orang-orang itu kembali ke sana setelahnya.”

    Kushner menyarankan warga Gaza dievakuasi ke dua tempat, yakni di Mesir dan Gurun Negev di Israel.

    “Saya hanya perlu mendorong buldoser ke Negev, berupaya memindahkan orang-orang ke sana.”

    “Saya tahu hal itu tak akan banyak disukai, tetapi itu adalah opsi yang lebih baik sehingga kita bisa masuk dan merampungkan pekerjaan.”

    (*)

  • Mantan Bos Intelijen Arab Saudi Kecam Rencana Trump Ambil Alih Gaza    
        Mantan Bos Intelijen Arab Saudi Kecam Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Mantan Bos Intelijen Arab Saudi Kecam Rencana Trump Ambil Alih Gaza Mantan Bos Intelijen Arab Saudi Kecam Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Riyadh

    Mantan kepala intelijen Arab Saudi, Pangeran Turki Al-Faisal, mengecam Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump atas rencananya mengambil alih Jalur Gaza. Pangeran Turki menyebut rencana Trump itu sebagai bentuk pembersihan etnis.

    “Apa yang terlontar dari Tuan Trump tidak dapat dicerna. Saya dengan hormat menolak untuk menambahkan komentar-komentar yang lebih tidak sopan untuk hal tersebut, namun merupakan khayalan jika berpikir bahwa pembersihan etnis pada abad ke-21 dapat dimaafkan oleh komunitas dunia yang tetap berada di belakangnya dan tidak menanggapi hal tersebut,” kata Pangeran Turki kepada media terkemuka CNN, seperti dilansir Al Arabiya, Kamis (6/2/2025).

    Trump, dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada Selasa (4/2), secara mengejutkan mencetuskan AS “akan mengambil alih” dan “memiliki” Jalur Gaza, kemudian mengembangkannya secara ekonomi, setelah merelokasi warga Gaza ke negara-negara lainnya.

    Dia bahkan menyebut relokasi warga Gaza itu akan dilakukan “secara permanen”. Hal ini melampaui gagasan sebelumnya yang telah ditolak mentah-mentah oleh para pemimpin negara Arab.

    Rencana itu menuai penolakan dari para pemimpin negara Arab dan pemimpin dunia, dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan soal “pembersihan etnis” di wilayah Palestina.

    Pangeran Turki yang pernah menjabat sebagai Duta Besar Saudi untuk AS ini mengatakan bahwa masalah di Palestina bukanlah pada orang Palestina. “Ini adalah masalah pendudukan Israel, dan hal ini sudah jelas dan dipahami oleh semua orang,” tegasnya.

    Meskipun AS dan Israel telah menyatakan harapan untuk normalisasi antara Riyadh dan Tel Aviv, Saudi berulang kali menekankan pendiriannya bahwa tidak akan ada normalisasi tanpa terbentuknya negara Palestina yang berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    AS mengadopsi posisi serupa selama beberapa dekade, hingga pernyataan kontroversial disampaikan Trump.

    “Semua hal ini adalah kebijakan Amerika hingga kata-kata terbaru yang dipilih Tuan Trump dalam mengklaim bahwa dia ingin memperbaiki keadaan, padahal hal itu justru akan mengubah keadaan menjadi lebih banyak konflik dan pertumpahan darah,” ucap Pangeran Turki dalam pernyataannya.

    Trump mengatakan dirinya bersedia mengunjungi Riyadh dalam kunjungan luar negeri pertama pada masa jabatan keduanya ini, jika Saudi menginvestasikan sejumlah uang di AS. Saudi disebut menjanjikan jumlah yang lebih tinggi dari yang diinginkan Presiden AS itu.

    “Jika dia benar-benar datang (ke Saudi), dia akan mendapatkan banyak wejangan dari para pemimpin di sini tentang ketidakbijaksanaan dari apa yang dia usulkan dan ketidakadilan yang benar-benar nyata dan sepenuhnya ditempatkan dalam proposal pembersihan etnis tidak hanya di Gaza, tetapi juga apa yang terjadi di Tepi Barat,” ujar Pangeran Turki.

    Ketika ditanya soal apa yang terjadi selanjutnya, Pangeran Turki mengantisipasi tindakan kolektif dari dunia Arab dan Muslim, bersama Eropa dan negara-negara lainnya yang meyakini solusi dua negara, dalam forum PBB. Meskipun adanya hak veto AS kemungkinan besar tidak memungkinkan resolusi apa pun disetujui.

    “Meskipun demikian, ini akan menunjukkan bahwa dunia menentang rencana pembersihan etnis gila yang diusulkan oleh Presiden Amerika,” ucapnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Apa Imbas Pembekuan Dana Bantuan Kemanusiaan AS bagi Afghanistan?

    Apa Imbas Pembekuan Dana Bantuan Kemanusiaan AS bagi Afghanistan?

    Kabul

    Pembekuan anggaran dana bantuan kemanusiaan Amerika Serikat, USAID, oleh Presiden Donald Trump memicu kekhawatiran perihal situasi kemanusiaan di Afghanistan. Negeri yang dikuasai Taliban sejak 2021 itu tergolong miskin dan menggantungkan banyak layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan pada donasi luar negeri.

    Meski telah menarik mundur pasukannya sejak sebelum berkuasanya Taliban, AS masih merupakan donatur terbesar bagi Afghanistan.

    Menurut laporan Inspektorat Jenderal untuk Rekonstruksi Afghanistan, SIGAR, pemerintah AS telah “mengalokasikan atau menyediakan lebih dari USD 21 miliar bantuan untuk Afghanistan dan para pengungsi” sejak Taliban menguasai penuh negara tersebut.

    AS menegaskan bahwa dana bantuan dialirkan langsung kepada rakyat Afghanistan, tanpa melalui Taliban.

    Taliban hadapi ‘kekacauan’

    Meski demikian, Taliban secara tidak langsung ikut diuntungkan dari arus masuk dollar AS, karena membantu menstabilkan nilai tukar mata uang nasional dan mengurangi risiko inflasi. Terhentinya aliran valuta asing berpotensi fatal bagi perekonomian Afghanistan.

    “Terhentinya dana bantuan asing dari AS, termasuk dana USAID, memicu kekacauan di kalangan Taliban,” kata Ghaus Janbaz, bekas diplomat Afghanistan kepada DW.

    Banyak pakar berpendapat bahwa bantuan asing ke Afghanistan, termasuk kucuran dana senilai ratusan juta dari AS setiap tahun, secara tidak langsung telah membantu Taliban mengukuhkan kekuasaannya.

    Dengan aliran dana yang menyusut, mereka yakin Taliban dapat menyerah pada tuntutan internasional atau mengambil risiko menguatnya oposisi di dalam negeri.

    “Dalam tiga tahun terakhir, Taliban telah gagal membangun ekonomi yang mandiri. Artnya, mereka sangat bergantung pada bantuan asing,” tambah Janbaz.

    ‘Rakyat tanggung akibatnya’

    Sejak kembali menguasai Afghanistan, Taliban secara sistematis telah mengabaikan hak-hak dasar perempuan, termasuk akses pendidikan dan pekerjaan di luar rumah.

    Di bawah kekuasaan Taliban, perempuan Afghanistan dilarang menunjukkan wajah di depan umum. Tergerusnya hak-hak perempuan tetap menjadi hambatan utama bagi dunia internasional untuk menjalin hubungan resmi dengan Taliban.

    Hingga kini, belum ada negara di dunia yang secara resmi mengakui Taliban sebagai pemerintah Afghanistan yang sah.

    Taliban juga gagal membentuk pemerintahan yang inklusif atau membuka peluang bagi partisipasi aktif warga dalam isu nasional.

    Ketika seruan untuk meningkatkan tekanan terhadap Taliban semakin menguat, beberapa pihak memperingatkan bahwa pemotongan bantuan hanya akan menyebabkan penderitaan yang lebih besar bagi rakyat Afghanistan.

    “Menurut laporan PBB, 26 juta orang di Afghanistan bergantung pada bantuan asing untuk bertahan hidup,” kata Wazhma Frogh, seorang aktivis hak-hak perempuan Afghanistan yang tinggal di luar negeri yang bekerja dengan organisasi-organisasi bantuan yang masih beroperasi di Afghanistan.

    “Jika organisasi-organisasi kemanusiaan kehilangan akses dana kemanusiaan, mereka tidak akan dapat memberikan bantuan yang paling mendasar sekalipun,” katanya kepada DW.

    “Taliban tidak punya agenda untuk memberdayakan atau membangun rakyat Afghanistan. Bantuan yang diberikan hanya dari PBB, badan-badan internasional, dan organisasi-organisasi bantuan lokal,” tambahnya, seraya memperingatkan bahwa keputusan Trump untuk memangkas bantuan akan memperburuk kondisi rakyat Afghanistan secara signifikan.

    Apa rencana Trump untuk Afghanistan?

    Afghanistan diyakini akan tetap berada di luar agenda kebijakan luar negeri Presiden Donald Trump. AS saat ini sedang disibukkan oleh konflik di Timur Tengah dan Ukraina, serta konfrontasi melawan China.

    Selama konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu pada tanggal 4 Februari, Trump ditanya tentang rencananya menyangkut Taliban oleh seorang jurnalis perempuan Afghanistan.

    Dia cuma mengatakan dirinya tidak paham pertanyaan yang disampaikan karena terkecoh “aksennya yang indah,” kata dia merujuk pada gaya berbicara sang reporter, tanpa memberi jawaban.

    “Saya rasa pemerintahan Trump belum memiliki rencana untuk Afghanistan,” kata Frogh.

    Namun begitu, Trump berulang kali bersuara vokal memberikan tuntutan kepada Taliban, yaitu pengembalian peralatan militer yang ditinggalkan oleh AS dan kendali atas Pangkalan Udara Bagram, yang menurutnya sekarang berada di bawah pengaruh China. Klaim tersebut dibantah oleh Taliban.

    Menurut Janbaz, pernyataan ini tidak mencerminkan strategi konkret AS terhadap Afghanistan, tetapi lebih merupakan bagian dari retorika kampanye Trump.

    “Waktu akan menunjukkan bagaimana Trump menangani Afghanistan, tetapi yang jelas pendekatannya tidak akan mencerminkan pendekatan pemerintahan sebelumnya,” pungkas Janbaz.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Iran Tolak Mentah-mentah Rencana Trump Ambil Alih Gaza    
        Iran Tolak Mentah-mentah Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Iran Tolak Mentah-mentah Rencana Trump Ambil Alih Gaza Iran Tolak Mentah-mentah Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Teheran

    Iran menolak apa yang disebutnya sebagai rencana “mengejutkan” yang dilontarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza. Teheran menyebut rencana itu sama saja “memindahkan secara paksa” warga Palestina dari wilayah pesisir tersebut.

    “Rencana untuk membersihkan Gaza dan memindahkan secara paksa rakyat Palestina ke negara-negara tetangga dianggap sebagai kelanjutan dari rencana yang ditargetkan rezim Zionis (Israel-red) untuk sepenuhnya memusnahkan bangsa Palestina, dan ditolak mentah-mentah dan dikutuk,” tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baqaei, seperti dilansir AFP, Kamis (6/2/2025).

    Rencana kontroversial itu diumumkan Trump dalam konferensi pers dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada Selasa (4/2) waktu setempat.

    Trump tidak hanya mengatakan bahwa AS “akan mengambil alih” Jalur Gaza, tapi juga akan “memilikinya” dan mengembangkannya secara ekonomi, setelah merelokasi warga Palestina yang ada di sana ke negara-negara lainnya. Dia bahkan menyebut relokasi warga Gaza itu akan dilakukan “secara permanen”.

    Hal ini melampaui gagasan sebelumnya yang telah ditolak mentah-mentah oleh para pemimpin negara Arab.

    Rencana itu menuai penolakan dari para pemimpin negara Arab dan pemimpin dunia, dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan soal “pembersihan etnis” di wilayah Palestina.

    Gedung Putih tampak berupaya meredakan kehebohan dan penolakan global yang muncul, dengan Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menarik kembali pernyataan Trump soal warga Gaza akan direlokasi secara permanen. Dia mengatakan bahwa warga Gaza harus “direlokasi sementara” untuk proses pembangunan kembali.

    Pernyataan serupa juga disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio yang menegaskan bahwa gagasannya adalah warga Gaza meninggalkan wilayah itu untuk periode “sementara” selama rekonstruksi dan pembersihan puing berlangsung.

    Baqaei menggambarkan rencana Trump sebagai “serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap prinsip-prinsip dasar dan landasan hukum internasional dan piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa”.

    Dia kemudian menyerukan komunitas internasional untuk mengakui “hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan membebaskan mereka dari… pendudukan dan apartheid”.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Ingin Ambil Alih Gaza, Bisakah Dia Melakukannya?

    Trump Ingin Ambil Alih Gaza, Bisakah Dia Melakukannya?

    Washington DC

    Perkataan Presiden Donald Trump bahwa Amerika Serikat dapat “mengambil alih” dan “memiliki” Gaza sekaligus menempatkan penduduknya di tempat lain menuai kecaman dari berbagai pihak.

    Komentar Trump muncul saat gencatan senjata sedang berlangsung antara Hamas dan Israel serta di tengah kebimbangan tentang masa depan Gaza.

    PBB memperkirakan sekitar dua pertiga bangunan di Jalur Gaza telah hancur atau rusak setelah 15 bulan pertempuran.

    Usulan Trump dapat menandakan perubahan terbesar dalam kebijakan AS di Timur Tengah selama beberapa dekade.

    Jika benar-benar terwujud, perubahan itu bakal menjungkirbalikkan konsensus internasional tentang perlunya negara Palestina terdiri dari Gaza dan Tepi Barat yang hidup berdampingan dengan Israel.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan perkataan Trump itu “layak diperhatikan”.

    Di sisi lain, wacana tersebut ditolak mentah-mentah oleh negara-negara Arab, Indonesia, dan beberapa sekutu AS.

    Mengapa Trump melontarkan wacana pengambilalihan Gaza?

    Donald Trump benar tentang satu hal, yaitu diplomasi AS terhadap Israel dan Palestina selama puluhan tahun gagal menyelesaikan konflik.

    Berbagai proposal perdamaian dan presiden telah datang dan pergi tetapi masalah di wilayah itu justru memburuk.

    Serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 yang kemudian memicu pertikaian di Gaza adalah contohnya.

    Trump, yang menghasilkan jutaan dolar sebagai pengembang property, membuat pengamatan valid: jika Gaza akan dibangun kembali bahkan di beberapa lokasi harus dibangun dari awal tidak masuk akal bagi ratusan ribu warga sipil menghuni di antara reruntuhan.

    Pembangunan ulang Gaza akan sangat monumental. Amunisi yang tidak meledak dan tumpukan puing harus disingkirkan.

    Saluran air dan listrik harus diperbaiki. Sekolah, rumah sakit, dan toko perlu dibangun kembali.

