Tag: Benjamin Netanyahu

  • Hamas Tunda Pembebasan Sandera, Tuding Israel Langgar Gencatan Senjata

    Hamas Tunda Pembebasan Sandera, Tuding Israel Langgar Gencatan Senjata

    PIKIRAN RAKYAT – Sayap Militer Kelompok Hamas Palestina yaitu Brigade Al-Qassam telah menunda pembebasan warga Israel yang mereka sandera karena Tel Aviv melanggar kesepakatan gencatan senjata Gaza.

    Hamas mencatat berbagai pelanggaran yang dilakukan Israel penjajah yaitu menunda kembalinya pengungsi Palestina ke Gaza utara, menembaki berbagai wilayah di Jalur Gaza, dan mencegah masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza yang tidak sesuai kesepakatan gencatan senjata.

    “Oleh karena itu, pembebasan tahanan Zionis yang dijadwalkan Sabtu, 15 Februari 2025 mendatang akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut, sambil menunggu kepatuhan penuh penjajah terhadap perjanjian gencatan senjata,” ucap Brigade Al-Qassam, Abu Obaida.

    Obaida menegaskan bahwa pihak Hamas tetap berkomitmen menjalankan kesepakatan gencatan senjata selama Israel juga mematuhi ketentuan-ketentuan dalam perjanjian.

    Menyusul pengumuman, pejabat pertahanan Israel Katz telah memerintahkan tentara untuk bersiap pada tingkat kewaspadaan tertinggi untuk setiap kemungkinan skenario kejadian di Gaza.

    Sementara itu, keluarga Israel yang menjadi tahanan di Gaza mendesak Benjamin Netanyahu untuk tidak menghalangi kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas.

    “Kamis telah meminta bantuan dari negara-negara penengah (Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat) untuk membantu memulihkan dan melaksanakan kesepakatan yang ada secara efektif,” ucap Forum Sandera.

    Forum tersebut juga meminta otoritas Israel untuk menahan diri dari tindakan apa pun yang dapat membahayakan kesepakatan dan tetap komitmen untuk mengamankan pengembalian 76 warga Israel yang disandera.

    Diketahui, kesepakatan gencatan senjata akan melalui tiga fase yang berlaku sejak 19 Januari 2025 dengan tujuan menghentikan perang genosida Israel yang telah menewaskan lebih dari 48.000 korban dan menghancurkan daerah kantong Palestina.

    Pada fase pertama gencatan senjata akan berlangsung sampai awal Maret dan sebanyak 33 warga Israel yang disandera Hamas akan dibebaskan dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina.

    Pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas yang keenam kalinya dijadwalkan pada pekan ini.

    Sebelumnya, Israel dan Hamas telah menyelesaikan pertukaran tawanan dan sandera yang kelima dalam fase pertama perjanjian gencatan senjata Gaza.

    Kronologi dan Peristiwa Penting Terkait Pertukaran Sandera

    – Pada 19 Januari 2025 kesepakatan gencatan senjata Gaza mulai berlaku dan pada fase ini berlangsung 42 hari dari perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang difasilitasi oleh Mesir dan Qatar dengan dukungan dari Amerika Serikat. Dihari yang sama tiga wanita Israel yang dibebaskan dari penahanan hamas di Gaza.

    – Pada 20 Januari 2025 israel membebaskan 90 tahanan Palestina dari penjara Ofer yang terletak disebelah barat Ramallah di tepi Barat, hanya beberapa jam setelah tiga sandera Israel dibebaskan.

    – Pada 25 Januari 2025 Gaza menyaksikan pertukaran sandera kedua saat Hamas membebaskan empat tentara wanita Israel dengan imbalan 200 tahanan Palestina. Tak lama, Dinas Penjara Israel mengumumkan bahwa 200 tahanan Palestina akan dibebaskan.

    – 30 Januari 2025, Israel setuju untuk membebaskan 110 tahanan Palestina, termasuk 30 anak dibawah umur yang membatalkan putusan sebelumnya untuk menunda pertukaran. Langkah itu menyusul pembebasan tiga sandera Israel dan lima sandera Thailand oleh Hamas dalam gencatan senjata Gaza.

    – 1 Februari 2025, Hamas membebaskan tiga sandera Israel dalam gelombang keempat dari tahap pertama pertukaran tahanan dan kesepakatan gencatan senjata. Sebagai balasan Israel membebaskan 183 tahanan Palestina dan mengizinkan 50 warga Palestina yang terluka dan sakit meninggalkan Gaza untuk menjalani perawatan medis di luar negeri.

    – 4 Februari 2025, Hamas mengatakan pembicaraan tentang tahap kedua kepeakatan gencatan senjata Gaza dengan Israel dimulai dengan fokus pada tempat berlindung, bantuan, dan rekonstruksi di daerah kantong Palestina yang hancur.

    – 8 Februari 2025, dalam pertukaran tahanan-sandera kelima, tiga sandera Israel yang sebelumnya ditawan oleh Hamas dipindahkan dari Gaza tengah ke Pasukan Pertahanan Israel dan Badan Keamanan Israel dan menyeberangi perbatasan ke Israel.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Israel Ganti Nama Tepi Barat Jadi Yudea dan Samaria, Palestina Geram!    
        Israel Ganti Nama Tepi Barat Jadi Yudea dan Samaria, Palestina Geram!

    Israel Ganti Nama Tepi Barat Jadi Yudea dan Samaria, Palestina Geram! Israel Ganti Nama Tepi Barat Jadi Yudea dan Samaria, Palestina Geram!

    Ramallah

    Parlemen Israel menyetujui rancangan undang-undang (RUU) untuk mengganti sebutan Tepi Barat dengan Yudea dan Samaria. Otoritas Palestina mengecam keras langkah parlemen Israel tersebut sebagai eskalasi serius yang bertujuan untuk mencaplok wilayah pendudukan tersebut.

    Kementerian Luar Negeri Palestina dalam pernyataannya, seperti dilansir Anadolu Agency, Selasa (11/2/2025), mengecam persetujuan yang diberikan oleh Komite Legislasi Kabinet pada parlemen Israel atau Knesset terhadap RUU yang mengubah nama Tepi Barat tersebut.

    “Eskalasi tindakan sepihak dan ilegal Israel yang berbahaya, membuka jalan bagi aneksasi penuh terhadap Tepi Barat, penerapan hukum Israel dengan kekerasan, dan secara sistematis melemahkan kemungkinan pembentukan negara Palestina dan penyelesaian konflik melalui cara-cara politik damai,” kecam Kementerian Luar Negeri Palestina dalam pernyataannya.

