Tag: Benjamin Netanyahu

  • Arab Bahaya! Perang Gaza II Mau Pecah, Israel Akhiri Gencatan Senjata

    Arab Bahaya! Perang Gaza II Mau Pecah, Israel Akhiri Gencatan Senjata

    Jakarta, CNBC Indonesia – Situasi jazirah Arab kembali panas. Israel kini mengancam kembali perang Gaza jilid II dengan berjanji mengakhiri gencatan senjatanya dengan Hamas di kantong Palestina itu.

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyatakan gencatan senjata di Gaza akan berakhir dan militer akan melanjutkan pertempuran dengan Hamas hingga dikalahkan jika kelompok pejuang Palestina itu tidak membebaskan sandera pada Sabtu siang. Hamas sendiri telah mengeluarkan pernyataan yang memperbarui komitmennya terhadap gencatan senjata dan menuduh Israel membahayakan kesepakatan tersebut.

    Pengumuman Israel itu muncul setelah Netanyahu bertemu dengan beberapa menteri utama, termasuk menteri pertahanan, menteri urusan luar negeri, dan menteri keamanan nasional. Semua dilaporkan memberikan dukungan penuh mereka terhadap ultimatum tersebut.

    “Jika Hamas tidak mengembalikan sandera kami pada Sabtu siang – gencatan senjata akan berakhir dan IDF (militer) akan kembali bertempur sengit sampai Hamas akhirnya dikalahkan,” kata Netanyahu Selasa, dikutip Rabu (12/2/2024).

    Tidak segera jelas apakah Netanyahu bermaksud Hamas harus membebaskan semua sandera yang ditahan di Gaza atau hanya tiga yang diharapkan akan dibebaskan pada hari Sabtu berdasarkan gencatan senjata. Setelah hampir 16 bulan berperang, Hamas secara bertahap telah membebaskan sandera sejak fase pertama gencatan senjata dimulai pada 19 Januari, tetapi pada hari Senin mengatakan tidak akan membebaskan lagi sampai pemberitahuan lebih lanjut atas tuduhan Israel melanggar kesepakatan karena terbunuhnya tiga warga sipil Gaza akhir pekan.

    Netanyahu juga mengatakan bahwa ia telah memerintahkan militer untuk mengumpulkan pasukan di dalam dan sekitar Gaza. Militer Israel mengumumkan segera setelah itu bahwa mereka akan mengerahkan pasukan tambahan ke selatan Israel termasuk mobilisasi pasukan cadangan.

    Sebelumnya pernyataan Israel ini diungkap terlebih dahulu oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Ia pun yang pertama kali mengatakan Hamas harus membebaskan semua sandera paling lambat Sabtu, jika tidak akan ada “neraka” yang muncul.

    Seorang pejabat Hamas sebelumnya mengatakan bahwa sandera Israel hanya dapat dibawa pulang jika gencatan senjata dipatuhi. Selain membunuh tiga warga Gaza di tengah gencatan senjata, Israel disebut menghalangi pengiriman bantuan dan kembalinya warga Gaza ke wilayah utara jalur tersebut.

    “Trump harus ingat bahwa ada kesepakatan yang harus dihormati oleh kedua belah pihak, dan ini adalah satu-satunya cara untuk membawa kembali para tahanan (Israel),” kata pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri.

    Sejauh ini, 16 dari 33 sandera telah dibebaskan sebagai bagian dari fase pertama kesepakatan gencatan senjata yang akan berlangsung selama 42 hari. Lima sandera Thailand juga dibebaskan dalam pembebasan yang tidak dijadwalkan.

    Sebagai gantinya, Israel telah membebaskan ratusan tahanan dan narapidana Palestina, termasuk tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup karena serangan mematikan dan tahanan lainnya yang ditahan selama perang dan ditahan tanpa dakwaan. Sebuah kelompok Israel yang mewakili keluarga sandera mendesak Netanyahu untuk mematuhi perjanjian gencatan senjata.

    Media Israel mengatakan ada 76 sandera yang masih ditawan di Gaza. Sementara lebih dari 35 tewas.

    Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich, yang termasuk di antara menteri utama yang bertemu dengan Netanyahu pada hari Selasa, mengatakan bahwa jika semua sandera tidak dibebaskan pada hari Sabtu, perang harus dilanjutkan. Jika itu terjadi, katanya, pasokan air, listrik, dan bantuan ke Gaza harus diputus dan warga Palestina di sana harus diusir.

    “Hanya akan ada api dan belerang dari pesawat, artileri, tank, dan pejuang heroik kita. Akan ada pendudukan penuh di Jalur Gaza,” katanya.

    (sef/sef)

  • Israel Pastikan ‘Pintu Neraka’ Terbuka Jika Hamas Tak Lepas Semua Sandera

    Israel Pastikan ‘Pintu Neraka’ Terbuka Jika Hamas Tak Lepas Semua Sandera

    Gaza

    Menteri Keuangan sayap kanan Israel Bezalel Smotrich meminta Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk membuka ‘gerbang neraka’ terhadap Hamas. Ancaman ini harus dilakukan jika Hamas tersebut tidak membebaskan semua sandera pada hari Sabtu (16/2) mendatang.

