Tag: Benjamin Netanyahu

  • Pemimpin Arab Berkumpul di Saudi Bahas Gaza

    Pemimpin Arab Berkumpul di Saudi Bahas Gaza

    Jakarta

    Para pemimpin Arab berkumpul di Riyadh, Arab Saudi untuk membahas rencana pembangunan kembali Gaza pascaperang. Pertemuan ini digelar di tengah meningkatnya pertentangan terhadap usulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump agar AS mengambil alih kendali wilayah Palestina tersebut dan memindahkan penduduknya.

    Awal bulan ini, saat konferensi pers dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump melontarkan gagasan untuk mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah” di bawah pengawasan AS, dan mengusulkan warga Palestina dapat dimukimkan kembali di negara-negara tetangga.

    Pernyataannya tersebut memicu kecaman di seluruh dunia Arab. Para pemimpin Arab menolak segala upaya untuk menggusur warga Palestina dan berjanji untuk mengembangkan kerangka kerja mereka sendiri untuk rekonstruksi Gaza.

    Dilansir Al Arabiya, Sabtu (22/2/2025), sebuah foto dari pertemuan di Riyadh tersebut memperlihatkan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman bersama para pemimpin dari Yordania, Qatar, Mesir, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Bahrain.

    Menurut kantor berita resmi Saudi, Saudi Press Agency (SPA), para pemimpin Arab tersebut menegaskan kembali komitmen mereka untuk mendukung perjuangan Palestina dan bertukar pandangan tentang perkembangan regional dan internasional.

    Pertemuan yang dimulai pada Jumat (21/2) tersebut akan dilanjutkan pada KTT darurat Arab di Kairo, Mesir pada tanggal 4 Maret mendatang, di mana para pemimpin akan membahas krisis yang sedang berlangsung di Gaza dan stabilitas regional yang lebih luas.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Hamas Bantah Tuduhan Israel Soal Kematian Sandera Kfir dan Ariel Bibas – Halaman all

    Hamas Bantah Tuduhan Israel Soal Kematian Sandera Kfir dan Ariel Bibas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kelompok pejuang Palestina, Hamas, secara tegas menolak tuduhan yang dilontarkan oleh Israel mengenai penyebab kematian dua sandera muda, Kfir dan Ariel Bibas.

    Keduanya dilaporkan tewas di Jalur Gaza, dan jenazah mereka diserahkan kepada Komite Palang Merah Internasional (ICRC) pada Kamis, 20 Februari 2025.

    Menurut juru bicara militer Israel, Daniel Hagari, Hamas dituduh sebagai penyebab kematian kedua sandera tersebut.

     “Ini adalah upaya putus asa untuk menghindari tanggung jawab atas peran tentara kriminal dalam meninggalnya keluarga tersebut,” ungkap Hamas dalam pernyataannya, yang dikutip dari Al Mayadeen.

    Tuduhan Palsu dan Pengalihan Isu

    Hamas menyebut Israel sengaja menyebarkan klaim palsu untuk mengalihkan perhatian dari tindakan mereka yang dianggap sebagai genosida terhadap rakyat Palestina.

    Mereka menegaskan bahwa Israel ingin menutupi kejahatan yang dilakukan selama konflik di Gaza.

    “Militer Israel dan medianya berusaha mengalihkan perhatian publik global dari kejahatan brutal genosida dan pembersihan etnis yang mereka lakukan,” jelas Hamas.

    Penyerahan Jenazah dan Nasib Sandera

    Hamas telah menyerahkan empat jenazah sandera Israel kepada ICRC pada hari yang sama.

    Dalam proses penyerahan, terdapat spanduk yang bertuliskan “Kembalinya perang, kembalinya tahanan dalam peti mati,” yang merujuk pada nasib yang mungkin menanti tahanan Israel jika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memutuskan untuk melanjutkan konflik.

    Seorang komandan Palestina menyatakan bahwa keluarga Bibas telah mendapatkan perlindungan, tetapi mereka tewas akibat serangan udara Israel.

    “Kelompok perlawanan Palestina telah memberikan tempat berlindung yang aman kepada sandera Israel, tetapi tentara mereka membunuh mereka,” ujar komandan tersebut, dikutip dari Middle East Monitor.

    Gencatan Senjata dan Pertukaran Sandera

    Gencatan senjata di Gaza telah berlangsung sejak 19 Januari 2025.

    Pertukaran sandera antara Israel dan Hamas akan memasuki tahap ketujuh pada 22 Februari 2025, di mana Israel akan membebaskan 602 tahanan Palestina sebagai imbalan atas pembebasan enam sandera Israel oleh Hamas.

    Dalam konteks yang lebih luas, konflik ini terus menjadi sorotan internasional, dengan berbagai pihak mendesak untuk menghentikan kekerasan dan mencari solusi damai.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Jenazah Sandera Israel Shiri Bibas Telah Teridentifikasi – Halaman all

    Jenazah Sandera Israel Shiri Bibas Telah Teridentifikasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Otoritas telah mengidentifikasi jenazah sandera Israel Shiri Bibas (32), yang dilaporkan sempat tertukar dengan jenazah lain.

    Mengutip Al Jazeera, dalam sebuah unggahan di akun Instagram Bring Bibas Back, keluarga Bibas menyatakan bahwa para ahli dari Institut Kedokteran Forensik Israel telah berhasil mengidentifikasi jenazah Shiri Bibas secara positif, Sabtu (22/2/2025).

    Sebelumnya, Israel menuduh Hamas menyerahkan jenazah yang salah pada Kamis (20/2/2025).

    Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, Hamas menyerahkan peti jenazah lainnya melalui Palang Merah.

    Institut Kedokteran Forensik Israel segera melakukan pemeriksaan begitu jenazah tersebut tiba di Israel.

    Keluarga Bibas tidak memberikan rincian lebih lanjut terkait hasil pemeriksaan forensik tersebut.

    Mereka hanya meminta waktu untuk berduka dan menyampaikan bahwa jadwal pemakaman Shiri Bibas dan kedua anaknya akan diumumkan kemudian.

    Kronologi Kesalahan Identifikasi Jenazah Sandera Shiri Bibas

    Penyerahan sandera dan jenazah menjadi bagian dari kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

    Namun, pada Kamis (20/2/2025), perjanjian tersebut hampir runtuh setelah Israel menuduh Hamas menyerahkan jenazah yang salah — bukan sandera Israel Shiri Bibas.

    Mengutip Al Jazeera, berikut kronologi kontroversi terkait kesalahan identifikasi jenazah tersebut:

    Kamis: Hamas menyerahkan empat jenazah warga Israel.

          Jenazah tersebut adalah Oded Lifshitz (83), Shiri Bibas (32), serta kedua anaknya, Ariel dan Kfir Bibas.

          Peti jenazah diserahkan kepada Palang Merah dalam sebuah upacara di Khan Younis, Gaza selatan.

    Tim forensik Israel kemudian memeriksa keempat jenazah itu.

          Mereka berhasil mengidentifikasi Lifshitz dan kedua anak Shiri Bibas, tetapi menyatakan bahwa jenazah wanita yang diserahkan bukanlah Shiri Bibas.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menuduh Hamas melanggar kesepakatan gencatan senjata dan mengancam akan membalas dengan tindakan keras.
    Jumat: Hamas mengakui kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penyerahan jenazah dan berjanji akan menyelidiki lebih lanjut.

         Tetapi Hamas juga menyalahkan militer Israel atas kekacauan ini, menyatakan bahwa pemboman oleh Israel di tempat keluarga Bibas berada telah menyebabkan pencampuran jenazah.

    Palang Merah kemudian menerima jenazah baru dari Hamas, yang diklaim merupakan Shiri Bibas.
    Tim forensik Israel langsung memeriksa jenazah baru tersebut.
    Hasil pemeriksaan mengonfirmasi identitas jenazah Shiri Bibas, menurut pernyataan keluarga.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Israel Sebar Pamflet di Gaza, Ancaman Pemindahan Paksa Warga Palestina – Halaman all

    Israel Sebar Pamflet di Gaza, Ancaman Pemindahan Paksa Warga Palestina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel menyebarkan selebaran di Jalur Gaza yang merupakan ancaman bagi warga Palestina agar menyetujui usulan Presiden AS Donald Trump yaitu pemidahan paksa.

    Tentunya apa yang dilakukan Israel ini menjadi ancaman dan merupakan taktik perang psikologis.

    Dalam selebaran yang disebarkan baru-baru ini, terlihat foto Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Dalam pesan tersebut, Israel mengatakan bahwa memberikan kesempatan terakhir sebelum warga Gaza dipindah paksa.

    “Kepada warga Gaza, setelah peristiwa yang terjadi, gencatan senjata sementara, dan sebelum pelaksanaan rencana wajib Trump—yang akan memaksa Anda mengungsi, suka atau tidak suka—kami memberikan satu kesempatan terakhir bagi mereka yang ingin menerima bantuan dengan syarat bekerja sama dengan kami,” tulis pesan tersebut, dikutip dari The New Arab.

    Israel juga mengancam bahwa keberadaan Gaza tidak lagi diakui oleh peta dunia.

    “Peta dunia tidak akan berubah jika semua orang Gaza lenyap. Tidak ada yang akan peduli, tidak ada yang akan bertanya tentang Anda. Anda telah ditinggalkan untuk menghadapi takdir yang tak terelakkan. Iran bahkan tidak bisa melindungi dirinya sendiri, apalagi melindungi Anda, dan Anda telah melihat sendiri akibatnya.”

    Tidak hanya itu, Israel juga mengklaim bahwa nantinya Palestina tidak lagi mendapat dukungan Internasional, termasuk negara-negara Arab.

    Israel juga mengklaim bahwa nantinya mereka yang pernah mendukung Palestina akan beralih ke Israel.

    “Amerika dan Eropa tidak peduli dengan Gaza. Bahkan negara-negara Arab, yang kini menjadi sekutu kami, memberi kami uang dan senjata, sementara hanya mengirimkan kain kafan untuk Anda.”

    Menurut Israel, saat ini pihaknya memberikan kesempatan bagi warga Palestina untuk menyelamatkan diri.

    “Waktu yang tersisa semakin menipis, permainan hampir berakhir. Jika Anda ingin menyelamatkan diri sebelum terlambat, kami di sini, bertahan hingga akhir.”

    Selebaran ini sejalan dengan usulan Trump untuk “mengambil alih” Gaza dan memindahkan warga Palestina ke negara lain di Timur Tengah, sebuah ide yang telah menuai penolakan keras dari Palestina, Mesir, dan Yordania.

    Trump, dalam beberapa pernyataannya, menyebutkan bahwa pemindahan permanen warga Palestina dari Gaza ke negara-negara seperti Mesir dan Yordania akan menciptakan apa yang ia sebut ‘Riviera Timur Tengah’.

    PAMFLET ISRAEL – Tangkapan layar X/Twitter @tamerqdh yang diambil pada Sabtu (22/2/2025). Foto ini menunjukkan Israel menyebar pamflet di Gaza yang merupakan ancaman pemindahan paksa warga Palestina.

    Meski demikian, gagasan ini tidak mendapat sambutan positif dari negara-negara yang terlibat, yang menolak keras rencana tersebut.

    Mesir dan Yordania menegaskan bahwa mereka tidak bersedia menerima pemukiman warga Palestina dari Gaza.

    Namun, rencana Trump ini mendapat kecaman luas, baik dari negara-negara Arab maupun dari komunitas internasional. 

    Banyak yang khawatir bahwa kebijakan ini akan semakin meningkatkan ketegangan di kawasan yang sudah sangat sensitif ini.

    Banyak pihak di AS dan luar negeri yang menilai bahwa langkah tersebut berisiko memperburuk kondisi politik dan keamanan di Timur Tengah.

    Sementara itu, ini bukan pertama kalinya Israel menjatuhkan selebaran di Gaza.

    Sejak memutus akses komunikasi, Israel sering kali menjatuhkan selebaran di Gaza.

    Dalam beberapa bulan terakhir, isi pesan mereka menjadi semakin agresif.

    Sebelumnya, selebaran menggambarkan keluarga Palestina di tengah reruntuhan dengan nada mengejek “kemenangan perlawanan.”

    Namun, ancaman dalam selebaran terbaru telah memicu kemarahan global yang lebih besar karena menyiratkan genosida dan pemindahan paksa sebagai strategi yang terang-terangan dijalankan oleh Israel.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Kronologi Kesalahan Identifikasi Jenazah Sandera Shiri Bibas, Tim Forensik Kini Periksa Jasad Baru – Halaman all

    Kronologi Kesalahan Identifikasi Jenazah Sandera Shiri Bibas, Tim Forensik Kini Periksa Jasad Baru – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Penyerahan sandera dan jenazah menjadi bagian dari kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

    Namun, pada Kamis (20/2/2025), perjanjian tersebut hampir runtuh setelah Israel menuduh Hamas menyerahkan jenazah yang salah — bukan sandera Israel.

    Mengutip Al Jazeera, berikut kronologi kontroversi terkait kesalahan identifikasi jenazah tersebut:

    Jenazah tersebut adalah Oded Lifshitz (83), Shiri Bibas (32), serta kedua anaknya, Ariel dan Kfir Bibas.

    Peti jenazah diserahkan kepada Palang Merah dalam sebuah upacara di Khan Younis, Gaza selatan.

    JENAZAH SANDERA ISRAEL – Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic yang tayang pada 20 Februari 2025, memperlihatkan proses penyerahan jenazah sandera Israel oleh Hamas. (Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic)

    Tim forensik Israel kemudian memeriksa keempat jenazah itu.

    Mereka berhasil mengidentifikasi Lifshitz dan kedua anak Shiri Bibas, tetapi menyatakan bahwa jenazah wanita yang diserahkan bukanlah Shiri Bibas.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menuduh Hamas melanggar kesepakatan gencatan senjata dan mengancam akan membalas dengan tindakan keras.
    Jumat: Hamas mengakui kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penyerahan jenazah dan berjanji akan menyelidiki lebih lanjut.

    Hamas juga menyalahkan militer Israel atas kekacauan ini, menyatakan bahwa pemboman oleh Israel di tempat keluarga Bibas berada telah menyebabkan pencampuran jenazah.

    Palang Merah kemudian mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima jenazah baru dari Hamas, yang diduga merupakan Shiri Bibas.
    Tim forensik Israel saat ini sedang memeriksa jenazah baru tersebut, dengan hasil pemeriksaan diperkirakan akan diumumkan pada Sabtu.

    Pengamat: Israel Eksploitasi Tragedi Bibas untuk Gagalkan Gencatan Senjata

    Pengamat menuduh Israel menggunakan kematian keluarga Bibas, yang tewas akibat pemboman di Gaza pada November 2023, untuk menggagalkan perjanjian gencatan senjata. 

    Mengutip Palestine Chronicle, klaim bahwa Hamas mengeksekusi Shiri Bibas dan anak-anaknya bertentangan dengan laporan yang menunjukkan bahwa mereka tewas dalam serangan udara Israel.

    Yarden Bibas, suami dari Shiri, menyalahkan pemerintah Benjamin Netanyahu atas kematian istri dan anak-anaknya.

    Dalam pernyataannya pada November 2023, Yarden mengklaim bahwa serangan udara Israel-lah yang menyebabkan tragedi tersebut.

    Pengamat menilai pemerintah Israel mungkin sengaja menyembunyikan fakta kematian keluarga Bibas selama 15 bulan untuk kemudian menggunakan tragedi tersebut sebagai alat politik.

    Sebelumnya, Hamas mengklaim telah menawarkan penyerahan jenazah, tetapi pemerintah Israel menolaknya.

    “Pihak perlawanan menawarkan untuk menyerahkan ketiga jenazah tersebut, tetapi pemerintah pendudukan menolak untuk menerimanya dan masih bermanuver dan berunding,” ujar Hamas.

    Jurnalis Gaza, Muhammad Shehada, menyatakan bahwa Israel telah lama mengetahui nasib keluarga Bibas dan sengaja memanfaatkannya untuk kepentingan politik.

    “Saya sudah bilang ini akan terjadi! Sudah saya katakan sebulan yang lalu! Sudah saya katakan pemerintah Israel dan sekutunya pasti akan menggunakan tragedi Bibas untuk menggagalkan gencatan senjata di akhir fase 1.”

    “Pemerintah Israel telah tahu selama 15 bulan bahwa Bibas sudah mati dan sengaja memilih untuk berpura-pura sebaliknya!”

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Hamas: Klaim Israel tentang Penyebab Kematian Sandera Kfir dan Ariel Bibas Adalah Kebohongan – Halaman all

    Hamas: Klaim Israel tentang Penyebab Kematian Sandera Kfir dan Ariel Bibas Adalah Kebohongan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kelompok pejuang Palestina, Hamas dengan tegas menolak tuduhan Israel tentang penyebab kematian 2 sandera muda Israel, Kfir dan Ariel Bibas.

    Kfir dan Ariel Bebas tewas di Jalur Gaza dan jenazah keduanya telah diserahkan kepada Komipte Palang Merah Internasional (ICRC) pada Kamis (20/1/2025).

    Tuduhan ini berawal dari juru bicara pasukan pendudukan Israel, Daniel Hagari yang menuduh Hamas membunuh Kfir dan Ariel dengan kejam.

    Tidak hanya itu, Hagari juga mengklaim Hamas membunuh kedua sandera tersebut menggunakan tangan, bukan dengan tembakan.

    Mendengar klaim Israel, Hamas membantah tuduhan tersebut.

    Menurut Hamas, klaim Israel adalah kebohongan belaka.

    “Tidak lain hanyalah kebohongan belaka yang menambah serangkaian kebohongan yang disebarkan oleh juru bicara militer Israel selama 15 bulan terakhir dalam konteks genosida terhadap rakyat Palestina,” tegas Hamas, dikutip dari Al Mayadeen.

    Hamas juga menyebut bahwa Israel sengaja membuat klaim palsu agar terhindar dari tanggung jawab.

    “Ini adalah upaya putus asa untuk menghindari tanggung jawab atas peran tentara kriminal dalam kematian keluarga tersebut, di samping kejahatan lainnya terhadap tahanan di Gaza,” tambahnya.

    Selain itu, Hamas juga mengatakan bahwa klaim palsu Israel merupakan pengalihan isu atas perbuatan Israel yang melakukan genosida di Gaza.

    Israel tidak ingin perbuatan kejinya selama di Gaza terus-terusan menjadi sorotan internasional.

    “Militer Israel dan media-medianya berusaha mengalihkan perhatian publik global dari kejahatan brutal, genosida, pembersihan etnis, dan pembantaian yang mereka lakukan terhadap warga sipil tak bersenjata dan seluruh aspek kehidupan di Jalur Gaza, hanya agar dunia kemudian mengungkap kepalsuan narasi mereka dan kengerian kejahatan mereka terhadap kemanusiaan,” jelasnya.

    Sebagai informasi, Hamas telah menyerahkan keempat jenazah tawanan Israel kepada Komite Palang Merah Internasional (ICRC) pada hari Kamis (20/1/2025).

    Setelah menandatangani dokumen dengan perwakilan perlawanan, ICRC menerima empat peti mati, yang masing-masing berisi foto dan nama tahanan Israel, tanggal kematian hingga penyebab tewas.

    Dalam proses penyerahan jenazah sandera, terdapat sebuah spanduk yang dikibarkan.

    Spanduk tersebut bertuliskan “Kembalinya perang = kembalinya tahanan dalam peti mati,” merujuk pada nasib yang menanti tahanan Israel di Gaza jika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memutuskan untuk kembali berperang, dikutip dari Palestine Chronicle.

    Setelah penyerahan jenazah, seorang komandan Palestina mengatakan bahwa keluarga Bibas telah mendapatkan perlindungan, tetapi mereka tewas akibat serangan udara Israel.

    “Kelompok perlawanan Palestina telah memberikan tempat berlindung yang aman kepada sandera Israel Shiri Bibas dan anak-anaknya serta memperlakukan mereka secara manusiawi, tetapi tentara mereka membunuh mereka,” ujar komandan Palestina, dikutip dari Middle East Monitor.

    Hamas menyatakan bahwa keempat tawanan tersebut tewas dalam serangan udara Israel yang membabi buta selama perang di Gaza.

    Menurut seorang komandan Brigade Mujahidin, sayap militer Gerakan Mujahidin, Shiri Bibas adalah mantan personel Komando Selatan tentara Israel yang bekerja di Unit 8200, divisi intelijen elektronik elite Israel.

    Komandan tersebut kemudian menjelaskan kenapa anak-anak Shiri berada bersamanya.

    Menurut komandan Brigade Mujahidin, anak-anak Shiri ini ikut bersamanya agar terhindar lebih aman.

    “Setelah penangkapannya, kami menitipkan anak-anak Shiri kepadanya karena rasa iba, menyediakan tempat berlindung yang aman dan nyaman bagi mereka, dan memperlakukan mereka secara manusiawi sebagaimana yang diamanatkan agama Islam,” katanya.

    Namun, menurut Hamas, serangan udara Israel mengakibatkan tewasnya sandera tersebut.

    Selama upacara penyerahan jenazah, Brigade Al-Qassam menegaskan bahwa kelompoknya berusaha berhati-hati.

    Ini supaya menjaga kesucian para sandera yang tewas.

    “Brigade al-Qassam dan kelompok perlawanan berhati-hati, selama upacara penyerahan jenazah para tahanan, untuk menghormati kesucian jenazah dan perasaan keluarga mereka, meskipun tentara pendudukan tidak menghormati nyawa mereka saat mereka masih hidup,” jelasnya.

    Sebagai informasi, gencatan senjata telah mulai berlangsung di Gaza sejak 19 Januari 2025.

    Sementara itu, pertukaran sandera Israel-Hamas akan memasuki tahap ketujuh pada hari Sabtu (22/2/2025).

    Israel akan membebaskan 602 tahanan Palestina.

    Termasuk 50 warga Palestina yang telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan 60 lainnya dengan hukuman penjara yang panjang.

    Sebagai imbalan, Hamas akan membebaskan 6 tawanan Israel.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Hamas dan Konflik Palestina vs Israel

  • Hamas Salah Kirim Jenazah, Keluarga Sandera di Israel Salahkan Netanyahu

    Hamas Salah Kirim Jenazah, Keluarga Sandera di Israel Salahkan Netanyahu

    Jakarta

    Hamas menyerahkan jenazah sandera ke pihak Israel yakni jenazah keluarga Bibas. Ternyata itu adalah jenazah yang salah karena Hamas menemukan banyak jenazah tercampur di reruntuhan bangunan yang diserang Israel. Keluarga Bibas justru menyalahkan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu.

    Jenazah-jenazah keluarga Bibas itu seharusnya atas nama dua balita bernama Kfir Bibas dan Ariel Bibas, serta ibundanya bernama Shiri Bibas. Namun usut punya usut, tidak ada kecocokan DNA dari jenazah itu. Netanyahu marah dan mulai melontarkan penyataan bermuatan niat balas dendam.

    Dilansir AFP, Jumat (21/2/2025), saudara ipar Shiri Bibas mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keluarga tersebut “tidak mencari balas dendam saat ini”, sembari menyalahkan Netanyahu.

    “Tidak ada pengampunan atas tindakan menelantarkan mereka pada 7 Oktober, dan tidak ada pengampunan atas tindakan menelantarkan mereka dalam tahanan. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, kami tidak menerima permintaan maaf dari Anda di saat yang menyakitkan ini,” kata Ofri Bibas.

    “Kami masih menunggu Shiri dan mengkhawatirkan nasibnya.”

    Melalui Palang Merah, Hamas juga menyerahkan jenazah keempat, yaitu Oded Lifshitz, seorang jurnalis kawakan dan pembela hak-hak Palestina yang berusia 83 tahun saat ditangkap.

    Pemulangan jenazah tersebut merupakan bagian dari fase awal gencatan senjata selama enam minggu antara Israel dan Hamas, yang mulai berlaku pada 19 Januari dan akan berakhir pada awal Maret.

    (dnu/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Demi Redam Amarah Netanyahu, Hamas Selidiki Kesalahan Penyerahan Jenazah Sandera Israel – Halaman all

    Demi Redam Amarah Netanyahu, Hamas Selidiki Kesalahan Penyerahan Jenazah Sandera Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu marah setelah Hamas salah menyerahkan jenazah para sandera.

    Hamas seharusnya menyerahkan empat jenazah, yakni Shiri Bibas beserta kedua anaknya, Kfir dan Ariel, serta Oded Lifshitz.

    Namun, ternyata jenazah Shiri Bibas tak ada di dalam peti mati yang diserahkan oleh Hamas kepada Israel.

    Akibatnya, Benjamin Netanyahu mengancam akan melakukan pembalasan karena gagal melepaskan jenazah sandera Shiri Bibas.

    Basem Naim, anggota biro politik Hamas, mengatakan “kesalahan yang tidak diharapkan” bisa saja terjadi, terutama karena pemboman Israel telah mencampurkan jasad sandera Israel dan warga Palestina, yang ribuan di antaranya masih terkubur di reruntuhan.

    “Kami menegaskan bahwa tidak sesuai dengan nilai-nilai atau kepentingan kami untuk menahan badan mana pun atau tidak mematuhi perjanjian dan kesepakatan yang kami tandatangani,” kata Basem Naim, dikutip dari Reuters.

    Hamsas mengatakan secara terpisah bahwa pihaknya akan menyelidiki pernyataan Israel dan mengumumkan hasilnya.

    Kegagalan menyerahkan jenazah keempat peti mati pada hari Kamis, memicu kemarahan di Israel dan memicu ancaman pembalasan dari Netanyahu.

    “Kami akan bertindak dengan tekad untuk membawa pulang Shiri beserta seluruh sandera kami – baik yang hidup maupun yang sudah meninggal – dan memastikan Hamas membayar harga penuh atas pelanggaran perjanjian yang kejam dan jahat ini,” kata Netanyahu.

    Ia menuduh Hamas bertindak “dengan cara yang sangat sinis” dengan menempatkan jasad seorang wanita Gaza di dalam peti jenazah, bukan Bibas.

    Hamas mengatakan pada November 2023 bahwa anak-anak dan ibu mereka telah tewas dalam serangan udara Israel.

    Kedua belah pihak telah berulang kali menuduh pihak lain melakukan pelanggaran gencatan senjata, dengan Hamas mengancam akan menunda pembebasan sandera atas apa yang disebutnya penolakan Israel untuk mengizinkan bahan perumahan dan bantuan lainnya masuk ke Gaza.

    Palang Merah mengatakan kepada Reuters bahwa pihaknya “prihatin dan tidak puas” dengan fakta bahwa penyerahan jenazah tidak dilakukan secara pribadi dan bermartabat.

    Salah satu kelompok utama yang mewakili keluarga sandera mengatakan mereka “ngeri dan hancur” mendengar berita bahwa jenazah Shiri Bibas belum dikembalikan, tetapi menyerukan gencatan senjata untuk terus membawa kembali seluruh 70 sandera yang masih berada di Gaza.

    “Selamatkan mereka dari mimpi buruk ini,” kata Forum Sandera dan Keluarga Hilang dalam sebuah pernyataan.

    Meskipun ada kemarahan atas Shiri Bibas, tidak ada indikasi bahwa Israel tidak akan mengambil bagian dalam pembicaraan mengenai fase kedua kesepakatan gencatan senjata.

    Militer Sebut Anak-Anak Bibas Dibunuh secara Keji

    Militer Israel menuduh Hamas telah membunuh dua anak laki-laki Bibas dengan “darah dingin” dan dengan “tangan kosong”.

    “Ariel dan Kfir Bibas dibunuh oleh teroris dengan darah dingin.”

    “Mereka tidak menembak dua anak laki-laki itu – mereka membunuh mereka dengan tangan kosong.”

    “Setelah itu, mereka melakukan tindakan mengerikan untuk menutupi kekejaman ini,” kata juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, dikutip dari AFP.

    Secara terpisah, keluarga Bibas menuduh Benjamin Netanyahu gagal melindungi orang-orang yang mereka cintai selama serangan Hamas pada tahun 2023 dan gagal membawa mereka pulang.

    Komentar keluarga tersebut merupakan yang pertama sejak Israel mengumumkan bahwa jenazah yang diterima dari Hamas pada hari Kamis bukanlah jenazah Shiri Bibas seperti yang diklaim oleh kelompok militan Palestina tersebut.

    Halaman tersebut mengonfirmasi bahwa tiga jenazah lainnya yang diserahkan adalah jenazah aktivis perdamaian veteran Oded Lifshitz dan dua putra Shiri, Kfir dan Ariel.

    Kakak ipar Shiri, Ofri Bibas, menuduh bahwa otoritas Israel, khususnya Netanyahu, telah gagal melindungi para sandera dan telah menelantarkan mereka.

    “Adalah tanggung jawab dan kewajiban Israel untuk membawa mereka kembali hidup-hidup,” katanya dalam sebuah pernyataan yang dirilis atas nama keluarga melalui kelompok kampanye Israel, Forum Sandera dan Keluarga Hilang.

    “Tidak ada pengampunan bagi mereka yang menelantarkan mereka pada tanggal 7 Oktober, dan tidak ada pengampunan bagi mereka yang menelantarkan mereka dalam penahanan.”

    “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, kami tidak menerima permintaan maaf dari Anda di saat yang menyakitkan ini,” katanya.

    Ofri Bibas pun memohon kepada Presiden AS Donald Trump untuk membantu Israel dan keluarganya menyelesaikan misi penting ini. (*)

  • Shin Bet Tangkap Para Tersangka Pengangkut Pelaku Bom Bus Tel Aviv: Ada Warga Yahudi Israel – Halaman all

    Shin Bet Tangkap Para Tersangka Pengangkut Pelaku Bom Bus Tel Aviv: Ada Warga Yahudi Israel – Halaman all

    Shin Bet Tangkap Tersangka Pengangkut Pelaku Bom Bus Tel Aviv: Ada Warga Yahudi Israel

    TRIBUNNEWS.COM – Badan keamanan Israel, Shin Bet dilaporkan menangkap sejumlah tersangka peledakan sejumlah bus kosong di pinggiran kota Tel Aviv, Bat Yam dan Holon Jumat (21/2/2025) dini hari.

    “Shin Bet menangkap tiga tersangka, termasuk sedikitnya satu orang Yahudi Israel, yang diduga mengemudikan sedikitnya satu orang yang diduga meledakkan beberapa bom di bus-bus tersebut,” tulis laporan Times of Israel, Jumat.

    Media berbahasa Ibrani melaporkan bahwa tersangka Yahudi Israel akan dibawa untuk sidang penahanan hari ini.

    Selain itu, seorang warga Palestina yang berada di Israel secara ilegal juga dilaporkan ditahan terkait dengan serangan tersebut serta sedikitnya satu tersangka lainnya.

    Shin Bet menolak berkomentar, dengan alasan penyelidikan masih berlangsung.

    Curiga Bom Berasal dari Tepi Barat

    Tidak ada korban luka yang dilaporkan dalam peledakan bus-bus tersebut.

    Pihak berwenang Israel mengatakan ledakan pertama terjadi di depo bus dekat stadion Bat Yam, diikuti ledakan lain di tempat parkir terdekat.

    Ledakan ketiga kemudian dilaporkan terjadi di depo dekat Wolfson Medical Center di Holon, Tel Aviv.

    “Setelah ledakan tersebut, polisi menemukan bom yang belum meledak yang terpasang di sebuah bus di Bat Yam, sehingga meningkatkan kekhawatiran akan serangan yang lebih luas. Bom tersebut, yang beratnya lima kilogram, bertuliskan huruf Arab,” tulis laporan media Israel, Ynet.

    Komandan Polisi Distrik Tel Aviv Chaim Sargrof mengatakan, “Alat peledak itu ditemukan bersama alat pengatur waktu. Saya dapat mengatakan bahwa alat itu kasar; alat itu tampaknya berasal dari Tepi Barat.”

    Sargrof menambahkan, “Ini adalah insiden yang terjadi secara serentak di beberapa lokasi. Sampai saat ini, pencarian di kereta dan bus telah selesai, dan kami sedang berupaya untuk menentukan berapa banyak tersangka yang terlibat.”

    Dalam respons Israel atas peledakan tersebut, Radio tentara pendudukan Israel melaporkan kalau IDF memutuskan untuk mengerahkan 3 batalyon baru untuk memperkuat pasukannya di Tepi Barat.

    “Pengerahan 3 batalyon IDF ini dilakukan setelah operasi serangan Bat Yam, yang mencakup penempatan alat peledak di sejumlah bus,” tulis laporan tersebut dilansir Khaberni, Jumat.

    Amukan IDF atas serangkaian ledakan ini dikhawatirkan membuat Tepi Barat yang diduduki tengah menghadapi krisis baru dan eskalasi berbahaya yang belum pernah terjadi sebelumnya.

    Seorang pejabat di Kantor Perdana Menteri Israel, mengatakan sebelumnya pada Jumat kalau Benjamin Netanyahu memandang pemboman di Tel Aviv dengan sangat serius dan akan memerintahkan operasi ofensif yang ketat di Tepi Barat.

    “Dengan dalih insiden “pengeboman bus” di Tel Aviv, IDF akan menambah catatan operasi “Tembok Besi” yang telah memasuki bulan kedua, di mana agresi ini telah menelan puluhan korban jiwa dan luka-luka,” tulis laporan Khaberni.

    Kantor Perdana Menteri Israel, juga mengumumkan kalau Netanyahu telah mengeluarkan perintah kepada IDF untuk melaksanakan operasi intensif di Tepi Barat terhadap apa yang ia gambarkan sebagai “sarang teroris”.

    Perintah pengintensifan agresi militer ini bertepatan dengan keputusan untuk mengerahkan 3 unit baru setelah insiden pengeboman bus.

    TERBAKAR – Sebuah bus terbakar setelah ledakan di tempat parkir di Bat Yam, Tel Aviv, 20 Februari 2025. Seorang tersangka peledakan bus Tel Aviv dilaporkan merupakan seorang Yahudi Israel. (timesofisrael)

    Analis: Bisa Jadi Rekayasa

    Beberapa analis mengungkapkan kemungkinan bahwa ledakan tersebut bukan sekadar insiden biasa.

    Melainkan sebuah rekayasa untuk mengalihkan perhatian publik dari situasi politik yang tengah memanas di Israel.

    Seorang analis Israel, Ihab Jabarin menyoroti kecepatan Israel dalam menyimpulkan bahwa insiden ini bersifat nasionalistis.

    Ia mempertanyakan siapa yang akan diuntungkan dari kejadian ini, terutama di tengah kritik terhadap pemerintah Israel terkait pemulangan tahanan dalam peti mati.

    Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Jabarin mengingatkan bahwa insiden serupa telah terjadi di masa lalu, sering kali tanpa klaim tanggung jawab dari pihak mana pun.

    Namun, waktu kejadian ini mencurigakan, karena terjadi ketika pemerintah Israel berada dalam tekanan akibat kebijakan perangnya di Gaza dan Tepi Barat. 

    Jabarin berspekulasi bahwa Israel dapat memanfaatkan insiden ini untuk memperkuat narasi keamanan nasional serta meningkatkan agresinya di Tepi Barat dan Gaza.

    Tekanan Politik dan Intelijen Israel

    Selain itu, ledakan ini juga dapat berdampak pada dinamika politik dalam negeri Israel. 

    Jabarin menduga bahwa insiden ini mungkin memberikan alasan bagi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengganti Kepala Shin Bet, Ronen Bar, setelah sebelumnya Kepala Staf Militer Herzl Halevi mengundurkan diri akibat tekanan dari koalisi sayap kanan.

    Sementara itu, pakar militer Brigadir Jenderal Elias Hanna mencatat bahwa respons militer Israel terhadap ledakan ini menunjukkan adanya kepanikan. 

    Ia mengkritik kegagalan intelijen Israel dalam mendeteksi ancaman ini sejak awal serta langkah militer yang berlebihan dalam menampilkan bom yang telah dijinakkan kepada publik.

    Hanna juga menyoroti fokus Israel pada tulisan Arab di bom tersebut, yang menurutnya tidak memiliki signifikansi militer, dikutip dari Palestine Chronicle.

    Di tengah ketegangan ini, laporan dari situs berita Walla mengungkap bahwa alat peledak yang ditemukan di Bat Yam direncanakan untuk meledak secara bersamaan pada Jumat pagi. 

    Radio militer Israel juga mengklaim bahwa upaya pengeboman ini kemungkinan berasal dari Tepi Barat.

    Sementara itu, operasi militer Israel di kamp-kamp pengungsi di Tepi Barat utara terus berlanjut selama sebulan terakhir.

    Puluhan warga Palestina, termasuk wanita dan anak-anak, telah menjadi korban tewas akibat agresi ini. 

    Sebagian besar wilayah di Tepi Barat seperti, kamp pengungsi di Tulkarm, Nour Shams, dan Jenin hancur akibat serangan Israel.

    Ledakan di Bat Yam, baik disengaja maupun tidak, meningkatkan ketegangan antara Israel dan Palestina serta memicu spekulasi mengenai motif di balik insiden tersebut.

  • Warga Israel Sebut Netanyahu Telantarkan Keluarga Mereka, Masih Menanti Nasib Sandera Shiri Bibas – Halaman all

    Warga Israel Sebut Netanyahu Telantarkan Keluarga Mereka, Masih Menanti Nasib Sandera Shiri Bibas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Warga Israel menuduh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu gagal melindungi orang yang mereka cintai selama serangan Hamas tahun 2023.

    Keluarga Bibas dari Israel menyebut Benjamin Netanyahu gagal membawa orang-orang yang mereka cintai pulang.

    Warga bernama Ofri Bibas mengatakan, ia masih menunggu untuk mengetahui nasib saudara iparnya, Shiri Bibas.

    Meski begitu, keluarganya “tidak berniat membalas dendam saat ini”.

    “Tidak ada pengampunan bagi mereka yang menelantarkan mereka pada 7 Oktober, dan tidak ada pengampunan bagi mereka yang menelantarkan mereka dalam tahanan.”

    “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, kami tidak menerima permintaan maaf dari Anda pada saat yang menyakitkan ini,” kata Ofri Bibas dalam sebuah pernyataan, Jumat (21/2/2025), dilansir The Guardian.

    Sementara itu, Benjamin Netanyahu mengatakan Israel akan membuat Hamas ‘membayar’ karena gagal membebaskan jenazah sandera Shiri Bibas sesuai kesepakatan.

    Pernyataan itu muncul setelah para ahli Israel mengatakan, satu dari empat jenazah yang diserahkan Hamas pada Kamis (20/2/2025), adalah seorang wanita yang tidak diketahui identitasnya dan bukan Shiri Bibas, yang kedua putranya, Kfir dan Ariel, diserahkan dan diidentifikasi.

    Netanyahu menuduh Hamas bertindak “dengan cara yang sangat sinis” dengan menempatkan jenazah seorang wanita Gaza di dalam peti jenazah.

    Netanyahu lantas menyebut jenazah yang diserahkan Hamas bukan Shiri Bibas, yang diculik bersama kedua putranya dan suaminya, Yarden, selama serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.

    “Kami akan bertindak dengan tekad untuk membawa pulang Shiri bersama semua sandera kami – baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal – dan memastikan Hamas membayar harga penuh atas pelanggaran perjanjian yang kejam dan jahat ini,” katanya dalam sebuah pernyataan video, Jumat, dikutip dari Al Arabiya.

    Diberitakan Arab News, selama serangan pada 7 Oktober 2023, yang memicu perang Gaza, Hamas memfilmkan dan kemudian menyiarkan rekaman yang menunjukkan penculikan keluarga Shiri Bibas dari rumah mereka di dekat perbatasan Gaza.

    Ariel saat itu berusia empat tahun, sedangkan Kfir adalah sandera termuda yang baru berusia sembilan bulan.

    Ayah mereka, yang juga ditangkap selama serangan itu, dibebaskan awal bulan ini.

    Sandera tua yang jenazahnya dikembalikan pada hari Kamis, diidentifikasi sebagai Oded Lifshitz, seorang jurnalis veteran dan pembela hak-hak Palestina sejak lama.

    Penjelasan Hamas

    Hamas mengatakan pada hari Jumat bahwa pihaknya sedang menyelidiki kemungkinan kesalahan dalam mengidentifikasi jenazah manusia yang diserahkan kepada Israel berdasarkan kesepakatan gencatan senjata.

    Basem Naim, anggota biro politik Hamas, mengatakan “kesalahan yang tidak diharapkan” bisa saja terjadi, terutama karena pemboman Israel telah mencampurkan jasad sandera Israel dan warga Palestina, yang ribuan di antaranya masih terkubur di reruntuhan.

    “Kami menegaskan bahwa tidak sesuai dengan nilai-nilai atau kepentingan kami untuk menahan badan-badan atau tidak mematuhi perjanjian dan kesepakatan yang kami tandatangani,” katanya dalam sebuah pernyataan, Jumat, masih dari Arab News.

    Hamas mengatakan secara terpisah bahwa pihaknya akan menyelidiki pernyataan Israel dan mengumumkan hasilnya.

    Diketahui, militan Palestina menggelar upacara untuk mengembalikan keempat jenazah di bekas pemakaman di kota Khan Yunis, Gaza selatan, Kamis (20/2/2025).

    Pemulangan jenazah tersebut merupakan bagian dari fase awal enam minggu gencatan senjata antara Israel dan Hamas, yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025.

    Sejauh ini, Hamas telah menghasilkan pembebasan 19 sandera Israel yang masih hidup dengan imbalan lebih dari 1.100 tahanan Palestina.

    JENAZAH SANDERA ISRAEL – Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic yang tayang pada 20 Februari 2025, memperlihatkan proses penyerahan jenazah sandera Israel oleh Hamas. Israel mengklaim salah satu jenazah yang dikembalikan Hamas pada Kamis (20/2/2025) bukanlah jenazah sandera Israel. Gencatan senjata sekali lagi terancam kolaps. (Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic)

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Dikutip dari Al Jazeera, Juru bicara Hamas, Abdul Latif al-Qanou, menuduh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sengaja “menghambat pelaksanaan fase kedua” gencatan senjata Gaza.

    Menteri Keuangan Israel sayap kanan, Bezalel Smotrich, telah menuntut segera kembalinya pertempuran di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki setelah tiga bus kosong meledak di sebuah depot parkir dekat Tel Aviv.

    Seorang pria Palestina dilaporkan tewas semalam ketika sebuah kendaraan militer Israel bertabrakan dengan mobilnya selama operasi Israel di Tulkarem, bagian dari serangan besar-besaran militer Israel selama berminggu-minggu di beberapa wilayah Tepi Barat utara.

    Kantor Media Pemerintah Gaza menyatakan tidak ada rumah mobil yang masuk ke Jalur Gaza untuk warga Palestina yang mengungsi, dan menambahkan, “sejumlah terbatas” rumah mobil telah memasuki Jalur Gaza, tetapi rumah-rumah tersebut telah ditetapkan untuk digunakan oleh organisasi-organisasi internasional.

    Militer Israel mengklaim, satu dari empat jenazah tawanan Israel yang diserahkan di Gaza kemarin bukanlah Shiri Bibas, dan menggambarkan jenazah tersebut sebagai “anonim” serta menuntut Hamas mengembalikan jenazah yang benar.

    Hamas mengatakan jasad tawanan itu tampaknya tercampur dengan sisa-sisa manusia lainnya di reruntuhan serangan udara Israel.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah memerintahkan intensifikasi operasi militer di Tepi Barat yang diduduki setelah tiga bus yang diparkir meledak di Bat Yam, dekat Tel Aviv, tanpa korban jiwa.

    Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi 48.319 kematian warga Palestina dalam  perang Israel di Gaza,  sementara 111.749 orang terluka.

    Kantor Media Pemerintah memperbarui jumlah korban tewas  menjadi sebanyak 61.709 orang, dengan mengatakan ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan diduga tewas.

    Setidaknya 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel