Tag: Benjamin Netanyahu

  • Hizbullah Intip Pangkalan Udara Ramat David Israel, IDF Mendadak Gelar Latihan Serangan Infiltrasi – Halaman all

    Hizbullah Intip Pangkalan Udara Ramat David Israel, IDF Mendadak Gelar Latihan Serangan Infiltrasi – Halaman all

    Pangkalan Udara Ramat David di Israel Dipantau Hizbullah, IDF Mendadak Gelar Latihan Serangan Infiltrasi

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Israel (IDF) dilaporkan melakukan latihan militer dadakan yang menskenariokan adanya serangan infiltrasi (penyusupan) terhadap sejumlah pangkalan militer dan pos pengawasan mereka, Minggu (9/3/2025). 

    “Di bawah perintah Kepala Staf IDF yang baru, Letnan Jenderal Eyal Zamir, militer pagi ini meluncurkan latihan mendadak yang mensimulasikan serangan infiltrasi terhadap pangkalan dan pos IDF,” kata laporan Times of Israel, Minggu.

    Laporan menyebutkan, sebagai bagian dari latihan militer dadakan tersebut, Pangkalan Udara Ramat David di Israel utara akan berlatih skenario serangan infiltrasi mendadak dari berbagai arah, kata IDF.

    Secara terpisah, Eyal Zamir memerintahkan pengawas keuangan IDF, Brig. Jenderal (purn.) Ofer Sarig, untuk melakukan inspeksi mendadak terhadap Komando Utara.

    “Pengawas akan memeriksa kesiapan, disiplin, dan kegiatan rutin unit-unit di Komando Utara,” kata IDF.

    Tangkapan layar dari video Hizbullah yang dipublikasikan pada 24 Juli 2024, memperlihatkan Pangkalan Udara Ramat David di Israel utara. (Foto: media Hizbullah)

    Ramat David Sudah Dipantau Hizbullah

    Sejak resmi menjabat sebagai Kepala Staf baru IDF, Eyal Zamir telah berulang kali menegaskan perombakan IDF di berbagai aspek, merujuk pada kegagalan militer negara tersebut pada serangan Banjir Al Aqsa oleh Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Eyal Zamir menyebut, Gaza dan tangan-tangan Iran, termasuk Hizbullah Lebanon, menjadi dua prioritas IDF dalam masa jabatannya.

    Terkait latihan militer di Pangkalan Udara Ramat David dan audit dadakan di Komando Utara ini, sejumlah analis menyatakan hal ini terkait dengan prioritas Eyal Zamir soal kesiapsediaan IDF melanjutkan perang di berbagai front, termasuk di Utara melawan gerakan Hizbullah.

    Kesepakatan gencatan senjata yang terjadi antara Hizbullah dan Israel terhitung akhir November 2024 silam, rapuh karena manuver IDF yang menolak angkat kaki sepenuhnya dari Lebanon Selatan.

    Adapun Pangkalan Udara Ramat David di utara wilayah pendudukan Israel, telah menjadi target rutin peluncuran roket Hizbullah.

    Bahkan, pada Juli silam para petempur Hizbullah di Lebanon telah merilis rekaman drone Pangkalan Udara Ramat David Israel.

    “Ini mungkin pertama kalinya drone musuh menembus wilayah udara di atas pangkalan militer Israel,” tulis laporan TC saat itu.

    “Hizbullah telah menerbitkan rekaman video baru yang diambil oleh salah satu drone mereka, yang menunjukkan informasi rinci tentang Pangkalan Udara Ramat David yang terletak 50 km dari perbatasan Lebanon di Israel utara,” tulis media Israel, Yedioth Ahronoth melaporkan pada 24 Juli.

    Menurut gerakan perlawanan Lebanon, rekaman tersebut diambil pada hari Selasa (23/7/2024) oleh pesawat tak berawak Hudhud, yang sebelumnya telah merekam infrastruktur penting di Teluk Haifa dan pangkalan militer di Dataran Tinggi Golan.

    Video drone yang dirilis oleh Hizbullah adalah yang ketiga dari seri berjudul “Inilah yang dibawa kembali oleh Hoopoe.”

    Video drone Hoopoe 3 yang dirilis media Hizbullah pada Rabu (9/10/2024). Hizbullah memantau Israel lagi dan mengancam lokasi militer Israel di Haifa akan menjadi sasaran baru Hizbullah. (X/Telegram/Media Hizbullah)

    Klip berdurasi sembilan menit tersebut memperlihatkan berbagai fasilitas yang terlihat dalam rekaman tersebut, antara lain tangki bahan bakar pesawat, markas Skuadron 109, platform pertahanan udara Iron Dome, depo amunisi, markas Skuadron 157, hanggar, dan markas besar Pasukan Skuadron ke-105.

    Kelompok tersebut juga menerbitkan foto kantor komandan pangkalan, yang diduga mengungkapkan rincian pribadinya. Rekaman tambahan menunjukkan gudang lain dan markas Skuadron 101 dan 160, serta area teknis Skuadron 193.

    Video tersebut mencakup gambar yang diambil pada 9 Juli, menampilkan helikopter Apache, penyimpanan bahan bakar, dan pesawat Hercules.

    Tentara Israel menyatakan, “Video yang dirilis oleh Hizbullah difilmkan oleh kendaraan udara tak berawak semata-mata untuk tujuan pengintaian. Operasi pangkalan tidak terpengaruh.”

    Sumber Hizbullah mengatakan kepada Al-Jazeera bahwa rekaman itu terkait dengan perjalanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu ke Washington namun tidak memberikan rincian lebih lanjut.

    Hizbullah mengakhiri rekaman video tersebut dengan kalimat “[Israel] lebih lemah dari jaring laba-laba,” sebuah kalimat yang diulangi oleh mendiang Sekretaris Jenderal kelompok Perlawanan Lebanon, Hassan Nasrallah, dalam pidatonya pada Mei 2024 untuk merayakan pembebasan Lebanon selatan dari pendudukan Israel pada bulan Mei 2000.

    Para pejabat AS yang berbicara kepada CNN pada bulan Juni menyatakan kekhawatiran kalau jika terjadi perang skala penuh, Hizbullah akan membanjiri sistem pertahanan udara Israel dengan “persenjataan rudal dan drone yang sangat besar.”

    Setelah pertukaran serangan, Hizbullah dan Israel, dimediasi PBB dan AS, menyepakati gencatan senjata per 27 November 2024 silam.

    Namun gencatan senjata tersebut sudah berakhir 60 hari sejak kesepakatan terjadi dan perang potensial kembali pecah seiring memanas kembalinya situasi Gaza dan pelanggaran gencatan senjata oleh Israel di Lebanon Selatan.

     

    (oln/toi/tc/*)

     

     

     

  • Hamas Temui Bos Intelijen Mesir: Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata, IDF Bom Gaza Utara – Halaman all

    Hamas Temui Bos Intelijen Mesir: Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata, IDF Bom Gaza Utara – Halaman all

    Petinggi Hamas Temui Bos Intelijen Mesir: Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata, Israel Bombardir Gaza Utara

    TRIBUNNEWS.COM – Delegasi Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas, yang dipimpin kepala dewan kepemimpinan gerakan itu, Mohammed Darwish, dilaporkan bertemu dengan Kepala Intelijen Umum Mesir, Mayor Jenderal Hassan Rashad, di Kairo pada Minggu (9/3/2025).

    Pertemuan dilaporkan untuk membahas implementasi gencatan senjata tahap II dan perjanjian pertukaran sandera dan tahanan antara Hamas dan Israel.

    Menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Hamas, pertemuan membahas berbagai fase implementasi perjanjian di fase kedua. 

    Delegasi Hamas tersebut menekankan wajibnya Israel mematuhi semua persyaratannya dan menyerukan transisi segera ke fase kedua negosiasi gencatan senjata.

    Transisi ini mensyaratkan Israel untuk membuka penyeberangan perbatasan dan membuka akses masuk bantuan kemanusiaan secara tak terbatas ke Gaza.

    “Delegasi Hamas juga menegaskan kembali persetujuan Hamas untuk membentuk komite dukungan masyarakat yang terdiri dari tokoh-tokoh nasional independen untuk mengelola Gaza sementara sampai rekonsiliasi Palestina tercapai dan pemilihan umum diadakan di semua tingkatan,” kata laporan RNTV, Minggu.

    Hamas mengucapkan terima kasih kepada Mesir atas upaya mediasi yang sedang berlangsung, khususnya dalam melawan upaya pengusiran warga Palestina dari Gaza, seperti yang diserukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dan disetujui Israel.

    Hamas juga menyatakan menerima dan mengakui hasil KTT Arab yang membahas rencana rekonstruksi Gaza.

    “Gerakan ini menegaskan kembali komitmennya terhadap hak-hak dasar rakyat Palestina,” kata laporan.

    SAYAP MILITER HAMAS – Personel Brigade Al Qassam, Sayap Militer Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas, dalam sebuah parade militer di Jalur Gaza beberapa waktu lalu. Hamas membantah menyetujui usulan AS untuk memperpanjang gencatan senjata dan menyerukan Israel untuk melanjutkan negosiasi Tahap II gencatan senjata di mana pasukan Israel harus menarik diri dari Gaza dan membuka akses masuk bantuan kemanusiaan.

    Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata

    Sementara itu, pejabat senior Hamas, Mahmoud Mardawi membantah laporan yang mengklaim bahwa gerakan itu telah menyetujui gencatan senjata sementara di Gaza.

    Dalam sebuah pernyataan pers, ia menekankan komitmen Hamas terhadap perjanjian yang ada dan kebutuhan untuk melanjutkan dengan tahap kedua negosiasi di bawah kondisi yang disepakati.

    “Hamas menolak laporan yang beredar sebagai palsu dan tidak mencerminkan proses negosiasi yang sebenarnya,” kata laporan RNTV mengutip pernyataan Mardawi.

    Dalam perkembangan terkait, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana untuk mengirim delegasi Israel ke Doha untuk memajukan negosiasi dengan Hamas mengenai pertukaran tahanan.

    Langkah ini dilakukan di tengah spekulasi bahwa pemerintah Netanyahu berusaha untuk menghindari penerapan tahap kedua (Fase II) dari perjanjian gencatan senjata, yang termasuk menghentikan perang di Gaza dan menarik Pasukan Pendudukan Israel ke perbatasan pra-eskalasi.

    Perjanjian gencatan senjata, yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025, menetapkan penghentian permusuhan antara kedua belah pihak.

    Hamas menegaskan bahwa Israel harus sepenuhnya mematuhi semua persyaratan, termasuk penarikan penuh dari Gaza dan mengakhiri perang.

    ASAP MENGEPUL – Tangkapan layar Khaberni, Minggu (2/3/2025) yang menunjukkan asap mengepul dari serangan udara Israel di Gaza. Israel melakukan serangkaian serangan udara ke Gaza seiring berakhirnya gencatan senjata tahap I pada 28 Februari 2025. Israel menuntut perpanjangan tahap I, namun ditolak Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    IDF Bombardir Gaza Utara 

    Dalam laporan perkembangan situasi di Jalur Gaza, RNTV melaporkankan kalau Militer Israel (IDF) melakukan bombardemen ke Gaza Utara.

    “IDF mengatakan pihaknya melakukan serangan udara pada hari Minggu terhadap para milisi Palestina yang menanam alat peledak di Gaza utara,” kata laporan itu mengutip pernyataan IDF.

    Melabeli para pejuang Palestina sebagai ‘teroris’, IDF menyatakan, serangan itu mengenai sasaran mereka.

    “Sebelumnya hari ini, beberapa ‘teroris’ diidentifikasi beroperasi di dekat pasukan IDF dan mencoba menanam alat peledak di tanah di Gaza utara. Serangan pesawat tempur Israel berhasil “memukul para teroris”,” klaim IDF dalam sebuah pernyataan.

    Hamas Ajukan 3 Syarat untuk Kelanjutan Negosiasi Tahap 2 Gencatan Senjata 

    Juru bicara Hamas Hazem Qassem menguraikan tiga syarat untuk negosiasi yang akan datang: pertukaran tahanan, penarikan penuh dari Jalur Gaza, dan komitmen untuk menahan diri dari agresi lebih lanjut.

    Qassem menekankan, “Sekarang terserah Israel untuk menunjukkan keseriusan kepada mediator untuk memastikan perjanjian berlanjut.”

    Dia juga mengklarifikasi kabar kalau Hamas telah memberi tahu mediator tentang penolakannya untuk memperpanjang fase pertama dari perjanjian gencatan senjata.

    Selanjutnya, Qassem menegaskan kesediaan Hamas untuk terlibat dalam pertukaran tawanan dengan persyaratan baru selama fase kedua dari perjanjian.

     

    (oln/rntv/*)

  • Gelar Demo Besar-besaran, Warga Israel Tuntut Pembebasan Sandera hingga Bersedia Beri Bayaran – Halaman all

    Gelar Demo Besar-besaran, Warga Israel Tuntut Pembebasan Sandera hingga Bersedia Beri Bayaran – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebuah unjuk rasa besar-besaran diadakan di Tel Aviv bersama keluarga dan teman-teman para tawanan, Minggu (9/3/2025).

    Mereka menuntut pemerintah Israel untuk mematuhi perjanjian gencatan senjata dengan Hamas dan membebaskan para tawanan.

    “Kepentingan Netanyahu bukanlah kepentingan negara Israel atau rakyatnya,” kata Zahiro Shahar Mor, keponakan tawanan Avraham Munder, dalam demonstrasi tersebut, dilansir Al Jazeera.

    “Sebagian besar masyarakat Israel menginginkan semua sandera yang tersisa segera dipulangkan, dan mereka bersedia membayar harganya untuk itu,” jelasnya.

    Sebelum unjuk rasa mingguan mereka di Tel Aviv, para kerabat memohon kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang bertemu dengan delapan mantan tawanan pada Rabu (5/3/2025).

    “Tuan Presiden, kembalinya perang berarti hukuman mati bagi para sandera yang masih hidup.”

    “Tolong, Tuan, jangan biarkan Netanyahu mengorbankan mereka,” kata sebuah pernyataan.

    Hamas-AS Bahas Pembebasan Sandera

    Pertemuan antara para pemimpin Hamas dan negosiator sandera AS, Adam Boehler, dalam beberapa hari terakhir difokuskan pada pembebasan seorang warga negara ganda Amerika-Israel yang ditahan oleh kelompok militan di Gaza, kata seorang pejabat senior Hamas kepada Reuters pada hari Minggu.

    Taher al-Nono, penasihat politik bagi pemimpin kelompok Palestina tersebut, mengonfirmasi pembicaraan langsung yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Washington.

    Ia mengatakan bahwa diskusi tersebut telah berlangsung di ibu kota Qatar selama seminggu terakhir.

    “Beberapa pertemuan telah berlangsung di Doha, dengan fokus pada pembebasan salah satu tahanan berkewarganegaraan ganda.”

    “Kami telah menanganinya secara positif dan fleksibel, dengan cara yang melayani kepentingan rakyat Palestina,” kata al-Nono.

    Ia menambahkan bahwa kedua belah pihak juga telah membahas cara untuk mewujudkan implementasi perjanjian bertahap yang bertujuan untuk mengakhiri perang Israel-Hamas.

    “Kami memberi tahu delegasi Amerika bahwa kami tidak menentang pembebasan tahanan tersebut dalam kerangka pembicaraan ini,” kata al-Nono kepada Reuters.

    Utusan khusus Presiden Donald Trump Steve Witkoff mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih minggu lalu bahwa mendapatkan pembebasan Edan Alexander, pria berusia 21 tahun dari New Jersey yang diyakini sebagai sandera Amerika terakhir yang masih hidup yang ditawan oleh Hamas di Gaza, adalah “prioritas utama bagi kami.”

    Adapun Alexander bertugas sebagai tentara di militer Israel.

    Israel dan Hamas memberi isyarat pada hari Sabtu bahwa mereka sedang mempersiapkan tahap berikutnya dari negosiasi gencatan senjata, karena para mediator terus maju dengan pembicaraan untuk memperpanjang gencatan senjata 42 hari yang rapuh yang dimulai pada bulan Januari.

    Delegasi Hamas bertemu dalam dua hari terakhir dengan para mediator Mesir dan menegaskan kembali kesiapannya untuk merundingkan implementasi tahap kedua kesepakatan itu.

    Israel juga mengatakan akan mengirim negosiator ke Doha pada Senin (10/3/2025) untuk pembicaraan gencatan senjata.

    Sebelumnya, pada Kamis (6/3/2025), Trump bertemu di Ruang Oval dengan delapan mantan sandera Israel yang dibebaskan sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025.

    Tahap pertama perjanjian tersebut menghasilkan pembebasan 33 sandera, termasuk delapan yang telah meninggal, dengan imbalan sekitar 1.800 tahanan Palestina.

    Pada akhir November 2023, 105 sandera telah dibebaskan selama gencatan senjata selama satu minggu dengan imbalan 240 tahanan Palestina.

    Dari 251 orang yang diculik selama serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, 58 orang masih ditahan di Gaza, 34 di antaranya telah dinyatakan meninggal oleh militer Israel.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), foto (atas, kiri-kanan): 2 sandera Israel (Tal Shoham dan Avera Mengistu) dibebaskan, (bawah, kiri-kanan): 3 tentara Israel dibebaskan dan sandera Hisham al-Sayed dibebaskan. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Diberitakan Al Jazeera, Israel mengatakan akan mengirim delegasi ke ibu kota Qatar, Doha, pada hari Senin untuk mencoba dan memajukan gencatan senjata Gaza dan pembicaraan pertukaran tawanan.

    Hamas mengatakan ada “indikator positif” untuk dimulainya perundingan mengenai fase kedua gencatan senjata.

    Enam toko roti di Khan Younis, Gaza, menghentikan operasinya di tengah kekurangan bahan bakar sementara Israel terus memblokade semua bantuan yang masuk ke Jalur Gaza.

    Hamas menyerukan diakhirinya blokade Israel terhadap Gaza serta negosiasi segera mengenai fase kedua kesepakatan gencatan senjata setelah Netanyahu mengatakan ia akan mengirim delegasi ke pembicaraan gencatan senjata di Doha.

    Axios melaporkan bahwa utusan Trump, Steve Witkoff, akan terbang ke Doha pada Selasa malam untuk mencoba dan “menengahi kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata baru antara Israel dan Hamas”.

    Seorang polisi senior Palestina di Gaza terluka setelah amunisi yang ditinggalkan oleh militer Israel meledak di Jabalia.

    Pasukan Israel melanjutkan serangan di seluruh Tepi Barat yang diduduki, menangkap dua tahanan yang dibebaskan di Hebron dan menyebarkan peluru tajam dan granat kejut di desa Burqa.

    Qatar menyerukan “upaya internasional yang lebih intensif” untuk membawa fasilitas nuklir Israel di bawah perlindungan badan atom PBB.

    Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi 48.453 kematian warga Palestina dalam perang Israel di Gaza, dengan 111.860 orang terluka.

    Kantor Media Pemerintah memperbarui jumlah korban tewas menjadi sebanyak 61.709, dengan mengatakan bahwa ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan diduga tewas.

    Sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Kekecewaan Sandera Israel Terhadap IDF dan Pemerintahan Netanyahu – Halaman all

    Kekecewaan Sandera Israel Terhadap IDF dan Pemerintahan Netanyahu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Tawanan Israel di Gaza, Matan Angrest, muncul dalam video yang dirilis oleh sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, pada Jumat, 7 Februari 2025.

    Dalam video tersebut, Angrest menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk mengamankan pembebasan para tawanan adalah melalui kemajuan ke tahap kedua gencatan senjata dan perjanjian pertukaran.

    Angrest mengungkapkan kekecewaannya terhadap pasukan pertahanan Israel (IDF) dan pemerintah yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu.

    Ia menyatakan bahwa mereka telah ditinggalkan, sehingga membuat para sandera mulai kehilangan harapan.

    “Kami merasa bahwa tentara negara bagian dan pemerintah Netanyahu meninggalkan kami. Kami mulai kehilangan harapan,” ujar Angrest, yang ditangkap dalam operasi perlawanan pada 7 Oktober 2023.

    Lebih lanjut, Angrest menekankan bahwa kekuatan militer IDF tidak akan mampu membebaskan mereka dari Gaza.

    “Saya ingin memberi tahu tentara IDF, Anda tidak akan berhasil membawa kami kembali dengan kekuatan militer. Satu-satunya cara untuk membawa kami pulang adalah melalui kesepakatan pertukaran dan pindah ke fase kedua,” tegasnya.

    Harapan untuk Pulang

    Angrest, yang telah ditahan selama 511 hari, menyampaikan harapannya untuk kembali ke Israel.

    “Kami hanya ingin pulang. Aku mohon padamu, tolong bawa kami kembali hidup, bukan di peti mati. Tidak mudah di sini, tidak ada matahari, dingin saat musim dingin,” ujarnya.

    Pesan untuk Tawanan yang Sudah Dibebaskan

    Di akhir pernyataannya, Angrest meminta kepada tawanan Israel yang telah dibebaskan untuk tidak melupakan mereka yang masih ditahan di Gaza.

    “Aku memintamu para tawanan yang telah kembali ke rumah, jangan tinggalkan kami di sini untuk membusuk di penangkaran. Anda tahu apa yang telah kami lalui di sini,” pungkasnya.

    Pernyataan ini menyoroti kondisi sulit yang dihadapi oleh para sandera Israel dan harapan mereka untuk segera dibebaskan melalui negosiasi.

    (*)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Informasi Bocor, Pejabat AS Akui Israel Ingin Menyabotase Pembicaraan Hamas dan AS – Halaman all

    Informasi Bocor, Pejabat AS Akui Israel Ingin Menyabotase Pembicaraan Hamas dan AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel diduga berupaya menyabotase pembicaraan antara Amerika Serikat (AS) dan Hamas.

    Media Israel Yedioth Ahronoh menyampaikan dugaan itu lewat tulisan salah satu analisnya, Ronen Bergman, hari Jumat lalu.

    Dengan mengutip pernyataan pejabat AS, Bergman menyebut Israel ingin mengganggu pembicaraan AS-Hamas di Kota Doha, Qatar.

    Para pejabat AS pergi ke Doha untuk bertemu dengan pejabat Hamas guna membahas pembebasan sandera Israel yang juga berkewarganegaraan AS. AS tidak memberi tahu Israel tentang hal itu.

    Dikutip dari The Cradle, Israel menentang adanya pembicaraan antara Hamas dan AS tanpa adanya juru penengah. Israel takut bakal ada perkembangan mengenai pembicaraan masa depan Gaza.

    Pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kecewa dengan pembicaraan langsung antara Hamas dan AS.

    Seorang narasumber The Times of Israel mengatakan Israel berada di balik bocornya informasi tentang pembicaraan AS-Hamas.

    NETANYAHU – Foto ini diambil dari publikasi Instagram Netanyahu pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berpidato dan mengancam Hizbullah Lebanon pada 24 September 2024. (Instagram @b.netanyahu)

    Menurut narasumber itu, Gedung Putih mengklaim telah berkoordinasi dengan Israel tentang pembicaraan itu. Namun, Netanyahu ternyata tidak tahu.

    “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu baru mengetahui pembicaraan AS-Hamas setelah pembicaraan,” kata narasumber itu.

    Menurut laporan Axios tanggal 5 Maret, Hamas dan AS sudah menggelar pembicaraan diam-diam untuk membebaskan warga AS di Gaza dan membahas kemungkinan perjanjian yang lebih besar guna mengakhiri perang.

    Sementara itu, seorang narasumber Israel Hayom menyebut Israel sangat khawatir dengan adanya pembicaraan tersebut.

    Komentar Israel mengenai pembicaraan itu juga abu-abu alias tidak jelas.

    “Kepada AS, Israel telah mengungkapkan sikapnya mengenai pembicaraan langsung dengan Hamas,” demikian kata kantor Netanyahu.

    Kontak langsung antara AS dan Hamas itu menandai tahap baru pembicaraan antara Hamas-Israel.

    Sejak menetapkan Hamas sebagai “organisasi teroris” tahun 1990-an, AS menolak melakukan pembicaraan langsung dengan Hamas.

    Hamas mengonfirmasi bahwa pejabatnya memang menggelar pembicaraan dengan AS di Qatar.

    Ibrahim Al Madhoun, seorang komentator terafiliasi Hamas, mengatakan pembicara kedua belah pihak umumnya berkisar tentang Idan Alexander, seorang sandera yang juga memiliki kewarganegaraan AS.

    BRIGADE AL-QUDS – Foto ini diambil pada Kamis (13/2/2025) dari publikasi resmi Telegram Brigade Al-Quds (sayap militer Jihad Islam), memperlihatkan anggota Brigade Al-Quds diapit oleh anggota Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) saat berpatroli selama pertukaran tahanan gelombang ke-3 Kamis (30/1/2025) yang membebaskan sandera Israel; Agam Berger, Arbel Yehud dan Gadi Moses serta 5 warga Thailand dengan imbalan pembebasan 110 warga Palestina. (Telegram Brigade Al-Quds)

    Israel marah

    Israel dilaporkan marah mengetahui pemerintah AS berbicara langsung dengan Hamas.

    Tujuan pembicaraan itu adalah untuk mengamankan pembebasan warga AS yang disandera oleh Hamas di Jalur Gaza.

    Israel Hayom melaporkan tindakan itu membuat berang para pejabat Israel.

    “Ini tindakan yang sangat problematik,” kata seorang pejabat Israel.

    Israel disebut sudah mengetahui adanya saluran rahasia yang digunakan AS dan Hamas untuk berkomunikasi langsung.  Akan tetapi, para pejabat Israel membeci keberadaan saluran itu.

    Israel Hayom mengatakan pembicaraan itu dipimpin oleh Adam Boehler, utusan Presiden AS Donald Trump yang ditugasi mengurus pemulangan warga AS yang disandera.

    Narasumber dari Hamas mengatakan delegasi Hamas telah bertemu langsung dengan utusan Trump. Dia menyebut pembicaraan Hamas-AS berfokus pada persoalan warga AS yang disandera.

    Trump dukung pembicaraan AS-Hamas

    Trump mendukung pembicaraan langsung AS dengan Hamas di Qatar. 

    Menurut Trump, pembicaraan itu dilakukan demi kebaikan Israel dan mengamankan pembebasan sandera Israel.

    “Kita membantu Israel dalam pembicaraan itu karena kita membicarakan sandera Israel,” kata Trump di Gedung Putih, dikutip dari The Times of Israel.

    “Kita tidak melakukan apa pun terkait dengan Hamas. Kita tidak memberikan uang.”

    “Kalian harus bernegosiasi. Ada perbedaan antara bernegosiasi dan membayar. Kita ingin memulangkan orang-orang ini.”

    (*)

  • Sempat Tolak Usul Israel, Hamas Kini Diklaim Setujui Perpanjangan Gencatan Senjata 2 Bulan – Halaman all

    Sempat Tolak Usul Israel, Hamas Kini Diklaim Setujui Perpanjangan Gencatan Senjata 2 Bulan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Media Arab Saudi mengklaim Hamas menyetujui usul perpanjangan gencatan senjata tahap pertama selama dua bulan dan pembebasan sandera Israel.

    Al Hadath, nama media itu, melaporkan Hamas memperlihatkan fleksibilitas dalam perundingan di Kota Kairo, Mesir.

    “Perkembangan pembicaraan dengan Hamas membuat Israel mengirimkan delegasinya pada hari Senin,” kata narasumber Al Hadath, Sabtu malam (8/3/2025).

    Belum ada konfirmasi dari Hamas mengenai laporan media Saudi itu.

    Sementara itu, media Saudi lainnya yang bernama Al Arabiya pada Sabtu kemarin, mengklaim Hamas dan Israel menyepakati gencatan sementara selama Ramadan. Namun, baik Hamas ataupun Israel membantahnya.

    Israel kirim utusan ke Qatar

    Sabtu kemarin, Israel mengumumkan akan mengirimkan delegasinya ke Kota Doha, Qatar, pada Senin, gunan membahas pembebasan sandera di Gaza.

    Dikutip dari Yedioth Aronoth, Kantor Perdana Menteri Israel menyatakan pengiriman delegasi itu dilakukan setelah ada undangan dari Mesir dan Qatar sebagai pihak penengah.

    Pernyataan itu muncul setelah ada diskusi keamanan yang dipimpin oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Di samping itu, ada pula kekhawatiran Israel mengenai pembicaraan langsung antara AS dan Hamas.

    Delegasi Israel yang dikirim termasuk seorang pejabat senior Dinas Keamanan Israel atau Shin Bet, penasihat politik Netanyahu (Ophir Falk), koordinator sandera dan orang hilang (Gal Hirsch), serta perwakilan dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan Mossad.

    Seorang narasumber mengatakan delegasi Israel akan mendorong diberlakukannya usul dari Steve Witkoff, utusan AS.

    SIAP PERANG LAGI – Tangkap layar khaberni, Selasa (4/3/2025) yang menunjukkan petempur Hamas dengan latar belakang peluncur roket. (Khaberni)

    AS tawari Hamas gencatan senjata 2 bulan

    AS dan Hamas kembali melakukan pembicaraan di Qatar pada Rabu (5/3/2025), untuk membahas persoalan sandera.

    The Washington Post melaporkan, AS menawari Hamas perpanjangan gencatan senjata selama dua bulan dan kembali masuknya aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza.

    Sebagai gantinya, Hamas diharuskan membebaskan beberapa sandera Israel yang masih hidup, termasuk seorang sandera berkewarganegaraan AS dan Israel yang bernama Edan Alexander.

    Tawaran AS itu juga dikonfirmasi oleh seorang narasumber Palestina yang mengungkapkannya kepada Sky News Arabia.

    Dia mengatakan pemerintah AS meminta Hamas untuk membebaskan 10 sandera yang masih hidup dengan imbalan seperti di atas.

    Hamas disebut belum menanggapi tawaran atau usul AS itu. Tawaran itu disampaikan dalam pertemuan yang dihadiri Adam Boehler (utusan Presiden AS Donald Trump) dan para pejabat senior Hamas, termasuk Khalil Al Hayya.

    Yedioth Ahronoth melaporkan, menurut seorang diplomat yang mengetahui pembicaraan itu, Boehler dan Hamas menggelar pertemuan secara langsung tanpa mediasi dari Qatar.

    Hamas dilaporkan menolak rencana yang disampaikan Steve Witkoff, utusan Trump untuk urusan Timur Tengah.

    Rencana itu adalah pembebasan setengah dari seluruh sandera, lalu perundingan tentang sandera yang tersisa akan berkaitan dengan gencatan senjata selama Ramadan dan Paskah.

    Meski demikian, pejabat AS mengklaim Hamas mempertimbangkan keuntungan yang bisa didapat dari pembicaraan langsung dengan AS.

    BERBARIS – Petempur Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, berbaris di lokasi pembebasan 3 sandera Israel, di Khan Yunis, Sabtu (15/2/2025). (Khaberni)

    Hamas sempat menolak perpanjangan

    Beberapa hari lalu, Hamas dilaporkan menolak usul perpanjangan gencatan senjata tahap pertama dari Israel. Menurut Hamas, usul itu tak bisa diterima.

    Sebagai gantinya, Hamas memilih untuk merundingkan tahap kedua guna mengamankan gencatan senjata permanen.

    Al Jazeera melaporkan juru bicara Hamas, Hazem Qassem, sudah mengatakan Israel harus bertanggung jawab karena tidak memulai negosiasi tahap kedua genatan.

    Dia mengklaim Israel ingin menyelamatkan para sandera yang tersisa di Gaza sembari tetap menghidupkan harapan untuk melanjutkan perang.

    Pernyataan Qassem disampaikan sehari setelah Hamas mendesak Israel untuk merundingjkan tahapan kedua.

    Jika tahap kedua terwujud, semua sandera akan dipulangkan. Lalu, pasukan Israel akan ditarik sepenuhnya dari Gaza.

    (*)

  • Jubir IDF Daniel Hagari Dipecat, Militer Zionis dan Pemerintahan Netanyahu Bersitegang – Halaman all

    Jubir IDF Daniel Hagari Dipecat, Militer Zionis dan Pemerintahan Netanyahu Bersitegang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Daniel Hagari, dipecat dari jabatannya.

    Pemecatan Daniel Hagari ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara kepemimpinan militer IDF, campur tangan politik di pemerintahan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, dan genosida yang sedang berlangsung di Gaza.

    Media Israel melaporkan pada Jumat (7/3/2025) bahwa Kepala Staf tentara Israel, Eyal Zamir, memutuskan untuk memberhentikan Daniel Hagari.

    Sementara itu, Letnan Kolonel Benny Aharon sedang dipertimbangkan di antara kandidat yang mungkin akan menggantikan jabatan tersebut.

    Otoritas Penyiaran Israel (KAN) mengindikasikan bahwa Hagari mencapai kesepakatan dengan Zamir untuk mundur dalam beberapa minggu mendatang dan pensiun dari tentara.

    Pemecatan itu menandai salah satu keputusan besar pertama oleh Zamir, yang menjabat dua hari sebelumnya, menggantikan Herzi Halevi, yang mengundurkan diri menyusul kritik luas atas kepemimpinannya selama perang genosida Israel di Gaza.

    Menurut laporan itu, posisi Hagari telah melemah dalam beberapa bulan terakhir karena ketegangan antara Menteri Pertahanan Israel Yisrael Katz dan pemerintahan PM Benjamin Netanyahu. 

    Alasan di balik ketidaksepakatan tidak sepenuhnya diungkapkan, tetapi media Israel menyebut bahwa perselisihan politik dan pesan yang bertentangan mengenai perang memainkan peran dalam kepergiannya.

    Surat kabar Israel Yedioth Ahronoth menggambarkan keputusan itu mengejutkan, terutama karena tidak ada pejabat militer senior yang diberhentikan atas kegagalan 7 Oktober 2023.

    Surat kabar itu mencatat bahwa keputusan tersebut menimbulkan pertanyaan tentang motif di balik pemecatan Hagari dan kemungkinan campur tangan politik dalam penunjukan militer.

    Ia juga menambahkan bahwa pihak Netanyahu menyadari rencana pemecatan beberapa bulan yang lalu, memicu spekulasi bahwa langkah itu dipengaruhi oleh pertimbangan politik.

    Kepergian Hagari juga terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara IDF dan Kementerian Pertahanan. 

    Pada bulan Januari, Menteri Pertahanan Katz secara terbuka menginstruksikan mantan Kepala Staf Halevi untuk bekerja sama sepenuhnya dengan penyelidikan Pengawas Keuangan Negara ke dalam acara 7 Oktober. Tentara dilaporkan menanggapi dengan pernyataan yang tidak biasa di media sosial, mengkritik keputusan untuk menangani perselisihan internal melalui media alih-alih dialog pribadi.

    Pada 7 Oktober 2023, Hamas meluncurkan operasi besar-besaran terhadap sasaran militer Israel dan permukiman di sekitar Gaza, menyerang 11 pangkalan militer dan 22 permukiman.

    Sejak itu, Israel telah mengobarkan perang genosida di Gaza dengan dukungan Amerika, membunuh dan melukai lebih dari 160.000 warga Palestina – kebanyakan wanita dan anak-anak – dan meninggalkan lebih dari 14.000 orang hilang antara 7 Oktober 2023, dan 19 Januari 2025.

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

  • Liga Arab, Gaza, dan Bayang-bayang Washington

    Liga Arab, Gaza, dan Bayang-bayang Washington

    loading…

    Eko Ernada. Foto/Istimewa

    Eko Ernada
    Dosen Hubungan Internasional Universitas Jember

    KETIKA para pemimpin Arab berkumpul di Kairo pada 4 Maret lalu, sorotan dunia tertuju pada mereka. Di balik ruangan megah yang menyimpan sejarah peradaban, tersirat harapan dan kegamangan. KTT Liga Arab kali ini bukan sekadar agenda diplomasi rutin, tetapi sebuah panggilan nurani di tengah puing-puing Gaza yang terus merintih. Di setiap jabat tangan dan senyum protokoler, ada tuntutan moral yang menggelayuti: bagaimana dunia Arab menyikapi luka yang terus menganga di Palestina?

    Dari pertemuan ini, lahirlah sederet komitmen yang, di atas kertas, tampak menjanjikan: rencana rekonstruksi Gaza tanpa pemindahan paksa, penolakan terhadap proyek AS yang hendak mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah,” serta janji pendanaan dari negara-negara Teluk. Namun, janji-janji ini menghadapi ujian di medan realitas. Sejarah menunjukkan bahwa keputusan yang dihasilkan di meja perundingan sering kali berakhir dalam kebuntuan eksekusi, terhambat oleh kepentingan politik dan diplomasi yang saling bertabrakan.

    Dilema Solidaritas dan GeopolitikSejarah mengajarkan bahwa dunia Arab sering tersandera oleh kepentingan yang saling berkelindan. Ada yang mengusung retorika solidaritas, tetapi di balik layar menjalin diplomasi senyap dengan Washington dan Tel Aviv. Ada yang lantang membela Palestina , tetapi ragu melawan arus kepentingan ekonomi dan geopolitik. Pertanyaannya tetap menggantung: apakah ini sekadar retorika yang menenangkan kegelisahan publik, atau benar-benar upaya nyata yang akan mengubah nasib Gaza?

    Beberapa negara Arab, seperti Yordania dan Aljazair, masih mempertahankan sikap tegas dalam mendukung Palestina. Namun, negara-negara Teluk seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab memiliki kepentingan ekonomi yang semakin dalam dengan Barat dan Israel. Dalam situasi seperti ini, solidaritas terhadap Palestina sering kali menjadi alat tawar-menawar politik. Bahkan, Arab Saudi yang sebelumnya dikenal sebagai pendukung utama perjuangan Palestina, kini cenderung mengambil pendekatan pragmatis dengan mempertimbangkan dampak normalisasi hubungan dengan Israel terhadap stabilitas regional.

    Di tingkat global, peran Amerika Serikat menjadi variabel kunci. Steven A. Cook, dalam bukunya The End of Ambition: America’s Past, Present, and Future in the Middle East, menyoroti bagaimana kebijakan AS di Timur Tengah sering kali dipengaruhi ambisi yang tidak sejalan dengan realitas politik kawasan. Di era Trump, kebijakan pragmatis-transaksional AS lebih fokus pada kepentingan jangka pendek ketimbang stabilitas jangka panjang. Trump melanjutkan kebijakan pro-Israel dengan memperkuat hubungan dengan pemerintahan Netanyahu dan mempercepat implementasi Abraham Accords. Dukungan AS terhadap pemukiman ilegal di Tepi Barat dan sikapnya terhadap Gaza memberi tekanan bagi negara-negara Arab untuk menyesuaikan diri dengan strategi Washington.

    Fragmentasi dan Ketidakefektifan Liga ArabFragmentasi internal yang terus berlangsung menjadi tantangan utama bagi Liga Arab dan semakin menghambat efektivitas diplomasi regional. Perpecahan antara negara-negara Teluk, sikap ambivalen Mesir terhadap konflik Gaza, serta kepentingan strategis Turki dan Iran yang sering berbenturan dengan negara-negara Arab lainnya menjadikan langkah kolektif sangat sulit. Tanpa kesatuan visi dan aksi, pernyataan bersama yang dihasilkan dari KTT hanya menjadi dokumen tanpa dampak nyata.

    Kegagalan Liga Arab dalam merespons krisis regional—seperti perang saudara Suriah, intervensi di Yaman, serta normalisasi dengan Israel—menunjukkan betapa besar dampak dari fragmentasi ini. Dalam isu Palestina, misalnya, perbedaan sikap terhadap Israel semakin melemahkan posisi tawar Palestina. Rashid Khalidi dalam The Hundred Years’ War on Palestine menunjukkan bagaimana negara-negara Arab lebih fokus pada agenda domestik daripada membela Palestina secara kolektif.

    Sejarah mencatat bagaimana fragmentasi internal Liga Arab menghambat respons terhadap agresi Israel ke Lebanon pada 1982. Ketika Israel melancarkan invasi untuk menumpas Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), tidak ada respons militer atau diplomatik yang solid dari Liga Arab. Fragmentasi serupa juga terjadi dalam menangani konflik Gaza saat ini, di mana perbedaan kepentingan antarnegara anggota menghambat tindakan yang lebih konkret.

    Selain itu, peran Iran dalam mendukung kelompok-kelompok seperti Hamas dan Hizbullah menjadi salah satu faktor utama yang memperburuk fragmentasi ini. Negara-negara Teluk yang pro-Barat dan negara-negara yang lebih terbuka terhadap pengaruh Iran, seperti Suriah dan Lebanon, memiliki sikap yang berbeda terhadap Tehran. Ketegangan ini semakin memperburuk kebijakan luar negeri negara-negara Arab secara keseluruhan, membuat mereka kesulitan untuk mengembangkan kebijakan kolektif yang efektif.

    Dinamika internal Liga Arab juga mencerminkan ketidakefektifan diplomasi regional akibat kurangnya kesatuan strategis. Shibley Telhami dalam The Stakes: America in the Middle East menegaskan bahwa negara-negara Arab sering kali tersandera oleh dinamika geopolitik global, yang semakin memperburuk fragmentasi. Ketidaksepakatan antarnegara Arab sering dimanfaatkan oleh kekuatan eksternal seperti Amerika Serikat dan Rusia untuk memperkuat posisi geopolitik mereka, semakin memperumit krisis di Timur Tengah.

    Jalan ke Depan: Retorika atau Tindakan Nyata?Liga Arab menghadapi dilema besar. Di satu sisi, mereka harus membuktikan bahwa pertemuan ini bukan sekadar ritual diplomasi tahunan. Di sisi lain, mereka harus menghadapi kenyataan bahwa tanpa dukungan nyata dari kekuatan global, rekonstruksi Gaza akan tetap menjadi janji yang tak terwujud.

  • AS dan Hamas Gelar Pembicaraan Rahasia soal Pembebasan Sandera, Israel Berusaha Gagalkan – Halaman all

    AS dan Hamas Gelar Pembicaraan Rahasia soal Pembebasan Sandera, Israel Berusaha Gagalkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pejabat AS mengungkapkan bahwa Israel berusaha menggagalkan rencana pembicaraan rahasia antara AS dan Hamas di Doha.

    Pembicaraan rahasia tersebut adalah untuk membahas pembebasan sandera yang ditahan di Jalur Gaza.

    Ini merupakan pertama kalinya AS dan Hamas terlibat dalam pembicaraan rahasia setelah bertahun-tahun.

    Namun sayangnya, rencana pembicaraan ini disambut dengan ketidaksetujuan oleh pemerintah Benjamin Netanyahu.

    Menurut surat kabar Israel Yedioth Ahronot , pejabat AS mengatakan bahwa awalnya perundingan ini akan diadakan tanpa sepengetahuan Israel.

    Hal tersebut adalah untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan seperti putaran perundingan sebelumnya yang direncanakan minggu lalu.

    The New York Times mengatakan minggu ini bahwa Israel telah mengetahui pembicaraan tersebut melalui ‘saluran lain’ sebelum pembicaraan itu terjadi.

    Setelah mengetahui informasi tersebut, pejabat Israel kemudian membocorkan informasi ini melalui media sebagai upaya menyabotase perjanjian AS-Hamas.

    Pejabat Israel mengaku bahwa pihaknya takut jika terjadi kesepakatan tanpa melibatkan Israel.

    “AS saat ini tengah merundingkan kesepakatan dengan Hamas untuk membebaskan para sandera, dan Israel pada akhirnya harus membayar setidaknya sebagian dari harga tersebut,” kata seorang sumber Israel yang mengetahui pembicaraan tersebut kepada media berita tersebut, dikutip dari The New Arab.

    Sementara itu, kantor Perdana Menteri Israel mengonfirmasi dalam pernyataan singkat bahwa Israel telah menyatakan posisinya kepada AS mengenai negosiasi langsung dengan Hamas.

    “Israel telah menyampaikan kepada Amerika Serikat posisinya mengenai pembicaraan langsung dengan Hamas,” kata kantor Netanyahu.

    Perundingan antara Hamas dan AS ini belum pernah terjadi sebelumnya.

    AS telah menolak kontak langsung dengan kelompok tersebut sejak menetapkannya sebagai organisasi teroris pada akhir tahun 1990-an.

    Dalam pembicaraan ini, utusan Gedung Putih untuk urusan penyanderaan, Adam Boehler menjadi pejabat pertama yang diketahui berbicara langsung dengan organisasi tersebut selama bertahun-tahun.

    Pembicaraan ini juga dikonfirmasi oleh Hamas.

    Presiden AS Donald Trump pada hari Kamis (6/3/2025) mengumumkan bahwa diskusi sedang diadakan dengan Hamas.

    Menurut Trump, apa yang ia lakukan adalah upaya untuk membebaskan sandera Israel yang ditahan di Gaza.

    “Kami membantu Israel dalam diskusi tersebut karena kami berbicara tentang sandera Israel. Kami tidak melakukan apa pun terkait Hamas. Kami tidak memberikan uang tunai,” tegasnya, dikutip dari Middle East Monitor.

    Sebagai informasi, Israel telah melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2024.

    Serangan ini menyebabkan lebih dari 48.400 warga Palestina telah terbunuh.

    Sebagian besar korban merupakan wanita dan anak-anak.

    Lebih dari 111.800 warga Palestina terluka akibat agresi Israel.

    Namun sejak kesepakatan gencatan senjata, serangan Israel telah dihetikan sesuai kesepakatan yang berlaku pada 19 Januari 2025.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Donald Trump, Hamas dan Konflik Palestina vs Israel

  • Jubir IDF Daniel Hagari Dipecat, Konflik Internal Militer Israel Terungkap – Halaman all

    Jubir IDF Daniel Hagari Dipecat, Konflik Internal Militer Israel Terungkap – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Lembaga penyiaran publik Israel melaporkan pada hari Jumat (7/3/2025) bahwa tentara Israel memecat juru bicaranya Daniel Hagari.

    “Kepala Staf Angkatan Darat Israel Eyal Zamir memutuskan untuk memberhentikan juru bicara tentara Israel, Daniel Hagari, dari jabatannya,” lapor media KAN, dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Menurut KAN, Hagari dan Zamir sepakat bahwa keputusan pengunduran diri jubir IDF ini baru akan terealisasi pada beberapa minggu mendatang.

    Setelah resmi keluar dari jabatannya, Hagari memilih untuk pensiun dari militer Israel.

    “Juru bicara militer sepakat dengan Kepala Staf Eyal Zamir bahwa ia akan mengundurkan diri dari jabatannya dalam beberapa minggu mendatang dan pensiun dari militer Israel,” tambahnya.

    Ini menjadi keputusan besar pertama kalinya Zamir setelah menjabat sebagai kepala IDF.

    Seperti diketahui, Zamir baru saja menjabat sebagai kepala IDF menggantikan Herzi Halevi yang mengundurkan diri.

    KAN melaporkan bahwa Hagari dalam posisi yang tidak aman dalam beberapa bulan ini.

    Hal ini terjadi lantaran ketegangan yang terjadi antara Hagari dengan Menteri Perathanan Israel Katz dan tidak setuju dengan kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

    Ketegangan keduanya semakin terlihat sejak Januari tahun ini.

    Di mana Katz menginstruksikan Halevi untuk bekerja sama sepenuhnya dalam penyelidikan oleh pengawas keuangan negara atas peristiwa 7 Oktober 2023.

    Namun alasan lebih jelasnya tidak diungkapkan oleh media Israel.

    Mereka hanya mengatakan bahwa militer Israel sedang mengalami masalah internal terkait perang di Gaza.

    Atas permasalahan ini, militer Israel memberikan tanggapan publik.

    Menurut militer Israel, masalah internal ini tidak seharusnya menjadi konsumsi publik dan bisa segera diselesaikan.

    “Masalah seperti itu harus diselesaikan melalui dialog langsung antara menteri pertahanan dan kepala staf, bukan melalui media,” katanya.

    Surat kabar Israel Yedioth Ahronoth menggambarkan keputusan itu sebagai sesuatu yang mengejutkan.

    Menurut media Israel ini, sejak 7 Oktober 2023, tidak ada pejabat militer senior yang diberhentikan, dikutip dari Palestine Chronicle.

    Media Israel ini justru menanyakan motif pemecatan Hagari dan kemungkinan adanya campur tangan politik atas keputusan ini.

    Kepergian Hagari juga terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di tengah politik Israel.

    Sebagai informasi, Israel telah melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2024.

    Serangan ini menyebabkan lebih dari 48.400 warga Palestina telah terbunuh.

    Sebagian besar korban merupakan wanita dan anak-anak.

    Lebih dari 111.800 warga Palestina terluka akibat agresi Israel.

    Namun sejak kesepakatan gencatan senjata, serangan Israel telah dihetikan sesuai kesepakatan yang berlaku pada 19 Januari 2025.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Daniel Hagari dan Konflik Palestina vs Israel