    BBC

    Utusan Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, mengatakan bahwa proses pembangunan bisa memakan waktu bertahun-tahun dan selagi pembangunan berlanjut, warga Palestina harus pergi ke suatu tempat.

    Namun, alih-alih mencari cara agar warga Jalur Gaza tetap tinggal di dekat rumah mereka, yang kemungkinan besar di kamp-kamp di bagian tengah dan selatan Jalur Gaza, Trump mengatakan mereka harus didorong untuk pergi secara permanen.

    Trump percaya bahwa tanpa kehadiran mereka, “Riviera Timur Tengah” milik Amerika yang indah akan bangkit dari abu sehingga bisa menyediakan ribuan pekerjaan, peluang investasi, dan tempat bagi “masyarakat dunia untuk hidup”.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Usulan Trump ditolak berbagai pihak, termasuk Indonesia.

    Dalam pernyataannya melalui media sosial X, Kementerian Luar Negeri RI menyatakan “Indonesia dengan tegas menolak segala upaya untuk secara paksa merelokasi warga Palestina atau mengubah komposisi demografis Wilayah Pendudukan Palestina.”

    Tindakan itu, menurut Kemlu RI, “akan menghambat terwujudnya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat sebagaimana dicita-citakan oleh Solusi Dua Negara berdasarkan perbatasan 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.”

    Mengapa komentar Trump begitu kontroversial?

    Bagi seorang presiden yang menghabiskan sebagian besar masa jabatan pertamanya berupaya mengubah kebijakan AS di Timur Tengah termasuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem dan mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan yang diduduki usulan mengambil alih Jalur Gaza tergolong mengejutkan.

    Tidak pernah ada presiden AS yang pernah berpikir bahwa menyelesaikan konflik Israel-Palestina akan melibatkan pengambilalihan sebagian wilayah Palestina dan pengusiran penduduknya.

    Pengusiran paksa penduduk Jalur Gaza tergolong pelanggaran berat terhadap hukum internasional.

    Beberapa warga Palestina kemungkinan akan memilih untuk meninggalkan Gaza dan membangun kembali kehidupan mereka di tempat lain. Sejak Oktober 2023, sebanyak 150.000 orang telah melakukannya.

    Tetapi sebagian lainnya tidak dapat atau tidak mau, baik karena mereka tidak memiliki sarana keuangan untuk melakukannya atau karena keterikatan mereka dengan Gaza yang merupakan bagian dari tanah yang mereka sebut Palestina.

    PBB memperkirakan dua pertiga dari seluruh bangunan di Gaza telah hancur atau rusak parah (Reuters)

    Banyak warga Gaza adalah keturunan orang-orang yang melarikan diri atau diusir dari rumah mereka saat pembentukan negara Israel pada 1948periode yang disebut warga Palestina dengan istilah Nakba, kata dalam bahasa Arab yang berarti malapetaka.

    Bagi warga Palestina yang memimpikan punya negara sendiri, kehilangan sebagian wilayahnya akan terasa seperti amputasi. Apalagi Gaza telah terpisah secara fisik dari Tepi Barat sejak 1948.

    Putaran negosiasi sebelumnya, serta “Visi Perdamaian” Trump tahun 2020, mencakup rencana pembuatan terowongan atau rel kereta api yang dapat menghubungkan kedua wilayah.

    Kini, Trump justru memberi tahu warga Palestina untuk menyerahkan Gaza untuk selamanya.

    Walau Trump tidak secara eksplisit mendorong deportasi paksa warga sipil yang bertentangan dengan hukum internasional Trump jelas menganjurkan warga Palestina untuk pergi.

    Pejabat Palestina telah menuduh Israel memblokir pasokan dari puluhan ribu karavan yang dapat membantu warga Gaza untuk tetap tinggal di wilayah yang tidak terlalu rusak selagi pembangunan berlangsung.

    Negara-negara Arab, yang menurut Trump harus menerima sebanyak 1,8 juta pengungsi Gaza, terutama Mesir dan Yordania, telah menyatakan kemarahannya.

    Keduanya memiliki cukup banyak masalah tanpa beban tambahan ini.

    Bagaimana status Gaza?

    Gaza diduduki oleh Mesir selama 19 tahun. Israel kemudian merebutnya dalam Perang Enam Hari tahun 1967.

    Berdasarkan hukum internasional, Gaza masih dianggap diduduki oleh Israel. Namun, anggapan itu dibantah Israel. Negara itu berkilah bahwa pendudukan di Gaza berakhir pada 2005, ketika Israel secara sepihak membongkar permukiman Yahudi dan menarik militernya.

    Sekitar tiga perempat anggota PBB mengakui Gaza sebagai bagian dari negara berdaulat Palestina, meskipun AS tidak.

    BBC

    Terputus dari dunia luar oleh tembok dan blokade maritim Israel, Gaza tidak pernah terasa seperti tempat yang benar-benar merdeka.