    “Undang-undang ini, bersama dengan langkah-langkah pendudukan lainnya, tidak menciptakan hak sah bagi Israel atas tanah Negara Palestina. Undang-undang ini batal demi hukum, ilegal dan merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan resolusi PBB, yang merupakan ancaman langsung terhadap keamanan dan stabilitas regional dan global,” sebut pernyataan tersebut.

    Kementerian Luar Negeri Palestina juga menyerukan intervensi internasional yang mendesak “untuk menghentikan upaya Israel untuk mengubah status politik, hukum, dan geografis Negara Palestina yang diakui secara internasional”.

    Pernyataan Kementerian Luar Negeri Palestina itu mendesak semua negara untuk mengkondisikan hubungan mereka dengan Israel berdasarkan kepatuhannya terhadap hukum internasional dan kepatuhan terhadap resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Knesset, pada 29 Januari lalu, meloloskan pembahasan awal RUU yang mengizinkan para pemukim Israel untuk mendaftarkan diri mereka sebagai pemilik tanah yang sah di Tepi Barat yang diduduki.

    Palestina dan organisasi sayap kiri Israel berpendapat bahwa pemerintahan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu mempercepat upaya untuk menerapkan hukum Israel di Tepi Barat sebagai persiapan untuk aneksasi penuh.

    Dalam beberapa bulan terakhir, para menteri pemerintahan Israel dan Netanyahu secara terbuka menyatakan niat untuk mencaplok Tepi Barat, yang berada di bawah pendudukan Israel sejak tahun 1967 silam.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Tolak Warga Palestina yang Mengungsi Kembali ke Jalur Gaza

    Trump Tolak Warga Palestina yang Mengungsi Kembali ke Jalur Gaza

    JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menegaskan warga Palestina yang meninggalkan Jalur Gaza dalam rencana kontroversialnya tidak akan diizinkan kembali.

    “Kami akan membangun komunitas yang aman, sedikit jauh dari tempat mereka sekarang, dari semua bahaya ini. Sementara itu, saya akan memiliki ini. Anggap saja sebagai proyek pengembangan real estat untuk masa depan, ini akan menjadi lahan yang indah,” kata Trump dalam wawancara dengan Fox News yang ditayangkan pada Senin (10/2) dilansir ANTARA dari Anadolu.

    Ketika pewawancara menanyakan secara langsung apakah warga Palestina akan “memiliki hak untuk kembali,” Trump dengan tegas menjawab, “Tidak, mereka tidak akan, karena mereka akan mendapatkan perumahan yang jauh lebih baik.”

    “Dengan kata lain, saya berbicara tentang membangun tempat tinggal permanen bagi mereka, karena jika mereka harus kembali sekarang, butuh bertahun-tahun sebelum bisa dihuni kembali,” kata Trump.

    “Saya berbicara tentang memulai pembangunan, dan saya pikir saya bisa membuat kesepakatan dengan Yordania, saya pikir saya bisa membuat kesepakatan dengan Mesir, Anda tahu, kami memberi mereka miliaran dolar setiap tahun,” katanya menambahkan.

    Trump mengumumkan proposalnya di tengah gencatan senjata yang menghentikan 15 bulan perang genosida Israel di Gaza.

    Rencananya mengambil alih Gaza telah mendapat penolakan luas di tingkat internasional, tetapi Trump bersikeras akan mewujudkannya.

    Dia berulang kali mengeklaim bahwa dia bisa memaksa Mesir dan Yordania untuk menampung pengungsi Palestina, klaim yang secara terbuka dibantah oleh kedua negara itu maupun oleh rakyat Palestina.

    Raja Yordania Abdullah II dijadwalkan mengunjungi Gedung Putih pekan ini.

    Rencana Trump memiliki kesamaan dengan proposal yang sebelumnya diajukan oleh menantunya, Jared Kushner, pada Maret 2024. Saat itu, mantan penasihat Trump itu menyebut properti di pesisir Gaza sebagai aset bernilai tinggi.

    “Properti di tepi laut Gaza bisa sangat berharga jika orang-orang fokus membangun mata pencaharian,” kata Kushner dalam wawancara di Universitas Harvard.

    “Situasi di sana memang agak menyedihkan, tetapi dari perspektif Israel, saya akan berusaha memindahkan penduduknya dan kemudian merapikannya.”

    Perang genosida Israel di Gaza telah menghancurkan wilayah tersebut, dengan setengah dari rumah-rumah hancur atau rusak, serta hampir 2 juta orang mengungsi dalam kondisi minim fasilitas sanitasi, pasokan medis, makanan, dan air bersih. Lebih dari 47.000 orang telah tewas.

    Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Pemimpin Otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan otoritas pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ).

  • Penyebab Gencatan Senjata di Gaza Kian Rapuh: Trump Makin Bikin Gaduh Saat Hamas dan Israel Gusar – Halaman all

    Penyebab Gencatan Senjata di Gaza Kian Rapuh: Trump Makin Bikin Gaduh Saat Hamas dan Israel Gusar – Halaman all

    Penyebab Gencatan Senjata di Gaza Kian Rapuh: Trump Makin Bikin Gaduh Saat Hamas dan Israel Gusar

    TRIBUNNEWS.COM – Gerakan pembebasan Palestina, Hamas, mengumumkan penundaan pembebasan berikutnya sandera Israel yang dijadwalkan berlansung pada Sabtu (15/2/2025) pekan ini.

    Penundaan ini membuat gencatan senjata sementara yang terjadi makin rapuh. Terlebih, komentar-komentar terbuka Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump justru makin meriuhkan tensi saat Israel dan Hamas tengah gusar menanti langkah-langkah berikutnya.

    Pengumuman Hamas ini dilakukan Senin (10/2/2025), hanya beberapa hari sebelum jadwal pembebasan kelompok sandera berikutnya.

    Juru bicara Brigade Al-Qassam, Abu Obaida, dalam salah satu pernyataan resminya yang dirilis di Telegram kelompok tersebut, menyebut penundaan dilakukan karena Israel melakukan sejumlah pelanggaran mencolok dalam gencatan senjata.

    Dia menyatakan pengumumannya sebagai “peringatan” bagi Israel dan mengatakan kalau mereka memberi mediator perundingan “cukup waktu untuk menekan pendudukan (Israel) agar memenuhi kewajibannya (dalam gencatan senjata) “.

    Dikatakannya “pintu tetap terbuka” untuk rilis (pembebasan sandera Israel) terjadwal berikutnya yang akan dilaksanakan pada hari Sabtu.

    Kelompok perlawanan Palestina tersebut tampaknya memberi waktu agar kebuntuan itu terselesaikan.

    NETANYAHU DAN TRUMP – Foto ini diambil pada Senin (10/2/2025) dari publikasi resmi Netanyahu pada Rabu (5/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) berbicara dengan sekutunya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan), di Gedung Putih. (Instagram/b.netanyahu)

    Hamas Gusar, Donald Trump yang Malah Bikin Makin Gaduh

    Tapi apa sebenarnya kebuntuannya?

    Kegusaran Hamas ini tergambar dari serangkaian keluhan yang mereka suarakan soal pelanggaran gencatan senjata oleh Israel.

    Pelanggaran itu, mulai dari menunda pemulangan warga terlantar, terus menembaki mereka, dan tidak mengizinkan masuknya jenis bantuan kemanusiaan tertentu.

    BBC melansir, pejabat lain Palestina yang tidak terkait dengan Hamas (dari Otoritas Palestina/PA) telah menyatakan ada keengganan Israel untuk mengizinkan karavan memasuki Gaza untuk menampung sejumlah besar warga Palestina yang rumahnya telah dihancurkan.

    “Pada saat pemerintah Israel secara terbuka membahas cara untuk mendorong warga sipil meninggalkan Gaza, kegagalan memberikan izin untuk akomodasi sementara yang sangat dibutuhkan pasti akan memicu ketakutan warga Palestina akan pengusiran,” tulis BBC, dikutip Selasa (11/2/2025).

    KEMBALI PULANG – Ratusan ribu warga Gaza yang terusir dan mengungsi karena agresi militer Israel. Mereka kembali ke rumah-rumah mereka ke wilayah Gaza Utara, Senin (27/1/2025). (RNTV/TangkapLayar)

    Ketakutan diperburuk, hampir setiap hari, oleh Donald Trump yang justru makin membuat gaduh suasana dan mempertinggi tensi konflik.

    Apa yang awalnya merupakan ‘usulan’ spontan kalau sebagian besar warga Palestina harus pergi sementara Jalur Gaza dibangun kembali telah berubah menjadi ‘tuntutan’ sang presiden bahwa semua orang harus pergi dan bahwa AS harus mengambil alih dan memerintah Gaza.

    “Saat Trump terus menegaskan usulannya yang provokatif, Hamas mungkin bertanya-tanya apakah ada gunanya terlibat dalam tahap kedua perundingan gencatan senjata. Untuk apa sebenarnya perundingan itu?” ulas BBC.

    Jika Trump serius, Palestina tahu bahwa Israel harus memastikan Gaza bebas dari warga sipil.

    Merampas tempat tinggal mereka tidak akan cukup hanya lewat retorika dan diplomasi. Hampir pasti akan Israel melaksanakan ekskusi lewat kekuatan militer.

    Kini Trump telah mengatakan bahwa jika semua sandera yang ditawan di Gaza tidak dikembalikan pada hari Sabtu, ia akan mengusulkan pembatalan gencatan senjata dan “neraka” akan terjadi.

    Namun ia mengatakan bahwa ia berbicara atas nama dirinya sendiri dan “Israel dapat mengesampingkannya”.

    SANDERA ISRAEL DIBEBASKAN – Foto ini diambil pada Minggu (9/2/2025) dari publikasi resmi Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) pada Sabtu (8/2/2025), memperlihatkan tiga sandera Israel (kiri-kanan); Ohad Ben Ami, Eli Sharabi, Or Levy, berdiri dengan masing-masing diapit oleh dua anggota Brigade Al-Qassam selama pertukaran tahanan ke-5 pada Sabtu (8/2/2025) sebagai bagian dari implementasi perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza, dengan imbalan 183 tahanan Palestina. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Keluarga Sandera: Trump Lebih Baik Diam 

    Menghadapi kemungkinan dimulainya kembali perang, Hamas mungkin bertanya-tanya apa insentifnya untuk membebaskan sandera Israel yang tersisa.

    Bagi keluarga dan teman para sandera Israel, kebuntuan saat ini dan campur tangan Trump yang gaduh adalah penyebab kecemasan baru.

    “Setiap pernyataan atau pengumuman ini tentu saja membuat Hamas semakin keras kepala,” kata Dudi Zalmanovich kepada BBC. Keponakan istrinya, Omer Shem Tov, masih ditahan oleh Hamas.

    “Saya lebih suka jika dia bersikap kurang proaktif (diam),” kata Zalmanovich tentang Trump.

    Kegusaran Israel, Sandera yang Kurus 

    Israel mempunyai kecurigaan tersendiri mengenai alasan di balik ancaman penundaan Hamas.

    Tontonan para sandera kurus kering yang dibebaskan pada akhir pekan telah memunculkan kekhawatiran bahwa Hamas mungkin tidak ingin dunia melihat orang lain dalam kondisi yang lebih buruk.

    Selain tayangan di televisi yang memperlihatkan para pejuang Hamas bersenjata lengkap berparade di siang bolong, dan peringatan dari mantan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, bahwa kelompok tersebut telah merekrut tentara sebanyak jumlah yang hilang selama perang, tidak semua warga Israel yakin bahwa gencatan senjata dapat – atau bahkan seharusnya – dipertahankan.

    Masih terlalu dini untuk mengatakan apakah proses yang dinegosiasikan secara hati-hati dan bertahap ini akan segera runtuh – seperti yang telah diprediksi banyak orang – tetapi setelah permulaan yang sebagian besar positif, proses ini berada di bawah tekanan yang semakin meningkat.

    Dengan kata lain, gencatan senjata yang sedang terjadi secara sementara, makin rapuh yang diperburuk oleh Trump yang tampaknya hobi membuat gaduh.

     

     

    (oln/bbc/*)

  • Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali    
        Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali

    Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali

    Washington DC

    Tak habis-habis kontroversi yang dipicu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kali ini, Trump menyebut Jalur Gaza sebagai lokasi “pengembangan real estate untuk masa depan”, dan menegaskan warga Palestina tidak memiliki hak untuk kembali berdasarkan rencana pengambilalihan yang dilakukan AS.

    Trump menambahkan bahwa dirinya akan membangun “komunitas yang indah” untuk warga Palestina yang direlokasi dari Jalur Gaza.

    Pernyataan kontroversial terbaru itu, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Selasa (11/2/2025), disampaikan Trump dalam wawancara dengan jurnalis Bret Baier dari Fox News Channel.

    Dalam wawancara tersebut, Trump kembali menegaskan bahwa “Saya akan memilikinya” yang merujuk pada Jalur Gaza, yang ditinggali oleh lebih dari dua juta warga Palestina yang kini dilanda perang. Dia juga menyebut ada enam lokasi berbeda bagi warga Palestina untuk tinggal di luar Jalur Gaza.

    Rencana relokasi warga Gaza dan rencana AS mengambil alih Gaza itu menuai penolakan dunia, terutama negara-negara Arab.

    Ketika ditanya apakah warga Palestina memiliki hak untuk kembali ke Jalur Gaza yang hancur akibat perang, Trump menjawab dengan tegas: “Tidak, mereka tidak akan melakukannya, karena mereka akan memiliki perumahan yang jauh lebih baik.”

    “Dengan kata lain, saya sedang membahas soal membangun tempat permanen untuk mereka karena jika mereka harus kembali sekarang, maka akan memakan waktu bertahun-tahun sebelum Anda bisa melakukannya — tempat itu tidak layak huni,” kata Trump.

    Trump pertama kali mengungkapkan rencana kontroversial dan mengejutkan itu dalam konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu yang sedang berkunjung ke Gedung Putih pada Selasa (4/2) pekan lalu. Rencana itu memicu kemarahan warga Palestina dan ditolak dunia.

    Namun Trump terus menegaskan tuntutannya agar warga Palestina dipindahkan dari Jalur Gaza, yang hancur akibat perang Israel-Hamas, dan agar Mesir juga Yordania menampung warga Gaza yang direlokasi.

    Dalam wawancara dengan Fox News Channel, Trump mengatakan dirinya akan membangun “komunitas yang indah” untuk lebih dari dua juta warga Palestina yang tinggal di Jalur Gaza.

    “Bisa ada lima, enam lokasi, bisa juga dua lokasi. Tapi kita akan membangun komunitas yang aman, agak jauh dari tempat mereka berada, tempat semua bahaya berada,” sebut Trump dalam pernyataannya.

    “Sementara itu, saya akan memiliki ini. Anggap saja sebagai pengembangan real estate untuk masa depan, Itu akan menjadi sebidang tanah yang indah. Tidak ada banyak uang yang dikeluarkan,” ucapnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Perang Israel-Hizbullah Jilid Berikutnya Akan Lebih Dahsyat, Pakar: Tak Terhindarkan – Halaman all

    Perang Israel-Hizbullah Jilid Berikutnya Akan Lebih Dahsyat, Pakar: Tak Terhindarkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hizbullah dan Israel diprediksi akan kembali berperang meski saat ini kedua belah memberlakukan gencatan senjata.

    Robert Inlakesh, seorang pakar politik dan jurnalis di Inggris, meyakini perang Hizbullah-Israel jilid berikutnya tak akan bisa dihindari.

    Dalam opininya di Russia Today hari Senin, (10/2/2025), Inlakesh mengatakan Israel memang mendapatkan sejumlah kemenangan taktis dalam pertang terbaru di Lebanon. Namun, Israel tak punya kemampuan untuk menghancurkan Hizbullah secara total.

    Dia menyebut Israel telah memberikan ancaman kepada Hizbullah. Ancaman itu ialah perang yang lebih mengerikan daripada sebelumnya,

    “Pertanyaannya bukan apakah akan ada pertempuran lain di antara Lebanon dan Israel, melainkan kapan itu terjadi,” kata Inlakesh.

    Meletusnya perang Israel-Hizbullah

    Perang terbaru antara Israel dan Lebanon terjadi setelah perang di Jalur Gaza meletus tanggal 7 Oktober 2023.

    Demi membela Hamas, Hizbullah mulai menargetkan peralatan militer yang berada di kawasan pertanian Shenaa. Lalu, Israel membalasnya dengan melancarkan serangan udara ke Lebanon selatan yang menewaskan empat anggota Hizbullah.

    SERANGAN ISRAEL – Tangkapan layar dari video yang diambil dari I24 News tanggal 7 Februari 2025 diduga memperlihatkan serangan Israel yang menewaskan Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah pada bulan September 2024. (I24 News)

    Pada tanggal 9 Oktober 2023 Hizbullah kembali beraksi dengan menyerang target militer di Israel.

    Inlakesh menyebut Hizbullah berupaya membantu kelompok Hamas di Gaza. Namun, Hizbullah enggan menyeret Lebanon ke dalam perang besar dengan Israel.

    “Dari tanggal 8 Oktober hingga 20 September 2024, Israel berada di balik sekitar 81 persen serangan di antara kedua belah pihak, menewaskan 752 orang di Lebanon, sedangkan serangan Hizbullah menewaskan 33 warga Israel,” ujar pakar itu.

    “Perang terakhir antara Lebanon dan Israel terjadi tahun 2006, yang dimulai ketika Hizbullah menyerbu dan menculik tentara Israel. Perang ini direncanakan dengan baik oleh Hizbullah sehingga berakhir dengan kemenangan kelompok itu karena pasukan Israel mundur dari wilayah Lebanon.”

    Inlakesh menyebut dari tahun 2006 hingga 2023, Israel berupaya menyusup ke dalam Hizbullah dan memata-matainya.

    Di sisi lain, Hizbullah sudah meningkatkan kekuatannya secara signifikan. Kekuatan Hizbullah tahun 2006 bisa dikatakan sebanding dengan Hamas pada permulaan perang bulan Oktober 2023.

    Dia mengatakan Hizbullah lahir dari konflik antara Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Israel, yakni ketika Israel menginvasi Lebanon tahun 1982. Saat itu Israel membunuh sekitar 20.000 warga Palestina dan Lebanon.

    Gencatan terjadi setelah PLO menyerah dan menerima dideportasi ke Tunisia. Namun, setelah para pejuang PLO pergi, Israel tidak meninggalkan Lebanon, malah menduduki wilayah selatan.

    Inlakesh mengatakan peristiwa itu memberi satu pelajaran bagi para kelompok perlawanan terhadap Israel, yakni jangan pernah menyerahkan senjata.

    Perang tak bisa dihindari

    Inlakesh mengatakan Hizbullah tetap melancarkan pertempuran secara terbatas setelah peristiwa serangan pager oleh Israel yang melukai ribuan orang di Lebanon.

    “Namun, Israel tidak berhenti di sini dan memutuskan untuk membunuh para pemimpin senior Hizbullah, termasuk Nasrallah, sehingga membuat perang tak bisa dihindari,” kata dia.

    Inlakesh menyebut pada permulaan perang di Gaza, Netanyahu sudah mengancam bakal membuat Hizbullah menghadapi penghancuran seperti yang terjadi di Gaza.

    Serangan yang dilancarkan Israel ke Lebanon membunuh hampir 2.000 orang. Namun, Inlakesh mengklaim Israel tidak memutuskan untuk melancarkan serangan yang mirip dengan serangan di Gaza.

    “Sementara itu, Hizbullah mulai menggunakan rudal lebih besar dari gudang senjatanya, tetapi jinak dalam pendekatannya dan berhati-hati agar membuat sebagian besar serangannya bersifat simbolis atau menargetkan fasilitas militer.”

    PIDATO QASSEM – Sekjen Hizbullah Naim Qassem mengungkapkan kemarahannya dalam pidato pada Senin (27/1/2025). Ia kesal karena Israel memperpanjang waktu penarikan pasukan IDF dari Lebanon selatan sesuai tenggat waktu pada 26 Januari 2025 dan malah diperpanjang hingga 18 Februari 2025. (Al Mayadeen)

    Inlakesh menyebut Israel pada bulan November gagal mendapatkan kemajuan yang berarti dalam invasi daratnya di Lebanon selatan dan gagal mencapai tujuannya di area Sungai Litani.

    Adapun Hizbullah tak bisa melancarkan serangan yang sama besarnya dengan serangan Israel terhadap kota-kota Lebanon.

    “Kedua belah pihak sadar bahwa kebuntuan adalah hasil yang tidak bisa dihindari. Karena itu, untuk menghentikan kehancuran yang lebih luas, gencatan senjata disepakati.”

    Inlakesh menyebut Hizbullah terluka parah, tetapi tidak hancur. Israel berupaya melakukan propaganda untuk membuat Hizbullah tak berdaya, tetapi jauh dari kata hancur.

    “Kenyataannya Hizbullah masih memiliki angkatan darat kuat dengan sekitar 100.000 pejuang, kemampuan memproduksi senjata di alam negeri, dan amunisi berlimpah, yang diketahui dengan baik oleh Israel.”

    Sementara itu, tewasnya Nasrallah karena serangan Israel masih membuat banyak orang di Lebanon menginginkan balas dendam terhadap Israel.

    Menurut Inlakesh, Israel gagal menghancurkan Hamas dalam waktu 15 bulan meski sudah melakukan salah satu kejahatan terburuk sejak Perang Dunia Kedua.

    “Hizbullah masih menjadi kekuatan tempur yang jauh lebih kuat daripada Hamas, tetapi ada sejumlah penghalang karena situasi politik/ekonomi/sosial di Lebanon.”

    Jika Israel memilih untuk tetap menduduki wilayah Lebanon dengan dalih apa pun, aksi militer pasti akan terjadi.

    “Sangat mungkin juga bahwa perang selanjutnya akan jauh lebih berdarah, dan jumlah kematian akan membuat konflik tahun lalu itu tampak kecil jika diperbandingkan,” katanya.

    “Ini mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat dan mungkin bisa memakan waktu lebih dari setahun, tetapi konflik ini jauh dari kata selesai dan karena saat ini tidak ada gencatan senjata yang benar-benar berlaku.”

    Inlakesh kemudian menyinggung berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh Israel selama gencatan senjata.

    Israel pada tanggal 27 November melakukan pelanggaran lalu bergerak lebih jauh ke daerah Lebanon selatan.

    “Israel melakukan ratusan pelanggaran gencatan senjata,” kata dia.

    “Israel telah memperjelas bahwa realitas terbarunya adalah bahwa Israel punya kebebasan penuh dalam beraksi dan bisa tetap di wilayah kantong-kantong di Lebanon selatan sepanjang mereka memutuskannya.”

    “Maka, harus ada perang guna memastikan bahwa gencatan senjata yang sebenarnya bisa tercapai dan wilayah Lebanon tidak akan menjadi tempat menyerang bagi militer Israel untuk mengebom, menembak, dan menculik warga sipil.”

    Lalu, Netanyahu sudah membual tentang wacana mengubah peta Timur Tengah. Adapun Kepala Staf Angkatan Darat Israel Eyal Zamir sudah menyatakan 2025 akan terus menjadi tahun perang.

    “Israel bertindak agresif, memperluas perbatasannya, tampaknya tidak berhenti menghasut perang melawan Iran, yang akan menimbulkan kekacauan lebih besar.”

    Inlakesh mengatakan hal itu memberikan sinyal akan adanya eskalasi berbahaya.

    (*)

  • Trump: Warga Palestina Tak Berhak Kembali ke Jalur Gaza jika AS Ambil Alih Wilayahnya – Halaman all

    Trump: Warga Palestina Tak Berhak Kembali ke Jalur Gaza jika AS Ambil Alih Wilayahnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sekutu Israel, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, kembali berbicara mengenai pengusiran permanen warga Palestina dari di Jalur Gaza.

    Donald Trump menegaskan warga Palestina tidak akan memiliki hak untuk kembali ke Jalur Gaza di bawah rencananya untuk mengambil alih wilayah tersebut.

    Pernyataan itu muncul setelah Minggu (9/2/2025) lalu, Donald Trump mengungkapkan rencananya untuk membeli Jalur Gaza dan memiliki wilayah tersebut, menyusul rencana pengusiran warga Gaza yang ia sampaikan sebelumnya.

    Donald Trump mengatakan jika rencana tersebut berhasil, warga Palestina yang digusur dari Jalur Gaza tidak boleh kembali ke sana.

    “Tidak, mereka tidak akan kembali. Mereka akan mendapatkan perumahan yang jauh lebih baik,” kata Donald Trump kepada Fox News pada Senin (10/2/2025) saat ditanya apakah warga Palestina akan diizinkan untuk kembali ke Jalur Gaza.

    “Dengan kata lain, saya berbicara tentang membangun tempat permanen bagi mereka (di luar Jalur Gaza),” tambahnya.

    Donald Trump Ingin Usir Warga Palestina dan Membeli Jalur Gaza

    Sebelumnya, Donald Trump menegaskan dia berkomitmen untuk membeli dan memiliki Gaza, sebuah pernyataan yang disambut dengan kemarahan dan penolakan dari Palestina, negara-negara Arab, dan internasional.

    “Saya mungkin akan memberikan sebagian wilayahnya (Gaza) ke negara lain di Timur Tengah untuk dibangun,” kata Donald Trump kepada wartawan di Air Force One, Minggu (9/2/2025).

    Ia menjelaskan AS akan mengubah Jalur Gaza menjadi lokasi yang baik untuk pembangunan masa depan, sambil menekankan ia akan peduli pada warga Palestina dan memastikan mereka tidak akan terbunuh.

    Presiden AS mencatat ia akan mempertimbangkan kasus-kasus individual untuk mengizinkan pengungsi Palestina memasuki Amerika Serikat.

    Donald Trump menegaskan negara-negara di Timur Tengah akan menerima warga Palestina setelah negara-negara tersebut berbicara dengannya.

    Ancam Mesir dan Yordania

    Donald Trump mengancam Mesir dan Yordania jika kedua negara itu menolak untuk menerima warga Palestina dari Jalur Gaza dalam rencana penggusuran yang ia sampaikan sebelumnya.

    Berbicara kepada wartawan di Ruang Oval, Donald Trump pada hari Senin (10/2/2025) mengisyaratkan ia mungkin akan menahan bantuan AS ke Yordania dan Mesir jika mereka menolak permintaannya untuk menerima warga Palestina yang diusir dari Gaza.

    “Mesir dan Yordania akan menerima para pengungsi,” klaim Donald Trump.

    Sementara itu, Mesir dan Yordania telah menolak permintaan tersebut dengan mengatakan Jalur Gaza adalah bagian tak terpisahkan dari negara Palestina dan warga Palestina di Jalur Gaza berhak tinggal di tanah mereka.

    Sekutu AS, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mendukung usulan Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza dan memujinya sebagai ‘teman terbaik Israel’ di Gedung Putih.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Tanggapi Hamas, Trump: ‘Neraka Gaza’ akan Dibuka Jika Sandera Israel Tak Dibebaskan Sabtu Pekan Ini – Halaman all

    Tanggapi Hamas, Trump: ‘Neraka Gaza’ akan Dibuka Jika Sandera Israel Tak Dibebaskan Sabtu Pekan Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sekutu Israel, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) dengan membuka gerbang neraka di Jalur Gaza jika mereka menunda pertukaran sandera Israel pada Sabtu (15/2/2025) pekan ini.

    Donald Trump memberi waktu kepada Hamas sampai hari Sabtu untuk membatalkan penangguhan pertukaran tahanan karena Israel terus menerus melanggar perjanjian gencatan senjata di Jalur Gaza.

    Presiden AS juga mengancam akan meminta sekutunya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, untuk membatalkan perjanjian gencatan senjata.

    “Gerbang neraka akan terbuka jika para sandera tidak dipulangkan dari Gaza. Jika semua sandera tidak dipulangkan sebelum pukul 12 siang pada hari Sabtu, saya akan meminta gencatan senjata dibatalkan,” kata Donald Trump, seperti diberitakan Reuters, Senin (10/2/2025).

    “Israel dapat membatalkan perjanjian gencatan senjata,” tambahnya.

    Donald Trump mengatakan ia akan mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mempertimbangkan hari Sabtu mendatang sebagai batas waktu pemulangan para sandera Israel dari Jalur Gaza.

    “Saya mungkin akan berbicara dengan Benjamin Netanyahu untuk mempertimbangkan hari Sabtu sebagai batas waktu,” ujarnya.

    Dalam pernyataannya, Donald Trump juga mendesak Hamas untuk membebaskan semua sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    “Kita tidak bisa menunggu setiap Sabtu hingga 2 atau 3 sandera meninggalkan Gaza,” katanya.

    Ia lalu membahas kondisi tiga sandera Israel yaitu Or Levy, Ohad Ben Ami, Eli Sharabi, yang dibebaskan pada Sabtu (8/2/2025) akhir pekan lalu.

    “Kami melihat kondisi para sandera yang keluar Sabtu lalu dan dalam kondisi kesehatan yang sulit dan tidak dapat menunggu lebih lama lagi,” kata Donald Trump.

    Hamas: Israel Langgar Perjanjian Gencatan Senjata

    Sebelumnya, Abu Ubaida, juru bicara Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, mengatakan mereka akan menunda pertukaran sandera pada Sabtu (15/2/2025) pekan ini jika Israel terus melanggar perjanjian gencatan senjata.

    “Selama tiga minggu terakhir, pimpinan perlawanan telah memantau pelanggaran dan kegagalan musuh dalam mematuhi ketentuan perjanjian. Mulai dari menunda pemulangan para pengungsi ke Jalur Gaza utara, hingga menargetkan mereka dengan tembakan,” kata Abu Ubaida dalam pernyataannya di Telegram, Senin (10/2/2025).

    “Di berbagai wilayah di Jalur Gaza, dan kegagalan mendatangkan pasokan bantuan dalam segala bentuk seperti yang disepakati, sementara perlawanan telah melaksanakan semua kewajibannya,” lanjutnya.

    “Oleh karena itu, penyerahan tahanan Zionis (Israel) yang dijadwalkan akan dibebaskan Sabtu depan, 15 Februari 2025, akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut, dan hingga pendudukan berkomitmen dan memberikan kompensasi atas hak-hak selama beberapa minggu terakhir secara retroaktif,” tambahnya.

    Abu Ubaida mengatakan Hamas terkomitmen terhadap perjanjian gencatan senjata selama Israel juga mematuhinya.

    Ia menjelaskan, Hamas mengumumkan rencana penundaan pertukaran sandera untuk memperingatkan mediator dan Israel agar Israel segera menghentikan pelanggaran terhadap perjanjian tersebut.

    Sejak perjanjian gencatan senjata berlaku pada 19 Januari 2025, Israel-Hamas telah melakukan lima gelombang pertukaran sandera:

    19 Januari 2025: Hamas membebaskan tiga sandera Israel, sementara Israel membebaskan 90 tahanan Palestina.
    25 Januari 2025: Empat tentara wanita Israel ditukar dengan 200 tahanan Palestina.
    30 Januari 2025: Tiga sandera Israel dan lima warga Thailand dibebaskan dengan imbalan 110 tahanan Palestina.
    1 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina.
    8 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Perang Arab Memanas! Hamas Ngamuk, Trump Usir Warga Gaza Selamanya

    Perang Arab Memanas! Hamas Ngamuk, Trump Usir Warga Gaza Selamanya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kondisi jazirah Arab kembali memanas. Sejumlah perkembangan terjadi di Timur Tengah, khususnya karena eskalasi Israel dan Palestina.

    Kemungkinan peperangan terjadi lagi kini mencuat setelah Israel melanggar gencatan senjata pasca kematian tiga warga Gaza, Minggu. Hamas menghentikan pembebasan sandera Israel di Gaza hingga pemberitahuan lebih lanjut, Senin, menunjuk Israel perlu memenuhi “kewajibannya”.

    “Pembebasan sandera berikutnya… yang dijadwalkan Sabtu depan, 15 Februari 2025, akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut,” kata seorang juru bicara sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, Abu Ubaida, dikutip AFP, Selasa (11/2/2025).

    “Pertukaran sandera-tahanan menunggu kepatuhan pendudukan (Israel) dan pemenuhan kewajiban minggu lalu secara retroaktif,” ujarnya.

    Pernyataan tersebut dikeluarkan pula di tengah rencana bertemunya para negosiator perdamaian Gaza dalam beberapa hari mendatang di Qatar untuk membahas penerapan fase pertama gencatan senjata selama 42 hari, serta kemungkinan fase berikutnya yang belum diselesaikan. Pembicaraan tentang fase kedua dimaksudkan untuk memulai hari ke-16 gencatan senjata, tetapi Israel menolak untuk mengirim negosiatornya ke Doha untuk itu.

    Menteri Pertahanan Israel Israel Katz mengatakan pengumuman Hamas merupakan “pelanggaran total” terhadap perjanjian gencatan senjata. Ini, klaimnya menandakan bahwa pertempuran dapat dilanjutkan.

    “Saya telah menginstruksikan IDF (militer) untuk bersiap pada tingkat kewaspadaan tertinggi untuk setiap kemungkinan skenario di Gaza,” kata Katz dalam sebuah pernyataan pernyataan.

    Militer Israel kemudian mengatakan bahwa mereka telah meningkatkan “tingkat kesiapan” di sekitar Gaza. Termasuk memutuskan untuk memperkuat wilayah tersebut secara signifikan.

    Di sisi lain, kelompok Kampanye Forum Sandera dan Keluarga Hilang mengatakan pada hari Senin bahwa mereka telah meminta bantuan dari negara-negara penengah untuk membantu memulihkan dan menerapkan kesepakatan yang ada secara efektif. Kementerian kesehatan di Gaza mengatakan perang tersebut telah menewaskan sedikitnya 48.208 orang di wilayah tersebut.

    Trump Usir Warga Gaza Selamanya

    Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengindikasikan “pengusiran warga Palestina di Gaza selamanya”. Ia mengatakan warga Palestina tidak akan memiliki hak kembali ke Jalur Gaza berdasarkan usulannya untuk membangun kembali daerah kantong itu, meski bertentangan dengan ucapan pejabatnya sendiri, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, yang telah menyarankan warga Gaza hanya akan direlokasi sementara.

    Dalam kutipan wawancara Fox News yang dirilis pada hari Senin, Trump menambahkan bahwa ia pikir ia dapat membuat kesepakatan dengan Yordania dan Mesir untuk mengambil alih warga Palestina yang mengungsi. Ia mengatakan AS memberi kedua negara “miliaran dan miliaran dolar setahun”.

    Saat ditanya apakah warga Palestina akan memiliki hak untuk kembali ke Gaza, Trump mengatakan “Tidak, mereka tidak akan melakukannya karena mereka akan memiliki perumahan yang jauh lebih baik”. Ia menegaskan “Saya berbicara tentang membangun tempat permanen untuk mereka” seraya menambahkan bahwa “akan butuh waktu bertahun-tahun bagi Gaza untuk dapat dihuni lagi”.

    Dalam pengumuman mengejutkan pada tanggal 4 Februari setelah bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Washington, Trump mengusulkan untuk memukimkan kembali 2,2 juta warga Palestina di Gaza. AS mengambil alih kendali daerah kantong tepi laut itu, membangunnya kembali menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    Penduduk Gaza secara umum menolak setiap usulan untuk pindah dari jalur tersebut, seperti halnya Otoritas Palestina di Tepi Barat dan Hamas yang mengelola Gaza. Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan pernyataan Trump bahwa warga Palestina tidak akan dapat kembali ke Gaza adalah “tidak bertanggung jawab”.

    (sef/sef)

  • Delegasi Israel Pulang Tangan Kosong dari Qatar, Gencatan Senjata Gaza Bisa Bubar Saat Ramadan – Halaman all

    Delegasi Israel Pulang Tangan Kosong dari Qatar, Gencatan Senjata Gaza Bisa Bubar Saat Ramadan – Halaman all

    Delegasi Israel Kembali dari Qatar Tangan Kosong, Gencatan Senjata Gaza Bisa Bubar Saat Ramadan

    TRIBUNNEWS.COM – Lembaga Penyiaran Israel, KAN, Senin (10/2/2025) melaporkan kalau delegasi Israel kembali dari Doha dalam konteks negosiasi gencatan senjata tahap kedua dengan gerakan Hamas.

    Kepulangan delegasi Israel dilaporkan kembali tanpa kemajuan dalam negosiasi tersebut.

    Delegasi Israel itu dilaporkan akan menggelar rapat dengan kabinet keamanan pimpinan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu untuk melaporkan jalannya negoisasi serta rencana lanjutan dalam perundingan tahap kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza.

    Pada laporan berbeda, Channel 12 Israel menyatakan kalau Netanyahu akan melakukan penilaian terbatas hari ini, Senin, mengenai fase kedua negosiasi gencatan senjata pada malam menjelang pertemuan kabinet tersebut.

    Laporan media tersebut menambahkan kalau assessment akan membahas posisi Israel terkini sebelum melanjutkan pembicaraan di Doha.

    PEMBEBASAN SANDERA – Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic yang diambil pada Sabtu (8/2/2025), menunjukkan sandera Israel yang dibebaskan Hamas. Sebagai ganti 3 sandera, Israel akan membebaskan 183 tahanan Palestina. (Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic)

    Gencatan Senjata Rapuh, Bisa Runtuh Saat Ramadan

    Sementara itu, surat kabar Maariv melaporkan kalau Israel sedang mempertimbangkan untuk mengusulkan fase transisi antara tahap pertama dan tahap kedua dalam pelaksanaan perjanjian pertukaran tahanan.

    Laporan menjelaskan, fase transisi ini tidak akan mencakup deklarasi gencatan senjata, tetapi akan memastikan kelanjutan pembebasan tahanan.

    Usulan ini berlatar keberatan Netanyahu dan fraksinya melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata jika Hamas masih mengendalikan Gaza.

    Di sisi lain, Hamas menyatakan akan tetap mempertahankan posisinya di Jalur Gaza.

    Laporan Maariv mengindikasikan, wacana fase transisi ini membuat dinas-dinas keamanan Israel khawatir kalau gencatan senjata yang sedang semakin rapuh.

    “Lembaga keamanan Israel khawatir kalau negosiasi akan berakhir buntu pada bulan Ramadan (sekitar akhir Februari-awal Maret).

    WAWANCARA NETANYAHU – Tangkapan layar YouTube Fox News yang diambil pada Kamis (6/2/2025) memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara dalam wawancara dengan wartawan Fox News. Netanyahu mendukung pernyataan Donald Trump yang ingin memindahkan warga Palestina dari Jalur Gaza dan AS akan mengambil alih Jalur Gaza. (Tangkapan layar YouTube Fox News)

    Qatar Sentil Perilaku Netanyahu

    Kembalinya delegasi Israel dari Doha itu juga diiringi kabar protes Qatar terhadap Netanyahu.

    Surat kabar Haaretz mengutip sumber informasi Israel yang mengatakan kalau Qatar sangat tidak senang dengan perilaku dan pernyataan Netanyahu mengenai rencana pengusiran warga Palestina.

    Sumber Israel mengatakan kepada surat kabar itu bahwa Qatar juga kesal dengan kegagalan Netanyahu mengirim delegasi ke Doha Senin pekan lalu untuk memulai negosiasi.

    Ia menambahkan, Qatar menyampaikan pesan-pesan berisi kemarahan, dan mengingatkan Israel kalau perjanjian ini juga menyertakan Doha sebagai penjamin pelaksanaannya.

    “Sumber tersebut mengatakan bahwa pihak Qatar mengatakan perilaku Israel membahayakan kelanjutan pembebasan tahanan pada tahap pertama,” kata laporan tersebut.

    Dalam konteks terkait, Otoritas Penyiaran Israel mengatakan kalau negosiasi untuk tahap kedua perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Gerakan Perlawanan Hamas belum dimulai.

    Laporan menyatakan, kalau ada diskusi internal Israel dan lainnya antara Hamas dan para mediator.

    Saluran tersebut melaporkan kalau ada pelanggaran perjanjian tersebut karena negosiasi untuk tahap kedua dari kesepakatan pertukaran tidak dimulai pada hari ke-16 dari tahap pertama.

    Otoritas Penyiaran Israel menambahkan, delegasi negosiasi Israel berwenang membahas tahap pertama kesepakatan pertukaran, bukan yang kedua, karena penolakan Netanyahu.

    Laporan menyatakan kalau dengan tidak dimulainya negosiasi untuk tahap kedua kesepakatan tersebut akan memengaruhi proses pertukaran tahanan pada tahap pertama.

    RAPAT KABINET – Perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu memimpin rapat terbatas kabinet keamanan, beberapa waktu lalu. Netanyahu dilaporkan menolak melanjutkan negosiasi gencatan senjata Gaza tahap dua jika Hamas masih bercokol di Jalur Gaza.

    Tuntutan Israel di Negosiasi Tahap Dua

    Surat kabar Yedioth Ahronoth mengatakan, Netanyahu berencana untuk menyampaikan tuntutan Israel mengenai tahap kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza untuk disetujui pada rapat kabinet besok, Selasa.

    Surat kabar itu melaporkan kalau perkiraan Israel menunjukkan bahwa Hamas tidak akan menerima tuntutan Israel mengenai tahap kedua.

    Tuntutan Israel yang diyakini ditolak Hamas adalah penarikan pimpinan gerakan itu dari Gaza, pembubaran sayap militernya, Brigade Qassam, pelucutan senjatanya, dan pembebasan semua tahanan Israel.

    Laporan menambahkan, jika Hamas menerima tuntutan ini, maka Israel akan mengakhiri perang genosida di Gaza.

    Adapun Netanyahu telah mencapai kesepahaman tentang prinsip-prinsip tahap kedua dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan utusan AS untuk Timur Tengah, Steven Witkoff.

    Namun, surat kabar itu mengatakan kalau mengingat Hamas diprediksi akan menolak syaratsyarat tersebut, Israel kemungkinan akan mendorong perpanjangan tahap pertama selama mungkin untuk mengamankan pembebasan lebih banyak tahanan dan mempertahankan gencatan senjata sementara.

    Seorang pejabat Israel mengatakan, jika Hamas menolak untuk memperpanjang fase saat ini, dan fase tersebut berakhir dengan pembebasan 33 tahanan, Israel mungkin menghadapi pilihan yang sulit: melanjutkan operasi militer sementara 65 tahanan masih ditawan, atau beralih ke fase kedua sesuai dengan ketentuan Hamas.

    BERJALAN BERBARIS – Pasukan infanteri militer Israel (IDF) berjalan berbaris di waktu yang tidak dicantumkan di wilayah pendudukan mereka di Palestina. IDF dilaporkan mundur dari Poros Netzarim setelah tercapai kesepakatan pertukaran sandera dengan Gerakan Hamas per 19 Januari 2025. (khaberni/tangkap layar)

    Seruan Lanjutkan Perang

    Sementara itu, Menteri Diaspora Israel Amichai Shkli mengatakan kalau dia akan menentang negosiasi tahap kedua kesepakatan gencatan senjata tersebut.

    Dia menilai, bernegosiasi dengan Hamas sebagai hal berbahaya dan tidak realistis.

    “Pemerintah Amerika mengetahui hal (bahaya) ini,” katanya dikutip dari laporan media tersebut.

    Shakli menambahkan, “Kita (Israel) harus kembali berperang dan mempertahankan wilayah-wilayah di Gaza serta tidak merasa puas dengan operasi-operasi yang terbatas.

    Dia menekankan kalau, “Israel belum menyelesaikan misinya di Jalur Gaza dan belum mencapai tujuannya.”

    Pada tanggal 19 Januari, perjanjian gencatan senjata mulai berlaku, yang mencakup 3 tahap, yang masing-masing berlangsung selama 42 hari.

    Pada tahap pertama, negosiasi sedang berlangsung untuk memulai tahap kedua, dengan mediasi Qatar dan Mesir serta dukungan Amerika Serikat.

     

    (oln/khbrn/rntv/*)