Tag: Benjamin Netanyahu

  • Rencana Donald Trump Relokasi Warga Gaza Ditolak Mentah-Mentah

    Rencana Donald Trump Relokasi Warga Gaza Ditolak Mentah-Mentah

    PIKIRAN RAKYAT – Mesir, Aljazair, Irak, Libya, dan Hamas menolak usulan Donald Trump untuk mengambil alih Gaza dan merelokasi warganya. Sikap yang disampaikan pada tanggal 6 Februari 2025 ini menambah pihak yang menolak usulan tersebut.

    Sebelumnya, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Yordania, dan Oman, serta beberapa organisasi internasional, termasuk Liga Arab dan Dewan Kerja Sama Teluk GCC menyatakan sikap yang sama.

    Sebelumnya, pada Hari Selasa 4 Februari 2025, Donald Trump bersama Benjamin Netanyahu menyebut bahwa Amerika Serikat akan mengambil alih Gaza dan merelokasi warganya.

    Dua hari setelahnya, yaitu pada Hari Kamis 6 Februari 2025, Donald Trump menjelaskan bahwa warga Gaza akan nyaman dan bahagia di tempat yang baru. Presiden Amerika Serikat ini pun menjanjikan akan membangun rumah yang indah, aman, nyaman, dan modern.

    Perumahan bagi warga Gaza yang disebut Riviera Timur Tengah ini jelas Trump, akan menjadi salah satu yang terhebat di dunia. Sebabnya, Amerika Serikat akan bekerja sama beberapa developer terbaik di dunia. Sebelumnya, muncul kabar bahwa Warga Gaza akan direlokasi ke negara-negara tetangga Palestina.

    Mesir, sebagai salah satu negara yang menolaknya, menegaskan menolak setiap usulan yang bertujuan melenyapkan perjuangan Palestina. Baik dengan mencabut hak warga Palestina maupun merelokasi secara sementara maupun permanen.

    Aljazair pun mengutarakan hal yang sama. Negara yang berada di tanduk Afrika ini mengecam rencana apa pun untuk mengusir warga Gaza. Irak dan Libya pun, selain mengutarakan hal yang sama, meminta komunitas internasional agar mengambil tindakan tegas.

    Sedangkan Hamas menyerukan pertemuan darurat negara-negara Arab untuk menolak rencana Trump tersebut. Organisasi garis keras Palestina ini pu mengecam pernyataan Donald Trump.

    Sementara itu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut rencana tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional. Ia menegaskan bahwa Gaza menjadi bagian dari wilayah Palestina.

    Ia pun menegaskan menolak campur tangan pihak asing dalam menentukan nasib dan masa depan Palestina. Warga Gaza pun menolaknya. Mereka menyebut tak tunduk dengan rencana tersebut.

    Sikap Pemerintah Indonesia

    Di media sosial, Kementerian Luar Negeri RI merilis kecamatan terhadap rencana ambisius Trump tersebut. Tindakan ini dinilai melenceng dari cita-cita Solusi Dua Negara. Dalam solusi ini, Israel dan Palestina hidup berdampingan dengan damai dan tanpa perang.

    Sementara itu, Hidayat Nur Wahid selaku Wakil Ketua MPR RI menyebut rencana tersebut tak masuk akal. Bahkan, termasuk ke dal tindakan pembersihan etnis. Ia pun menyayangkan pernyataan kontroversial tersebut disebutkan oleh Donald Trump yang merupakan seorang pemimpin besar dunia.

    Agar keinginan tersebut tak terwujud, Nur Wahid mendukung komunitas Internasional bekerja sama menggagalkan pencaplokan wilayah Gaza dan relokasi warganya. “…mereka (komunitas internasional) perlu berkolaborasi agar dapat lebih efektif menggagalkan manuver Trump yang didukung Israel itu,” ujarnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Tak Terima Sekutunya Netanyahu jadi Buronan, Donald Trump Berikan Sanksi Ini untuk ICC

    Tak Terima Sekutunya Netanyahu jadi Buronan, Donald Trump Berikan Sanksi Ini untuk ICC

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk memberikan sanksi kepada Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) karena menargetkan Amerika Serikat dan sekutunya, Israel.

    Perintah tersebut memberikan sanksi keuangan dan visa kepada individu yang tidak disebutkan namanya dan anggota keluarga mereka yang membantu penyelidikan ICC terhadap warga negara AS atau sekutu AS.

    Perintah tersebut dikeluarkan setelah kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke Gedung Putih, yang dicari oleh ICC atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di Gaza sejak Oktober 2023.

    Isi Surat Perintah

    Dalam perintah eksekutif tersebut, Trump menulis bahwa ICC telah terlibat dalam tindakan tidak sah dan tidak berdasar yang menargetkan Amerika dan sekutu dekat, Israel, mengutip surat perintah penangkapan yang dikeluarkan pada bulan November untuk Netanyahu dan Menteri Pertahanannya saat itu, Yoav Gallant.

    “ICC tidak memiliki yurisdiksi atas Amerika Serikat atau Israel, karena tidak ada negara yang menjadi pihak dalam Statuta Roma atau anggota ICC,” bunyi perintah tersebut.

    Uni Eropa telah berjanji untuk mendukung pengadilan tersebut dari dampak sanksi, tetapi rincian tanggapan tersebut belum diumumkan.

    “Perintah eksekutif tersebut dapat menjadi tantangan serius bagi pekerjaan ICC dengan risiko memengaruhi investigasi dan proses yang sedang berlangsung, termasuk yang berkaitan dengan Ukraina, yang berdampak pada upaya bertahun-tahun untuk memastikan akuntabilitas di seluruh dunia,” kata juru bicara UE.

    “UE akan memantau implikasi dari perintah eksekutif tersebut dan akan menilai kemungkinan langkah lebih lanjut,” tambahnya.

    Para ahli sebelumnya telah menyarankan bahwa beberapa langkah dapat diambil untuk melindungi ICC dari dampak sanksi, termasuk Statuta Pemblokiran, sebuah peraturan yang bertujuan untuk melindungi perusahaan dan individu UE dari dampak sanksi ekstrateritorial yang dijatuhkan oleh negara ketiga.

    ICC juga dapat mengajukan tuntutan penghalangan keadilan terhadap Trump, berdasarkan Pasal 70 Statuta Roma.

    Adam Keith, Direktur Akuntabilitas di Human Rights First dan mantan pejabat Departemen Luar Negeri, mengecam perintah tersebut,.

    “Ini adalah penyalahgunaan sanksi yang mengerikan dan penghinaan terhadap para penyintas kejahatan perang di seluruh dunia,” katanya.

    “Tidak seorang pun pejabat ICC atau saksi yang terlibat dengannya harus menghadapi sanksi karena menyelidiki kejahatan perang, dan warga negara AS, perusahaan, dan sekutu dekat tidak boleh mengambil risiko denda atau tuntutan pidana karena mendukung pekerjaan penting pengadilan,” katanya.

    Tanggapan ICC

    Dalam reaksi singkat, ICC mengutuk perintah tersebut sebagai upaya untuk merusak pekerjaan peradilannya yang independen dan tidak memihak.

    “Pengadilan berdiri teguh dengan personelnya dan berjanji untuk terus memberikan keadilan dan harapan kepada jutaan korban kekejaman yang tidak bersalah di seluruh dunia, dalam semua situasi di hadapannya,” demikian bunyi pernyataan pengadilan.

    Pemerintahan Trump pertama menjatuhkan sanksi kepada jaksa ICC Fatou Bensouda dan wakilnya pada tahun 2020 ketika pengadilan menyelidiki dugaan kejahatan perang AS di Afghanistan. Kali ini, sanksi tersebut terkait dengan investigasi pengadilan terhadap Israel.

    Sanksi Trump tahun 2020 dibatalkan di bawah kepemimpinan Joe Biden, yang secara bersyarat mendukung investigasi ICC terhadap kejahatan perang Rusia di Ukraina.

    Pada hari pertamanya kembali ke Ruang Oval bulan lalu, Trump membatalkan keputusan Biden untuk mengakhiri sanksi tahun 2020.

    Perintah Balas Dendam

    AS bukan merupakan pihak dalam Statuta Roma, perjanjian yang membentuk ICC, dan telah memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan pengadilan tersebut sejak didirikan pada tahun 2002.

    ICC, yang berpusat di Den Haag, adalah pengadilan pidana internasional permanen pertama di dunia yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili individu yang dituduh melakukan genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan agresi.

    Netanyahu adalah pemimpin negara pertama yang didukung Barat yang menjadi subjek surat perintah penangkapan oleh pengadilan.

    “Di Ukraina, Sudan, dan negara-negara lain di seluruh dunia, ICC memajukan kepentingan AS dalam memastikan bahwa orang-orang yang melakukan kejahatan perang menghadapi sejumlah akuntabilitas,” kata Keith.

    “Daripada menyerang pengadilan, pemerintah AS harus mendesak pejabat Israel untuk menyelidiki tuduhan yang ada di hadapannya secara kredibel,” katanya.

