Tag: Benjamin Netanyahu

  • Israel Pertimbangkan Beri Izin Masuk Komunitas Druze Suriah untuk Bekerja di Dataran Tinggi Golan – Halaman all

    Israel Pertimbangkan Beri Izin Masuk Komunitas Druze Suriah untuk Bekerja di Dataran Tinggi Golan – Halaman all

    Israel Pertimbangkan Beri Izin Masuk Komunitas Druze Suriah untuk Bekerja

    TRIBUNNEWS.COM- Israel sedang mempertimbangkan untuk mengizinkan masuknya komunitas Druze dari  Suriah  untuk bekerja di Dataran Tinggi Golan yang diduduki, menurut Menteri Pertahanan Israel Israel Katz. 

    Rencana tersebut merupakan bagian dari “komitmen besar kami terhadap teman-teman Druze di Suriah”, kata Katz pada hari Kamis. 

    “Saat ini kami sedang mempertimbangkan untuk mengizinkan orang-orang di sekitar untuk datang dan bekerja di Dataran Tinggi Golan setiap hari dan siap membantu mereka melalui berbagai organisasi dan cara. Kami ingin melihat mereka terlindungi – dan kami berupaya mewujudkannya dengan cerdas,” katanya.

    Dataran Tinggi Golan Suriah , yang diduduki Israel sejak 1967, sebagian besar dihuni oleh anggota komunitas Druze Suriah. 

    Awal minggu ini, Israel melancarkan serangkaian serangan udara terhadap apa yang disebutnya sebagai pangkalan militer di Suriah, menyusul pidato Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada hari Minggu yang menuntut “demiliterisasi menyeluruh” di wilayah selatan negara itu. Setidaknya dua orang tewas dalam serangan itu. 

    Menurut media Suriah , serangan itu menghantam kota Kiswah, selatan Damaskus, dan beberapa bagian provinsi Daraa.

    Dalam pidatonya, Netanyahu secara khusus merujuk pada komunitas Druze Suriah, yang sebagian besar tinggal di wilayah Sweida.

    “Kami tidak akan menoleransi ancaman apa pun terhadap komunitas Druze di Suriah selatan,” katanya.

    Sejak pemerintahan Bashar al-Assad digulingkan pada bulan Desember, Israel telah berulang kali merujuk pada kelompok minoritas agama dan etnis di Suriah, termasuk komunitas Kurdi dan Druze. 

    Sheikh Hikmat al-Hijri, pemimpin komunitas Druze di Suriah, mengatakan kepada Middle East Eye  dalam wawancara eksklusif pada bulan Desember bahwa ia mengutuk invasi Israel baru-baru ini ke tanah Suriah, yang dimulai segera setelah jatuhnya Assad. 

    “Orang Druze ingin tetap tinggal di tanah mereka dengan privasi, tetapi ini telah menjadi masalah internasional,” kata Hijri. “Invasi adalah sesuatu yang harus ditangani oleh semua negara.”

    Minggu ini, pengunjuk rasa Druze di Sweida mengangkat spanduk yang menolak pelanggaran Israel ke wilayah mereka. 

    “Masyarakat Sweida adalah bagian dari Suriah dan tidak akan menerima apa pun kecuali negara Suriah. Hukum Suriah adalah pelindung dan penjamin hak-hak mereka,” tulis salah satu plakat.

    Robin Yassin-Kassab, seorang pakar konflik Suriah, mengatakan kepada MEE bahwa Israel mencoba menciptakan “situasi yang tidak ada” dengan memecah belah Suriah.

    Ahmed al-Sharaa, pemimpin baru Suriah, minggu ini berbicara menentang serangan Israel ke Suriah, menolak “pernyataan provokatif perdana menteri Israel”. 

    Pemerintahan baru tersebut menyatakan bahwa Israel melanggar kedaulatan Suriah dan meminta masyarakat internasional untuk menekan Israel “agar menghentikan agresi”, serta menuntut “penarikan segera dan tanpa syarat”.

    Walau telah mengeluarkan kecaman lisan, Damaskus belum terlibat secara militer dengan Israel.

    Israel telah melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap infrastruktur militer Suriah sejak bulan Desember, yang menyebabkan pemerintahan baru – yang sudah babak belur akibat perang saudara selama 14 tahun – hanya memiliki sedikit kapasitas untuk menanggapi secara militer.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR

  • Netanyahu Kecam Tentara karena Tidak Membagikan Hasil Penyelidikannya atas Peristiwa 7 Oktober 2023 – Halaman all

    Netanyahu Kecam Tentara karena Tidak Membagikan Hasil Penyelidikannya atas Peristiwa 7 Oktober 2023 – Halaman all

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemarin mengecam tentara karena tidak membagikan hasil penyelidikannya terhadap peristiwa 7 Oktober 2023

    Tayang: Jumat, 28 Februari 2025 20:48 WIB

    Instagram @b.netanyahu

    NETANYAHU – Foto ini diambil dari publikasi Instagram Netanyahu pada Minggu (23/2/2025), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemarin mengecam tentara karena tidak membagikan hasil penyelidikannya terhadap peristiwa 7 Oktober 2023, Anadolu melaporkan. 

    Netanyahu Kecam Tentara karena Tidak Membagikan Hasil Penyelidikannya atas Peristiwa 7 Oktober 2023

    TRIBUNNEWS.COM- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemarin mengecam tentara karena tidak membagikan hasil penyelidikannya terhadap peristiwa 7 Oktober 2023, Anadolu melaporkan.

    Surat kabar Yedioth Ahronoth mengatakan Kepala Staf Netanyahu, Tzachi Braverman, telah mengirim surat kepada Kementerian Pertahanan yang menuntut agar temuan tentara dibagikan kepada Netanyahu.

    “Penyelidikan tersebut dibagikan kepada menteri pertahanan, komando senior IDF, dan jurnalis yang diberi pengarahan,” tulis Braverman, seraya menambahkan “Anehnya, satu pejabat belum menerima penyelidikan tersebut — perdana menteri.”

    “Prosedur yang tepat mengharuskan investigasi ini juga dibagikan kepada perdana menteri tanpa harus memintanya,” katanya.

    Hebrew Channel 7 juga melaporkan bahwa kantor Netanyahu mengkritik tajam tentara karena tidak berbagi hasil investigasi dengannya.

    Sebelumnya kemarin, tentara pendudukan Israel merilis temuannya setelah berbulan-bulan melakukan investigasi terhadap peristiwa 7 Oktober 2023, mengakui adanya “kegagalan besar” dalam mengantisipasi infiltrasi lintas batas oleh kelompok perlawanan Palestina.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’15’,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Delegasi Israel Temui Hamas di Mesir, Gencatan Senjata Berlanjut?

    Delegasi Israel Temui Hamas di Mesir, Gencatan Senjata Berlanjut?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Delegasi Israel berangkat menuju Mesir untuk melanjutkan perundingan kelanjutan gencatan senjata di Gaza antara Tel Aviv dengan milisi Palestina, Hamas, Kamis (27/2/2025). Hal ini terjadi saat gencatan senjata tahap pertama antara kedua belah pihak berakhir berakhir.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan tim Israel dijadwalkan tiba pada Kamis malam di Kairo. Pengumuman itu dibuat sehari setelah Hamas menyerahkan jenazah empat sandera Israel dalam gelombang terakhir sesuai kesepakatan gencatan senjata awal.

    Dari sisi Israel, 600 tahanan Palestina yang seharusnya dibebaskan selama akhir pekan dibebaskan pada Rabu malam, 46 di antaranya adalah wanita dan anak-anak. Beberapa anggota tubuhnya diamputasi saat berada dalam tahanan Israel, dan banyak yang kurus kering.

    Tahap pertama gencatan senjata akan berakhir pada 2 Maret. Negosiasi tentang cara melaksanakan tahap kedua, yang akan berujung pada akhir perang secara permanen, seharusnya sudah dimulai beberapa minggu lalu, tetapi telah berulang kali ditunda karena gencatan senjata yang rapuh itu telah berubah dari satu krisis ke krisis lainnya.

    Kedua belah pihak saling menuduh pihak lain berulang kali melanggar perjanjian, yang sempat menghentikan pertempuran selama 15 bulan. Di sisi lain, Israel terus melancarkan aksi militernya ke wilayah lain di Palestina, Tepi Barat, yang saat ini dalam pendudukan Negeri Zionis itu.

    Israel sendiri mengklaim menginginkan perpanjangan tahap pertama dari kesepakatan tersebut dalam perundingan yang diperbarui. Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, mengatakan kepada wartawan bahwa delegasi akan melakukan perjalanan ke Mesir untuk melihat apakah ada titik temu untuk merundingkan perpanjangan.

    “Kami mengatakan kami siap untuk memperpanjang kerangka kerja dengan imbalan membebaskan lebih banyak sandera. Jika memungkinkan, kami akan melakukannya,” katanya dikutip The Guardian.

    Jajak pendapat menunjukkan bahwa sebagian besar warga Israel mendukung gencatan senjata untuk membebaskan 59 sandera yang tersisa, setidaknya 39 di antaranya diyakini telah tewas.

    Namun, Netanyahu enggan berkomitmen pada tahap kedua gencatan senjata karena tekanan dari sebagian besar pemerintahan sayap kanannya untuk memenuhi tujuan perang yang dinyatakan yaitu ‘kemenangan total’ atas Hamas. Bahkan, mitranya di koalisi mengancam akan meruntuhkan pemerintahan jika Israel tidak kembali berperang.

    Di sisi lain, dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis, Hamas menyatakan siap untuk memulai pembicaraan pada tahap kedua. Mereka menyebut bahwa satu-satunya cara sandera yang tersisa di Gaza akan dibebaskan adalah melalui “komitmen pada gencatan senjata”.

    The Associated Press melaporkan pada Kamis bahwa pejabat Israel mengkonfirmasi bahwa negara itu tidak akan menarik pasukannya dari zona perbatasan Gaza-Mesir, sesuai dengan perjanjian gencatan senjata. Hal ini pun dapat membahayakan masa depan gencatan senjata.

    Pada tahap kedua kesepakatan tersebut, yang durasinya tidak pasti, Israel seharusnya menarik pasukannya sepenuhnya dari Gaza, yang pada dasarnya mengakhiri perang, dan pembicaraan tentang tata kelola masa depan jalur tersebut harus dimulai. Rekonstruksi akan dimulai pada tahap ketiga, tetapi ada perbedaan besar di kedua belah pihak tentang masa depan Gaza.

    Hamas mengatakan bersedia menyerahkan kendali Jalur Gaza kepada warga Palestina lainnya, tetapi para pemimpinnya menolak untuk mengasingkan diri. Israel menegaskan bahwa mereka tidak akan mengizinkan Hamas atau Otoritas Palestina yang berpusat di Tepi Barat untuk mengelola wilayah tersebut saat perang berakhir.

    Perang terbaru Israel-Hamas pecah pada 7 Oktober 2023 setelah serangan Hamas ke sejumlah daerah di Negeri Yahudi itu. Sekitar 1.200 orang tewas dan 250 orang Israel disandera dalam serangan tersebut.

    Di sisi lain, serangan balik Israel telah menewaskan 48.000 orang di Gaza. Selain itu, serbuan Tel Aviv juga membuat hampir 75% infrastruktur di wilayah pesisir Palestina itu hancur.

     

    (luc/luc)

  • Israel Ancam Setop Program Nuklir Pakai Opsi Militer, Iran Bilang Gini

    Israel Ancam Setop Program Nuklir Pakai Opsi Militer, Iran Bilang Gini

    Teheran

    Kementerian Luar Negeri Iran mengecam keras ancaman yang dilontarkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Gideon Saar soal “opsi militer” mungkin diperlukan untuk menghentikan kemampuan nuklir negara tersebut. Teheran menyebut ancaman Tel Aviv itu “keterlaluan”.

    Dalam wawancara dengan media Politico, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Jumat (28/2/2025), Saar menyebut Iran telah memperkaya uranium yang cukup untuk bisa membuat “beberapa bom”. Saar menyebut waktu hampir habis untuk menangkal kemampuan nuklir Teheran.

    “Saya pikir untuk menghentikan program nuklir Iran sebelum dijadikan senjata, opsi militer yang dapat diandalkan harus dipertimbangkan,” cetus Saar dalam wawancara yang diterbitkan pada Rabu (26/2) waktu setempat.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baqaei, menyebut pernyataan Saar itu sebagai komentar yang “keterlaluan dan tidak rasional”.

    “Menteri Luar Negeri rezim Israel dan para pejabat lainnya terus mengancam Iran dengan tindakan militer, sementara Barat terus menyalahkan Iran atas kemampuan pertahanannya,” kecam Baqaei dalam pernyataan via media sosial X.

    Baqaei menambahkan bahwa di “wilayah yang dirusak oleh entitas pendudukan” — merujuk pada Israel, “yang bertanggung jawab dan penting adalah memaksimalkan kemampuan pertahanan kami”.

    Awal bulan ini, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, bersama Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio yang berkunjung, menegaskan Israel akan “menyelesaikan tugas” terhadap Iran dengan dukungan Washington DC.

    Lihat Video ‘Israel Rilis Rekaman Serangan yang Tewaskan Pemimpin Hizbullah’:

    Iran tidak mengakui Israel, dan kedua negara telah menjadi musuh sengit selama beberapa dekade. Mereka saling melancarkan serangan langsung tahun lalu untuk pertama kalinya, saat ketegangan di kawasan meningkat yang dipicu oleh perang Gaza.

    Presiden AS Donald Trump, yang kembali ke Gedung Putih untuk masa jabatan kedua pada Januari lalu, telah menerapkan kembali kebijakan sanksi “tekanan maksimum” terhadap Iran, yang mencerminkan pendekatan pada masa jabatan pertamanya.

    Berdasarkan kebijakan ini, AS secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir tahun 2015 antara Iran dan negara-negara besar di dunia, dan menuduh Teheran mengembangkan senjata nuklir. Tuduhan semacam itu sudah berkali-kali dibantah oleh Iran.

    Namun laporan rahasia Badan Energi Atom Internasional (IAEA), yang dilihat oleh AFP pada Rabu (26/2) waktu setempat, menyebut Iran telah secara signifikan meningkatkan pasokan uranium yang telah diperkaya dalam beberapa bulan terakhir.

    Teheran bersikukuh menegaskan program nuklirnya semata-mata untuk tujuan damai dan menyangkal niat untuk mengembangkan senjata atom.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Tahanan Politik Tertua di Dunia Nael Barghouti Bebas Setelah 4 Dekade di Penjara Israel – Halaman all

    Tahanan Politik Tertua di Dunia Nael Barghouti Bebas Setelah 4 Dekade di Penjara Israel – Halaman all

    Tahanan Politik Tertua di Dunia Nael Barghouti Bebas Setelah 4 Dekade di Penjara Israel 

    TRIBUNNEWS.COM – Setelah lebih dari 4 dekade di balik jeruji besi, Nael Barghouti (67 tahun), tahanan politik Palestina di penjara Israel dibebaskan pada Kamis (27/2/2025) pagi.

    Pembebasannya, merupakan bagian dari kesepakatan pertukaran sandera-tahanan yang dilakukan Hamas-Israel dalam putaran ketujuh tahap pertama gencatan senjata Gaza.

    “Nael Barghouti bebas setelah puluhan tahun bertekun dan menderita di penjara pendudukan Israel,” tulis laporan Khaberni, Kamis.

    Nama lengkapnya adalah Nael Saleh Abdullah Barghouti.

    Dia tercatat sebagai tahanan politik tertua di dunia menurut Guinness World Records pada 2009 dan menjadi salah satu simbol keteguhan perjuangan Palestina.

    Selama tahun-tahun terakhir masa tahanannya, tahanan Barghouti mengirim banyak pesan, salah satunya yang terkenal dan masih diingat adalah:

    “Jika ada dunia yang bebas seperti yang mereka klaim, saya tidak akan tetap dikurung sampai hari ini.”

    Pada Kamis pagi, Israel membebaskan Barghouti di antara ratusan tahanan Palestina yang dibebaskan, sebagai bagian dari gelombang ketujuh dan terakhir dari fase pertama perjanjian gencatan senjata antara Hamas dan Israel.

    Barghouti menghabiskan total lebih dari 45 tahun berpindah-pindah di antara sel-sel penjara Israel, dan dianggap sebagai salah satu simbol paling menonjol dari gerakan tahanan Palestina.

    “Pembebasan Barghouti merupakan titik balik dalam sejarah perjuangan Palestina, karena ia merupakan contoh keteguhan hati meski berulang kali dijatuhi sanksi oleh Israel, namun gagal mematahkan tekadnya,” tulis ulasan Khaberni.

    DIBEBASKAN – Warga Palestina, Nael Saleh Abdullah Barghouti yang menjadi tahanan politik Israel, dibebaskan pada Kamis (27/2/2025). Nael tercatat sebagai tahanan politik tertua di dunia menurut Guinness World Records pada 2009 dan menjadi salah satu simbol keteguhan perjuangan Palestina.

    Rekam Jejak Nael Barghouti

    Nael Barghouti lahir di kota Kobar, dekat Ramallah, pada 23 Oktober 1957, dan sejak masa mudanya telah bergabung dalam sel milisi perlawanan. 

    Ia ditangkap pertama kali pada tahun 1978 dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan 18 tahun.

    Selama 34 tahun, yang ia jalani terus-menerus, otoritas pendudukan Israel menolak untuk membebaskannya, meskipun telah terjadi banyak kesepakatan pertukaran dan pembebasan yang dilakukan dalam kerangka negosiasi.

    Pada tanggal 18 Oktober 2011, sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan “Wafa al-Ahrar”, ia dibebaskan bersama ratusan tahanan lainnya, termasuk rekan seperjuangannya, tahanan yang dibebaskan, Fakhri al-Barghouti.

    Setelah dibebaskan, ia menikahi tahanan lain Palestina yang dibebaskan, Aman Nafi’, sejumlah literatur lain menyebut nama pasangannya adalah Iman Nafi.

    Pada tanggal 18 Juni 2014, otoritas pendudukan Israel kembali menangkapnya dan menjatuhkan hukuman 30 bulan penjara kepadanya.

    Setelah menjalani hukumannya, Israel mengembalikan hukuman sebelumnya, yaitu penjara seumur hidup dan (18) tahun, dengan dalih adanya (berkas rahasia).

    “Pengembalian hukuman Nael ini juga terjadi pada puluhan orang yang dibebaskan dalam kesepakatan “Wafa al-Ahrar”, yang hukuman sebelumnya telah dikembalikan, dan sebagian besar dari mereka menjalani hukuman seumur hidup,” tulis Khaberni.

    Pada tahun 2018, pasukan pendudukan membunuh keponakannya Saleh Al-Barghouti, menangkap saudaranya Asem, dan sekelompok besar anggota keluarganya, serta menghancurkan dua rumah keluarga tersebut, sebagai bagian dari kebijakan hukuman kolektif.

    Selama tahun lalu, Israel menangkap istrinya Aman Nafi’dan satu-satunya saudara perempuannya Hanan Al-Barghouti. Israel lalu membebaskan mereka.

    “Pada tahun 2021, Barghouti menghadapi situasi sulit dalam hidupnya, ditambah dengan puluhan situasi sebelumnya, yakni kehilangan saudara sekaligus sahabatnya, Omar Barghouti (Abu Asif), karena pendudukan kembali merampas kesempatannya untuk berpamitan dengan orang yang dicintainya, sebagaimana sebelumnya ia telah kehilangan kedua orang tuanya dan juga tidak dapat berpamitan dengan mereka,” kata ulasan Khaberni.

    Tahanan Politik Terlama dalam Sejarah Gerakan Palestina

    Situs Spiritofaqsa melansir, pada November 2024, Nael Barghouti memasuki tahun ke-45 dalam penjara pendudukan Israel, menjadikannya tahanan dengan masa penahanan terlama dalam sejarah gerakan nasional tahanan Palestina.

    Selama di penjara, Barghouti mengalami berbagai bentuk penyiksaan fisik dan psikologis, sering dipindahkan ke sel isolasi, serta dilarang menerima kunjungan keluarga.

    Kondisi para tahanan Palestina di penjara-penjara Israel semakin memburuk, terutama setelah peristiwa 7 Oktober 2023.

    Barghouti seharusnya dibebaskan dalam tahap ketujuh dari perjanjian fase pertama pertukaran tahanan.

    Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menunda pembebasan tahanan Palestina dengan alasan yang diklaim sebagai “pelanggaran berulang” oleh Hamas.

    Sebelum pembebasannya, Israel lebih dulu melarang istrinya bepergian untuk menemuinya dan memutuskan bahwa Barghouti akan diusir secara permanen ke luar negeri setelah dibebaskan.

    Barghouthi belajar bahasa Ibrani dan Inggris di dalam penjara, serta mulai mempelajari sejarah di Universitas Al-Quds Terbuka pada tahun 2011.

    Selama bertahun-tahun dalam tahanan, Barghouthi kehilangan kedua orang tuanya tanpa dapat mengucapkan perpisahan, serta banyak kerabatnya.

    Istri Nael mengungkapkan kesedihan dan kekecewaannya atas ketidakadilan yang terus menimpa suaminya, yang kini berusia lebih dari 68 tahun dan masih mengalami berbagai bentuk penyiksaan psikologis serta fisik.

    Kisah Nael Barghouti menjadi cerminan penderitaan para tahanan Palestina serta bukti nyata kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh pendudukan Israel terhadap mereka.

     

    (oln/khbrn/sprtalaqs/*)

     

     
     

  • Delegasi Israel ke Kairo, Hamas Sekali Lagi Bikin Zionis Tak Punya Pilihan Selain Berunding – Halaman all

    Delegasi Israel ke Kairo, Hamas Sekali Lagi Bikin Zionis Tak Punya Pilihan Selain Berunding – Halaman all

    Delegasi Israel ke Kairo, Hamas Sekali Lagi Sukses Bikin Zionis Tak Punya Pilihan Selain Berunding

    TRIBUNNEWS.COM – Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, Kamis (27/2/2025) mengeluarkan pernyataan terkait situasi konflik yang terjadi di Jalur Gaza.

    Pada pernyataan itu, Hamas menegaskan kembali komitmennya terhadap perjanjian gencatan senjata Gaza, dengan mengatakan upaya Israel untuk menghalangi pembebasan tahanan telah gagal.

    Israel membebaskan 596 tahanan Palestina semalam setelah Hamas menyerahkan jenazah empat tawanan Israel. Tel Aviv juga diperkirakan akan membebaskan 46 tahanan Palestina pada hari Kamis.

    “Kami melakukan pembebasan tahanan heroik kami bersamaan dengan penyerahan sisa-sisa tawanan musuh (Zionis) untuk mencegah pendudukan (Israel) terus menghindari persyaratan perjanjian,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan dilansir Anews.

    Israel diketahui memang sempat mengulur pembebasan ratusan tahanan Palestina dalam putaran ketujuh pertukaran sandera-tahanan dalam kerangka tahap pertama (Fase I) Gencatan Senjata yang akan berakhir pada Sabtu (28/2/2025).

    Manuver Israel itu diiringi ancaman kalau gencatan senjata bisa sewaktu-waktu berhenti dan perang Gaza bisa dimulai kapan saja.

    Namun, dengan pembebasan tahanan Palestina ini, Hamas mengklaim kalau Israel sekali lagi tidak punya pilihan kecuali untuk berunding.

    “Upaya Israel untuk menghalangi pembebasan tahanan kami telah gagal. Musuh tidak punya pilihan lain selain memulai negosiasi tahap kedua” dari perjanjian tersebut, tambahnya.

    Kelompok Perlawanan Palestina itu menegaskan komitmennya terhadap kesepakatan gencatan senjata dan kesiapan untuk memulai negosiasi tahap kedua.

    “Satu-satunya cara untuk membebaskan tawanan pendudukan di Gaza adalah melalui negosiasi dan kepatuhan terhadap apa yang telah disepakati,” tegasnya.

    “Setiap upaya oleh (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu dan pemerintahannya untuk membatalkan atau menghalangi perjanjian tersebut hanya akan menyebabkan lebih banyak penderitaan bagi para tawanan (sandera Israel) dan keluarga mereka.”

    Sejauh ini, 25 tawanan Israel dan delapan jenazah sandera Israel telah dikembalikan dari Gaza sebagai imbalan atas ratusan tahanan Palestina di bawah tahap pertama gencatan senjata Gaza dan kesepakatan pertukaran tahanan.

    Perjanjian tersebut, yang mulai berlaku pada 19 Januari, menghentikan perang destruktif Israel di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 48.300 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan meninggalkan daerah kantong itu dalam reruntuhan.

    Israel memperkirakan bahwa 59 sandera masih ditawan di Gaza, dengan sedikitnya 20 di antaranya masih hidup, dan mereka diperkirakan akan dibebaskan pada fase kedua gencatan senjata, yang mengharuskan Israel menarik pasukannya sepenuhnya dari Gaza dan mengakhiri perang secara permanen.

    KONDISI MEMPRIHATINKAN – Sejumlah tahanan Palestina yang dibebaskan Israel dilaporkan berada dalam kondisi terluka dan memprihatinkan saat tiba dengan bus di Rumah Sakit Eropa di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, 27 Februari 2025. Pembebasan ini dilakukan Israel setalah Hamas kembali menyerahkan empat jenazah sandera Israel.

    Kondisi Parah Para Tahanan Palestina yang Dibebaskan Israel

    Israel pada Kamis ini membebaskan 596 warga Palestina yang ditahan di penjara sebagai bagian dari pertukaran ketujuh di bawah gencatan senjata Gaza dan kesepakatan tahanan-sandera dengan Hamas .

    Peristiwa ini terjadi setelah kelompok Palestina menyerahkan jasad empat sandera Israel kepada Palang Merah .

    Menurut kantor berita resmi Palestina Wafa, 37 warga Palestina dibebaskan di Ramallah, Tepi Barat yang diduduki tengah dan lima di Yerusalem Timur.

    Seorang tahanan yang diterima oleh Bulan Sabit Merah Palestina, dalam keadaan koma, dipindahkan ke sebuah rumah sakit di Tepi Barat.

    Sebanyak 456 warga Palestina dibebaskan dan dipindahkan ke Jalur Gaza, menurut Saleh Al-Hams, direktur keperawatan di Rumah Sakit Eropa Gaza di Khan Younis.

    “Para tahanan berada dalam kondisi sangat kurus kering, beberapa di antaranya tidak dapat berjalan karena pemukulan dan penyiksaan hebat yang mereka alami,” kata Hams.

    Ia menambahkan bahwa “sebagian besar tahanan menderita penyakit kulit, dan satu kasus dirawat di rumah sakit semalam karena fibrosis paru-paru.”

    Pejabat kesehatan mencatat bahwa di antara yang dibebaskan terdapat 15 staf kesehatan, yang ditahan dari rumah sakit selama perang Israel di Gaza.

    Menurut Hamas, 11 dari mereka yang dibebaskan ke Jalur Gaza adalah tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup atau jangka panjang yang telah ditangkap sebelum 7 Oktober 2023, sementara yang lainnya ditahan oleh tentara Israel di Gaza setelah itu.

    Hamas menambahkan bahwa 97 tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup atau hukuman jangka panjang juga dideportasi ke Mesir.

    Amani Sarahneh dari Masyarakat Tahanan Palestina mengatakan kepada Anadolu bahwa otoritas Israel telah memblokir pembebasan 46 tahanan anak-anak dan wanita.

    Ia menambahkan bahwa otoritas Israel menunda pembebasan mereka sampai verifikasi penuh atas jenazah yang diterima dari Gaza.

    Dengan pemindahan empat jenazah lagi pada Rabu malam, Hamas menyelesaikan pembebasan 33 warga Israel, termasuk delapan jenazah, di bawah fase pertama, 42 hari gencatan senjata yang berakhir akhir pekan ini.

    Delegasi Israel ke Kairo

    Terkait dengan negosiasi tahap II gencatan senjata Gaza, Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar mengatakan pada hari Kamis bahwa delegasi Israel akan pergi ke Kairo untuk melihat apakah ada titik temu untuk dinegosiasikan.

    Pada tahap pertama gencatan senjata, Mesir bersama Qatar dan campur tangan Amerika Serikat (AS) menjadi mediator gencatan senjata Hamas-Israel dalam kerangka pertukaran sandera Israel dan tahanan Palestina.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya menginstruksikan delegasi negosiasinya untuk berangkat ke Kairo pada Kamis untuk melanjutkan perundingan gencatan senjata Gaza, kantornya mengatakan dalam sebuah pernyataan.

    Langkah ini menunjukkan kalau niat Tel Aviv melanjutkan perang di Gaza untuk menuntaskan target perang yang belum tercapai, mulai memudar.

    Selama agresi militer 15 bulan di Gaza, militer Israel (IDF) belum mampu memenuhi tujuan perang, yaitu memberangus Hamas dan mengembalikan sandera Israel yang ditahan Hamas di Gaza.

    Meski telah melakukan bombardemen buta, Israel nyatanya harus melalui perundingan untuk mendapatkan warga negara mereka kembali dari tangan Hamas.

    Sebaliknya, November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

    (oln/anews/*)

     

  • Tak Berguna, Kota Ini Kosong

    Tak Berguna, Kota Ini Kosong

    PIKIRAN RAKYAT – Gencatan senjata di Gaza menimbulkan serangan Israel dibelokkan ke arah Tepi Barat yang diduduki, salah satunya kota Jenin. Terbaru, Perdana Menteri Israel Penjajah kirim tiga tank Israel masuk ke kota tersebut.

    Tank tempur sudah berkeliaran sejak Senin. Sambil merekam, warga Palestina Ahmed al-Amouri (56) mengirimkan pesan pada Netanyahu. Ia mengenang, terakhir kali tank muncul di sana lebih dari dua dekade lalu, ketika Israel Penjajah berusaha menghancurkan Intifada kedua tahun 2002.

    Ia bergabung dengan orang-orang yang menonton dan berswafoto di depan kendaraan lapis baja itu, bahkan ikut melemparkan batu ke arah tank saat mereka memasuki Jenin.

    “Tidak ada gunanya membawa tank itu sampai ke sini. Kota ini kosong!” kata ayah dari lima anak tersebut, dikutip dari Al Jazeera, Kamis, 27 Februari 2025.

    “Saya dan ribuan orang lainnya sudah diusir, dan kecuali mereka bertarung melawan iblis mereka sendiri, mereka tidak akan menemukan siapa pun di kamp yang bisa diajak bertarung,” ujarnya menambahkan.

    Ia mengikuti tank-tank tersebut dari Wad Burkeen, desa tempatnya tinggal sekarang, sekitar 10 menit berjalan kaki dari kediamannya di kamp Jenin, yang secara terpaksa ia tinggalkan bersama 14 anggota keluarganya sejak 26 Januari.

    Kamp pengungsi di Tepi Barat sejatinya telah menampung ribuan warga Palestina, yang nenek moyangnya diusir oleh kelompok Zionis untuk memberi jalan bagi deklarasi negara Israel pada tahun 1948.

    Selama bertahun-tahun, perlawanan bersenjata muncul di sana. Pada tahun 2002, saat tank-tank Israel meratakan gang-gang di kamp-kamp ini, para pejuang siap dengan jebakan dan serangan mendadak.

    Namun, saat tiga tank memasuki Jenin minggu ini dan diparkir di kawasan Al-Jabriyat, tidak ada perlawanan sama sekali. Jenin tak ubahnya kota mati.

    Politik, Bukan Taktik

    Pengerahan tank ini terjadi setelah lebih dari sebulan serangan Israel di Tepi Barat yang diduduki. “Operasi Tembok Besi” itu dimulai tepat setelah gencatan senjata tercapai di Gaza.

    Menurut para analis, motivasi Israel lebih bersifat politik daripada keamanan, dilihat sebagai langkah untuk meredakan kemarahan politisi sayap kanan Israel yang kesal dengan gencatan senjata tersebut.

    Serangan di Tepi Barat telah menewaskan sedikitnya 61 orang dan mengungsi lebih dari 40.000 orang sejak akhir Januari.

    “Perang di Gaza dan sekarang di Tepi Barat adalah bagian dari strategi hukuman kolektif Israel,” kata anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Wasel Abu Yousef.

    Menurutnya, langkah ini akan membuka jalan bagi pembangunan pemukiman ilegal Israel yang lebih banyak lagi.

    “Penghancuran kota-kota Palestina dan pengusiran penduduk adalah taktik politik yang dirancang untuk memperketat cengkeraman Israel di wilayah yang diduduki,” tutur dia. ****

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Pengamat: Netanyahu Merasa Dipermalukan karena Hamas Masih Bertahan – Halaman all

    Pengamat: Netanyahu Merasa Dipermalukan karena Hamas Masih Bertahan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Jasad empat tawanan Israel diserahkan oleh Hamas pada Kamis (27/2/2025) pagi, waktu setempat.

    Penyerahan itu, diikuti pembebasan 600 tahanan Palestina ke Tepi Barat, yang seharusnya dipulangkan pekan lalu.

    Presiden Israel Isaac Herzog mengatakan bahwa identitas keempat jenazah tawanan itu telah diverifikasi.

    Kini, fase pertama gencatan senjata tahap pertama antara Israel dan Hamas pada dasarnya sudah selesai.

    Namun, Antony Loewenstein, seorang jurnalis dan penulis asal Sydney, mengaku merasa khawatir dengan tahap selanjutnya.

    “Saya merasa cemas dengan tahap berikutnya, karena banyak laporan di media Israel yang menunjukkan bahwa Netanyahu dan lingkungannya tidak tertarik untuk melanjutkan ke tahap kedua, apalagi tahap ketiga,” kata Loewenstein kepada Al Jazeera.

    “Tahap ketiga, di akhir kesepakatan ini, seharusnya mencakup penarikan penuh seluruh pasukan Israel dari Gaza,” tambahnya.

    “Saya senang pertukaran tawanan ini terjadi, namun saya yakin Netanyahu merasa dipermalukan karena Hamas masih bertahan.”

    “Mereka masih memiliki pejuang, kekuatan, dan mengendalikan sebagian besar wilayah Gaza.”

    “Ketika kekaisaran merasa marah, mereka sering kali merespons dengan cara yang sangat kejam dan tidak masuk akal.”

    “Kita sudah melihat hal serupa di Irak dan Afghanistan selama 20 tahun terakhir.”

    “Saya rasa itulah yang mungkin akan kita lihat di Gaza dan daerah lain dalam beberapa bulan dan tahun ke depan,” ujar Loewenstein.

    Tahap Kedua Gencatan Senjata Akan Lebih Sulit

    Sementara itu, Stephen Zunes, direktur studi Timur Tengah di Universitas San Francisco, menyatakan kelegaannya setelah pertukaran tawanan dan tahanan berhasil dilakukan sepenuhnya.

    “Namun, fase kedua akan jauh lebih sulit, mengingat kecenderungan Israel untuk mempertahankan wilayah yang telah mereka kuasai,” ujarnya kepada Al Jazeera.

    “Sebagai contoh, mereka menolak mundur dari Lebanon dan memperluas pendudukan di Suriah,” tambah Zunes.

    Ia juga menilai, Netanyahu mungkin menunda mengakhiri perang sepenuhnya untuk menghindari tekanan politik dan pemilu.

    “Masalah utama adalah tidak ada harapan bahwa pemerintahan Trump akan menekan Netanyahu untuk berkompromi.”

    “Trump kemungkinan akan mendukung perang ini tanpa protes, jadi mungkin masyarakat sipil Israel dan tekanan internasionallah yang dapat mendorong perubahan,” tambah Zunes.

    Hamas Siap Bahas Fase Berikutnya Gencatan Senjata

    Dalam perkembangan terbaru, Hamas menyatakan, siap untuk merundingkan fase berikutnya dari gencatan senjata di Jalur Gaza, setelah pertukaran tawanan hari ini, Kamis (27/2/2025), menurut laporan AP News.

    Pertukaran ini, adalah yang terakhir yang disepakati kedua belah pihak sebagai bagian dari gencatan senjata yang akan berakhir akhir pekan ini.

    Negosiasi fase kedua, di mana Hamas akan membebaskan lebih banyak sandera dengan imbalan tahanan tambahan serta gencatan senjata yang lebih panjang, belum dimulai.

    Hamas menyatakan, satu-satunya cara Israel dapat mengamankan pembebasan sandera yang tersisa adalah melalui negosiasi dan mematuhi perjanjian.

    Hamas juga memperingatkan bahwa upaya untuk menarik kembali kesepakatan hanya akan memperburuk penderitaan para tawanan dan keluarga mereka.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Warga Suriah Minta Tel Aviv Dibom, Israel Cegah Suriah Selatan Berubah Jadi Lebanon Selatan – Halaman all

    Warga Suriah Minta Tel Aviv Dibom, Israel Cegah Suriah Selatan Berubah Jadi Lebanon Selatan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Pertahanan Israel Katz mengatakan Israel tak akan mengizinkan kawasan Suriah selatan “berubah menjadi Lebanon selatan”.

    Saat ini Israel masih menganggap kawasan Suriah selatan sebagai ancaman bagi Israel. Bahkan, Perdana Menteri Israel Netanyahu meminta adanya demiliterisasi penuh di Suriah selatan.

    Adapun Lebanon selatan selama 1,5 tahun terakhir menjadi momok bagi Israel karena Hizbullah melancarkan serangan dari sana.

    Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dilaporkan masih menyerang target militer di Suriah selatan, termasuk markas dan gudang senjata.

    “Keberadaan aset dan pasukan militer di Suriah selatan menjadi ancaman bagi warga negara Israel,” kata IDF dikutip dari All Israel News.

    Sementara itu, Katz mengatakan serangan IDF adalah bagian dari kebijakan baru Israel untuk “mengamankan” Suriah selatan.

    “Pesannya sudah jelas: Kami tidak akan mengizinkan Suriah selatan menjadi Lebanon selatan,” kata Katz.

    Rezim baru Suriah ingin berdamai dengan Israel?

    Presiden Suriah Ahmad Al Sharaa atau yang juga dikenal sebagai Al Jolani disebut mengirimkan sinyal bahwa dia menginginkan perdamaian dengan Israel.

    Al Sharaa berkuasa setelah kelompok yang dipimpinnya, Hayat Tahrir Al Sham (HTS), menumbangkan pemerintahan Presiden Bashar Al Assad di Suriah akhir tahun lalu.

    Pada hari Selasa pekan ini Al Sharaa memimpin konferensi “Persatuan Nasional” di Suriah yang bertujuan untuk menjelaskan masa depan politik dan ekonomi Suriah.

    Al Sharaa mengecam pelanggaran yang dilakukan Israel di Suriah. Dia juga meminta masyarakat internasional untuk membantu mencegah agresi Israel.

    Meski demikian, media Israel Kan News melaporkan Al Sharaa juga mengirimkan sinyal perdamaian kepada Israel selama beberapa hari terakhir.

    Setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji akan melindungi komunitas Druze di Suriah selatan, seorang perwakilan komunitas itu disebut bertemu dengan Al Sharaa di Kota Damaskus.

    Menurut narasumber Kan News yang hadir dalam pertemuan itu, Al Sharaa berusaha menghentikan kekhawatiran komunitas Druze. Dia juga memberikan sinyal kepada Israel bahwa rezimnya tidak akan menjadi ancaman.

    “Tidak ada ancaman keamanan di dalam negeri Suriah. Kami menginginkan perdamaian. Kami tidak punya musuh. Kami ingin membangun negeri dan menyediakan layanan,” demikian pernyataan Al Sharaa seperti yang dilaporkan.

    “Kami tidak punya keinginan untuk memulai perang dengan siapa pun.”

    Menurut narasumber itu, Al Sharaa mengatakan ancaman yang pernah muncul dari wilayah Suriah sudah tidak ada lagi. Ancaman itu dimunculkan oleh rezim Assad, Hizbullah, dan Iran.

    Dia juga menegaskan upaya pemerintahan baru di Suriah untuk melawan penyelundupan senjata Hizbullah lewat perbatasan Suriah-Lebanon.

    Di samping itu, dia membantah pernyataan Netanyahu bahwa komunitas Druze yang menjadi minoritas di Suriah kini berada dalam bahaya.

    Di sisi lain, Israel masih menyerang Suriah. Pada hari Selasa, Israel menyerang daerah Al Kiswah, selatan Damaskus, dan menewaskan empat orang.

    Serangan juga dilakukan di Kota Izra. Al Mayadeen menyebut pangkalan lama tentara Suriah juga ditargetkan Israel.

    Selepas serangan itu warga Suriah di Damaskus dan Hom menggelar aksi unjuk rasa. Mereka meminta Al Sharaa untuk menyerang Israel.

    “Jolani, jatuhkan bom ke Tel Aviv,” kata pengunjuk rasa.

    (*)

  • Terus Gelisah, Israel Tuding Hamas dan Jihad Islam Buka Front Baru di Suriah – Halaman all

    Terus Gelisah, Israel Tuding Hamas dan Jihad Islam Buka Front Baru di Suriah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar mengklaim Hamas telah membuka front baru di Suriah untuk melawan Israel.

    Saar menyebut saat ini front utara Israel masih menjadi ancaman serius bagi keamanan negara Yahudi itu.

    Hal itu disampaikan Saar saat Forum Dewan Asosiasi Uni Eropa-Israel di Kota Brussels, Belgia, pada hari Senin lalu, (24/2/2025).

    Menurut Saar, Israel tak akan berkompromi perihal keamanannya di perbatasan Suriah.

    “Hamas dan Jihad Islam beroperasi di Suriah untuk membuat front baru guna melawan Israel,” kata Saar,” dikutip dari All Israel News.

    Dia mengklaim pendapat bahwa rezim di Suriah telah berganti demi kebaikan adalah hal yang tak masuk akal.

    Saar mengatakan Israel senang karena rezim Presiden Bashar Al Assad telah ambruk. Namun, Israel belum bisa tenang.

    “Pemerintah barunya adalah kelompok jihad Islam dari Idlib yang mengambil alih Damaskus dengan paksa. Kami semua senang Assad telah pergi, tetapi kami harus realistis. Para islamis berbicara lembut, lihat bagaiman Iran berbicara pada tahun 1979 (saat revolusi). Namun, semua orang tahu siapa pemimpinnya.”

    Dia mengklaim Suriah hanya akan stabil jika negara itu menjadi federasi yang menyertakan berbagai wilayah otonom.

    Pernyataan Saar itu dilontarkan beberapa hari setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meminta adanya demiliterisasi penuh di Suriah selatan. Netanyahu menegaskan Israel tak menoleransi ancaman apa pun terhadap komunitas Druze di Suriah selatan.

    PETA SURIAH – Tangkap layar situs Liveuamap yang diambil pada Rabu (5/2/2025), memperlihatkan peta Suriah di mana titik berbagai peristiwa sedang terjadi. (Tangkapan layar situs Liveuamap)

    Israel kembali serang Suriah

    Sementara itu, Israel masih melancarkan serangan ke Suriah. Pada hari Selasa pekan ini Israel mengaku menargetkan fasilitas militer berisi senjata di Suriah selatan.

    Setidaknya dua orang dilaporkan tewas akibat serangan udara Israel itu. Tidak diketahui dengan pasti apakah keduanya adalah warga sipil atau kalangan militer.

    “Selama beberapa jam terakhir, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyerang target militer di Suriah selatan, termasuk pusat komando dan banyak fasilis yang berisi senjata,” kata IDF dikutip dari Le Monde.

    IDF mengklaim keberadaan fasilitas militer di Suriah selatan mengancam keamanan warga Israel.

    “IDF akan terus beroperasi guna menyingkirkan setiap ancaman bagi warga Israel.”

    Sementara itu, Obervatorium Suriah untuk HAM mengatakan ada dua fasilitas militer di Suriah selatan yang ditargetkan.

    “Pesawat Israel melancarkan empat serangan terhadap satu markas satuan militer di barat daya Damaskus. Pada waktu bersamaan, serangan Israel lainnya menghantam fasilitas di Provinsi Daraa,” kata Obervatorium Suriah.

    Israel mulai menyerbu Suriah pada hari yang sama ketika Assad digulingkan. Saat itu pasukan Israel memasuki zona penyangga yang memisahkan pasukan Israel dan pasukan Suriah di Dataran Tinggi Golan.

    Netanyahu mengatakan pasukan Israel tetap akan berada di zona penyangga dalam waktu yang belum bisa ditentukan demi “melindungi warga Israel dan mencegah ancaman”.

    Israel sudah melancarkan ratusan serangan udara yang menargetkan fasilitas militer Suriah sejak rezim Assad berakhir.

    “Kami tidak akan mengizinkan pasukan dari organisasi HTS atau tentara baru Suriah memasuki area selatan Damaskus,” kata Netanyahu.

    HTS yang dimaksud Netanyahu ialah kelompok Hayat Tahrir al-Sham yang menggulingkan Assad.

    “Kami meminta demiliterisasi penih di Suriah selatan, termasuk Provinsi Quneitra, Daraa, dan Suwayda,” kata PM Israel itu.

    (*)