Tag: Benjamin Netanyahu

  • Dibantu Palang Merah Internasional, Hamas Serahkan 4 Jenazah Sandera Israel

    Dibantu Palang Merah Internasional, Hamas Serahkan 4 Jenazah Sandera Israel

    Gaza City

    Kelompok Hamas menyerahkan empat jenazah sandera Israel, termasuk dua sandera termuda, yang tewas saat ditahan di Jalur Gaza. Penyerahan keempat jenazah sandera ini difasilitasi oleh Komite Palang Merah Internasional (ICRC) yang menjadi penengah antara Hamas dan Israel.

    Militan Hamas, seperti dilansir AFP, Kamis (20/2/2025), memajang empat peti mati berwarna hitam yang berisi keempat sandera Israel itu di sebuah panggung yang didirikan di area Khan Younis, sebelum prosesi penyerahan jenazah keempat sandera Israel dilakukan pada Kamis (20/2) waktu setempat.

    Spanduk di belakang peti mati itu menampilkan gambar Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu sebagai vampir berlumuran darah. Seorang militan Hamas yang menenteng senjata berdiri di dekat peti-peti mati itu.

    Masing-masing peti mati dipasangi foto jenazah sandera, dengan rudal tiruan berwarna putih yang ditempatkan di dekat peti mati itu bertuliskan: “Mereka dibunuh oleh bom-bom Amerika Serikat”.

    Keempat sandera yang tewas itu terdiri atas Shiri Bibas, kemudian kedua anak laki-lakinya — Kfir dan Ariel — dan satu sandera lainnya yang bernama Oded Lifshitz yang berusia 83 tahun saat diculik Hamas. Kfir baru berusia sembilan bulan dan Ariel berusia empat tahun saat diculik Hamas dari rumah mereka.

    Hamas mengumumkan pada November 2023 lalu bahwa Shiri dan kedua anak laki-lakinya tewas akibat serangan udara Israel yang melanda Jalur Gaza. Namun kematian mereka tidak pernah dikonfirmasi oleh otoritas Israel dan bahkan hingga menit-menit terakhir, beberapa pihak menolak fakta bahwa mereka tewas.

    Laporan jurnalis AFP yang ada di Jalur Gaza menyebut tim Palang Merah Internasional menerima keempat peti mati itu dalam prosesi di Khan Younis. Keempat peti mati itu kemudian dimasukkan ke dalam beberapa truk Palang Merah Internasional dan menutupinya dengan kain kafan putih.

    Prosesi penyerahan empat jenazah sandera Israel ini dilakukan di area bekas pemakaman di Khan Younis dan disaksikan ratusan orang di tengah hujan yang mengguyur wilayah tersebut.

    Konvoi truk Palang Merah Internasional itu kemudian bergerak meninggalkan Khan Younis untuk membawa peti mati berisi jenazah sandera itu kepada Israel.

    Militer Israel, dalam pernyataan yang dirilis tak lama setelah prosesi itu, mengkonfirmasi bahwa “jenazah para sandera telah diserahkan” oleh tim Palang Merah Internasional kepada pasukan mereka yang ada di Jalur Gaza.

    “Jenazah para sandera telah diserahkan kepada IDF (Angkatan Bersenjata Israel) dan perwakilan (badan keamanan) ISA di Gaza,” sebut juru bicara militer Israel.

    Otoritas Tel Aviv diperkirakan akan melakukan uji forensik terhadap keempat jenazah itu.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • 4 Jenazah Sandera Israel akan Diserahkan oleh Hamas, Netanyahu: Kamis adalah Hari Memilukan – Halaman all

    4 Jenazah Sandera Israel akan Diserahkan oleh Hamas, Netanyahu: Kamis adalah Hari Memilukan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel akan menerima jenazah empat sandera yang akan dibebaskan oleh Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) pada hari ini, Kamis (20/2/2025).

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dalam sebuah pernyataan video singkat bahwa hari Kamis ini akan menjadi hari yang sulit.

    “Hari ini adalah hari yang sangat sulit bagi Negara Israel. Hari yang penuh kejutan, hari yang penuh kesedihan,” kata Netanyahu, Rabu (19/2/2025).

    Penyerahan jenazah sandera Israel merupakan bagian dari perjanjian gencatan senjata fase pertama yang dimulai sejak 19 Januari lalu.

    Empat jenazah sandera Israel yang akan diserahkan hari ini adalah dua anak dan ibu mereka, Sheri Bibas, serta satu jenazah sandera bernama Oded Lifshitz.

    Kfir Bibas berusia sembilan bulan dan Ariel berusia empat tahun ketika keluarganya, termasuk ayahnya Yarden, ditahan oleh Hamas dari Nir Oz, salah satu komunitas Zionis di dekat perbatasan Gaza pada 7 Oktober 2023 ketika Hamas meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa.

    “Kedua anak dan ibu mereka tewas dalam serangan udara Israel,” kata Hamas pada November 2023, seperti diberitakan Al Jazeera.

    Penyerahan ini akan menjadi kali pertama jenazah dikembalikan berdasarkan perjanjian saat ini, dan Israel diperkirakan tidak akan mengonfirmasi identitas mereka sampai tes DNA selesai.

    Sebelumnya, ayah mereka, Yarden Bibas dibebaskan oleh Hamas pada 1 Februari 2025 sebagai bagian dari pertukaran tahanan gelombang keempat.

    Hamas dan Israel telah melakukan sejumlah pertukaran tahanan sejak dimulainya gencatan senjata, sebagai berikut:

    Tanggal 19 Januari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 90 tahanan Palestina.
    Tanggal 25 Januari 2025: Empat tentara wanita Israel ditukar dengan 200 tahanan Palestina.
    Tanggal 30 Januari 2025: Tiga sandera Israel dan lima warga Thailand dibebaskan dengan imbalan 110 tahanan Palestina.
    Tanggal 1 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina.
    Tanggal 8 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina.
    Tanggal 15 Februari 2025: Tiga sandera Israel dibebaskan dengan imbalan 369 tahanan Palestina.

    Sesuai dengan perjanjian gencatan senjata, Hamas akan membebaskan 33 sandera Israel pada tahap pertama, dan Israel akan membebaskan ratusan warga Palestina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Hamas Akan Serahkan 4 Jenazah Sandera ke Israel

    Hamas Akan Serahkan 4 Jenazah Sandera ke Israel

    Gaza City

    Kelompok Hamas akan menyerahkan empat jenazah sandera kepada Israel pada Kamis (20/2), sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata Gaza. Keempat jenazah sandera itu mencakup dua sandera termuda yang tewas saat ditahan di Jalur Gaza yang hancur digempur oleh militer Tel Aviv.

    Penyerahan jenazah sandera ini, seperti dilansir AFP, Kamis (20/2/2025), menjadi penyerahan jenazah pertama yang dilakukan Hamas sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, menyusul serangan mematikan terhadap wilayah Israel.

    Hamas mengumumkan kelompoknya akan memulangkan empat jenazah sandera yang terdiri atas Shiri Bibas, kemudian kedua anak laki-lakinya — Kfir dan Ariel — dan satu sandera lainnya yang bernama Oded Lifshitz. Penyerahan keempat jenazah sandera ini akan berlangsung di area Khan Younis, Jalur Gaza bagian selatan.

    Tiga jenazah sandera di antaranya berasal dari satu keluarga yang dikenal sebagai keluarga Bibas yang selama menjadi simbol krisis sandera yang melanda Israel sejak perang Gaza berkecamuk.

    Rekaman penculikan keluarga Bibas, yang direkam dan disiarkan Hamas selama serangan terhadap Israel, menunjukkan sang ibu, Shiri, dan kedua putranya, Ariel yang saat itu berusia empat tahun dan Kfir yang saat itu baru berusia sembilan bulan, diculik dari rumah mereka di Kibbutz Nir Oz, dekat perbatasan Gaza.

    Yarden Bibas, sang kepala keluarga, suami dari Shiri, dan ayah dari kedua bocah itu, diculik secara terpisah pada 7 Oktober 2023 lalu dan telah dibebaskan dari Jalur Gaza dalam pertukaran sandera-tahanan yang berlangsung 1 Februari lalu.

    Hamas mengumumkan pada November 2023 bahwa Shiri dan kedua anak laki-lakinya tewas akibat serangan udara Israel yang melanda Jalur Gaza. Namun kematian mereka tidak pernah dikonfirmasi oleh otoritas Israel dan bahkan hingga menit-menit terakhir, beberapa pihak menolak fakta bahwa mereka tewas.

    Pemulangan jenazah para sandera ini merupakan bagian dari tahap pertama kesepakatan gencatan senjata yang rapuh antara Hamas dan Israel, yang berlangsung sejak 19 Januari lalu. Gencatan senjata itu mengakhiri pertempuran sengit selama lebih dari 15 bulan terakhir di Jalur Gaza.

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dalam pernyataan singkat via video bahwa hari Kamis (20/2) akan menjadi “hari yang sangat sulit bagi Negara Israel — hari yang memilukan, hari yang penuh duka”.

    Berdasarkan tahap pertama gencatan senjata Gaza, sejauh ini sudah 19 sandera Israel dibebaskan oleh Hamas yang ditukarkan dengan lebih dari 1.100 tahanan Palestina yang dibebaskan dari penjara-penjara Israel.

    Dari 14 sandera yang memenuhi syarat untuk dibebaskan pada tahap pertama, Israel menyebut delapan sandera di antaranya telah tewas.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Ingin Ambil Alih Gaza-Pindahkan Warganya, Apa Rencana Dunia Arab?

    Trump Ingin Ambil Alih Gaza-Pindahkan Warganya, Apa Rencana Dunia Arab?

    Kairo

    Mesir dan sejumlah negara di Arab sedang menyusun rencana membangun kembali Gaza untuk memastikan warga Palestina tetap berada di wilayah tersebut tanpa harus mengungsi. Langkah itu merupakan respons terhadap Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang ingin memindahkan warga Palestina.

    Dalam usulannya, Mesir dan sejumlah negara Arab juga berencana membangun mekanisme pemerintahan di Jalur Gaza tanpa keterlibatan Hamas.

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengusulkan agar warga Palestina dipindah ke Mesir, Yordania, dan kemungkinan negara lain.

    Dia juga berniat mengambil alih Gaza dan mengubahnya menjadi “Riviera of The Middle East” atau kawasan pesisir yang indah di Timur Tengah.

    Kantor berita Reuters melaporkan bahwa setidaknya empat proposal sudah dirancang mengenai Gaza.

    Namun proposal yang dibuat Mesir saat ini tampaknya menjadi acuan bagi upaya dunia Arab dalam menawarkan alternatif terhadap rencana Trump.

    Seorang perempuan menjemur pakaian di rumahnya yang hancur di Kota Gaza, 17 Februari 2025 (Getty Images)

    Menurut sumber BBC, Kairo hampir menyelesaikan rincian teknis rencana tersebut yang mencakup pembersihan puing-puing dan pembangunan kembali di Gaza.

    Mereka juga mempersiapkan rencana bagaimana warga Palestina akan hidup selama periode ini dan mekanisme pemerintahan setelah perang.

    Namun, masa depan gencatan bersenjata di Gaza, khususnya Hamas dan Jihad Islam, masih dalam diskusi.

    Mesir mengatakan rencana tersebut akan dibicarakan dengan pemerintah AS.

    Baca juga:

    Tapi, sumber di Mesir mengatakan kapada BBC bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa akan berperan dalam rencana tersebut.

    Mesir sedang berkonsultasi dengan sejumlah negara Arab, termasuk Yordania dan Arab Saudi, mengenai rincian rencana tersebut sebagai persiapan pertemuan regional di Riyadh pada Kamis (21/02), yang diperkirakan akan melibatkan Otoritas Palestina.

    Pertemuan ini akan disusul dengan konferensi tingkat tinggi (KTT) darurat di Kairo, Mesir, yang semula dijadwalkan pada 27 Februari, namun akhirnya ditunda karena alasan logistik dan hingga kini belum jelas kapan pertemuan itu akan digelar.

    Bagaimana rencana ini akan berjalan tanpa pemindahan massal?

    Warga Palestina kembali ke rumah-rumah mereka di Gaza bagian utara pada Januari (Reuters)

    Sebuah sumber di Mesir mengatakan kepada BBC bahwa negara-negara Arab mulai mempersiapkan rencana rekonstruksi Gaza yang melibatkan negara-negara Eropa.

    Sumber tersebut menambahkan bahwa rencana Mesir terutama difokuskan pada pembangunan kembali Gaza dan pembagian Jalur Gaza menjadi tiga zona kemanusiaan.

    Masing-masing zona terdiri dari 20 kamp untuk hunian warga yang menyediakan kebutuhan dasar seperti air dan listrik.

    Dalam rencana itu, puluhan ribu rumah mobil dan bangunan tenda akan ditempatkan di kawasan aman selama enam bulan, bersamaan dengan pemindahan puing-puing akibat perang.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Namun, saat ini hal tersebut tidak diperbolehkan oleh Israel selama tahap awal gencatan senjata.

    Rencana tersebut juga akan menekankan perlunya mengizinkan pasokan bahan bakar dan bahan rekonstruksi masuk ke Gaza secara teratur.

    Menurut rencana Mesir, rekonstruksi akan didanai oleh donor Arab dan internasional. Rencananya sekitar 50 perusahaan multinasional di bidang konstruksi bakal menyediakan unit perumahan dalam waktu 18 bulan di tiga zona Gaza yang diusulkan.

    Pendanaan rekonstruksi akan dikelola oleh sebuah komite yang terdiri dari perwakilan Arab dan internasional.

    Proposal tersebut juga mencakup pembentukan zona penyangga dan penghalang untuk menghalau penggalian terowongan di sepanjang perbatasan Gaza dengan Mesir.

    Tingkat kerusakan di sebuah lingkungan di Gaza difoto pada Februari (EPA)

    Sejumlah besar truk yang membawa rumah kontainer dan peralatan konstruksi berat yang dikirim dari Mesir ke Gaza menunggu di sisi perbatasan Mesir (Getty)

    Selain itu, proposal itu mencakup pembersihan puing-puing dan pembangunan di 20 area perumahan sementara di bagian utara, tengah, dan selatan Jalur Gaza.

    Dr Tarek al-Nabarawi, presiden Egyptian Engineers Syndicate, mengatakan kepada BBC bahwa rencana tersebut dapat memakan waktu tiga hingga lima tahun mengingat jumlah dana yang diperlukan dan banyaknya pihak yang terlibat.

    Namun, pada hari Sabtu (15/02) Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa ia tidak akan mengizinkan rumah mobil dan peralatan konstruksi memasuki Jalur Gaza.

    Dia beralasan itu karena masalah keamanan, meskipun hal ini merupakan ketentuan dari perjanjian gencatan senjata baru-baru ini.

    Baca juga:Bagaimana masa depan Hamas?

    Sumber di Mesir mengatakan kepada BBC bahwa topik paling penting dan belum terselesaikan adalah masa depan Hamas dan kelompok bersenjata lainnya di Jalur Gaza.

    Sumber tersebut menjelaskan bahwa salah satu usulan Kairo melibatkan pelucutan senjata kelompok-kelompok ini setelah negara Palestina dideklarasikan di dalam perbatasan sebelum Perang Enam Hari.

    Yerusalem Timur akan menjadi ibu kota di negara tersebut dan akan ada zona penyangga yang lokasinya belum ditentukan untuk meyakinkan Israel bahwa tidak akan ada ancaman yang berasal dari Gaza.

    Sementara itu, usulan tersebut juga melibatkan pembentukan komite Palestina untuk memerintah Gaza tanpa partisipasi Hamas.

    BBC

    Pasukan dari negara-negara Arab dan internasional akan membantu komite tersebut untuk sementara waktu dalam mengelola Jalur Gaza.

    Hamas sebelumnya menyatakan bersedia menyerahkan pemerintahan Gaza kepada komite nasional tetapi ingin berperan dalam memilih anggotanya dan tidak memperbolehkan pengerahan pasukan darat apa pun tanpa persetujuannya.

    Sumber di Mesir tersebut juga menekankan bahwa negara-negara Arab akan mendukung Otoritas Palestina dalam melatih personelnya dan bekerja sama dengan Uni Eropa.

    Bagaimana dengan rencana Trump?

    Presiden AS Donald Trump telah berulang kali menyatakan rencananya untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza.

    Ia kerap menjustifikasi hal ini sebagai peluang untuk mengubah Gaza menjadi kawasan investasi wisata untuk keuntungan warga Palestina sendiri, mengingat mereka tidak akan lagi hidup di tengah puing-puing.

    Trump bahkan mengancam akan menghentikan bantuan ke Mesir dan Yordania jika mereka tidak menerima warga Palestina.

    Baca juga:

    Salah satu mantan editor Associated Press Timur Tengah di Kairo, Dan Perry, menulis dalam sebuah artikel untuk koran Israel, Jerusalem Post, bahwa rencana Trump merelokasi warga Palestina dari Gaza adalah untuk menekan negara-negara Arab dan warga Palestina di Gaza agar menyingkirkan Hamas dari kekuasaan.

    Hal ini juga ditujukan untuk menghentikan dukungan finansial bagi Hamas dari negara-negara Arab, khususnya Qatar.

    Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (Reuters)

    Dalam sebuah pertemuan Trump dan Raja Abdullah II dari Yordania yang digelar baru-baru ini digelar di Washington, Raja Abdullah menegaskan kepada Trump bahwa dia lebih memilih Palestina tetap berada di Gaza selama proses rekonstruksi, menurut juru bicara presiden AS, Caroline Levitt.

    Namun secara resmi, Trump lebih memilih merelokasi warga Palestina keluar dari Gaza.

    Perry meyakini Trump mungkin setuju agar warga Palestina tetap tinggal di Gaza dengan imbalan miliaran dolar untuk pembangunan kembali Gaza dan penyingkiran Hamas.

    Perry menambahkan bahwa pemerintahan sipil teknokrat dapat dibentuk di Gaza, yang terkait dengan Otoritas Palestina di Tepi Barat bekerja sama dengan Mesir dan negara-negara Teluk.

    Apa pengaruh dunia Arab terhadap Trump?

    Dr Mubarak Al-Ati, seorang analis politik Saudi, meyakini bahwa keterlibatan AS akan mempertimbangkan kepentingan yang besar di kawasan tersebut, khususnya di Arab Saudi dan Mesir.

    Ia menambahkan bahwa hubungan pribadi antara para penguasa Mesir, AS, dan Arab Saudi akan memungkinkan mereka menemukan titik temu, khususnya kunjungan Trump mendatang ke Arab Saudi, yang akan membentuk hubungan Arab-Amerika di masa mendatang.

    Sementara Dr Hassan Mneimneh, analis politik dari Washington, meyakini jika Trump memangkas bantuan militer dan ekonomi ke Mesir dan Yordania sebagai tanggapan atas rencana Arab, negara-negara ini harus menanggapinya.

    Baca juga:

    Misalnya, Riyadh harus menghentikan investasinya di AS sehingga membuka pintu bagi keterlibatan ekonomi dengan China, Rusia, Uni Eropa, Afrika, dan Amerika Selatan.

    Al-Ati menyoroti bahwa tawaran normalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel, yang menarik bagi AS, sebenarnya merupakan taktik negosiasi Riyadh untuk mendorong terwujudnya negara Palestina dengan perbatasan tahun 1967.

    Sumber Mesir yang tidak disebutkan namanya mencatat bahwa sindiran Kairo baru-baru ini untuk membatalkan perjanjian damai Camp David dengan Israel, yang ditandatangani pada tahun 1979, juga bisa efektif melawan Washington jika Trump menolak rencana Arab apa pun di masa depan.

    Lihat juga Video Trump Mau Ambil Alih Gaza, Liga Arab: Siklus Baru Konflik Intens Arab-Israel

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Tolak Serahkan Senjata, Hamas Tawarkan Pembebasan Semua Sandera Sekaligus Demi Akhiri Perang Israel – Halaman all

    Tolak Serahkan Senjata, Hamas Tawarkan Pembebasan Semua Sandera Sekaligus Demi Akhiri Perang Israel – Halaman all

    Hamas Tawarkan Pembebasan Semua Sandera Israel Sekaligus Demi Akhiri Perang di Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Hamas dilaporkan mengusulkan pembebasan semua tawanan yang masih berada di Jalur Gaza sekaligus sebagai ganti gencatan senjata abadi dan penarikan penuh tentara Israel dari wilayah kantong yang terkepung itu.

    Dalam sebuah pernyataan pada Rabu (19/2/2025), juru bicara Hamas, Hazem Qassem menguraikan visi kelompok tersebut untuk tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata yang mencakup pertukaran yang diusulkan.

    “Kami siap untuk tahap kedua, di mana para tahanan akan dipertukarkan sekaligus, dengan kriteria tercapainya kesepakatan yang mengarah pada gencatan senjata permanen dan penarikan penuh dari Jalur Gaza,” kata Qassem.

    Kelompok itu juga menolak seruan Israel agar melucuti senjata dan pergi ke luar dari Jalur Gaza.

    “Syarat pendudukan untuk mengusir Hamas dari Jalur Gaza adalah perang psikologis yang tidak masuk akal, dan penarikan atau pelucutan senjata perlawanan dari Gaza tidak dapat diterima,” imbuh Qassem.

    Qassem juga menanggapi keputusan kelompok tersebut untuk menambah jumlah tawanan yang akan dibebaskan selama pertukaran tawanan berikutnya pada hari Sabtu dari tiga menjadi enam.

    BERBARIS – Tangkap layar Khaberni yang menunjukkan petempur Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, berbaris di lokasi pembebasan 3 sandera Israel, di Khan Yunis, Sabtu (15/2/2025). Hamas memberi hadiah ke sandera Israel pada prosesi pembebasan tersebut. (khaberni/tangkap layar)

    Keputusan tersebut diumumkan oleh pemimpin Hamas Khalil al-Hayya sehari sebelumnya dalam upaya yang tampaknya dilakukan untuk mempercepat pelaksanaan tahap kedua kesepakatan tersebut.

    “Penggandaan jumlah tahanan yang akan dibebaskan dilakukan sebagai respons atas permintaan mediator dan untuk membuktikan keseriusan kami dalam melaksanakan semua ketentuan perjanjian,” kata Qassem dalam pernyataan hari Rabu.

    Usulan tersebut muncul setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menentang pembebasan bertahap setiap minggu terhadap tawanan yang diambil dari Israel, dan setelah keluarga dari mereka yang tersisa di Gaza menyerukan agar mereka semua dibebaskan bersama-sama.

    TENTARA ISRAEL – Foto ini diambil pada Senin (17/2/2025) dari publikasi resmi website IDF (idf.il), memperlihatkan tentara Israel dari unit Erez bergabung dengan resimen ke-769 di Lebanon pada 5 Januari 2025. Pada 17 Februari 2025, IDF mengklaim mereka berhasil membunuh Muhammad Shahin, senior Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, di Lebanon selatan. (IDF)

    Israel Tidak Mampu Mengalahkan Hamas

    Percepatan penerapan kesepakatan itu tampaknya juga dilakukan sebagai imbalan atas diizinkannya Israel memasukkan rumah mobil dan peralatan konstruksi ke Jalur Gaza yang hancur.

    Pasukan Israel terus menutup titik-titik penyeberangan perbatasan penting selama genosida, mencegah masuknya pasokan dasar serta bahan-bahan rekonstruksi.

    Minggu lalu, Hamas mengancam akan menunda pembebasan, dengan alasan penolakan Israel untuk mengizinkan masuknya rumah mobil dan peralatan berat, di antara pelanggaran perjanjian lainnya, termasuk serangan terhadap warga Palestina.

    Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi 48.291 kematian dalam perang Israel di Gaza,  sementara 111.722 orang terluka. Kantor Media Pemerintah memperbarui jumlah korban tewas  menjadi sedikitnya 61.709 orang, dengan mengatakan ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan kini diduga tewas.

    Pemandangan Gaza dari helikopter Black Hawk AU Yordania setelah 15 bulan agresi Israel. (HO/Diego Ibarra Sánchez untuk NPR)

    Membangun kembali Gaza dapat menelan biaya $53,2 miliar, menurut laporan yang dirilis oleh Bank Dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa pada hari Selasa, termasuk sekitar $15,2 miliar untuk perumahan.

    Marwan Bishara, analis politik senior Al Jazeera, mengatakan “masalah yang lebih besar” bukanlah fase pertama, tetapi fase kedua atau ketiga dari kesepakatan gencatan senjata.

    Ia mengatakan Hamas dan Israel telah mencoba mengambil posisi ‘tawar’ yang tinggi, dengan pertukaran tawanan dan tahanan.

    “Masalah bagi Israel adalah meskipun berada di posisi yang lebih unggul, mereka tidak mampu mengalahkan Hamas,” katanya.

    “Namun, di sinilah Israel mendikte prosesnya – kapan dan ke mana bantuan akan masuk. Dan selama unit-unit perumahan alternatif itu tidak masuk, hal itu akan membuat keadaan menjadi cukup sulit bagi Palestina.”

    Gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku pada 19 Januari, setelah lebih dari 460 hari perang.

    Sejak saat itu, Israel telah melanggar perjanjian tersebut beberapa kali, dengan para pemimpinnya membahas kemungkinan kembalinya pertempuran habis-habisan di Gaza dan para menteri sayap kanan di kabinet Netanyahu bahkan mendorong pendudukan militer di daerah kantong tersebut.

    Sejak kesepakatan itu, total 1.135 warga Palestina telah dibebaskan dari penjara Israel. Israel dijadwalkan membebaskan 502 warga Palestina lagi minggu ini. Setelah penyerahan minggu lalu, jumlah tawanan yang dibebaskan oleh Hamas dan Jihad Islam Palestina telah mencapai 25 sejak 19 Januari.

    (oln/Al Jazeera/*)

     

  • Netanyahu Tunjuk Orang Kepercayaannya Pimpin Negosiasi Tahap 2 Gencatan Senjata dengan Hamas – Halaman all

    Netanyahu Tunjuk Orang Kepercayaannya Pimpin Negosiasi Tahap 2 Gencatan Senjata dengan Hamas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pejabat Israel mengatakan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menunjuk orang kepercayaannya untuk memimpin negosiasi tahap kedua gencatan senjata dengan Hamas.

    Orang kepercayaan Benjamin Netanyahu itu merupakan Ron Dermer yang lahir di Amerika Serikat (AS).

    Ron Dermer adalah menteri kabinet yang secara luas dipandang sebagai penasihat terdekat Netanyahu.

    Ron Dermer pernah menjabat sebagai duta besar Israel untuk AS.

    Ia juga merupakan mantan aktivis Republik yang memiliki hubungan kuat dengan Presiden AS Donald Trump.

    Diberitakan Arab News, Israel dan Hamas belum menegosiasikan fase kedua gencatan senjata perang Gaza.

    Adapun fase pertama akan berakhir pada awal Maret 2025.

    Pemimpin Mesir Tegaskan Penolakannya Terhadap Rencana Trump

    Sementara itu, Pemimpin Mesir telah menegaskan kembali penentangannya terhadap pemindahan warga Palestina keluar dari Jalur Gaza, seperti yang disarankan oleh Presiden AS Donald Trump.

    Pada Rabu (19/2/2025), Presiden Abdel Fattah el-Sissi meminta masyarakat internasional untuk mendukung rencana rekonstruksi yang akan memungkinkan warga Palestina untuk tetap tinggal di Tanah Air mereka.

    Ia mengatakan rekonstruksi Gaza harus dilaksanakan “tanpa pemindahan warga Palestina dari tanah yang mereka jajah.”

    Dilansir AP News, Mesir dan Yordania telah menolak saran Trump agar mereka menerima pengungsi Palestina dalam jumlah besar.

    El-Sissi berbicara di Madrid dalam konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez, yang juga mengecam usulan Trump, dengan mengatakan usulan tersebut akan “tidak bermoral dan bertentangan dengan hukum internasional dan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa,” serta akan berdampak tidak stabil terhadap kawasan.

    Kedua pemimpin juga menyerukan dihidupkannya kembali proses perdamaian yang mengarah pada solusi dua negara untuk konflik tersebut.

    Dikutip dari Al Jazeera, setidaknya tiga warga Palestina tewas dan 11 lainnya terluka dalam serangan Israel di Gaza dalam 24 jam terakhir, menurut Kementerian Kesehatan daerah kantong itu.

    Sebelumnya, Hamas mengusulkan pertukaran semua tawanan Israel dan tahanan Palestina sekaligus selama fase kedua kesepakatan gencatan senjata Gaza, dengan tujuan mencapai gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan Israel.

    Kelompok Palestina tersebut juga mengonfirmasi  bahwa mereka akan membebaskan enam tawanan hidup lainnya, yang akan dibebaskan pada tahap pertama, pada hari Sabtu, sementara Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar mengatakan negosiasi untuk tahap kedua  kesepakatan tersebut “akan terjadi minggu ini”.

    Di Lebanon, tim penyelamat telah menemukan jasad 23 orang setelah pasukan Israel mundur sebagian dari desa-desa dan kota-kota di selatan karena batas waktu penarikan penuh telah berakhir.

    Tentara Israel menyerbu wilayah al-Issawiya dan Silwan di Yerusalem Timur yang diduduki, mendirikan pos pemeriksaan militer di Silwan dan mengenakan denda pada kendaraan.

    SITUASI GAZA – Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English pada Rabu (19/2/2025) menunjukkan situasi di Gaza pada Rabu (19/2/2025) setelah gencatan senjata dimulai sejak 19 Januari 2025. (Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English)

    Pasukan Israel juga menangkap dua saudara lelaki Palestina dan seorang anak selama penggerebekan di kota Hebron dan kota Beit Ummar.

    Pasukan Israel menyerbu kota Nilin, sebelah barat Ramallah, dan menyerbu sejumlah rumah, termasuk rumah mantan tahanan.

    Buldoser tentara Israel menghancurkan bangunan Palestina di kota Hizma, timur laut Yerusalem Timur yang diduduki.

    Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi 48.297 kematian warga Palestina dalam perang Israel di Gaza, sementara 111.733 orang terluka.

    Kantor Media Pemerintah memperbarui jumlah korban tewas menjadi sebanyak 61.709 orang, dengan mengatakan ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan diduga tewas.

    Sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Forum Jenderal Israel Kirim Pesan Keras Tolak Lanjut Perang di Gaza: Negara Zionis Bisa Pecah – Halaman all

    Forum Jenderal Israel Kirim Pesan Keras Tolak Lanjut Perang di Gaza: Negara Zionis Bisa Pecah – Halaman all

    Forum Jenderal Israel Kirim Pesan Keras Tolak Lanjut Perang di Gaza: Negara Zionis Bisa Pecah
     
    TRIBUNNEWS.COM – “Panglima Keamanan Israel”, sebuah forum jenderal yang berisi sejumlah besar mantan perwira senior tentara pendudukan Israel (IDF) mengirimkan pesan keras terhadap pemerintah Israel yang dipimpin Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu.

    Sebagai informasi, “Panglima Keamanan Israel” dipimpin oleh Mayor Jenderal (Cadangan) Matan Vilnai, mantan Wakil Kepala Staf IDF.

    Forum ini dilaporkan memiliki sebanyak lebih dari 550 mantan perwira senior militer Israel.

    Dilansir Khaberni, dalam pesan keras yang dikirim oleh Vilnai, forum tersebut memperingatkan agar pemerintah Israel tidak memulai kembali perang di Gaza.

    Forum itu juga mengatakan kalau melancarkan perang tanpa tujuan strategis yang jelas akan menyebabkan terbunuhnya sandera Israel, kondisi pendudukan berdarah di Jalur Gaza, dan menimbulkan isolasi regional bagi Israel.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Risiko Israel Kalau Nekat Kembali Berperang di Gaza, Negara Bisa Pecah

    Vilnai mengawali suratnya dengan peringatan keras, yang menyatakan bahwa “Memulai pertempuran lagi akan menyebabkan terbunuhnya tentara IDF yang diculik, terus menipisnya kekuatan tentara Israel dengan mengorbankan banyaknya korban jiwa, dan akan menyebabkan situasi pendudukan berdarah dan berkepanjangan, yang akan menyebabkan hilangnya kesempatan regional yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

    Dalam surat tersebut, Vilnai menawarkan alternatif lain selain kembali mulai berperang di Gaza, yaitu berfokus pada aksi politik sambil mengambil keuntungan dari pencapaian tentara Israel, klaimnya.

    Surat itu mengatakan bahwa “Pemerintah Israelsaat  bekerja melawan keinginan rakyat Israel dan menyerah pada tuntutan kelompok minoritas ekstremis sambil mempromosikan agenda untuk mencaplok tanah di Tepi Barat, memermanenkan pendudukan di Gaza, dan memperdalam konfrontasi militer.”

    Surat itu juga memperingatkan, kalau “Kebijakan saat ini membawa Israel pada pendudukan berdarah di Jalur Gaza, memperburuk mimpi buruk keamanan di Tepi Barat, mengekspos dirinya ke arah isolasi regional, dan membuang-buang kesempatan untuk menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi.”

    Dalam konteks ini, surat tersebut mempertanyakan hak pemerintah untuk meneruskan perang setelah 500 hari perang.

    “Pemerintah Israel (memang) memiliki kewenangan resmi, tetapi tidak memiliki kewenangan yang sah dan moral untuk mengeluarkan perintah kepada tentara Israel setelah 500 hari pertempuran yang melelahkan tanpa mencapai tujuan perang untuk melanjutkan pertempuran,” tulis surat tersebut.

    Menurut pejabat senior Israel tersebut, “Pemerintah Israel berkewajiban untuk menilai kembali situasi, menetapkan tujuan yang realistis, dan menghindari membahayakan tentara dan tahanan IDF dengan slogan-slogan kosong, seperti kemenangan mutlak atau melenyapkan Hamas.”

    Para mantan perwira dalam froum jenderal tersebut memberikan ringkasan perang Israel di Gaza dan Lebanon, dengan mengklaim bahwa “pendudukan tersebut mencapai prestasi operasional dan membawa perubahan kepentingan strategis, karena sebagian besar kerangka tempur Hamas dibongkar, Hizbullah dihancurkan, dan kelemahan Iran terungkap.”

    Namun pada saat yang sama, mereka melihat bahwa “Israel masih terlibat konflik di 8 front, yang paling berbahaya adalah front internal, yaitu perpecahan di dalam negara dan serangan terhadap lembaga keamanan sebagai ‘musuh rakyat yang dipimpin dan diarahkan dari atas.’”

    Menurut surat tersebut, pemerintah sengaja menghindari penanganan “The Day After” di Gaza, yang menimbulkan bahaya nyata, tidak hanya bagi para tahanan, tetapi juga bagi eskalasi menyeluruh di Tepi Barat.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Tiga Tujuan Utama

    Surat tersebut juga menyerukan kepada pemerintah untuk menetapkan tiga tujuan utama dalam kebijakannya terkait situasi saat ini.

    “Yang pertama adalah pembebasan tahanan “sebagai syarat pertama untuk tindakan apa pun di masa mendatang,” dan menjelaskan bahwa “menetapkan tujuan yang saling bertentangan—menggulingkan Hamas dan membebaskan para sandera—telah menyebabkan terbunuhnya para sandera,” kata surat tersebut

    Sebagai balasannya, para perwira senior Israel di forum tersebut juga menyerukan diakhirinya pertempuran di berbagai arena “sebagai bagian dari proses politik yang memungkinkan Israel untuk fokus pada ancaman Iran.”

    Menurut surat tersebut, “Penyelesaian masalah dengan Hamas mungkin akan terjadi di masa mendatang, tetapi sekarang upaya harus difokuskan pada pembebasan para sandera bahkan jika hal itu mengorbankan penarikan pasukan Israel.”

    Mengenai tujuan kedua, yaitu mendirikan pemerintahan alternatif bagi Hamas di Gaza yang dipimpin oleh Amerika Serikat, negara-negara Arab, dan Otoritas Palestina, para mantan pejabat itu menegaskan kalau “Hamas tidak dapat digulingkan tanpa pemerintahan alternatif, dan membahas pemindahan (pemindahan) dan ide-ide tidak praktis lainnya mengalihkan perhatian dari pokok bahasan utama. Setiap hari tambahan tanpa merumuskan alternatif bagi Hamas memberinya pencapaian lain.”

    “Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan Otoritas Palestina melalui reformasi ke dalam payung keamanan regional,” imbuh mereka.

    Surat itu juga melihat kalau tujuan ketiga yang harus diperjuangkan Israel adalah merehabilitasi militer dan masyarakat Israel.

    Hal ini  mengingat bahwa “terkikisnya ketahanan sosial adalah ancaman eksistensial terbesar, dan bahwa kebijakan pemerintah saat ini membahayakan Israel lebih dari ancaman eksternal apa pun.”

    Surat itu juga menyoroti implikasi regional dari kelanjutan perang, dengan mengatakan, “Dukungan pemerintah Israel terhadap gagasan pemindahan warga Palestina dari Gaza sebenarnya membahayakan perjanjian damai dengan Mesir dan Yordania, Perjanjian Abraham, dan kemungkinan normalisasi dengan Arab Saudi, serangkaian aset strategis kelas satu.”

    Surat dari mantan perwira senior Israel menekankan bahwa “kebijakan yang bertanggung jawab memerlukan kerja sama dengan rezim moderat, bukan tindakan yang akan merugikan mereka.”

    Surat tersebut diakhiri dengan seruan tegas kepada pemerintah: “Berdasarkan pencapaian IDF yang mengesankan di berbagai bidang, pelajaran harus dipelajari dan pasukan keamanan diperkuat, tetapi batas-batas kekuatan juga harus dipahami, dan pada saat yang sama perlu untuk merumuskan strategi nasional yang akan memanfaatkan pencapaian IDF dalam aksi politik untuk mencapai tujuan nasional.”

     

    (oln/khbrn/*)

  • Hamas Bakal Bebaskan 6 Sandera dan 8 Jenazah Tawanan Israel, Nasib Gencatan Senjata Masih Abu-abu – Halaman all

    Hamas Bakal Bebaskan 6 Sandera dan 8 Jenazah Tawanan Israel, Nasib Gencatan Senjata Masih Abu-abu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hamas dilaporkan bakal segera membebaskan enam sandera Israel pada Sabtu (22/2/2025) besok.

    Pembebasan sandera ini menjadi yang terbanyak dari sebelum-sebelumnya.

    Dikutip dari The Times of Israel, Hamas juga dilaporkan akan melepas empat jenazah sandera pada Kamis (20/2/2025).

    Sementara empat jenazah sandera Israel lainnya akan dibebaskan dalam dua minggu ke depan.

    Enam sandera yang akan dibebaskan oleh Hamas adalah Avera Mengistu, Hisham al-Sayed, Omer Shem-Tov, Omer Wenkert, Eliya Cohen, dan Tal Shoham.

    Avera Mengistu dan Hisham al-Sayed merupakan warga Israel yang ditahan Hamas sejak memasuki Jalur Gaza atas kemauan mereka pada tahun 2014 dan 2015.

    Sementara Tal Shoham, Omer Shem-Tov, Omer Wenkert, dan Eliya Cohen ditangkap Hamas pada serangan 7 Oktober 2023 lalu.

    Keluarga keenam sandera yang masih hidup mengonfirmasi mereka ada dalam daftar tawanan yang dijadwalkan dibebaskan.

    “Saya melihat nama Omer di TV dan saya tidak percaya,” kata ibu Shem-Tov, Shelly, setelah menerima kabar tersebut.

    “Sekarang saya bisa mengatakan bahwa kami bisa bernapas lega, dan saya hanya menunggu untuk memeluk Omer saya,” lanjutnya.

    Sementara itu, pejabat tinggi Hamas, Khalil al-Hayya, mengatakan sandera tewas yang akan dibebaskan, termasuk “keluarga Bibas” — dua anak laki-laki dan ibu mereka yang bagi banyak orang Israel telah menjadi simbol penderitaan orang-orang yang ditawan.

    Israel belum mengonfirmasi kematian mereka, dan kantor perdana menteri mendesak masyarakat untuk tidak menyebarkan “foto, nama, dan rumor” setelah pengumuman oleh Hamas.

    “Dalam beberapa jam terakhir, kami berada dalam kekacauan,” kata anggota keluarga Bibas yang selamat dalam sebuah pernyataan, dikutip dari AP News.

    “Sampai kami menerima konfirmasi definitif, perjalanan kami belum berakhir,” lanjutnya.

    Israel telah lama menyatakan kekhawatirannya yang mendalam tentang Shiri Bibas dan kedua putranya, Kfir dan Ariel, yang menurut Hamas telah tewas dalam serangan udara Israel di awal perang.

    Suami dan ayah Yarden Bibas diculik secara terpisah dan dibebaskan bulan ini.

    Kfir, yang saat itu berusia 9 bulan, adalah sandera termuda yang disandera dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Sebuah video penculikan tersebut memperlihatkan Shiri membungkus kedua putranya yang berambut merah dengan selimut dan dibawa pergi oleh orang-orang bersenjata.

    Israel diperkirakan akan terus membebaskan ratusan tahanan Palestina, termasuk banyak yang menjalani hukuman seumur hidup atas serangan mematikan, sebagai ganti para sandera. Yang lainnya ditahan tanpa dakwaan.

    Selama tahap pertama, Israel juga akan membebaskan semua wanita dan anak-anak yang ditawan dari Gaza sejak perang dimulai.

    Nasib Gencatan Senjata Masih Abu-abu

    Meskipun Hamas dan Israel terus mengikuti aturan kesepakatan gencatan senjata, namun nasibnya masih abu-abu.

    Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah menunjuk sekutu politik dekat untuk memimpin pembicaraan mengenai tahap kedua gencatan senjata saat ini di Gaza, menggantikan kepala negosiator Israel sebelumnya.

    “Dalam beberapa hari mendatang, Israel akan memasuki negosiasi Tahap B, yang merupakan tahap politik yang membahas pertanyaan tentang syarat-syarat untuk mengakhiri perang,” kata seorang sumber Israel kepada CNN.

    “Oleh karena itu, upaya Israel akan dipimpin oleh Menteri Urusan Strategis, Ron Dermer, dan ia akan melakukannya di hadapan utusan khusus Presiden AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff,” lanjutnya.

    Dermer menggantikan David Barnea, kepala badan mata-mata Israel Mossad, yang memimpin pembicaraan pada bulan Januari yang menghasilkan kesepakatan saat ini.

    Pemerintah Israel belum mengonfirmasi apakah Barnea akan tetap menjadi bagian dari tim negosiasi Israel.

    Pembicaraan mengenai tahap kedua gencatan senjata, yang akan melibatkan penarikan semua pasukan Israel dari Gaza dan pembebasan semua sandera yang masih hidup, seharusnya telah dimulai lebih dari dua minggu lalu.

    Meskipun Netanyahu mengatakan pembicaraan akan segera dimulai, tidak jelas seberapa besar komitmen perdana menteri untuk memastikan keberhasilannya.

    Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, telah berjanji untuk menarik diri dari koalisi pemerintah jika Israel tidak kembali berperang di Gaza saat gencatan senjata saat ini berakhir pada 1 Maret 2025.

    Perombakan pendekatan negosiasi Israel terjadi setelah Hamas mengatakan akan membebaskan jenazah empat sandera pada hari Kamis, termasuk dua warga Israel termuda yang ditahan oleh kelompok tersebut, Kfir dan Ariel Bibas.

    Kelompok militan tersebut diperkirakan akan membebaskan enam sandera yang masih hidup pada hari Sabtu, dan empat jenazah lainnya minggu depan – semuanya sebagai ganti tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel.

    Akan tetapi, menyingkirkan Barnea berarti menyingkirkan lembaga keamanan Israel, yang sering berselisih dengan Netanyahu.

    Ronen Bar, kepala Badan Keamanan Israel Shin Bet, tidak akan menjadi bagian dari tim negosiasi baru, kata seorang sumber yang mengetahui situasi tersebut kepada CNN.

    Sekutu Netanyahu telah meminta Perdana Menteri untuk memecat Bar, setelah dilaporkan akhir pekan lalu, Shin Bet sedang menyelidiki anggota Kantor Perdana Menteri karena melakukan lobi yang tidak pantas atas nama kepentingan negara Qatar – sesuatu yang dibantah oleh kantornya.

    Sumber Israel kedua mengatakan kepada CNN, pemerintah ingin mendesak Hamas “untuk mendapatkan lebih banyak sandera sekarang dan memperpanjang tahap pertama”.

    Mereka mengatakan “saat ini tujuannya adalah untuk mendapatkan sebanyak mungkin sandera yang masih hidup”, mengingat kondisi tiga sandera yang dibebaskan awal bulan ini sangat kurus.

    Pada Selasa, Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa’ar, mengatakan tahap kedua dapat ditunda jika mereka yakin ada “dialog yang konstruktif dengan kemungkinan tercapainya kesepakatan”.

    Ia juga mengatakan jika Israel yakin “negosiasi tidak menghasilkan apa-apa”, militer akan melanjutkan perang di Gaza.

    Para negosiator Hamas di Kairo tampaknya mempercepat penyampaian hasil kesepakatan tahap pertama berdurasi 42 hari, dengan menetapkan jadwal pengembalian 14 sandera terakhir dari 33 sandera yang disepakati untuk dibebaskan pada tahap pertama – semuanya harus dirampungkan minggu depan. (*)

  • Rencana Arab di Gaza Mungkin Membutuhkan 20 Miliar Dolar atau Rp 327 Triliun untuk Rekonstruksi – Halaman all

    Rencana Arab di Gaza Mungkin Membutuhkan 20 Miliar Dolar atau Rp 327 Triliun untuk Rekonstruksi – Halaman all

    Rencana Arab di Gaza Mungkin Membutuhkan 20 Miliar Dolar atau Rp 327 Triliun untuk Rekonstruksi

    TRIBUNNEWS.COM- Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi diperkirakan akan mengunjungi Riyadh untuk membahas rencana Arab untuk Gaza, yang dapat melibatkan pendanaan regional hingga 20 miliar dolar atau Rp 327 Triliun untuk rekonstruksi.

    Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi kemungkinan akan mengunjungi Riyadh pada hari Kamis, menurut dua pejabat keamanan Mesir, untuk membahas rencana Arab untuk Gaza, yang mungkin melibatkan hingga $20 miliar atau Rp 327 Triliun dari wilayah tersebut untuk rekonstruksi.

    Negara-negara Arab bersiap untuk memperdebatkan rencana untuk Gaza sehari setelahnya sebagai tanggapan atas saran Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk membangun kembali wilayah di bawah kendali AS sambil membersihkan etnis Palestina.

    Berita ini muncul saat Kementerian Keamanan Israel mengumumkan rencana untuk membentuk direktorat untuk pemindahan paksa dan pembersihan etnis di Gaza dengan nama “emigrasi sukarela dari Gaza.”

    Rencana tersebut akan mencakup “pilihan keberangkatan,” yaitu cara mengusir warga Palestina dari tanah mereka , melalui darat, laut, dan udara. 

    Arab Saudi, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, dan Qatar akan mengevaluasi dan membahas proposal Arab di Riyadh sebelum menyampaikannya pada pertemuan puncak Arab yang dijadwalkan di Kairo pada tanggal 4 Maret, empat orang yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters. 

    Pada hari Jumat, pertemuan para pemimpin negara Arab, termasuk Yordania, Mesir, UEA, dan Qatar, dijadwalkan di Arab Saudi, yang mendorong upaya Arab pada rencana Trump, tetapi beberapa sumber mengindikasikan tanggalnya belum ditetapkan.

    Pada konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat “akan mengambil alih,” “memiliki,” dan mengubah Jalur Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah.”  

    Lebih buruknya lagi, ia mengungkapkan minggu lalu bahwa warga Palestina tidak akan memiliki hak untuk kembali ke Gaza, dan menyatakan bahwa wilayah tersebut, “Saya akan memilikinya.”

    Usulan Arab, yang terutama didasarkan pada rencana Mesir, menyerukan pembentukan komite nasional Palestina untuk mengelola Gaza tanpa keterlibatan Hamas, serta keterlibatan internasional dalam rehabilitasi tanpa pemindahan warga Palestina ke luar negeri.

    Menurut peneliti Emirat Abdulkhaleq Abdullah, komitmen sebesar $20 miliar atau Rp 327 Triliun dari pemerintah Arab dan Teluk untuk dana tersebut, yang telah diidentifikasi oleh dua sumber sebagai jumlah yang masuk akal, mungkin menjadi motivasi yang efektif bagi Trump untuk mengadopsi konsep tersebut.

    Kabinet Otoritas Palestina menyatakan hari Selasa bahwa tahap pertama dari rencana yang sedang dipertimbangkan akan menelan biaya sekitar $20 miliar atau Rp 327 Triliun selama tiga tahun, sementara sumber-sumber Mesir mengungkapkan kepada Reuters bahwa pembicaraan tentang kontribusi keuangan kawasan itu masih berlangsung.

    Menurut orang dalam, rencana itu mengharuskan pembangunan kembali diselesaikan dalam waktu tiga tahun.

    Senator Richard Blumenthal mengatakan kepada wartawan di Tel Aviv pada hari Senin bahwa pembicaraannya dengan para pemimpin Arab, khususnya Raja Abdullah, menunjukkan bahwa “mereka memiliki penilaian yang sangat realistis tentang apa peran mereka seharusnya.”

     

     

     

    SUMBER: AL MAYADEEN

  • Hamas Janji Bebaskan Seluruh Sandera Israel, Syaratnya Gencatan Senjata Permanen – Halaman all

    Hamas Janji Bebaskan Seluruh Sandera Israel, Syaratnya Gencatan Senjata Permanen – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Militan sayap kanan Palestina, Hamas berjanji akan menukar semua sandera Israel yang tersisa dengan para tahanan Palestina.

    Tawaran ini diungkap Juru bicara Hamas, Hazem Qasim melalui Telegram, Rabu (19/2/2025).

    Dalam keterangan resminya dikutip dari Al Jazeera,  Qasim mengatakan bahwa pihaknya siap menukar semua sandera Israel yang tersisa selama gencatan senjata tahap kedua di Gaza.

    Namun dengan syarat PM Israel Benjamin Netanyahu menyetujui tawaran kesepakatan gencatan senjata permanen di Gaza.

    Termasuk penarikan pasukan Israel secara keseluruhan dari daerah kantong tersebut.

    “Kami siap untuk tahap kedua di mana para tawanan akan dipertukarkan sekaligus, dengan kriteria mencapai kesepakatan yang mengarah pada gencatan senjata permanen dan penarikan penuh dari Jalur Gaza,” tegas Qasim.

    Israel dan Hamas sepakat menghentikan permusuhan pada Januari setelah berbulan-bulan melakukan perundingan yang diawasi oleh Amerika Serikat (AS) dan ditengahi oleh Qatar dan Mesir. 

    Adapun perjanjian gencatan senjata saat ini akan berakhir pada awal Maret.

    Selama  perjanjian gencatan senjata berlangsung, Hamas telah membebaskan total 16 sandera Israel sebagai bagian dari tahap pertama perjanjian gencatan senjata, dari total 33 sandera yang akan dibebaskan secara bertahap.

    Sebagai balasannya, Israel mengklaim telah membebaskan 183 dari total 300 tahanan Palestina, sebagai bagian dari pertukaran kelima dalam kesepakatan gencatan senjata Gaza antara Hamas dan Israel.

    Hamas Bebaskan 6 Sandera dan 4 Jenazah Pekan Ini

    Terpisah, seorang pejabat tinggi Hamas mengatakan kelompok militan itu akan membebaskan enam sandera Israel yang masih hidup pada hari Sabtu (22/2/2025).

    Enam sandera hidup yang dijadwalkan akan dibebaskan adalah Eliya Cohen, Tal Shoham, Omer Shem Tov, Omer Wenkert, Hisham Al-Sayed, dan Avera Mengistu, 

    Melansir dari APNews, keenam orang tersebut adalah sandera hidup terakhir yang akan dibebaskan selama tahap pertama gencatan senjata pertama.

    Tak hanya membebaskan sandera, Hamas juga akan mengembalikan jenazah empat orang lainnya pada hari Kamis (20/2/2025).

    Pemimpin Hamas Khalil al-Hayya mengatakan bahwa korban tewas yang akan dikembalikan mencakup ‘keluarga Bibas’, termasuk Yarden Bibas (suami dan ayah), serta ibunya yang sebelumnya diculik secara terpisah dan telah dibebaskan bulan ini.

    Pada awal pekan lalu, sebelum kesepakatan pembebasan sandera, Hamas sempat mengancam akan membatalkan pembebasan sandera Israel.

    Dalam keterangan resminya, Kelompok militan Hamas mengumumkan, bahwa pihaknya akan menunda pembebasan sandera Israel yang ditahan di Jalur Gaza hingga pemberitahuan lebih lanjut.

    Tindakan itu dilakukan karena Hamas menyebut Israel telah gagal mematuhi perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati sebelumnya.

    Namun, sikap Hamas mulai melunak setelah Israel mengizinkan masuknya peralatan pembersih puing dan peralatan konstruksi ke Jalur Gaza yang hancur.

    Negosiasi Tahap Kedua Gencatan Senjata Dimulai

    Meskipun kesepakatan gencatan senjata tahap pertama belum selesai, Israel kabarnya telah memulai negosiasi tidak langsung dengan kelompok militan Palestina Hamas mengenai fase kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza pekan ini.

    “Itu akan terjadi minggu ini,” kata Gideon Sa’ar Menteri Luar Negeri Israel, Rabu (19/2/2025).

    Perundingan untuk tahap kedua kesepakatan itu seharusnya dimulai pada 2 Februari.

    Namun, Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat yang menjadi penengah antara kedua pihak mengatakan bahwa perundingan tersebut belum dilakukan secara resmi.

    Pada negosiasi tahap dua akan dibahas pengembalian sisa sandera berjumlah 64.

    Dalam perundingan kali ini, Israel dan Hamas kabarnya akan membahas beberapa isu, termasuk pemerintahan di Gaza pasca-perang.

    Kantor berita Reuters memprediksi bahwa negosiasi tahap kedua akan berjalan sulit.

    Sebab, masalah siapa yang memerintah di Gaza pasca-perang bakal ditentukan dalam perundingan kali ini.

    (Tribunnews.com / Namira)