    Sementara itu, Agnes Callamard, Sekretaris Jenderal Amnesty International, mengatakan perintah itu dendam dan menunjukkan bahwa Presiden Trump mendukung kejahatan pemerintah Israel dan merangkul impunitas.

    Callamard mengatakan sanksi tersebut akan merugikan kepentingan para korban di negara-negara tempat pengadilan menyelidiki kekejaman, tidak hanya di Palestina tetapi juga di Sudan, Libya, Filipina, Ukraina, dan Venezuela.

    “Pemerintah di seluruh dunia dan organisasi regional harus melakukan segala daya mereka untuk mengurangi dan memblokir dampak sanksi Presiden Trump. Melalui tindakan kolektif dan terpadu, negara-negara anggota ICC dapat melindungi Pengadilan dan stafnya. Tindakan mendesak diperlukan, seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya,” katanya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Hamas Akan Bebaskan 3 Sandera Lagi, Israel Bebaskan 183 Tahanan

    Hamas Akan Bebaskan 3 Sandera Lagi, Israel Bebaskan 183 Tahanan

    Jakarta

    Hamas mengatakan akan membebaskan 3 warga Israel pada Sabtu 8 Februari dalam pertukaran sandera-tahanan kelima dengan Israel sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata Gaza. Sementara itu, 183 tahanan Palestina akan dibebaskan dari penjara Israel.

    Seperti dilansir AFP, Sabtu (8/2/2025), kantor Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan bahwa setelah menyelesaikan pertukaran, delegasi Israel akan menuju Doha untuk negosiasi lebih lanjut tentang gencatan senjata.

    Pertukaran terbaru terjadi di tengah reaksi keras atas usulan Presiden AS Donald Trump untuk pengambilalihan Gaza oleh AS, yang telah memicu kegemparan di seluruh wilayah dan sekitarnya.

    Ketiga pria yang akan dibebaskan pada Sabtu (8/2) waktu setempat adalah Eli Sharabi, Or Levy, dan Ohad Ben Ami, menurut Hamas. Nama-nama mereka dikonfirmasi oleh kantor Netanyahu.

    Kelompok advokasi tahanan Palestina mengatakan Israel akan membebaskan 183 tahanan dalam pertukaran pada hari yang sama, 111 di antaranya adalah warga Gaza yang ditahan setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang.

    Setelah memicu kecaman luas dengan komentarnya di awal minggu, Trump mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih pada Jumat (7/2), bahwa ia tidak terburu-buru untuk memajukan rencananya yang kontroversial untuk Gaza.

    Rencana tersebut mengusulkan pemindahan penduduk Palestina di Gaza keluar dari wilayah tersebut dan menempatkan wilayah pesisir yang dilanda perang di bawah kendali AS.

    “Sama sekali tidak terburu-buru,” kata Trump selama pertemuannya dengan Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba yang sedang berkunjung.

    Sejak deklarasi awalnya, Israel telah memerintahkan militernya untuk mempersiapkan relokasi “sukarela” warga Gaza, sementara Hamas telah menolak rencana Trump sebagai “sama sekali tidak dapat diterima.”

    Israel dan Hamas telah menyelesaikan empat pertukaran di bawah tahap pertama perjanjian gencatan senjata. Hamas sejauh ini telah membebaskan 18 sandera dengan imbalan sekitar 600 tahanan Palestina yang dibebaskan dari penjara Israel.

    Gencatan senjata, yang dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, bertujuan untuk menjamin pembebasan 33 sandera selama fase 42 hari pertama perjanjian.

    (rfs/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Menhan Israel Peringatkan Perwira Tak Kritik Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Menhan Israel Peringatkan Perwira Tak Kritik Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Jakarta

    Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Israel Katz, memperingatkan para perwira agar tidak ‘berbicara’ menentang rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk ‘mengambil alih’ Gaza. Dilaporkan bahwa kepala intelijen militer mengkritik rencana Trump.

    “Tidak akan ada kenyataan di mana perwira IDF (militer) berbicara menentang rencana penting Presiden AS Trump terkait Gaza, dan menentang arahan atasan politik,” kata Katz dalam sebuah pernyataan dilansir AFP, Sabtu (8/2/2024).

    Katz memerintahkan militer untuk menegur Mayor Jenderal Shlomi Binder, kepala intelijen militer, “atas pernyataan yang dikaitkan dengannya terkait rencana Presiden Trump untuk Gaza”.

    Sebelumnya, media Israel melaporkan bahwa selama evaluasi rencana Trump, Binder memperingatkan bahwa inisiatif untuk memindahkan warga Gaza ke negara lain dan membangun kembali wilayah Palestina yang dilanda perang menimbulkan masalah keamanan yang signifikan.

    Menurut Times of Israel, Binder memperingatkan bahwa rencana itu akan memicu ketegangan di Tepi Barat yang diduduki Israel, terutama menjelang bulan suci Ramadan yang akan dimulai sekitar tiga minggu lagi.

    Dalam pernyataan selanjutnya, Binder mengatakan bahwa ia “tidak menyatakan penolakan terhadap rencana Trump”, seraya menambahkan bahwa “IDF, dan karena itu saya juga, berada di bawah eselon politik dan akan mengikuti instruksinya”.

    “Dalam peran saya, saya menyampaikan kemungkinan konsekuensi dari pembicaraan tentang masalah tersebut, perspektif musuh dalam hal keamanan, dan rekomendasi untuk tindakan ofensif yang sesuai,” imbuhnya.

    Pada Kamis (6/2), Trump menegaskan kembali rencana tersebut, dengan mengatakan bahwa “Jalur Gaza akan diserahkan kepada Amerika Serikat oleh Israel setelah pertempuran berakhir”.

    “Tentara AS tidak akan dibutuhkan! Stabilitas untuk kawasan itu akan terwujud!!!” tulisnya dalam unggahan media sosial dini hari.

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyuarakan dukungannya terhadap rencana Trump, menyebutnya sebagai “ide orisinal pertama yang dimunculkan dalam beberapa tahun”.

    Katz pada Kamis (6/2) mengatakan bahwa ia telah “memerintahkan IDF untuk mempersiapkan relokasi sukarela penduduk Gaza yang ingin meninggalkan wilayah tersebut.

    Hamas telah menolak rencana Trump sebagai “sama sekali tidak dapat diterima”. “Pernyataan Trump tentang Washington yang mengambil alih kendali Gaza sama saja dengan deklarasi terbuka tentang niat untuk menduduki wilayah tersebut,” kata juru bicara Hazem Qassem.

    (rfs/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Ukraina Harap Sanksi ke ICC Tak Halangi Penyelidikan Kejahatan Perang Rusia

    Ukraina Harap Sanksi ke ICC Tak Halangi Penyelidikan Kejahatan Perang Rusia

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjatuhkan sanksi pada Mahkamah Pidana Internasional (ICC) lantaran menyelidiki dugaan kejahatan perang negaranya di Afganistan dan Israel di Jalur Gaza. Menyikapi hal tersebut, Ukraina berharap sanksi yang dijatuhkan Trump kepada ICC tak menghalangi penyelidikan kejahatan perang Rusia atas negaranya.

    Dilansir AFP, Jumat (7/2/2025), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina Georgiy Tykhy berharap ICC tetap melanjutkan proses peradilan terhadap Rusia. Seperti diketahui, ICC tengah menyelidiki tuduhan kejahatan perang Rusia yang dilakukan selama invasinya ke Ukraina.

    “Kami berharap bahwa tuduhan tersebut tidak akan memengaruhi kemampuan pengadilan untuk mencapai keadilan bagi para korban agresi Rusia,” kata Georgiy Tykhy.

    Pada tahun 2023, pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin atas dugaan deportasi anak-anak secara paksa dari wilayah Ukraina yang direbut oleh tentara Rusia.

    Kemudian, tahun lalu, Rusia mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk komandan tertinggi angkatan darat Rusia, Valery Gerasimov, dan Eks menteri pertahanan Sergei Shoigu. Mereka dituduh mengarahkan serangan udara terhadap warga sipil, dan menyebabkan kerugian “berlebihan” bagi warga sipil Ukraina selama perang.

    Atas hal tersebut, Tykhy menyatakan bahwa Kyiv “yakin bahwa ICC akan terus menjalankan fungsi penting dalam kasus Ukraina, yaitu, membawa penjahat Rusia ke pengadilan.

    “Ukraina terus bekerja sama dengan ICC untuk memajukan kasus-kasus ini,” tambahnya.

    Baik Rusia maupun Amerika Serikat bukanlah anggota ICC. Sementara, Moskow telah menolak surat perintah terhadap Putin dan menganggapnya sebagai hal yang tidak berarti.

    Ketika ditanya tentang sanksi AS terhadap pengadilan tersebut, juru bicara Putin pada hari Jumat mengingatkan wartawan bahwa Rusia tidak mengakui yurisdiksinya.