    Dilansir AFP, Rabu (12/2/2025), dalam sebuah pernyataan, Smotrich mendesak Benjamin Netanyahu untuk memberi tahu Hamas dengan tegas bahwa semua sandera harus dibebaskan pada hari Sabtu mendatang.

    “Tidak ada lagi tahapan, tidak ada lagi permainan, atau kita membuka gerbang neraka bagi mereka,” kata Smotrich.

    Smotrich menjelaskan ancaman yang dimaksud. Dia mengungkap tidak akan ada listrik, air, bahan bakar, hingga bantuan.

    “Itu berarti tidak ada listrik, tidak ada air, tidak ada bahan bakar, tidak ada bantuan kemanusiaan, hanya tembakan dan belerang dari pesawat, artileri, tank, dan pesawat tempur heroik kami,” tegas Smotrich.

    Dia juga menyerukan pendudukan penuh di Jalur Gaza. “Pengusiran seluruh warga Gaza dari Jalur Gaza, sejalan dengan rencana Presiden Trump; pengambilalihan wilayah; dan penerapan kedaulatan atas wilayah tersebut – karena ini adalah harga yang menyakitkan yang dapat dipahami oleh musuh kita,” imbuh dia.

    (maa/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Ngotot Kuasai Gaza, Trump Beberkan Warga Palestina Bakal Dipindah ke 6 Lokasi

    Ngotot Kuasai Gaza, Trump Beberkan Warga Palestina Bakal Dipindah ke 6 Lokasi

    JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ngotot memaksakan rencana AS mengambil alih Gaza di Palestina dan memidahkan warganya ke sejumlah negara.

    “Saya akan memilikinya,” tegas Trump dalam sesi wawancara dengan jurnalis Bret Baier dari Fox News Channel, dikutip dari AFP, Selasa 11 Februari.

    Trump membeberkan warga Gaza akan ditempatkan di enam lokasi berbeda di luar Palestina. Rencana itu diketahui mendapapat penolakan keras negara-negara Arab dan komunitas internasional lainnya karena dianggap melanggar hukum internasional.

    Bahkan ketika ditanya apakah warga Palestina bisa kembali ke Gaza berdasarkan rencana pengambilalihan kendali AS atas Gaza, Trump tegas menutup kemungkinan tersebut.

    “Tidak, mereka [warga Palestina di Gaza] tidak akan melakukannya, karena mereka akan mendapatkan perumahan yang jauh lebih baik,” kata Trump.

    “Dengan kata lain, saya berbicara tentang membangun tempat permanen bagi mereka karena jika mereka harus kembali sekarang, akan butuh waktu bertahun-tahun sebelum Anda bisa melakukannya — tempat itu tidak layak huni,” sambung Trump.

    Trump secara mengejutkan menyatakan akan mengambil alih control atas Gaza dan memindahkan warganya ke negara-negara tetangga Palestina. Pernyataan Trump itu disampaikan saat konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di AS pada Selasa pekan lalu.

    Trump gencar berencana memindahkan warga Palestina dari Gaza sejak 25 Januari. Trump berdalih membangun kembali wilayah yang hancur lebur itu akibat serangan militer Israel.

  • 9 Update Perang Arab: Trump Ngamuk-Israel Rapat Darurat

    9 Update Perang Arab: Trump Ngamuk-Israel Rapat Darurat

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Dinamika baru terus terjadi di wilayah Gaza, Palestina. Hal ini disebabkan panasnya kembali tensi antara Israel dan milisi penguasa wilayah itu, Hamas, menyusul pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang ingin mencaplok daerah pesisir Palestina itu.

    Perdamaian yang diharapkan terjadi setelah gencatan senjata pun terancam tak tercapai.

    Berikut sejumlah perkembangan terbarunya, Selasa (11/2/2025):

    1. Hamas Hentikan Pembebasan Sandera

    Hamas memutuskan untuk menghentikan pembebasan sandera Israel di Gaza hingga pemberitahuan lebih lanjut. Hal ini terjadi setelah Israel melanggar gencatan senjata pasca kematian tiga warga Gaza hari Minggu lalu.

    “Pembebasan sandera berikutnya… yang dijadwalkan Sabtu depan, 15 Februari 2025, akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut,” kata seorang juru bicara sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, Abu Ubaida, dikutip AFP.

    “Pertukaran sandera-tahanan menunggu kepatuhan pendudukan (Israel) dan pemenuhan kewajiban minggu lalu secara retroaktif,” ujarnya.

    Pernyataan tersebut dikeluarkan pula di tengah rencana bertemunya para negosiator perdamaian Gaza dalam beberapa hari mendatang di Qatar untuk membahas penerapan fase pertama gencatan senjata selama 42 hari, serta kemungkinan fase berikutnya yang belum diselesaikan. Pembicaraan tentang fase kedua dimaksudkan untuk memulai hari ke-16 gencatan senjata, tetapi Israel menolak untuk mengirim negosiatornya ke Doha untuk itu.

    2. Israel Rapat Darurat

    Seorang pejabat Israel memberi tahu Reuters bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengadakan konsultasi keamanan setelah Hamas mengumumkan penangguhan pembebasan tawanan Gaza yang dijadwalkan pada hari Sabtu.

    Radio Angkatan Darat Israel melaporkan Netanyahu bertemu dengan pimpinan angkatan darat dan keamanan di hadapan Menteri Pertahanan Israel Katz, Menteri Luar Negeri Gideon Saar, dan Menteri Urusan Strategis Ron Dermer.

    Kabinet keamanan juga akan bertemu pada Selasa pagi, kata pejabat itu.

    3. Militer Israel Perkuat Kehadiran di Gaza

    Tentara Israel mengatakan akan “memperkuat secara signifikan” wilayah di sekitar Gaza setelah Hamas mengumumkan akan berhenti membebaskan tawanan Israel hingga pemberitahuan lebih lanjut atas pelanggaran gencatan senjata oleh Israel.

    “Sesuai dengan penilaian situasi, diputuskan untuk meningkatkan tingkat kesiapan dan menunda cuti bagi prajurit tempur dan unit operasional di Komando Selatan,” kata Tentara Israel dalam sebuah pernyataan.

    “Selain itu, diputuskan untuk memperkuat wilayah tersebut secara signifikan dengan pasukan tambahan untuk misi pertahanan.”

    4. Israel Mau ‘Ubah’ Demografi Tepi Barat

    Menurut kelompok hak asasi Israel B’Tselem, tentara Israel sedang melancarkan “perang habis-habisan terhadap rakyat Palestina”.

    “Sejak gencatan senjata dimulai di Gaza, Tepi Barat telah terbakar,” katanya dalam sebuah posting di X, mengacu pada perjanjian gencatan senjata yang menghentikan perang Israel yang menghancurkan di Gaza pada 19 Januari.

    Hal yang sama juga disampaikan Gubernur wilayah Tulkarem Palestina, Abdallah Kamil. Ia menyebut ada niatan untuk menggeser dominasi warga Palestina di wilayah tersebut.

    “Tujuan dari operasi ini bukan terkait keamanan tetapi politik,” kata Kamil.

    “Mereka menghancurkan segalanya,” katanya tentang militer Israel. “Mereka mencoba mengubah demografi wilayah tersebut.”

    5. Trump Ancam Hamas

    Presiden AS Donald Trump turun tangan setelah Hamas mengumumkan akan menangguhkan pembebasan tawanan. Ia menyebut akan ada tenggat waktu yang perlu ditetapkan sebelum memang perjanjian gencatan senjata batal.

    “Jika semua sandera Gaza tidak dikembalikan pada hari Sabtu pukul 12 siang, saya akan mengatakan batalkan gencatan senjata,” kata Trump. “Namun, itu terserah Israel.”

    6. Sikap Hamas atas Rencana Trump

    Anggota biro politik Hamas, Izzat Al Risheq, mengatakan pernyataan terbaru Trump tentang kepemilikan AS atas Gaza sebagai ‘tidak masuk akal’.

    “Pernyataan tersebut mencerminkan ketidaktahuan yang mendalam tentang Palestina dan wilayah tersebut. Pendekatan Trump terhadap perjuangan Palestina akan gagal,” tambahnya.

    7. Seruan Penangguhan Israel

    Para peserta konferensi yang diadakan di Oslo menyerukan penangguhan keanggotaan Israel di organisasi internasional. Konferensi tersebut, yang diselenggarakan oleh kelompok Free Speech, Jewish Voice, dan Lower the Arms, dan dihadiri oleh akademisi, tokoh politik, dan advokat hak asasi manusia dari 13 negara, menyerukan gerakan rakyat untuk meningkatkan tekanan mereka pada pemerintah Barat agar menegakkan hukum internasional di Palestina.

    Para peserta, termasuk European-Palestinian Initiative Against Apartheid and Colonial Settlement, juga menyerukan sanksi Eropa terhadap Israel jika gagal mengakhiri pendudukan ilegalnya di wilayah Palestina.

    Departemen Anti-Apartheid dari Organisasi Pembebasan Palestina berpartisipasi dalam konferensi tersebut, dengan kepala departemen Ramzi Rabah berbicara tentang situasi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza dan tindakan Israel terhadap UNRWA.

    8. Potensi Perang Baru Israel-Hizbullah

    Potensi perang baru antara Israel dengan milisi Lebanon Hizbullah tidak dapat dihindari. Hal ini disampaikan analis politik Robert Inlakesh dalam sebuah kolom di Russia Today.

    Dalam pernyataannya, ia meramalkan bahwa perang baru yang mungkin muncul kembali antara keduanya akan berlangsung lebih parah. Hal ini disebabkan kegagalan Israel dan Hizbullah untuk mencapai tujuannya dalam perang yang berlangsung tahun lalu.

    “Pada akhir November, Israel gagal membuat kemajuan yang berarti di wilayah Lebanon selatan dan tidak mencapai tujuannya untuk mencapai wilayah Sungai Litani,” ungkapnya.

    “Sementara itu, Hizbullah tidak mampu menyamai tingkat kehancuran yang dilakukan Israel terhadap kota-kota Lebanon dengan menggunakan strategi rudal mereka, mereka juga bertempur dengan mata tertutup dan berdiri dengan satu kaki setelah pukulan yang dideritanya.”

    Inlakesh mengatakan meskipun kemenangan taktis Israel kini telah mengubah perang propaganda untuk membuat Hizbullah tampak seperti sedang sekarat, hal itu masih jauh dari kata kemenangan. Faktanya, Hizbullah masih memiliki pasukan darat yang tangguh sekitar 100.000 pejuang, kapasitas produksi senjata dalam negeri, dan amunisi yang melimpah, yang dipahami dengan baik oleh militer Israel.

    9. Presiden Iran Kecam Trump

    Presiden Iran Masoud Pezeshkian menuduh Presiden AS Donald Trump berusaha menggulingkan tapuk kekuasaan di Iran, saat negara itu menandai revolusi 1979 yang berhasil menggulingkan Shah bekingan Washington .

    “Trump berkata, ‘Kami ingin berunding’, dan (lalu) dia menandatangani sebuah memorandum berisi semua konspirasi untuk membuat revolusi kami bertekuk lutut,” kata Presiden Masoud Pezeshkian kepada kerumunan, merujuk pada penerapan kembali sanksi Trump terhadap Teheran awal bulan ini.

    “Kami tidak mencari perang,” katanya, sambil menambahkan bahwa Iran “tidak akan pernah tunduk kepada pihak asing”.

    Sambil meneriakkan slogan-slogan anti-AS dan anti-Israel, kerumunan terbentuk pada hari Senin di jalan-jalan Shiraz dan Bandar Abbas di Selatan, Rasht di Utara, Kermanshah dan Sanandaj di Barat, dan kota suci Mashhad di Timur.

    (luc/luc)

  • Seenak-enaknya Israel Ganti Nama Tepi Barat

    Seenak-enaknya Israel Ganti Nama Tepi Barat

    Jakarta

    Israel seenak-enaknya mengubah nama Tepi Barat dengan Yudea dan Samaria. Langkah Israel membuat Palestina geram.

    Dirangkum detikcom, Selasa (11/2/2026), parlemen Israel menyetujui rancangan undang-undang (RUU) untuk mengganti sebutan Tepi Barat dengan Yudea dan Samaria. Otoritas Palestina mengecam keras langkah parlemen Israel tersebut sebagai eskalasi serius yang bertujuan untuk mencaplok wilayah pendudukan tersebut.

    Kementerian Luar Negeri Palestina dalam pernyataannya, seperti dilansir Anadolu Agency, mengecam persetujuan yang diberikan oleh Komite Legislasi Kabinet pada parlemen Israel atau Knesset terhadap RUU yang mengubah nama Tepi Barat tersebut.

    “Eskalasi tindakan sepihak dan ilegal Israel yang berbahaya, membuka jalan bagi aneksasi penuh terhadap Tepi Barat, penerapan hukum Israel dengan kekerasan, dan secara sistematis melemahkan kemungkinan pembentukan negara Palestina dan penyelesaian konflik melalui cara-cara politik damai,” kecam Kementerian Luar Negeri Palestina dalam pernyataannya.

    “Undang-undang ini, bersama dengan langkah-langkah pendudukan lainnya, tidak menciptakan hak sah bagi Israel atas tanah Negara Palestina. Undang-undang ini batal demi hukum, ilegal dan merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan resolusi PBB, yang merupakan ancaman langsung terhadap keamanan dan stabilitas regional dan global,” sebut pernyataan tersebut.

    Kementerian Luar Negeri Palestina juga menyerukan intervensi internasional yang mendesak “untuk menghentikan upaya Israel untuk mengubah status politik, hukum, dan geografis Negara Palestina yang diakui secara internasional”.

    Palestina Geram

    Foto: Ilustrasi di Tepi Barat (REUTERS/Ammar Awad)

    Kementerian Luar Negeri Palestina juga menyerukan intervensi internasional yang mendesak “untuk menghentikan upaya Israel untuk mengubah status politik, hukum, dan geografis Negara Palestina yang diakui secara internasional”.

    Pernyataan Kementerian Luar Negeri Palestina itu mendesak semua negara untuk mengkondisikan hubungan mereka dengan Israel berdasarkan kepatuhannya terhadap hukum internasional dan kepatuhan terhadap resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Knesset, pada 29 Januari lalu, meloloskan pembahasan awal RUU yang mengizinkan para pemukim Israel untuk mendaftarkan diri mereka sebagai pemilik tanah yang sah di Tepi Barat yang diduduki.

    Palestina dan organisasi sayap kiri Israel berpendapat bahwa pemerintahan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu mempercepat upaya untuk menerapkan hukum Israel di Tepi Barat sebagai persiapan untuk aneksasi penuh.

    Dalam beberapa bulan terakhir, para menteri pemerintahan Israel dan Netanyahu secara terbuka menyatakan niat untuk mencaplok Tepi Barat, yang berada di bawah pendudukan Israel sejak tahun 1967 silam.

    Halaman 2 dari 2

    (whn/whn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Sanksi Pertama Trump Terhadap Iran Menargetkan 3 Kapal dalam Perdagangan Minyak Mentah dengan China – Halaman all

    Sanksi Pertama Trump Terhadap Iran Menargetkan 3 Kapal dalam Perdagangan Minyak Mentah dengan China – Halaman all

    Sanksi Pertama Trump Terhadap Iran Menargetkan 3 Kapal dalam Perdagangan Minyak mentah dengan China

    TRIBUNNEWS.COM- Donald Trump telah menyerukan negosiasi ulang mengenai “perjanjian perdamaian nuklir yang terverifikasi” dengan Iran, mendesak perundingan segera sambil memulihkan kebijakan “tekanan maksimum”.

    Para pengirim barang dan pakar mengatakan paket sanksi pertama Presiden Donald Trump, yang menargetkan sejumlah kecil kapal yang mengangkut minyak Iran, gagal memenuhi janji pemerintah untuk melakukan kampanye ” tekanan maksimum “, Bloomberg melaporkan.

    Tindakan yang diumumkan pada hari Kamis tersebut, memengaruhi satu kapal pengangkut minyak mentah yang sangat besar dan dua Aframax yang, seperti yang diklaim oleh Departemen Keuangan, membantu pengangkutan minyak mentah Iran ke China .

    Serangan ini juga menargetkan sejumlah bisnis dan individu dari negara lain yang terlibat dalam transaksi tersebut, yang bertindak atas nama Staf Umum Angkatan Bersenjata Teheran dan firma kenamaan yang dikenai sanksi, Sepehr Energy Jahan Nama Pars.

    Sebelum pelantikan Trump pada tanggal 20 Januari, para eksekutif pelayaran dan pedagang minyak khawatir tentang potensi sanksi besar yang menargetkan Teheran karena penentangannya yang kuat terhadap negara tersebut. 

    Mereka khawatir tindakan ini dapat semakin mengganggu rantai pasokan, yang telah terdampak oleh tindakan pemerintahan Biden terhadap Rusia pada awal Januari.

    Biden telah memberlakukan tiga putaran sanksi pada perdagangan minyak Iran-Tiongkok pada akhir tahun sebelumnya.

    Sementara itu, Trump telah menyerukan perundingan baru mengenai “perjanjian perdamaian nuklir yang terverifikasi” dengan Iran, mendesak perundingan segera sambil memberlakukan kembali kebijakan “tekanan maksimum”. 

    Namun, Teheran menanggapi dengan hati-hati, dengan menyatakan bahwa pendekatan diplomatiknya tetap berakar pada martabat, kebijaksanaan, dan kemanfaatan.  

    Pada hari Selasa, Trump menandatangani perintah yang memberlakukan kembali strategi “tekanan maksimum” terhadap Iran, sebuah kebijakan yang pertama kali diperkenalkan selama masa jabatan pertamanya setelah ia menarik AS dari perjanjian nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015. 

    Langkah tersebut bertepatan dengan pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, di mana kedua pemimpin menegaskan kembali bahwa Iran tidak boleh mengembangkan senjata nuklir.  

    Berbicara di platform Truth Social miliknya pada hari Rabu pagi, Trump menegaskan kembali pendiriannya:

    “Saya ingin Iran menjadi Negara yang hebat dan sukses, tetapi tidak boleh memiliki Senjata Nuklir. Saya lebih suka Perjanjian Perdamaian Nuklir yang Terverifikasi, yang akan membuat Iran tumbuh dan makmur secara damai.”

    Presiden AS juga menepis spekulasi operasi militer AS-“Israel” terhadap Iran, dan menyebut laporan tersebut “sangat dibesar-besarkan.” 

    Sebaliknya, ia menganjurkan upaya diplomatik segera untuk mengamankan perjanjian baru, dan membayangkan “perayaan besar Timur Tengah” setelah kesepakatan dirampungkan.

    SUMBER: AL MAYADEEN

  • Sebut Israel Langgar Gencatan Senjata, Hamas Tunda Pembebasan Sandera, – Halaman all

    Sebut Israel Langgar Gencatan Senjata, Hamas Tunda Pembebasan Sandera, – Halaman all

    Kelompok militan Hamas mengumumkan, pihaknya akan menunda pembebasan sandera Israel yang ditahan di Jalur Gaza hingga pemberitahuan lebih lanjut. Alasan tindakan itu karena Hamas menyebut Israel telah gagal mematuhi perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati sebelumnya.

    Abu Obeida, juru bicara militan Hamas, mengeklaim bahwa sejak gencatan senjata diberlakukan pada 19 Januari, Israel telah menunda kepulangan pengungsi warga Palestina ke Gaza utara, menyerang warga Gaza dengan tembakan dan artileri militer, serta menghalangi bantuan kemanusiaan untuk masuk ke wilayah itu.

    Obeida menambahkan, pasukan Hamas tidak akan membebaskan para sandera kembali sampai Israel “mematuhi dan mengompensasi kesalahan dalam beberapa pekan terakhir.”

    Seharusnya, ada lebih banyak sandera yang dibebaskan pada Sabtu (08/02) sebagai bagian dari pertukaran dengan puluhan tahanan Palestina.

    Sejauh ini, sudah terjadi lima kali pertukaran sandera dan tahanan antara Israel-Hamas dalam fase pertama kesepakatan gencatan senjata ini. Tiga sandera telah dibebaskan pada Sabtu (08/02) lalu.

    Israel sebut Hamas langgar kesepakatan, militer disiagakan

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz mengatakan pada Senin (10/02) bahwa penundaan pembebasan sandera oleh Hamas ini justru adalah “pelanggaran total” terhadap perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati sebelumnya.

    “Pengumuman Hamas untuk menghentikan pembebasan sandera Israel adalah pelanggaran total terhadap perjanjian gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera. Saya telah menginstruksikan pasukan militer Israel (IDF) untuk bersiap siaga tingkat tertinggi dengan setiap kemungkinan situasi di Gaza,” kata Katz dalam sebuah pernyataan.

    Kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu juga menyampaikan pernyataan bahwa “seluruh keluarga para sandera telah diberi tahu malam ini tentang pengumuman Hamas itu.”

    “Para keluarga diberi tahu bahwa Negara Israel berkomitmen untuk menghormati perjanjian dan menganggap setiap pelanggaran sebagai sesuatu yang sangat serius,” tambahnya.

    Presiden Palestina batalkan sistem tunjangan bagi keluarga tahanan

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas menghentikan sistem tunjangan bagi keluarga warga Palestina yang dipenjara atau terbunuh oleh pasukan Israel.

    Tunjangan akan dialihkan ke badan pemerintahan yang berafiliasi dengan kantor presiden, dengan mekanisme distribusi baru yang detailnya belum diumumkan. Masih belum pasti bagaimana sistem bantuan keuangan untuk keluarga tahanan itu nantinya.

    Sistem ini telah lama menjadi sumber ketegangan dengan Amerika Serikat (AS), dan penghapusannya telah menjadi tuntutan utama berturut-turut dari pemerintahan AS terhadap Otoritas wilayah teritorial Palestina.

    Sebelumnya, Abbas membela sistem tunjangan itu sebagai “tanggung jawab sosial” kepada pihak keluarga korban,menyebut para tahanan sebagai “korban pendudukan Israel.”

    Namun, sistem ini mendapat kritik dari beberapa pihak yang menyebutnya sebagai “pay for slay” atau secara harfiah berarti membunuh dengan brutal, karena dinilai memberi penghargaan kepada keluarga militan yang melakukan serangan terhadap Israel, meskipun label tersebut ditolak oleh pihak Palestina.

    Militer Israel tingkatkan kesiagaan di sekitar Gaza

    Militer Israel menyatakan bahwa mereka akan meningkatkan kesiagaan dan “memperkuat” posisi pasukannya di wilayah sekitar Jalur Gaza setelah Hamas mengumumkan penundaan pembebasan sandera tersebut.

    “Penguatan pasukan akan mempertegas pertahanan di wilayah itu dan meningkatkan kesiapan untuk berbagai skenario,” tulis Pasukan Pertahanan Militer Israel (IDF) di media sosial X.

    Militer Israel juga mengatakan akan menunda cuti bagi pasukan tentara tempur dan unit operasional dalam komando selatannya.

    kp/hp (AFP, AP, dpa, Reuters)

  • Sekjen PBB Tolak Rencana AS untuk Menggusur Warga Palestina dari Gaza – Halaman all

    Sekjen PBB Tolak Rencana AS untuk Menggusur Warga Palestina dari Gaza – Halaman all

    Sekjen PBB Tolak Rencana AS untuk Menggusur Warga Palestina dari Gaza

    TRIBUNNEWS.COM- Dalam pengarahan PBB pada hari Senin, juru bicara Farhan Haq menegaskan kembali penolakan PBB terhadap kebijakan apa pun yang bertujuan mengusir penduduk Gaza.

    Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dengan tegas mengecam segala upaya untuk mengusir warga Palestina dari Gaza, menyusul usulan Presiden AS Donald Trump untuk menggusur penduduk Jalur Gaza secara permanen. 

    Pernyataan Trump, yang menegaskan bahwa warga Palestina tidak boleh diizinkan kembali ke tanah air mereka, telah memicu kemarahan, yang memicu kekhawatiran bahwa Amerika Serikat dan “Israel” tengah memajukan rencana pembersihan etnis di Gaza.

    Dalam pengarahan PBB pada hari Senin, juru bicara Farhan Haq menegaskan kembali penolakan PBB terhadap kebijakan apa pun yang bertujuan untuk mengusir penduduk Gaza. 

    Menanggapi komentar Trump, Haq menyatakan, “Jelas, Sekretaris Jenderal tidak setuju dengan apa pun yang melibatkan pemindahan paksa penduduk.” 

    Ia juga menunjukkan bahwa Guterres sebelumnya telah memperingatkan bahwa tidak ada resolusi untuk warga Palestina yang melibatkan pembersihan etnis, dengan menegaskan bahwa setiap langkah untuk mengusir warga Palestina dari Gaza akan menjadi pelanggaran berat terhadap hukum internasional.

    Pernyataan Trump, yang disampaikan pada hari itu, mengabaikan hak warga Palestina untuk kembali ke rumah mereka, dan sebaliknya menganjurkan pemukiman kembali permanen di negara-negara asing. 

    Pernyataannya sejalan dengan upaya Israel yang telah lama dilakukan untuk mengurangi jumlah penduduk Gaza dan menghalangi kedaulatan Palestina di masa mendatang atas tanah mereka. 

    Para pemimpin Palestina dan kelompok hak asasi manusia telah mengecam usulan tersebut, dengan memperingatkan bahwa usulan tersebut mencerminkan kebijakan pengusiran massal Zionis yang dimulai pada tahun 1948, ketika ratusan ribu warga Palestina dipaksa meninggalkan rumah mereka.

    Respons internasional sangat negatif. Negara-negara Arab , termasuk Mesir, Yordania, dan Arab Saudi, telah menolak mentah-mentah usulan Trump, dengan menekankan bahwa pemindahan paksa warga Palestina akan menjadi tindakan perang dan pelanggaran terang-terangan terhadap hak-hak nasional mereka.