    Tidak ada seorang pun yang bergerak masuk atau keluar Gaza tanpa izin Israel. Bandara internasional yang dibuka di tengah keriuhan pada 1998 dihancurkan oleh Israel pada 2001 selama pemberontakan Palestina kedua.

    Israel dan Mesir memberlakukan blokade terhadap Gaza dengan alasan keamanan setelah Hamas memenangkan pemilihan Palestina pada 2006. Hamas mengusir para rival politiknya dari wilayah tersebut setelah pertempuran sengit tahun berikutnya.

    Hingga saat ini warga Palestina menganggap Gaza sebagai penjara terbuka.

    Dapatkah Trump mengambil alih Gaza jika dia menginginkannya?

    AS tidak memiliki dalih hukum untuk mengklaim Jalur Gaza dan sama sekali tidak jelas bagaimana Trump memakai kekuatan Amerika Serikat untuk mengambil alih wilayah tersebut.

    Seperti klaimnya tentang Greenland atau Terusan Panama, belum jelas apakah Trump memang bersungguh-sungguh atau apakah komentar tersebut merupakan posisi tawar yang mengada-ada menjelang serangkaian negosiasi tentang masa depan Gaza.

    Berbagai rencana telah dibahas untuk membentuk pemerintahan di Gaza pascaperang.

    Pada bulan Desember, dua faksi utama Palestina, Hamas dan Fatah, sepakat membentuk komite gabungan untuk menciptakan pemerintahan bersatu. Namun, sejauh ini kesepakatan tersebut tidak membuahkan hasil.

    Di waktu lain, diskusi difokuskan pada pembentukan pasukan penjaga perdamaian internasional, yang mungkin terdiri dari pasukan negara-negara Arab.

    Trump melontarkan wacana soal pengambilalihan Gaza dalam jumpa pers di Washington, pada Selasa (04/02) (EPA)

    Bulan lalu, kantor berita Reuters melaporkan bahwa Uni Emirat Arab, AS, dan Israel telah membahas pembentukan pemerintahan sementara di Gaza sampai Otoritas Palestina (PA) yang menguasai sebagian wilayah Tepi Barat siap mengambil alih.

    Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara terbuka menegaskan bahwa PA tidak akan memiliki peran dalam mengelola Gaza pascaperang.

    Apakah Trump hendak mengerahkan militer AS?

    Pasukan AS sejatinya sudah ada di lapangan. Sebuah perusahaan keamanan AS telah mempekerjakan sekitar 100 mantan pasukan khusus AS untuk menjaga pos pemeriksaan di selatan Kota Gaza. Mereka bertugas memeriksa kendaraan warga Palestina yang kembali ke bagian utara Gaza.

    Personel keamanan Mesir juga terlihat di pos pemeriksaan yang sama.

    Ini bisa menjadi tanda-tanda awal perluasan kehadiran pasukan internasional yang mungkin dipimpin ASdi Gaza.

    Meski demikian, itu bukanlah pengambilalihan AS sebab langkah tersebut membutuhkan intervensi militer skala besar di Timur Tengah sesuatu yang menurut Trump akan dia hindari.

    Apakah wacana Trump bisa berdampak pada gencatan senjata Israel-Hamas?

    Negosiasi tahap kedua dari gencatan senjata dua minggu antara Israel dan Hamas baru saja dimulai, tetapi sulit untuk melihat bagaimana pernyataan mengejutkan Trump akan membantu perwujudan gencatan tersebut.

    Jika Hamas merasa hasil akhir dari seluruh proses ini adalah Gaza yang tidak berpenghuni tidak hanya tanpa Hamas, tetapi juga semua warga Palestina Hamas mungkin menyimpulkan tidak ada yang perlu dibicarakan dan menahan para sandera Israel yang tersisa.

    Para pengkritik Netanyahu menuduh sang perdana menteri mencari alasan untuk menggagalkan negosiasi dan melanjutkan perang. Mereka pasti akan menyimpulkan bahwa, dengan melontarkan komentar-komentar ini, Trump sengaja membantu Netanyahu.

    Di sisi lain, pendukung sayap kanan Netanyahu mengaku puas dengan rencana pengambilalihan Gaza oleh AS. Sebab langkah itu berpotensi mengurangi risiko pengunduran diri kabinet dan membuat masa depan politik Netanyahu tampak lebih terjamin.

    Dalam hal itu, Trump telah memberi Netanyahu insentif yang kuat untuk mempertahankan gencatan senjata.

    Israel dan Hamas menyepakati gencatan senjata, namun pasukan Israel belum sepenuhnya ditarik dari Gaza (Reuters)

    Apa yang Trump katakan soal Tepi Barat?

    Ketika Trump ditanya apakah dia setuju AS harus mengakui kedaulatan Israel atas Tepi Barat, Trump mengatakan dia belum mengambil sikap. Menurutnya, keputusan akan diumumkan dalam waktu empat minggu.

    Pernyataan itu telah membuat warga Palestina khawatir. Sebab, Trump bisa saja mematikan rencana pendirian negara Palestina yang berdampingan dengan Israel.

    Mengakui legitimasi permukiman Israel di Tepi Barat juga akan menjadi keputusan yang sangat penting.