    “Amerika memiliki hubungan mereka sendiri dengan ICC,” tambah juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

    Seperti diketahui, Trump menandatangani perintah eksekutif pada hari Kamis yang mengatakan pengadilan telah “menyalahgunakan kekuasaannya” dengan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    ICC mengatakan tindakan tersebut bertujuan untuk “merusak pekerjaan peradilannya yang independen dan tidak memihak”.

    (taa/aud)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Mesir: Gencatan Senjata Gaza Bisa Hancur dan Perang Israel-Hamas Pecah Lagi Gegara Donald Trump – Halaman all

    Mesir: Gencatan Senjata Gaza Bisa Hancur dan Perang Israel-Hamas Pecah Lagi Gegara Donald Trump – Halaman all

    Mesir: Gencatan Senjata Gaza Bisa Hancur dan Perang Israel-Hamas Pecah Lagi Gegara Donald Trump

    TRIBUNNEWS.COM – Mesir memperingatkan, pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump soal relokasi warga Palestina di Gaza bisa membahayakan gencatan senjata Hamas-Israel yang sedang berlangsung.

    Terlebih, Israel juga memberi dukungan terhadap rencana Donald Trump untuk mengusir warga Gaza.

    “Hal ini bisa melemahkan dan menghancurkan negosiasi perjanjian gencatan senjata dan memicu kembalinya pertempuran,” kata pernyataan mediator gencatan senjata Kementerian Luar Negeri Mesir, Kamis (6/2/2025).

    Pernyataan Mesir tersebut merujuk pada “pernyataan yang dikeluarkan  oleh sejumlah anggota pemerintah Israel”, tanpa menyebutkan nama mereka.

    Menteri Pertahanan Israel Israel Katz sebelumnya pada Kamis menginstruksikan militer untuk merumuskan rencana agar warga Palestina meninggalkan Gaza, sehari setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebut usulan Trump tersebut sebagai hal “luar biasa”.

    MELINTAS – Warga Palestina terlihat melintas di perbatasan Mesir-Gaza. Penyeberangan dilakukan dalam kondisi yang keras di Rafah, Gaza, pada 18 Januari 2024 (Abed Zagout/Anadolu via Getty Images)

    Mesir Tak Mau Jadi Bagian Pengusiran Warga Palestina

    Kementerian Luar Negeri Mesir juga mengatakan kalau negara tersebut menolak setiap usulan yang mengarah pada pemindahan warga Palestina dari Gaza.

    Mereka menegaskan kalau Mesir tidak akan menjadi pihak dalam usulan tersebut.

    Kementerian Luar Negeri Mesir menambahkan bahwa pernyataan anggota pemerintah Israel mengenai rencana pengusiran rakyat Palestina memerlukan akuntabilitas.

    Ia menegaskan, pernyataan sejumlah pejabat pemerintah Israel terkait rencana pengusiran warga Palestina memicu kembalinya pertempuran.

    Pernyataan Mesir juga menekankan perlunya penerapan gencatan senjata di Gaza dalam tiga tahap dan berlangsung secara permanen.

    KEMBALI PULANG – Ratusan ribu warga Gaza yang terusir dan mengungsi karena agresi militer Israel, Mereka kembali ke rumah-rumah mereka ke wilayah Gaza Utara, Senin (27/1/2025). (RNTV/TangkapLayar)

    Respons Qatar Soal Pengusiran Warga Palestina

    Qatar, yang juga menjadi mediator utama dalam perundingan gencatan senjata Gaza, juga memberi respons atas usulan Trump.

    Qatar saat ini sedang sibuk dengan tahap kedua kesepakatan tersebut.

    Qatar mengatakan masih terlalu dini untuk membicarakan masalah warga Palestina dan pengungsian.

    Pernyataan Qatar tersebut setelah usulan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, agar AS mengambil alih kendali Jalur Gaza, menjadi sorotan.

    Qatar mengatakan, warga Palestina saat ini masih mengalami trauma soal pengungsian.

    “Kami tahu bahwa ada banyak trauma di pihak Palestina terkait pengungsian.”

    “Namun, sekali lagi, masih terlalu dini untuk membicarakan hal ini, karena kami tidak tahu bagaimana perang ini akan berakhir,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al-Ansari, kepada Fox News, Rabu (5/2/2025).

    Penolakan Keras dari Presiden Palestina

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak keras usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk “mengambil alih” dan “memiliki” Jalur Gaza.

    Penolakan keras Presiden Palestina itu sebagaimana disampaikan oleh kantor Mahmoud Abbas dalam sebuah pernyataan, Rabu (5/2/2025).

    “Presiden Mahmoud Abbas dan para pemimpin Palestina menyatakan penolakan keras mereka terhadap seruan untuk merebut Jalur Gaza dan mengusir warga Palestina dari tanah air mereka,” kata kantor Abbas, seraya menambahkan bahwa “hak-hak Palestina yang sah tidak dapat dinegosiasikan.”

    Saat membacakan pernyataan di televisi publik Palestina, juru bicara Abbas, Nabil Abu Rudeina, menekankan bahwa Jalur Gaza “merupakan bagian integral dari Negara Palestina.”

    Organisasi Pembebasan Palestina, aliansi faksi yang dipimpin oleh Abbas, juga mengecam usulan Trump untuk merelokasi warga Gaza ke Mesir atau Yordania.

    “Menolak semua seruan untuk memindahkan warga Palestina dari Tanah Air mereka,” kata sekretaris jenderalnya, Hussein al-Sheikh.

    Sementara itu, Utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, juga menanggapi rencana Donald Trump tersebut.

    “Para pemimpin dunia dan rakyat harus menghormati keinginan Palestina untuk tetap tinggal di Gaza,” katanya, Selasa (4/2/2025), dilansir Arab News.

    “Tanah Air kami adalah Tanah Air kami, jika sebagian darinya hancur, Jalur Gaza, rakyat Palestina memilih untuk kembali ke sana,” tegas Riyad Mansour.

    “Dan saya pikir para pemimpin dan rakyat harus menghormati keinginan rakyat Palestina,” lanjutnya.

    Di PBB, Mansour tidak menyebut nama Trump tetapi tampaknya menolak usulan Presiden AS tersebut.

    “Negara dan rumah kami adalah Jalur Gaza, itu bagian dari Palestina,” katanya.

    “Kami tidak punya rumah. Bagi mereka yang ingin mengirim mereka ke tempat yang bahagia dan menyenangkan, biarkan mereka kembali ke rumah asal mereka di dalam Israel, ada tempat-tempat bagus di sana, dan mereka akan senang untuk kembali ke tempat-tempat ini,” paparnya.

    Sebagai informasi, Donald Trump bertemu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Selasa.

    Pemimpin AS tersebut mengatakan bahwa ia yakin warga Palestina harus meninggalkan Gaza setelah serangan Israel yang telah menghancurkan wilayah tersebut dan membuat sebagian besarnya hancur menjadi puing-puing.

    Berbicara menjelang pertemuan tersebut, Trump mengatakan bahwa ia menginginkan solusi yang melihat “daerah yang indah untuk memukimkan kembali orang-orang secara permanen di rumah-rumah yang bagus di mana mereka dapat merasa bahagia.”

    NETANYAHU DAN TRUMP – Foto ini diambil pada Rabu (5/2/2025) dari akun resmi The White House di media sosial X, menampilkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) dan Presiden AS Donald Trump (kanan) berbicara dalam konferensi pers setelah pertemuan mereka di Gedung Putih pada Selasa (4/2/2025). Donald Trump mengatakan AS akan mengambil alih Jalur Gaza setelah mengusir warga Palestina dari wilayah tersebut. (Akun The White House di X (@WhiteHouse))

    Adapun perang di Gaza meletus setelah serangan kelompok bersenjata Palestina Hamas pada 7 Oktober 2023, yang mengakibatkan kematian 1.210 orang di pihak Israel, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.

    Respons pembalasan Israel telah menewaskan sebanyak 47.518 orang di Gaza, mayoritas warga sipil, menurut kementerian kesehatan wilayah yang dikuasai Hamas itu.

    PBB menganggap angka-angka ini dapat diandalkan.

    PBB mengatakan lebih dari 1,9 juta orang — atau 90 persen dari populasi Gaza — telah mengungsi akibat serangan Israel, dengan kampanye pengeboman telah meratakan sebagian besar bangunan di wilayah itu, termasuk sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur sipil dasar.

    Dimulainya kesepakatan gencatan senjata, yang mencakup pembebasan sandera yang ditahan Hamas dan tahanan yang ditahan Israel pada 19 Januari 2025, membuat warga Palestina bersuka cita, dengan banyak yang kembali ke rumah yang tidak lagi layak huni.

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Dikutip dari Al Jazeera, Presiden AS Donald Trump mengatakan dia ingin AS mengambil alih Jalur Gaza yang hancur akibat perang setelah warga Palestina mengungsi ke negara-negara tetangga, dan mengembangkan wilayah tersebut sehingga “masyarakat dunia” akan tinggal di sana.