    Pemerintah Eropa , termasuk Jerman, Prancis, dan Inggris, juga telah menyatakan kekhawatiran, dengan menyatakan bahwa warga Palestina harus dapat kembali ke tanah air mereka dan merebut kembali tanah mereka. 

    Sementara itu, organisasi hak asasi manusia telah menggambarkan usulan Trump sebagai cetak biru untuk pembersihan etnis, dengan memperingatkan bahwa AS dan “Israel” sedang berusaha untuk mengubah demografi wilayah tersebut dengan cara yang secara permanen menggusur warga Palestina dari rumah mereka yang sah.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, di sisi lain, secara terbuka menyambut baik usulan Trump, melihatnya sebagai peluang strategis untuk secara permanen menyingkirkan penduduk Palestina dari Gaza. 

    Dukungan Netanyahu telah memperdalam ketegangan dengan Mesir, yang menuduh “Israel” sengaja menghalangi upaya diplomatik untuk menstabilkan Gaza guna membenarkan agresi dan perampasan tanah yang berkelanjutan.

    Sebelumnya hari ini, mediator Mesir memperingatkan bahwa gencatan senjata saat ini di Gaza berisiko runtuh karena pelanggaran terus-menerus yang dilakukan “Israel” terhadap perjanjian tersebut, termasuk pembatasan bantuan kemanusiaan dan agresi militer yang berkelanjutan terhadap warga Palestina.

    SUMBER: AL MAYADEEN

  • Abu Obaida: Penundaan Pembebasan Sandera Berlanjut Hingga Israel Setop Serangan Terhadap Warga – Halaman all

    Abu Obaida: Penundaan Pembebasan Sandera Berlanjut Hingga Israel Setop Serangan Terhadap Warga – Halaman all

    Abu Obaida: Penundaan Berlanjut Hingga Israel Setop Serangan Terhadap Warga Palestina yang Kembali

    TRIBUNNEWS.COM- Hamas mengatakan pihaknya akan menunda pembebasan tawanan Israel tahap berikutnya “sampai pemberitahuan lebih lanjut”, menuduh Israel gagal mematuhi ketentuan perjanjian gencatan senjata.

    Gerakan Palestina mengatakan bantuan yang lebih besar perlu masuk ke Gaza dan serangan terhadap warga Palestina yang kembali harus dihentikan.

    Gerakan ini dijadwalkan membebaskan sejumlah warga Israel pada hari Sabtu, 15 Februari, dengan imbalan tahanan dan tahanan Palestina.

    Namun, Abu Obaida, juru bicara sayap bersenjata Hamas, Brigade Qassam, mengatakan hal itu akan “ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut, sambil menunggu kepatuhan pendudukan dan pemenuhan kewajiban beberapa minggu terakhir secara retroaktif”.

    “Kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap ketentuan perjanjian selama pendudukan mematuhinya,” tambahnya.

    Abu Obaida mengatakan penundaan akan terus berlanjut hingga Israel menghentikan serangannya terhadap warga Palestina yang kembali ke rumah mereka di Gaza dan mengizinkan bantuan ke daerah kantong itu pada tingkat yang telah disepakati sebelumnya.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan tindakan Hamas merupakan “pelanggaran total terhadap perjanjian gencatan senjata dan kesepakatan untuk membebaskan para sandera”.

    Ia mengatakan telah menginstruksikan militer “untuk bersiap pada tingkat kewaspadaan tertinggi terhadap kemungkinan skenario apa pun di Gaza”.

    Demikian pula, anggota parlemen sayap kanan yang berpengaruh, Itamar Ben-Gvir, menyerukan “serangan udara dan darat besar-besaran terhadap Gaza dan penghentian total bantuan kemanusiaan, termasuk listrik, bahan bakar, dan air”.

    Namun, Forum Sandera dan Keluarga Hilang, yang mengadvokasi para tawanan Israel, mengatakan pihaknya telah meminta negara-negara penengah untuk melakukan intervensi “yang akan memulihkan pelaksanaan kesepakatan” dan meminta pemerintah untuk “menahan diri dari tindakan yang membahayakan pelaksanaan perjanjian yang telah ditandatangani”.

    Rumah tahanan yang dibebaskan digerebek

    Pada hari Sabtu, Hamas membebaskan tiga tawanan Israel dari Gaza, dan Israel membebaskan 183 tahanan dan narapidana Palestina dari penjara di seluruh negeri.

    PBB mengatakan ” sangat menyedihkan” melihat tahanan yang dibebaskan di kedua belah pihak tampak kurus kering setelah dibebaskan.

    Hamas dan pejuang Palestina lainnya menangkap 250 orang selama serangan mereka di Israel selatan pada 7 Oktober 2023. Sementara itu, Israel menahan sekitar 10.000 tahanan dan tahanan Palestina, termasuk 365 anak-anak.

    Masih ada 17 warga Israel yang akan dibebaskan selama tahap pertama perjanjian gencatan senjata yang dimulai bulan lalu dan 73 orang masih ditawan, banyak di antaranya diyakini telah tewas.

    Pasukan Israel menyerbu rumah sejumlah tahanan Palestina yang dibebaskan pada hari Sabtu, kata Kantor Media Tahanan Palestina. Penggerebekan tersebut terjadi di seluruh wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki. 

    Tujuh warga Palestina yang dibebaskan dibawa ke rumah sakit pada hari Sabtu. Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan beberapa dari mereka dalam kondisi serius. 

    Minggu lalu Presiden AS Donald Trump mengatakan kepada wartawan bahwa dia tidak dapat memastikan apakah gencatan senjata akan berlaku. 

    Dalam konferensi pers yang menggemparkan bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump mengatakan AS akan “mengambil alih” Jalur Gaza dan “memilikinya”, dengan paksa mengusir warga Palestina dari daerah kantong tersebut. 

    “Jika perlu, kami akan melakukannya; kami akan mengambil alih bagian itu. Kami akan mengembangkannya, menciptakan ribuan lapangan kerja, dan itu akan menjadi sesuatu yang bisa dibanggakan oleh seluruh Timur Tengah.”

    Hamas mengecam rencana Trump, dengan mengatakan bahwa rencana tersebut akan “menghancurkan mereka sebagaimana kami menghancurkan proyek-proyek sebelumnya”.

    Hamas, dan sejumlah warga Israel, juga menuduh pemerintah mengulur-ulur negosiasi.

    Pemimpin oposisi Yair Lapid menuduh Netanyahu mengulur waktu dan mempertaruhkan nyawa orang-orang yang masih ditahan di Gaza.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST EYE

  • Syarat dari Netanyahu untuk Fase Kedua Kesepakatan Gaza, Usir Pemimpin Hamas dan Bubarkan Perlawanan – Halaman all

    Syarat dari Netanyahu untuk Fase Kedua Kesepakatan Gaza, Usir Pemimpin Hamas dan Bubarkan Perlawanan – Halaman all

    Syarat Netanyahu untuk Fase Kedua Kesepakatan Gaza, Usir Pemimpin Hamas dan Bubarkan Perlawanan

    TRIBUNNEWS.COM- Perdana Menteri Israel Benjamin akan menyampaikan tuntutannya untuk gencatan senjata Gaza tahap kedua kepada Kabinet Keamanan Israel, yang diperkirakan akan ditolak oleh Hamas, menurut laporan surat kabar Yedioth Ahronoth pada tanggal 10 Februari.

    Perang di Gaza berpotensi kembali terjadi jika Hamas menolak tuntutan perdana menteri Israel untuk tahap kedua.

    Syarat-syaratnya termasuk mengusir seluruh pimpinan Hamas dari Gaza, membubarkan sayap militer kelompok perlawanan tersebut, Brigade Qassam, dan menjamin pembebasan seluruh tawanan Israel yang ditahan di Gaza.

    Saat ini ada 76 tahanan Israel di Jalur Gaza, sementara ribuan warga Palestina masih ditahan di penjara Israel dalam kondisi yang buruk, dan banyak yang meninggal dalam tahanan. Harian berbahasa Ibrani itu menyatakan bahwa jika Hamas menyetujui persyaratan ini, perang di Gaza akan berakhir. 

    Laporan itu juga mengungkap bahwa Netanyahu membahas persyaratan gencatan senjata dengan Presiden AS Donald Trump dan utusan Asia Barat Steve Witkoff. Jika Hamas menolak tuntutan tersebut, Netanyahu dapat memperpanjang fase pertama gencatan senjata dan menghindari komitmen untuk mengakhiri perang atau menarik pasukan Israel sepenuhnya dari Gaza.

    Selain itu, Israel dapat terus memanipulasi masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza.

    Sumber Palestina mengatakan kepada Al Mayadeen pada hari Senin bahwa “Hamas yakin bahwa Israel berencana untuk menggagalkan perjanjian gencatan senjata,” seraya menambahkan, “Pernyataan yang dikeluarkan oleh pihak Israel mengenai fase kedua perjanjian tersebut menunjukkan bahwa gencatan senjata permanen dan penyelesaian proses penarikan tidak akan tercapai.”

    Sumber tersebut juga menyatakan bahwa Israel “akan membayar harga yang mahal jika tidak mematuhi fase kedua.” 

    Sehari sebelumnya, Haaretz mengutip sumber Israel yang mengatakan bahwa Netanyahu bermaksud menyabotase tahap kedua kesepakatan pembebasan tahanan dan menggagalkan gencatan senjata Gaza. 

    “Ini hanya sandiwara,” kata salah satu sumber. “Netanyahu memberi isyarat dengan jelas bahwa dia tidak ingin pindah ke fase berikutnya. Dia mengirim tim [ke Doha] tanpa mandat dan tanpa kemampuan untuk melakukan apa pun.”

    Berdasarkan ketentuan perjanjian gencatan senjata, negosiasi mengenai pelaksanaan fase kedua kesepakatan itu seharusnya dimulai pada tanggal 3 Februari – hari ke-16 sejak gencatan senjata dimulai.

    Kesepakatan ini terdiri dari tahap awal 42 hari di mana 33 tawanan Israel akan dibebaskan dengan imbalan sekitar 1.900 tawanan Palestina. 

    Dua tahap 42 hari lagi diharapkan akan terjadi, di mana sisa tawanan Israel akan dibebaskan dengan imbalan sejumlah besar tawanan Palestina yang tidak ditentukan jumlahnya.

    Laporan itu muncul saat Presiden Trump bersikeras pada rencana untuk mengambil alih Gaza dan mengusir penduduknya. 

     

    SUMBER: THE CRADLE