    Sebagian besar khalayak paham bahwa permukiman itu ilegal menurut hukum internasional, meskipun Israel membantahnya.

    Selama putaran perundingan perdamaian sebelumnya, para negosiator mengakui bahwa Israel akan dapat mempertahankan blok permukiman besar sebagai bagian dari perjanjian akhir, mungkin dengan imbalan sebagian kecil wilayah Israel.

    Pada tahun 2020, Trump menjadi perantara Perjanjian Abraham, yang mengamankan normalisasi hubungan bersejarah antara Israel dan dua negara Arab, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain.

    UEA menandatangani perjanjian tersebut dengan kesepahaman bahwa Israel tidak akan mencaplok wilayah Tepi Barat. Namun, kesepahaman ini mungkin sedang terancam.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Netanyahu Puji Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Gagasan Luar Biasa!    
        Netanyahu Puji Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Gagasan Luar Biasa!

    Netanyahu Puji Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Gagasan Luar Biasa! Netanyahu Puji Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Gagasan Luar Biasa!

    Washington DC

    Saat dunia menolak, pujian dilontarkan oleh Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu terhadap rencana kontroversial Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza setelah merelokasi warganya. Netanyahu mengatakan tidak ada yang salah dengan gagasan Trump tersebut.

    Pujian Netanyahu itu, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Kamis (6/2/2025), dilontarkan dalam wawancara dengan media terkemuka AS, Fox News, pada Rabu (5/2) waktu setempat.

    “Gagasan sebenarnya adalah mengizinkan warga Gaza yang ingin pergi untuk pergi. Maksud saya, apa yang salah dengan hal itu? Mereka bisa pergi, lalu mereka bisa kembali lagi, mereka bisa relokasi dan kembali lagi. Tapi Anda harus membangun kembali Gaza,” ucap Netanyahu dalam wawancara tersebut.

    “Itu adalah gagasan yang luar biasa dan saya pikir hal ini harus benar-benar diupayakan, dikaji, diupayakan dan dilakukan, karena menurut saya, hal ini akan menciptakan masa depan yang berbeda untuk semua orang,” ujarnya, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.

    Rencana kontroversial untuk mengambil alih Gaza itu diumumkan Trump dalam konferensi pers bersama dengan Netanyahu yang berkunjung ke Gedung Putih pada Selasa (4/2) waktu setempat.

    Trump tidak hanya menyebut AS “akan mengambil alih” Jalur Gaza, tapi juga akan “memilikinya” dan mengembangkannya secara ekonomi, setelah merelokasi warga Palestina yang ada di sana ke negara-negara lainnya. Dia bahkan menyebut relokasi warga Gaza itu akan dilakukan “secara permanen”.

    Rencana Trump itu menghancurkan kebijakan AS sejak lama yang memegang teguh solusi dia negara sebagai satu-satunya solusi untuk konflik Israel-Palestina.

    Dalam konferensi pers pada Rabu (5/2), Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menarik kembali pernyataan Trump soal warga Gaza akan direlokasi secara permanen. Dia mengatakan bahwa warga Gaza harus “direlokasi sementara” untuk proses pembangunan kembali.

    Pernyataan serupa juga disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio yang menegaskan bahwa gagasannya adalah warga Gaza meninggalkan wilayah itu untuk periode “sementara” selama rekonstruksi dan pembersihan puing berlangsung.

    Tidak diketahui secara jelas apakah Trump akan melanjutkan gagasannya itu, atau sesuai dengan citranya sebagai pembuat kesepakatan yang cerdik, Trump hanya melontarkan langkah ekstrem itu sebagai taktik tawar-menawar.

    Masa jabatan pertama Trump, menurut para pengkritik, dipenuhi pernyataan kebijakan luar negeri yang berlebihan, dan banyak yang tidak pernah dilaksanakan.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Rencana Donald Trump Kuasai Gaza Memecah Belah Anggota Parlemen Republik – Halaman all

    Rencana Donald Trump Kuasai Gaza Memecah Belah Anggota Parlemen Republik – Halaman all

    Rencana Donald Trump Kuasai Gaza Memecah Belah Anggota Parlemen Republik

    TRIBUNNEWS.COM- Rencana Donald Trump mengambilalih Gaza memecah belah Partai Republik, menimbulkan pertanyaan tentang ‘America First’.

    Gagasan itu memicu kecaman internasional dan sejumlah perbedaan pendapat dari kalangan Republik di Kongres, yang sebagian besar mendukung inisiatif Donald Trump.

    Usulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump agar AS menduduki Jalur Gaza memicu kebingungan dan skeptisisme dari sebagian rekan Republiknya pada hari Rabu, sementara yang lain mendukung gagasannya yang “berani dan tegas”.

    Bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada hari Selasa, Donald Trump mengusulkan AS “mengambil alih Gaza” dan menciptakan “Riviera Timur Tengah” setelah mengusir warga Palestina.

    Gagasan tersebut memicu kecaman internasional dan sejumlah perbedaan pendapat dari Partai Republik di Kongres, yang sebagian besar mendukung inisiatif Trump seperti menghentikan bantuan luar negeri dan memberhentikan ribuan pekerja federal.

    Anggota parlemen yang skeptis mengatakan mereka masih mendukung solusi dua negara untuk Israel dan Palestina yang telah lama menjadi dasar diplomasi AS. 

    Beberapa juga menolak gagasan untuk membelanjakan uang pembayar pajak AS atau mengirim pasukan AS.

    “Saya pikir kita memilih Amerika terlebih dahulu,” kata Senator Republik Rand Paul di X. 

    “Kita tidak punya urusan untuk memikirkan pendudukan lain yang akan menghancurkan harta kita dan menumpahkan darah prajurit kita.” 

    Partai Republik memiliki mayoritas tipis di Kongres atas Partai Demokrat, yang menolak gagasan itu secara langsung. 

    “Itu adalah pembersihan etnis dengan nama lain,” kata Senator Chris Van Hollen di MSNBC .

    Senator Republik Jerry Moran mengatakan gagasan solusi dua negara tidak bisa begitu saja ditolak. “Itu bukan sesuatu yang bisa diputuskan secara sepihak,” katanya kepada wartawan.

    Senator Lisa Murkowski mengatakan dia tidak akan berspekulasi tentang kemungkinan usulan untuk mengirim pasukan AS ke wilayah “yang sudah cukup mengalami kekacauan.”

    “Saya bahkan tidak ingin berspekulasi mengenai pertanyaan itu, karena menurut saya itu cukup menakutkan,” katanya.

    Ketua DPR Mike Johnson memuji rencana tersebut sebagai “tindakan berani dan tegas untuk mencoba mengamankan perdamaian di wilayah tersebut.”

    ‘Dukung presiden’

    Johnson mengatakan dia akan membahas masalah tersebut dengan Netanyahu ketika dia bertemu dengannya di US Capitol pada hari Kamis.

    “Saya pikir orang-orang memahami pentingnya hal itu, dan kami akan mendukung Israel saat mereka berupaya mencapai tujuan ini. Dan kami akan mendukung Presiden atas inisiatifnya,” kata Johnson dalam konferensi pers. 

    Trump berkampanye dengan janji bahwa ia akan menghindari keterlibatan asing baru dan “perang abadi,” dan jajak pendapat Reuters/Ipsos menunjukkan minat yang terbatas terhadap agenda ekspansionisnya yang baru, bahkan di antara para pemilih Republik.

    Jajak pendapat Reuters/Ipsos yang dilakukan pada 20-21 Januari, setelah pelantikan Trump tetapi sebelum komentar terakhir tentang Gaza, menemukan bahwa hanya 15 persen dari Partai Republik yang mendukung gagasan AS menggunakan kekuatan militer untuk memperoleh wilayah baru.

    Perwakilan Tim Burchett, anggota Komite Urusan Luar Negeri DPR, mengatakan dia mendukung saran Trump bahwa AS harus mengembangkan properti tepi laut Gaza yang berharga.

    “Saya pikir orang Amerika dan kapitalisme memiliki peluang nyata untuk menyebabkan perubahan nyata di dunia, dan itu akan menjadi contoh sempurna dari itu,” katanya.

    Pemimpin Mayoritas Senat John Thune mengatakan ia mendukung “membawa perdamaian, stabilitas, dan keamanan ke wilayah itu,” tetapi setiap gagasan harus diperiksa secara menyeluruh.

     

    SUMBER: THE NEW ARAB

  • Rencana Donald Trump Kuasai Gaza Memecah Belah Anggota Parlemen Republik – Halaman all

    Sesi Tukar Kado, Netanyahu Hadiahi Trump Pager Emas, Presiden AS Beri Sebuah Foto untuk PM Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memberikan hadiah berupa pager emas dan pager biasa kepada Presiden AS Donald Trump.

    Hadiah tersebut tampaknya merujuk pada serangan besar yang terjadi di Lebanon pada September 2024, dikutip dari Middle East Eye.

    Menurut laporkan, operasi tersebut menghancurkan jaringan komunikasi kelompok Hizbullah.

    Dikutip dari Channel 12, Trump membalas hadiah tersebut dengan memberikan Netanyahu sebuah foto mereka berdua yang diambil saat kunjungan perdana menteri ke Amerika Serikat.

    Foto itu disertai dedikasi, “Untuk Bibi, seorang pemimpin besar”.

    Trump Puji Serangan Pager di Lebananon: “Operasi Hebat”

    Serangan pager yang terjadi pada 17 September 2024 melibatkan ledakan ribuan pager yang digunakan oleh anggota Hizbullah di seluruh Lebanon.

    Ledakan ini menewaskan sedikitnya 14 orang dan melukai kurang lebih 4.000 orang lainnya.

    Para korban luka mengalami cedera di kepala dan perut.

    Sementara beberapa kehilangan penglihatan atau anggota tubuh, terutama jari.

    Di antara korban terdapat seorang gadis berusia 10 tahun yang terbunuh di Lembah Bekaa, Lebanon, ketika pager ayahnya, yang merupakan anggota Hizbullah, meledak.

    Putra seorang anggota parlemen Hizbullah juga dilaporkan termasuk di antara mereka yang tewas

    Keesokan harinya, serangkaian ledakan walkie-talkie turut terjadi, termasuk di sebuah pemakaman yang menewaskan lebih dari 20 orang yang sebelumnya tewas dalam ledakan pager.

    Trump merujuk serangan tersebut sebagai “operasi besar”, Times of Israel melaporkan.

    Presiden AS juga mengakui keberhasilan operasi yang berfokus pada anggota Hizbullah Lebanon, meskipun banyak individu yang tidak berafiliasi dengan kelompok tersebut juga menjadi korban.

    Beberapa non-kombatan yang tidak terkait dengan kelompok teroris itu juga turut menjadi korban.

    Serangan di Lebanon ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat antara Israel dan Hizbullah, yang didukung oleh Iran.

    Serangan tersebut merupakan bagian dari respons Israel terhadap serangan balasan yang dilakukan oleh Hizbullah, yang dimulai setelah serangan dari kelompok Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Selama konflik ini, Israel memperintahkan serangan balasan terhadap kelompok Hizbullah sebagai bagian dari upaya untuk menanggapi ancaman yang terus meningkat dari kelompok teroris tersebut.

    Operasi yang merusak infrastruktur komunikasi Hizbullah ini telah mengundang pujian dari Trump yang menilai langkah tersebut sebagai operasi yang sangat berhasil.

    Meskipun menyebabkan korban jiwa di luar sasaran yang dimaksud, operasi tersebut dianggap sebagai sebuah keberhasilan besar.

    Trump Berniat Ambil Alih Gaza

    Dalam konferensi pers selama pertemuan Trump dan Netanyahu du Gedung Putih pada Selasa (4/2/2025) waktu AS, keduanya membahas tentang Jalur Gaza.

    Presiden AS menyatakan akan mengambilalih Gaza dan memindahkan warga Palestina dari wilayah tersebut.

    “AS akan mengambilalih Jalur Gaza, dan kami juga akan melakukan pembangunan di sana,” kata Trump, dikutip dari The Guardian.

    “Kami akan bertanggung jawab untuk membersihkan wilayah tersebut dari bom-bom yang belum meledak dan senjata-senjata berbahaya lainnya.”

    “Kami akan meratakan wilayah tersebut dan menghilangkan bangunan-bangunan yang hancur.”

    “Jika diperlukan, kami akan melakukannya.”

    “Kami akan mengambilalih, mengembangkannya, menciptakan ribuan lapangan pekerjaan, dan menjadikannya sesuatu yang dapat dibanggakan oleh seluruh Timur Tengah,” tambahnya.

    Ketika ditanya siapa yang akan tinggal di Gaza, Trump menyatakan, tempat itu bisa menjadi rumah bagi “masyarakat dunia”.

    Ia bahkan menggambarkan Gaza sebagai calon “Riviera-nya Timur Tengah.”

    Seruan pengambilalihan Gaza mendapat kecaman masyarakat internasional, termasuk Hamas.

    Kelompok militan Hamas yang bermarkas di Gaza telah mengkritik pernyataan Trump, Indian Express melaporkan.

    Mereka mengatakan gagasan Trump adalah “resep untuk menciptakan kekacauan” di Timur Tengah.

    Perkembangan Terkini Perang Israel-Hamas di Gaza

    Utusan Palestina untuk PBB: Gaza Bukan Tanah Bebas yang Bisa Dirampas

    Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour menyampaikan pidato di hadapan wartawan di New York, menanggapi komentar Trump tentang “;pengambilalihan” Jalur Gaza.

    “Jalur Gaza bukanlah tanah bebas yang bisa direbut oleh siapa pun,” kata Mansour, dikutip dari Al Jazeera.

    “Hari-hari seperti itu sudah berlalu. Setiap bidang tanah di negara mana pun adalah milik orang-orang yang tinggal di bidang tanah tersebut.”

    “Oleh karena itu, Anda tahu, kami bertekad untuk tetap berada di Jalur Gaza.”

    Pasukan Israel Kepung Kamp Far’a

    Militer Israel telah melanjutkan pengepungan selama berhari-hari di kamp Far’a, selatan Tubas di Tepi Barat yang diduduki, menurut Al Jazeera Arabic.

    Mereka mencegah penduduk di kamp menerima makanan dan air, sementara kru ambulans juga diblokir untuk memasuki area tersebut.

    Pasukan Israel juga menyerbu kota Tulkarem di Tepi Barat yang diduduki, dengan ledakan dilaporkan di sana, sumber lokal mengatakan kepada Al Jazeera Arabic.

    Serangan Israel telah dilaporkan di lokasi lain di seluruh Tepi Barat yang diduduki, termasuk:

    Kota Attil, sebelah utara Tulkarem, tempat seorang pria Palestina ditangkap.
    Kota Jenin, tempat dua orang pria ditangkap.
    Kota Tammun, sebelah selatan Tubas, tempat seorang pria dan kedua putranya ditangkap.
    Kota Nablus.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)