    Trump juga mengatakan kepada wartawan, AS telah menarik diri “dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang anti-Semit dan mengakhiri semua dukungan untuk Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA)”.

    Sepanjang hari, Trump memicu kontroversi dengan menyarankan warga Palestina akan “senang meninggalkan” Gaza, yang memicu ketakutan, ia akan mendukung kampanye pembersihan etnis.

    Hamas merilis pernyataan sebagai tanggapan terhadap Trump, dengan mengatakan bahwa rencananya adalah “resep untuk menciptakan kekacauan dan ketegangan di wilayah tersebut. Rakyat kami di Jalur Gaza tidak akan membiarkan rencana ini terlaksana”.

    Para pengunjuk rasa berkumpul di Washington, DC, untuk mengecam kunjungan Netanyahu, menuduh Trump mengundang “penjahat perang” ke Gedung Putih.

    Netanyahu menggambarkan Trump sebagai “sahabat terbaik Israel di Gedung Putih” dan memujinya atas “keinginannya untuk berpikir di luar kotak”.

    Arab Saudi mengatakan dukungannya terhadap pembentukan negara Palestina tidak tergoyahkan dan menolak segala upaya untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka.

    Komentar Trump juga menuai kecaman dari kelompok hak asasi manusia dan anggota parlemen AS, termasuk Anggota Kongres Rashida Tlaib, yang menuduhnya “secara terbuka menyerukan pembersihan etnis”.

    Tim penyelamat telah menemukan mayat 19 warga Palestina di kuburan massal yang ditemukan di Jalan al-Thawra, di Kota Gaza di utara Jalur Gaza.

    (oln/anews/khbrn/Tribunnews.com/Nuryanti)

     

     
     

  • 79 Negara Kecam Trump Sanksi ICC soal Penyelidikan Kejahatan Perang AS-Israel

    79 Negara Kecam Trump Sanksi ICC soal Penyelidikan Kejahatan Perang AS-Israel

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjatuhkan sanksi kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC) karena melakukan penyelidikan terhadap Israel. 79 negara yang menjadi bagian dari ICC mengutuk keras keputusan Trump.

    Dalam pernyataan bersama, seperti dilansir AFP, Jumat (7/2/2025), pemberian sanksi kepada ICC meningkatkan risiko impunitas untuk kejahatan serius.

    Pernyataan bersama tersebut dipimpin oleh Slovenia, Luksemburg, Meksiko, Sierra Leone, dan Vanuatu.

    Pihak-pihak di ICC juga mengungkap kekhawatiran keputusan tersebut akan mengikis aturan hukum internasional.

    “Langkah-langkah tersebut meningkatkan risiko impunitas untuk kejahatan paling serius dan mengancam akan mengikis aturan hukum internasional, yang sangat penting untuk mempromosikan ketertiban dan keamanan global,” kata pernyataan bersama tersebut, yang dipimpin oleh Slovenia, Luksemburg, Meksiko, Sierra Leone, dan Vanuatu.

    Seperti diketahui, Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk menjatuhkan sanksi kepada ICC karena melakukan penyelidikan menargetkan AS dan sekutu dekatnya, Israel. Trump menyebut penyelidikan semacam itu “tidak berdasar”.

    Perintah eksekutif Trump itu, seperti dilansir AFP, Jumat (7/2/2025), menyebut ICC yang berkantor di Den Hague telah “menyalahgunakan kekuasaannya” dengan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, yang berkunjung ke Gedung Putih pada Selasa (4/2).

    Perintah eksekutif Trump yang diumumkan Gedung Putih itu juga menyebut ICC terlibat dalam “tindakan tidak sah dan tidak berdasar yang menargetkan Amerika dan sekutu dekat kami, Israel”. Hal ini tampaknya merujuk pada penyelidikan ICC atas dugaan kejahatan perang oleh personel militer AS di Afghanistan dan pasukan Israel di Jalur Gaza.

    Dalam penjatuhan sanksi, Trump memerintahkan pembekuan aset-aset dan larangan perjalanan terhadap para pejabat ICC, para pegawainya dan anggota keluarga mereka, ke AS. Sanksi itu juga berlaku untuk siapa pun yang dianggap membantu penyelidikan ICC terhadap AS dan Israel.

    Langkah Trump menjatuhkan sanksi untuk ICC itu menjadi bentuk dukungan setelah Netanyahu berkunjung ke Gedung Putih, yang diwarnai pengumuman mengejutkan soal rencana AS mengambil alih Jalur Gaza setelah merelokasi warganya ke negara-negara lainnya di Timur Tengah.

    Baik AS maupun Israel bukanlah anggota ICC.

    Mahkamah Pidana Internasional Kutuk Sanksi AS

    ICC, dalam tanggapannya pada Jumat (7/2), mengutuk sanksi yang dijatuhkan Trump terhadap institusi mereka. ICC bersumpah akan terus memberikan “keadilan dan harapan” di seluruh dunia.

    “ICC mengutuk dikeluarkannya perintah eksekutif oleh AS yang berupaya menjatuhkan sanksi terhadap para pejabatnya dan merugikan kinerja peradilan yang independen dan tidak memihak,” tegas ICC dalam pernyataannya.

    “Pengadilan berdiri teguh dengan para personelnya dan bersumpah untuk terus memberikan keadilan dan harapan bagi jutaan korban tidak bersalah dari kekejaman di seluruh dunia,” imbuh pernyataan tersebut.

    (taa/aud)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Sehari Jelang Pembebasan Sandera, Hamas: Bantuan Tipu-tipu, Israel Langgar Gencatan Senjata – Halaman all

    Sehari Jelang Pembebasan Sandera, Hamas: Bantuan Tipu-tipu, Israel Langgar Gencatan Senjata – Halaman all

    Sehari Jelang Pembebasan Sandera, Hamas: Bantuan Tipu-tipu, Israel Langgar Gencatan Senjata

    TRIBUNNEWS.COM – Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas, Jumat (7/2/2025) menuduh Israel melakukan beberapa pelanggaran perjanjian gencatan senjata yang sedang berlangsung dalam kerangka pertukaran sandera Israel dengan tahanan Palestina.

    Tuduhan ini dilontarkan Hamas, sehari sebelum jadwal pertukaran tiga sandera Israel dengan tahanan Palestina dalam putaran kelima atau putaran terakhir tahap pertama kesepakatan gencatan senjata yang bertujuan mengakhiri perang di Gaza.

    “Selain menunda masuknya ratusan truk yang membawa makanan dan pasokan kemanusiaan lainnya, Hamas mengatakan Israel hanya mengizinkan masuk sebagian kecil tenda dan rumah mobil yang dibutuhkan untuk menyediakan tempat berlindung bagi orang-orang yang kembali ke rumah mereka yang hancur karena bom,” tulis laporan Anews, Jumat.

    Tuduhan Hamas ini kian menambah kerapuhan kesepakatan yang terjadi antara milisi Palestina dengan Israel tersebut.

    Kesepakatan pertukaran sandera-tahanan ini kian rapuh saat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melontarkan sejumlah pernyataan kontroversial yang menuai kecaman publik internasional.

    Trump mengatakan pada hari Selasa bahwa ia ingin memindahkan penduduk Gaza ke negara ketiga seperti Mesir atau Yordania dan menempatkan daerah kantong pantai itu di bawah kendali AS untuk dikembangkan menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    “Hampir tiga minggu setelah dimulainya gencatan senjata, situasi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza terus memburuk secara berbahaya,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan.

    Pernyataan tersebut dikeluarkan saat kelompok perlawanan itu dijadwalkan mengumumkan identitas ketiga sandera Israel yang akan dibebaskan pada hari Sabtu (8/2/2025).

    “Tudingan Hamas ini menggarisbawahi rapuhnya kesepakatan yang dicapai bulan lalu dengan mediator Mesir dan Qatar dan didukung oleh Amerika Serikat,” kata laporan Anews.

    Pengumuman nama-nama sandera Israel yang akan dibebaskan tersebut ditunda pada hari Jumat menyusul tuduhan Hamas terhadap Israel ini.

    “Tidak segera jelas apakah penundaan itu akan menunda pertukaran sandera dan tahanan yang dijadwalkan pada hari Sabtu,” tambah laporan tersebut.

    KERUMUNAN WARGA GAZA – Foto ini diambil pada Selasa (4/2/2025) dari publikasi resmi Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) pada Sabtu (1/2/2025), menunjukkan kerumunan warga Palestina dan anggota Brigade Al-Qassam selama pembebasan sandera Israel, Keith Siegel, di pelabuhan Kota Gaza, selama pertukaran tahanan ke-4 pada Sabtu (1/2/2025) sebagai bagian dari implementasi perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza. Tiga sandera Israel; Ofer Calderon, Yarden Bibas, dan Keith Siegel, dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Pasukan Israel Dikerahkan di Berbagai Titik di Gaza

    Menambah panasnya eskalasi, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga melontarkan dukungan atas visi Trump untuk Gaza sebagai rencana yang “luar biasa”.

    Namun, rencana Trump tersebut langsung ditolak oleh negara-negara Arab, kelompok-kelompok Palestina termasuk Hamas dan Otoritas Palestina.

    “Dan banyak warga Gaza, yang mengatakan mereka akan membangun kembali rumah dan restoran mereka sendiri,” kata laporan ANews.

    Namun para pemimpin Israel telah mengulangi pernyataan bahwa warga Gaza sebaiknya melaksanakan ‘relokasi sukarela’ untuk pergi dari Gaza.

    “Menteri Pertahanan Israel Katz bahkan memerintahkan tentara pada hari Kamis untuk menyiapkan rencana guna memungkinkan kepergian penduduk Gaza yang ingin pergi,” kata laporan tersebut.

    Sejauh ini, 13 sandera Israel dari 33 anak-anak, wanita, dan pria lanjut usia yang akan dibebaskan pada tahap pertama perjanjian selama 42 hari telah kembali ke rumah dan ratusan tahanan Palestina telah dibebaskan sebagai gantinya. Lima sandera Thailand juga telah dipulangkan.

    Negosiasi tahap kedua dari perjanjian multi-fase, yang ditujukan untuk mengamankan pembebasan sekitar 60 sandera pria dan penarikan pasukan Israel dari Gaza, telah dimulai dan tim negosiasi Israel diharapkan terbang pada hari Sabtu ke Doha, media Israel melaporkan pada Jumat.

    “Namun, tuduhan yang dilontarkan Hamas terhadap Israel menunjukkan betapa rendahnya rasa percaya antara kedua belah pihak setelah lebih dari 15 bulan episode paling berdarah dalam konflik yang telah berlangsung puluhan tahun,” ulas Anews.

    Militer Israel (IDF) mengatakan pada hari Jumat bahwa para komandan sedang melakukan penilaian situasi menjelang fase berikutnya dari perjanjian yang saat ini sedang dibahas.

    “Pasukan IDF dikerahkan di berbagai titik di sekitar Jalur Gaza untuk assesment tersebut,” tambah laporan itu.

    UNWRA BAGIKAN BANTUAN – Foto ini diambil pada Jumat (31/1/2025) dari tangkap layar website UNWRA, menunjukkan kerumunan pengungsi Palestina di Gaza yang sedang mengantri bantuan pangan yang sedang di bagikan UNWRA (Tangkap layar website UNWRA)

    Bantuan Tipu-tipu

    Hamas mengatakan Israel juga melanggar gencatan senjata yang disepakati dengan memanipulasi bantuan yang masuk ke Gaza.

    Hamas menyebut, hanya 8.500 truk dari 12.000 yang seharusnya tiba sejauh ini telah memasuki Jalur Gaza.

    Dari jumlah tersebut, sebagian besar berisi makanan dan barang-barang sekunder termasuk keripik dan coklat, bukannya kebutuhan mendesak lainnya yang dibutuhkan warga Gaza.

    “Ini menunjukkan manipulasi yang jelas terhadap prioritas bantuan dan tempat tinggal,” kata pernyataan Hamas.

    Selain itu, hanya 10 persen dari 200.000 tenda dan 60.000 karavan yang dibutuhkan untuk menyediakan tempat berlindung telah tiba, kata Hamas.

    Hal ini, sambung pernyataan tersebut, menyebabkan ratusan ribu orang menderita cuaca musim dingin yang ekstrem.

    Pelanggaran lain, alat berat yang dibutuhkan untuk membersihkan jutaan ton puing dan mengevakuasi ribuan jenazah yang diperkirakan tertimbun belum tiba.

    BERKIBAR – Bendera Palestina berkibar di tengah puing reruntuhan di Kota Gaza, dalam foto tangkapan layar dari Khaberni, Kamis (6/2/2025). Amerika Serikat (AS) berencana mengambil alih kendali atas Gaza dengan dalil membangunnya kembali di segala sektor. (khaberni/tangkap layar)

    Sejauh ini, meskipun ada tuduhan pelanggaran gencatan senjata yang dilontarkan oleh kedua belah pihak, gencatan senjata telah berlangsung, yang masih membuka jalan bagi diakhirinya perang dan pembangunan kembali Gaza yang kini telah hancur.

    Kelompok bersenjata pimpinan Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang dalam kerugian jiwa terbesar dalam satu hari sejak berdirinya negara Israel pada tahun 1948.

    Sebagai tanggapan, Israel membuka kampanye yang telah menewaskan lebih dari 47.000 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan Gaza dan menghancurkan daerah kantong itu.

     

    (oln/Anews/*)

  • Jurnalis Israel: Dari Greenland hingga Gaza, Ocehan Trump yang Sakit Mental Tak Usah Diseriusi – Halaman all

    Jurnalis Israel: Dari Greenland hingga Gaza, Ocehan Trump yang Sakit Mental Tak Usah Diseriusi – Halaman all

    Jurnalis Israel: Dari Panama, Greenland hingga Gaza, Ocehan Trump yang Sakit Mental Tak Usah Diseriusi
     
     
    TRIBUNNEWS.COM – Seorang jurnalis dan penulis Israel menggambarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebagai orang yang sakit mental.

    Karena itu, ide dan seruan Trump tentang pengusiran warga Palestina dari Gaza, dia anggap sebagai omong kosong.

     
    Jurnalis sekaligus penulis Israel itu adalah Uri Masaf.

    Dia menerbitkan analisisnya di surat kabar berbahasa Ibrani, Haaretz tentang ketidakmungkinan melaksanakan deportasi jutaan warga Palestina di Gaza yang hancur seperti yang direncanakan Donald Trump.

    “Kita tidak punya waktu untuk omong kosong Trump yang sakit mental, dan tidak akan ada deportasi dari Gaza,” katanya, dikutip dari Khaberni, Jumat (7/2/2025).

    Dalam analisisnya, Uri menjelaskan kalau, “Tidak ada rencana, tidak ada pekerjaan persiapan, tidak ada gunanya, dan tidak seorang pun (negara mana pun) akan menerima dua juta warga Palestina di tanahnya.”

    “Dunia tidak berada di zaman Perang Dunia II, dan Trump mengoceh tanpa makna. Ini gayanya, mengingat bahwa ia pernah mengusulkan pembangunan hotel di Korea Utara alih-alih rudal nuklir,” kata Uri mengenang sejumlah pernyataan berbau bualan Trump.

    Belakangan, kata Uri, Trump juga menampilkan wacana-wacana ‘gila dan tak masuk akal’ seperti pengambilalihan Terusan Panama, tanah Greenland, dan aneksasi Kanada.  

    “Sejak terpilih, ia (Trump) telah berbicara tentang invasi Panama, mengambil alih Greenland, dan mencaplok Kanada. Kita cukup dewasa untuk mengingat bagaimana ia pernah berkata dalam sebuah pertemuan dengan Netanyahu tentang mencaplok Tepi Barat ke Israel,” penulis tersebut menambahkan.

    Ia menjelaskan, menganggap serius pernyataan Trump yang asal-asalan itu merupakan penghinaan (bagi akal sehat).

    “Karena ia menderita sakit mental, dan kini orang-orang hidup di era kemerosotan yang cepat. Hal ini mengindikasikan bahwa Perdana Menteri pemerintah pendudukan Israel, Netanyahu, juga menderita sakit mental dan tidak punya hati nurani, tetapi ia tidak bodoh. Ia pun terpaku karena tidak nyaman ketika Trump mulai mengoceh tentang evakuasi Gaza, sementara Netanyahu menumpuk pujian yang memalukan kepadanya,” kata Uri.

    Hanya karena sejalan, Uri juga menyoroti bagaimana media-media Israel seperti bahu-membahu menggaungkan rencana tidak masuk akal untuk mendeportasi jutaan warga Gaza ke luar dari tanahnya ke lokasi yang bahkan belum pasti tanpa perencanaan.

    “Sangat menyedihkan melihat sebagian besar media Israel bekerja sama dengan lelucon ini, dan terlibat dalam diskusi di tingkat pelajaran ilmu sosial kelas tujuh, tentang deportasi – mendukung atau menentang. Bahkan sebelum dimensi moral, ini pada dasarnya mencerminkan kedangkalan dan kemalasan intelektual. Sangat mudah untuk memanipulasi mereka. Dan di sini Trump dan Netanyahu sudah menjadi ahli: pemboman media terus-menerus dengan pembicaraan kosong tentang hal-hal yang tidak akan pernah terjadi – besok, Trump bahkan tidak akan ingat apa yang sedang dibicarakannya,” katanya.

    KONFERENSI PERS TRUMP – Tangkapan Layar YouTube FOX 2 Detroit yang Memperlihatkan Presiden AS Donald Trump Melakukan Konferensi Pers terkait Tabrakan Pesawat Antara Jet American Airlines dengan Helikopter Black Hawk pada Kamis (30/1/2025). Insiden tabrakan pesawat ini dijadikan bahan politik Trump untuk menyalahkan pendahulunya, Joe Biden. (Tangkapan Layar YouTube FOX 2 Detroit)

    Poin-poin Pernyataan Kontroversial Donald Trump Soal Gaza

    Seperti diberitakanDonald Trump menyodorkan wacana Amerika Serikat (AS) terlibat langsung dalam konflik di Jalur Gaza yang selama 15 bulan terakhir dibombardir Israel tersebut.

    Trump blak-blakan menyatakan, keterlibatan langsung AS itu lewat cara pengambilalihan kendali Gaza, sebuah rencana yang dianggap ‘gila’ dan banjir kecaman oleh banyak negara-negara di dunia.

    Ide Trump agar AS, sekutu abadi Israel, mengambil alih Gaza muncul setelah sebelumnya ia mengusulkan penggusuran permanen warga Palestina di Jalur Gaza.

    Para pemimpin Palestina dan dunia Arab secara terbuka menolak komentar Trump sebelumnya yang mengusulkan kalau warga Palestina harus dipindahkan ke Mesir dan Yordania.

    Para pembela hak asasi manusia juga mengecam komentar Trump tersebut sebagai wacana pembersihan etnis.

    Trump tidak memberikan banyak perincian tentang usulannya, tetapi ia memaparkan ‘fitur’ dasar rencana tersebut, yang telah memicu dan diperkirakan akan memicu reaksi negatif lebih lanjut.

    Berikut ini beberapa pernyataan Trump dari pertanyaan-pertanyaan yang dijawabnya selama konferensi pers Rabu (5/2/2025) pagi waktu AS, di Gedung Putih, Washington DC, AS, bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu:

    NETANYAHU DAN TRUMP – Foto ini diambil pada Rabu (5/2/2025) dari akun resmi The White House di media sosial X, menampilkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) dan Presiden AS Donald Trump (kanan) berbicara dalam konferensi pers setelah pertemuan mereka di Gedung Putih pada Selasa (4/2/2025). Donald Trump mengatakan AS akan mengambil alih Jalur Gaza setelah mengusir warga Palestina dari wilayah tersebut. (Akun The White House di X (@WhiteHouse))

    Apa yang Dikatakan Trump? AS Siap Jadi ‘Pahlawan’

    Trump menyatakan, AS siap menjadi ‘pahlawan’ dengan membangun ulang Gaza agar ‘aman’ untuk ditempati.

    Harus digarisbawahi, hancur leburnya Gaza di berbagai sektor, sebagian besar terjadi karena agresi militer Israel dengan dalil memberantas Gerakan Pembebasan Palestina, Hamas.

    Israel memburu Hamas karena Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, titik awal agresi dan bombardemen buta selama 15 bulan terakhir.

    Adapun Hamas, menyatakan, serangan berdarah ke Israel itu adalah akumulasi dari perlawanan atas penindasan Israel di wilayah Palestina. 

    “Amerika Serikat akan mengambil alih kendali Jalur Gaza, dan kami akan melaksanakan tugas kami di sana juga,” kata Trump di awal konferensi pers.

    “Kami akan bertanggung jawab untuk membongkar semua bom berbahaya yang belum meledak dan senjata lainnya di lokasi, meratakan lokasi, membersihkan dan meratakan bangunan yang hancur, dan menciptakan pembangunan ekonomi yang akan menyediakan lapangan pekerjaan dan perumahan tanpa batas bagi penduduk di wilayah tersebut.”

    KEADAAN GAZA – Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English yang diambil pada Kamis (6/2/2025) menunjukkan keadaan kota Gaza setelah gencatan senjata diterapkan pada 19 Januari 2025. (Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English)

    2. Siapa yang Akan Menerima Warga Gaza?

    Trump mengatakan Washington akan meminta negara tetangga lainnya, seusai muncul respons penolakan dari Mesir dan Yordania, untuk menerima warga Palestina yang mengungsi dari Gaza, meskipun ia tidak mengatakan apakah Palestina bersedia menerima rencana seperti itu.

    Meskipun Trump telah berulang kali meminta Mesir dan Yordania untuk melakukannya sejak 25 Januari, negara-negara tersebut dan negara Arab lainnya telah menolak usulannya.

    “Sebaliknya, kita harus pergi ke negara-negara lain yang tertarik, dan ada banyak yang ingin melakukan ini, dan membangun berbagai wilayah yang pada akhirnya akan menampung 1,8 juta warga Palestina yang tinggal di Gaza, dan mengakhiri kematian dan kehancuran di sana, dan negara-negara tetangga yang memiliki kekayaan besar dapat membiayainya,” imbuh Trump.

    Sebagai gambaran betapa ‘gila’ proposal Trump ini, populasi Gaza sebelum agresi Israel adalah 2,3 juta orang.

    Pemindahan jutaan orang ini jelas akan menimbulkan masalah baru, terlebih Israel terus-terusan menembaki warga sipil Palestina yang mereka anggap sebagai ‘tersangka’ Hamas saat berpindah untuk mengungsi.

    3. Akankah Amerika Mengirimkan Pasukan Saat Mengeksekusi Rencana Trump?

    “Kami akan melakukan apa yang diperlukan. Jika diperlukan, kami akan melakukannya. Kami akan mengambil sebidang tanah itu. Kami akan mengembangkannya, kami akan menciptakan ribuan dan ribuan lapangan kerja, dan itu akan menjadi sesuatu yang dapat dibanggakan oleh seluruh Timur Tengah,” kata Trump ketika ditanya apakah Washington akan mengirim pasukan AS ke Gaza berdasarkan usulannya.

    DONALD TRUMP – Tangkapan layar YouTube White House yang diambil pada Rabu (5/2/2025) menunjukkan Presiden AS menggelar konferensi pers dengan PM Israel Benjamin Netanyahu pada hari Rabu (5/2/2025) (White House)

    4. Apakah Trump Mendukung Solusi Dua Negara?

    Solusi dua negara (two-state solution) merupakan salah satu opsi solusi konflik Israel–Palestina menyerukan untuk dibuatnya “dua negara untuk dua warga.”

    Solusi dua negara ini menyodorkan model, Palestina berdampingan dengan Israel, di sebelah barat Sungai Yordan.

    Selama beberapa dekade, Amerika Serikat telah mendukung solusi dua negara antara Palestina dan Israel yang akan menciptakan negara bagi warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza yang diduduki bersama Israel.

    Ketika ditanya apakah Washington di bawah kepemimpinannya tidak lagi mendukung hal itu, Trump berkata, tanpa menjawab pertanyaan secara langsung, “Itu tidak berarti apa pun tentang dua negara atau satu negara atau negara lainnya. Itu (wacana pemindahan warga Gaza untuk kemudian membangun wilayah itu) berarti kami ingin memberi orang kesempatan untuk hidup… karena Gaza adalah lubang neraka bagi orang-orang yang tinggal di sana.”

    5. Siapa yang akan Tinggal di Gaza jika Trump Merencanakan Hal Ini?

    “Saya membayangkan orang-orang di dunia tinggal di sana, orang-orang di dunia,” kata Trump ketika ditanya siapa yang ia bayangkan tinggal di Gaza.

    “Orang Palestina juga, orang Palestina akan tinggal di sana, banyak orang akan tinggal di sana,” tambahnya, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

    Pada tanggal 19 Januari, gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel mulai berlaku pada tahap pertamanya, yang berlangsung selama 6 minggu.

    Kesepakatan, yang dicapai melalui mediasi Qatar, Mesir, dan Amerika, menetapkan dimulainya negosiasi tidak langsung mengenai tahap kedua paling lambat pada hari ke-16, dengan kesepakatan yang akan diselesaikan sebelum akhir minggu kelima tahap pertama.

     

    (oln/khbrn/*)

     
     

  • Respons Kelompok Yahudi hingga Muslim Tanggapi Rencana Trump Ingin Ambil Alih Gaza – Halaman all

    Respons Kelompok Yahudi hingga Muslim Tanggapi Rencana Trump Ingin Ambil Alih Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dalam konferensi pers bersama di Gedung Putih dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa (4/2/2025)malam, Presiden Donald Trump mengusulkan agar warga Palestina di Gaza dipindahkan ke luar wilayah.

    Sementara Amerika Serikat mengambil alih dan mengubah Jalur Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah.”

    Seperti yang diharapkan, usulan Trump tersebut dikritik keras oleh organisasi-organisasi Muslim di Amerika Serikat dan di tempat lain, sementara reaksi di antara organisasi-organisasi Yahudi Amerika beragam.  

    Forum Kebijakan Israel menyatakan rencana Presiden Trump untuk memindahkan warga Palestina keluar dari Gaza tanpa persetujuannya dan agar AS mengambil alih kendali langsung atas wilayah tersebut tidak dapat dilaksanakan dan akan merusak kepentingan AS dan stabilitas regional. 

    Mereka menambahkan usulan agar Amerika mengambil alih Gaza meremehkan hak-hak warga Palestina yang tidak ingin dipindahkan.

    “Membahayakan sandera Israel yang tersisa dengan kemungkinan membatalkan kesepakatan penyanderaan dan gencatan senjata.”

    Mereka juga  menyulut pendapat Hamas sebagai satu-satunya aktor yang bersedia melawan dugaan rencana untuk menghancurkan nasionalisme Palestina.

    Komite Yahudi Amerika mengatakan rencana Trump untuk mengambil alih Gaza oleh Amerika menimbulkan pertanyaan.

    “Yang pertama adalah dampak pengumuman tersebut terhadap gencatan senjata dan perjanjian pembebasan sandera.”

     “Pembebasan semua sandera yang tersisa, dan pemenuhan tujuan akhir perjanjian untuk membebaskan Gaza dari kekuasaan Hamas harus tetap menjadi prioritas AS dan Israel,” bunyi pernyataan AJC.

    Liga Anti-Pencemaran Nama Baik (Anti-Defamation League) menyatakan percaya bahwa semua rencana harus memperhitungkan kebutuhan keamanan Israel dan kesejahteraan warga Palestina di Gaza.

    Amy Spitaltnik, CEO Dewan Yahudi untuk Urusan Publik menulis di media sosial bahwa usulan Trump sangat mengerikan dan kejam bagi warga Palestina. 

    “Sangat bodoh dalam hal kepentingan AS. Dan sangat bertentangan dengan masa depan Israel sendiri—karena tidak ada Israel yang demokratis dan Yahudi tanpa penentuan nasib sendiri Palestina.”

    Kelompok Zionis Liberal J Street menyatakan, J Street tidak dapat menyatakan penolakan yang cukup kuat terhadap gagasan yang diajukan oleh Presiden Trump mengenai Gaza. 

    “Tidak ada kata-kata yang cukup untuk mengungkapkan rasa jijik kami terhadap gagasan pemindahan paksa warga Palestina dengan bantuan Amerika Serikat.”

    Halie Soifer, CEO Dewan Demokratik Yahudi Amerika, menyatakan bahwa , gagasan Trump mengambil alih Gaza, termasuk dengan pengerahan pasukan AS, tidak hanya ekstrem.

    “Itu sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan. Di dunia mana ini terjadi? Bukan dunia yang kita tinggali. Netanyahu memuji pemikirannya yang ‘di luar kebiasaan’, tetapi jujur ​​saja—itu gila.”

    Mort Klein, kepala Organisasi Zionis Amerika, melihat usulan Trump sebagai “deklarasi luar biasa yang dapat memastikan berakhirnya kelompok teroris Islam-Arab Hamas, dan mengamankan Israel selatan setelah puluhan tahun serangan teroris dan peluncuran rudal dari Hamas di Gaza.”

    “Ini juga akan menjadi langkah besar menuju perdamaian sejati di kawasan itu,” seraya menambahkan bahwa “langkah Trump dapat memungkinkan Israel dan AS untuk mengembangkan oasis tepi laut ini sebagai surga di Timur Tengah.

    Sekaligus memberi Israel tanah yang dibutuhkannya untuk berkembang sebagai raksasa teknologi, ilmiah, budaya, dan agama.”

    Tanggapan AIPAC terhadap pernyataan Trump tidak menyebutkan Gaza.

    Sebaliknya, unggahan mereka di X mengatakan: “Kami memuji @POTUS@realDonaldTrump karena mengarahkan kampanye tekanan maksimum di seluruh pemerintah terhadap Iran. Karena rezim Iran mempercepat program senjata nuklirnya, sekaranglah saatnya untuk bertindak. Siapa pun yang membeli, mengirim, membiayai, atau bertransaksi dengan minyak bumi Iran harus dikenai sanksi. Kami mendesak pemerintah untuk menerapkan dan menegakkan UU SHIP, sebuah RUU bipartisan yang menargetkan pelabuhan dan kilang minyak Tiongkok yang memproses minyak Iran.”

    Reaksi dari kelompok Muslim

    Omar Shakir, direktur Human Rights Watch untuk Israel dan Palestina menyebut rencana Trump tak bermoral.

    “Mengusir warga Palestina akan menjadi ‘kekejian moral.’ Hukum humaniter internasional melarang pemindahan paksa penduduk di wilayah yang diduduki. Jika pemindahan paksa tersebut meluas, hal itu dapat dianggap sebagai kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan,” katanya kepada Reuters.

    Dr. Sara Husseini, direktur Komite Palestina Inggris, menyatakan bahwa rencana Trump merupakan perpanjangan dari perampasan dan dehumanisasi tanpa henti terhadap warga Palestina yang telah kita alami selama beberapa dekade.

    “Israel semakin berani melanggar hukum humaniter internasional, berkat impunitas yang diberikan oleh AS, Inggris, dan sekutu lainnya, bersama dengan penyediaan dukungan militer dari pemerintah AS dan Inggris berturut-turut.”

    Liga Arab mengatakan dalam sebuah pernyataan mengkritik Trump.

    “Merupakan resep untuk ketidakstabilan” dan tidak memajukan negara Palestina.

    Kelompok yang beranggotakan 22 orang itu juga menyatakan bahwa mereka menolak pemindahan warga Palestina dan bahwa Gaza merupakan bagian integral dari negara Palestina di masa depan.

    Dewan Hubungan Amerika-Islam menyatakan  Gaza adalah milik rakyat Palestina, bukan Amerika Serikat.

    “Seruan Presiden Trump untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka sama sekali tidak mungkin. Jika rakyat Palestina diusir secara paksa dari Gaza, kejahatan terhadap kemanusiaan ini akan memicu konflik yang meluas, mengakhiri hukum internasional, dan menghancurkan citra dan kedudukan internasional bangsa kita yang tersisa.”

    Organisasi Kerja Sama Islam menilai bahwa rencana Trump berkontribusi terhadap konsolidasi pendudukan, pemukiman kolonial, dan perampasan tanah Palestina dengan paksa.

    “Ini yang merupakan pelanggaran mencolok terhadap prinsip-prinsip hukum internasional dan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang relevan.”

    Netanyahu Lirik Arab Saudi

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan, Arab Saudi memiliki cukup tanah untuk memberikan Palestina sebuah negara.

    “Saudi dapat mendirikan negara Palestina di Arab Saudi ; mereka punya banyak tanah di sana,” katanya, dikutip dari The Jerusalem Post.

    Dalam wawancara dengan Channel 14 pada hari Kamis (6/2/2025), Netanyahu ditanya tentang syarat normalisasi Palestina.

    Netanyahu mengatakan tidak akan membuat perjanjian yang akan membahayakan Israel.

    “Terutama bukan negara Palestina. Setelah 7 Oktober? Tahukah Anda apa itu? Ada negara Palestina, yang disebut Gaza. Gaza, yang dipimpin oleh Hamas, adalah negara Palestina, dan lihat apa yang kita dapatkan – pembantaian terbesar sejak Holocaust,” kata perdana menteri.

    Wawancara tersebut dilakukan selama kunjungan Netanyahu ke Washington, yang diawali dengan konferensi pers bersama dengan Presiden AS Donald Trump di mana presiden mengumumkan rencananya agar AS mengendalikan Jalur Gaza.

    Selain itu, keduanya membahas potensi normalisasi hubungan dengan Arab Saudi.

    “Saya pikir perdamaian antara Israel dan Arab Saudi tidak hanya mungkin, saya pikir itu akan terjadi,” katanya.

    Namun, segera setelah konferensi pers, Kementerian Luar Negeri Saudi menyatakan tidak akan membahas hubungan dengan Israel tanpa berdirinya negara Palestina.

    Awal minggu ini, sejumlah pejabat Israelmengatakan kepada The Jerusalem Post bahwa mereka khawatir Netanyahu akan bersedia mengakhiri perang di Gaza dan menunda aneksasi Tepi Barat demi memajukan kesepakatan normalisasi dengan Arab Saudi.

    Para pejabat khawatir bahwa perdana menteri akan menggunakan penundaan aneksasi sebagai kompromi.

    Yakni dalam upaya untuk mempengaruhi Riyadh agar tidak menuntut jalan menuju negara Palestina.

    Rencana AS

    Sementara diberitakan eurointegration, Presiden AS Donald Trump telah menegaskan kembali rencananya bagi Amerika Serikat untuk “mengambil alih” Jalur Gaza tanpa melibatkan pasukan Amerika.

    Trump mengatakan di  Truth Social  bahwa Israel dapat menyerahkan Gaza kepada Amerika Serikat setelah permusuhan berakhir, yang memungkinkan AS untuk meluncurkan apa yang ia yakini sebagai salah satu proyek paling mengesankan di Bumi.

    Jalur Gaza akan diserahkan kepada Amerika Serikat oleh Israel setelah pertempuran berakhir. Warga Palestina, seperti Chuck Schumer, sudah akan dimukimkan kembali di komunitas yang jauh lebih aman dan lebih indah, dengan rumah-rumah baru dan modern di wilayah tersebut.

    AS, yang bekerja sama dengan tim-tim pengembang hebat dari seluruh dunia, akan perlahan-lahan dan hati-hati memulai pembangunan yang kelak akan menjadi salah satu pembangunan terbesar dan paling spektakuler di dunia.

    “Tidak diperlukan tentara AS! Stabilitas untuk kawasan itu akan terwujud!!!”

    Chuck Schumer, Pemimpin Minoritas Senat dan seorang Demokrat, mengkritik Trump dalam pidatonya minggu lalu karena “ceroboh dan melanggar hukum”.

    Pada tanggal 4 Februari, Trump menyatakan bahwa AS dapat ” mengambil alih ” Gaza dan “melakukan pekerjaan di sana” dengan mengubah wilayah Palestina menjadi “Riviera” baru di Timur Tengah.

    Ia juga menganjurkan pemindahan warga Palestina dari Gaza ke negara lain.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio  mendukung  rencana Trump, dengan menyatakan bahwa “Gaza HARUS BEBAS dari Hamas”.

    Steve Witkoff, utusan khusus AS untuk Timur Tengah,  mengatakan  usulan Trump untuk pemukiman kembali Palestina akan memberi mereka “lebih banyak harapan” untuk masa depan yang lebih baik.

    Irlandia Disorot

    Belum rampung wacana dan rencana pemindahan warga Gaza keluar dari Palestina, Menteri Pertahanan (Menhan) Israel Katz baru-baru ini membuat pernyataan kontroversial.

    Belakangan, ia mengusulkan sebuah negara menjadi lokasi selanjutnya pemindahan warga Gaza.

    Negara tersebut adalah Irlandia.

    Bukan tanpa sebab, Katz memiliki alasan tersendiri agar Irlandia bersedia menerima relokasi tersebut. 

    Diberitakan Irish Independent pada Kamis (6/2/2025), Israel Katz, hari ini memerintahkan tentara untuk menyiapkan rencana guna mengizinkan “keberangkatan sukarela” penduduk dari Jalur Gaza.

    Ia mengusulkan Irlandia sebagai salah satu negara yang diwajibkan secara hukum untuk mengizinkan penduduk Gaza memasuki wilayah mereka.

    Menurutnya, Irlandia adalah salah satu negara yang “menyampaikan tuduhan dan klaim palsu terhadap Israel atas tindakannya di Gaza”.

    Tegas PBB

    Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan kepada Presiden Donald Trump pada hari Rabu untuk menghindari pembersihan etnis di Gaza.

    Setelah pemimpin AS tersebut mengusulkan agar warga Palestina diusir dan Amerika Serikat mengambil alih daerah kantong yang dilanda perang tersebut.

    “Dalam mencari solusi, kita tidak boleh memperburuk masalah. Sangat penting untuk tetap setia pada dasar hukum internasional. Sangat penting untuk menghindari segala bentuk pembersihan etnis,” kata Guterres dalam pertemuan komite PBB yang telah direncanakan sebelumnya.

    “Kita harus menegaskan kembali solusi dua negara,” katanya.

    Sekretaris Jenderal PBB mengatakan solusi tidak boleh “memperburuk masalah” saat ia menanggapi usulan Presiden AS Donald Trump untuk menduduki Gaza, diberitakan The New Arab.

    Meskipun Guterres tidak menyebutkan Trump atau usulannya mengenai Gaza selama pidatonya di hadapan Komite tentang Pelaksanaan Hak-Hak yang Tidak Dapat Dicabut dari Rakyat Palestina, juru bicaranya Stephane Dujarric mengatakan kepada wartawan sebelumnya bahwa akan menjadi “asumsi yang adil” untuk memandang pernyataan Guterres sebagai sebuah tanggapan.

    Sebelumnya pada hari Rabu Guterres juga berbicara dengan Raja Yordania Abdullah tentang situasi di kawasan itu, kata Dujarric.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa telah lama mendukung visi dua negara yang hidup berdampingan dalam batas-batas yang aman dan diakui. 

    Palestina menginginkan sebuah negara di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza, semua wilayah yang diduduki secara ilegal oleh Israel sejak 1967.

    “Setiap perdamaian yang langgeng akan memerlukan kemajuan yang nyata, tidak dapat diubah, dan permanen menuju solusi dua negara, diakhirinya pendudukan, dan didirikannya negara Palestina yang merdeka, dengan Gaza sebagai bagian integralnya,” kata Guterres.

    “Negara Palestina yang layak dan berdaulat, yang hidup berdampingan secara damai dan aman dengan Israel adalah satu-satunya solusi berkelanjutan bagi stabilitas Timur Tengah,” katanya.

    Israel menarik tentara dan pemukim dari Gaza pada tahun 2005. 

    Wilayah tersebut telah dikuasai oleh Hamas sejak tahun 2007 tetapi masih dianggap berada di bawah pendudukan Israel oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Israel dan Mesir mengendalikan akses.

    Ramai-ramai Menolak

    Para menteri Arab dan seorang pejabat Palestina telah menyampaikan surat kepada Menlu AS, Marco Rubio untuk menyatakan penolakan mereka terhadap pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza.

    Lima menteri luar negeri Arab dan seorang pejabat senior Palestina menolak rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengusir paksa warga Palestina dari Gaza, dan mengusulkan agar mereka terlibat dalam proses rekonstruksi wilayah tersebut, Axios melaporkan. 

    Para pejabat tersebut dilaporkan menyampaikan surat kepada Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, yang merupakan upaya bersama sekutu Arab Amerika Serikat untuk menekan Trump agar mengingkari pernyataannya.

    Trump telah berulang kali menyarankan agar Mesir dan Yordania menerima pengungsi Palestina dari Gaza, dengan menyebut Jalur Gaza sebagai “lokasi pembongkaran” akibat pemboman Israel selama berbulan-bulan. Perang tersebut telah menyebabkan sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi.

    Berbicara di atas Air Force One, Trump mengklaim bahwa ia telah membahas masalah tersebut dengan el-Sisi, dengan menyatakan,

    “Saya berharap ia mau mengambil sebagian. Kami banyak membantu mereka, dan saya yakin ia akan membantu kami… Namun saya rasa ia akan melakukannya, dan saya rasa Raja Yordania juga akan melakukannya.” Namun, Mesir membantah bahwa pembicaraan tersebut telah terjadi.

    Negara-negara Arab secara historis menolak usulan untuk menggusur warga Palestina dari tanah mereka.

    Sejak pecahnya perang di Gaza pada Oktober 2023, baik Mesir maupun Yordania telah memperkuat penentangan mereka terhadap usulan tersebut. 

    Yordania, yang telah menampung lebih dari dua juta warga Palestina dan menghadapi tekanan ekonomi, telah menolak gagasan tersebut secara langsung.

     “Solusi untuk masalah Palestina terletak di Palestina,” kata Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi, dikutip dari AL MAYADEEN.

    Oleh karena itu, menteri luar negeri Arab Saudi, UEA, Qatar, Mesir, dan Yordania, serta penasihat presiden Palestina Hussein al-Sheikh, berkumpul di Kairo pada hari Sabtu dan akhirnya memutuskan untuk membahas masalah tersebut dalam sebuah surat kepada Rubio. 

    Apa isi surat itu? 

    Para pejabat menekankan bahwa Timur Tengah sudah berjuang dengan populasi pengungsi dan terlantar terbesar di dunia, yang menekankan kondisi ekonomi dan sosial yang rapuh di kawasan itu.  

    Mereka memperingatkan bahwa pemindahan lebih lanjut, meskipun sementara, dapat meningkatkan risiko ketidakstabilan regional, radikalisasi, dan kerusuhan.

    Mereka juga menggarisbawahi perlunya melibatkan penduduk Palestina dalam rekonstruksi Gaza , dengan menegaskan bahwa mereka harus memiliki peran dalam membangun kembali tanah mereka dan tidak boleh dikesampingkan dalam proses tersebut, yang seharusnya didukung oleh masyarakat internasional.  

    Selain itu, para menteri Arab memperingatkan terhadap kemungkinan pengusiran warga Palestina oleh “Israel”, menegaskan kembali dukungan tegas mereka terhadap tekad warga Palestina untuk tetap berada di tanah mereka dan menekankan bahwa tindakan seperti itu akan membawa dimensi baru yang berbahaya terhadap konflik tersebut.  

    “Warga Palestina akan tinggal di tanah mereka dan membantu membangunnya kembali, dan tidak boleh dilucuti hak mereka selama pembangunan kembali, dan harus mengambil kepemilikan atas proses tersebut dengan dukungan masyarakat internasional,” bunyi surat tersebut. 

    Pada tingkat yang lebih luas, para menteri menyampaikan kesediaan negara mereka untuk bekerja sama dengan visi Presiden Trump untuk perdamaian Timur Tengah, dengan menyatakan keyakinannya pada kemampuannya untuk mencapai apa yang tidak dapat dicapai oleh presiden AS sebelumnya.

    Mereka menekankan bahwa pendekatan yang paling efektif adalah solusi “dua negara” dan menegaskan kesiapan mereka untuk mendorong kondisi regional yang akan menjamin keamanan “Israel” dan Palestina.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha)