Tag: Benjamin Netanyahu

  • Jet Tempur Israel Gempur Suriah, Targetnya Lokasi Militer

    Jet Tempur Israel Gempur Suriah, Targetnya Lokasi Militer

    Damaskus

    Militer Israel mengerahkan sejumlah jet tempurnya untuk menyerang wilayah Suriah bagian selatan. Serangan udara Tel Aviv pada Senin (10/3) malam waktu setempat, ini menargetkan pertahanan udara dan lokasi-lokasi militer Suriah lainnya.

    Laporan media pemerintah Suriah, seperti dilansir AFP, Selasa (11/3/2025), menyebut Israel menggempur Provinsi Daraa, sebelah selatan negara tersebut, dengan kelompok pemantau konflik melaporkan sedikitnya 17 serangan menghantam posisi-posisi bekas tentara Suriah, termasuk platform observasi dan tank.

    Pernyataan dari militer Israel mengatakan bahwa “jet-jet tempurnya menyerang radar dan aset pendeteksi yang digunakan untuk membangun penilaian intelijen udara” dan menggempur “posisi komando dan lokasi militer yang berisi senjata dan peralatan militer milik rezim Suriah”.

    Sejak rezim mantan Presiden Bashar al-Assad digulingkan pada Desember lalu, Israel telah melancarkan ratusan serangan udara terhadap wilayah Suriah dan mengerahkan pasukan ke zona penyangga yang dijaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Dataran Tinggi Golan yang strategis.

    Militer Israel mengatakan bahwa target-target dalam serangan itu “digempur untuk menghilangkan ancaman di masa mendatang”.

    “Kehadiran aset-aset ini di Suriah bagian selatan menimbulkan ancaman bagi negara Israel dan aktivitas (militer) IDF (Angkatan Bersenjata Israel),” sebut militer Israel dalam pernyataannya.

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bulan lalu bahwa wilayah Suriah bagian selatan harus didemiliterisasi sepenuhnya, dan memperingatkan pemerintahannya tidak akan menerima kehadiran pasukan pemerintah yang baru yang dipimpin kaum Islamis di dekat wilayahnya.

    Serangan terbaru itu terjadi segera setelah Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Gideon Saar memperingatkan para pemimpin dunia mewaspadai kepemimpinan baru di Suriah, dan menyebut “kelompok jihadis” sedang memerintah negara itu.

    Komentar Saar disampaikan menanggapi pembunuhan massal yang menewaskan 1.000 orang di Suriah beberapa waktu terakhir. Laporan kelompok pemantau konflik Syrian Observatory for Human Rights menyebut kebanyakan korban tewas merupakan pasukan keamanan dari pemerintahan baru Suriah atau petempur loyalis Assad.

    “Komunitas internasional harus sadar. Mereka harus berhenti memberikan legitimasi gratis kepada rezim yang tindakan pertamanya adalah kekejaman ini,” cetusnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Atas Perintah ICC, Eks Presiden Duterte Ditangkap!

    Atas Perintah ICC, Eks Presiden Duterte Ditangkap!

    Jakarta

    Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ditangkap pada Selasa (11/3) setelah mendarat di bandara internasional Manila, ibu kota Filipina. Dia ditangkap oleh polisi yang bertindak berdasarkan surat perintah Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas perang mematikannya terhadap narkoba, kata istana kepresidenan.

    “Pagi-pagi sekali, Interpol Manila menerima salinan resmi surat perintah penangkapan dari ICC,” kata istana kepresidenan Filipina dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP, Selasa (11/3/2025).

    “Saat ini, dia berada dalam tahanan pihak berwenang,” imbuh istana kepresidenan.

    Sebelumnya pada Senin (10/3), Duterte menyatakan siap untuk kemungkinan penangkapan dirinya, saat ICC dilaporkan hendak mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadapnya terkait “perang melawan narkoba” yang menewaskan ribuan orang selama bertahun-tahun.

    Kesiapan itu, seperti dilansir Reuters, Senin (10/3/2025), disampaikan Duterte ketika dia sedang berkunjung ke Hong Kong.

    “Dengan asumsi bahwa (surat perintah penangkapan) itu benar, mengapa saya melakukannya? Untuk diri saya sendiri? Untuk keluarga saya? untuk Anda dan anak-anak Anda, dan untuk bangsa kita,” kata Duterte saat berpidato di Hong Kong, dalam upaya membenarkan kebijakannya yang brutal itu.

    “Jika ini benar-benar takdir hidup saya, tidak apa-apa, saya akan menerimanya. Mereka dapat menangkap saya, memenjarakan saya,” ucapnya.

    Kebijakan “perang melawan narkoba” menjadi kebijakan yang membawa Duterte ke tampuk kekuasaan tahun 2016 lalu, sebagai Wali Kota yang tidak konvensional dan berorientasi memberantas kejahatan, yang memenuhi janji kepada rakyat untuk membunuh ribuan pengedar narkoba di Filipina.

    Kantor Presiden Ferdinand Marcos Jr mengatakan bahwa belum ada komunikasi resmi yang diterima pihaknya dari Interpol, namun mengindikasikan bahwa Duterte dapat diserahkan.

    “Para penegak hukum kami siap untuk mematuhi apa yang diamanatkan hukum, jika surat perintah penangkapan perlu dilaksanakan karena permintaan dari Interpol,” kata wakil sekretaris komunikasi kepresidenan Filipina, Claire Castro, saat berbicara kepada wartawan.

    Tonton juga Video: Hamas hingga Eropa Respons Surat ICC Tangkap Netanyahu-Gallant

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pasokan Listrik ke Gaza Diputus Israel Bikin Hamas Murka

    Pasokan Listrik ke Gaza Diputus Israel Bikin Hamas Murka

    Gaza

    Israel memutus aliran listrik ke Jalur Gaza, Palestina. Hal itu membuat kelompok Hamas murka.

    Pemutusan listrik ke Gaza itu dilakukan atas perintah Menteri Energi Israel Eli Cohen. Perintah itu dikeluarkan seminggu setelah Israel memblokir semua bantuan ke wilayah Palestina usai kesepakatan gencatan senjata tahap II menemui kebuntuan.

    “Saya baru saja menandatangani perintah untuk segera menghentikan pasokan listrik ke Jalur Gaza,” kata Cohen dalam sebuah pernyataan video, seperti dilansir AFP, Senin (10/3/2025).

    Dia mengatakan Israel akan melakukan apapun untuk membawa pulang para sandera dari Hamas. Dia menyebut Israel ingin Hamas menghilang dari Gaza.

    “Kami akan menggunakan semua alat yang kami miliki untuk membawa kembali para sandera dan memastikan bahwa Hamas tidak lagi berada di Gaza sehari setelah perang,” ujarnya.

    Upaya Israel itu mengingatkan pada hari-hari awal perang. Saat itu, Israel mengumumkan pengepungan yang mencakup pemutusan pasokan listrik ke Gaza.

    Satu-satunya jaringan listrik antara Israel dan Gaza memasok pabrik desalinasi air utama di wilayah itu yang melayani lebih dari 600.000 orang. Warga Gaza bergantung pada panel surya dan generator bahan bakar untuk listrik mereka.

    Sambungan ke pabrik desalinasi terputus setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 sebelum disambungkan kembali pada Juli 2024. Namun, pabrik tersebut tidak dapat melanjutkan operasi hingga Desember 2024 karena jaringan listriknya rusak parah akibat perang.

    Akhir pekan lalu, Israel mengumumkan akan memblokir pengiriman bantuan ke Gaza hingga militan Palestina menerima persyaratannya untuk perpanjangan gencatan senjata yang sebagian besar telah menghentikan pertempuran selama lebih dari 15 bulan. Fase pertama gencatan senjata, yang berakhir pada 1 Maret, telah memungkinkan masuknya makanan penting, tempat tinggal, dan bantuan medis.

    Meskipun Israel mengatakan ingin memperpanjang fase pertama hingga pertengahan April, Hamas bersikeras pada transisi ke fase kedua yang dimaksudkan untuk mengakhiri perang secara permanen. Hamas telah menuduh Israel melakukan kejahatan perang berupa hukuman kolektif dengan menghentikan bantuan.

    Hamas menyebut tindakan tersebut berdampak pada sandera Israel yang masih ditahan di sana. Dari 251 tawanan yang ditangkap selama serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel, 58 orang masih berada di wilayah Palestina, termasuk 34 orang yang dikonfirmasi oleh militer Israel telah tewas.

    Pada Senin pekan lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan Hamas tentang konsekuensi yang tidak dapat dibayangkan jika tidak membebaskan para sandera.

    Media Israel melaporkan bahwa Netanyahu berencana untuk memberikan tekanan maksimum pada Hamas dalam minggu mendatang untuk menerima perpanjangan fase pertama berdasarkan ketentuan Israel. Penyiar Publik Kan mengatakan Israel telah menyusun rencana untuk meningkatkan tekanan di bawah skema yang dijuluki ‘Rencana Neraka’.

    Ini termasuk menindaklanjuti blokir bantuan dengan mengusir penduduk dari Jalur Gaza utara ke selatan, menghentikan pasokan listrik, dan memulai kembali pertempuran skala penuh. Israel memberlakukan pengepungan total di Gaza setelah 9 Oktober 2023, memutus pasokan air, listrik, dan makanan, terkadang melonggarkan dan terkadang memperketat masuknya bantuan hingga gencatan senjata menciptakan peningkatan akses bagi truk bantuan kemanusiaan.

    Hamas Murka

    Foto: Suasana buka puasa pertama di Jabalia, Gaza Utara (AFP/BASHAR TALEB)

    Hamas pun murka gara-gara perbuatan Israel. Kelompok Hamas menuduh Israel melakukan ‘pemerasan murahan dan tidak dapat diterima’ dengan menghentikan pasokan listrik ke Gaza.

    “Kami mengutuk keras keputusan pendudukan untuk memutus aliran listrik ke Gaza, setelah membuatnya kekurangan makanan, obat-obatan, dan air,” kata anggota biro politik Hamas, Izzat al-Rishq, dilansir kantor berita AFP, Senin (10/3/2025).

    Dia menuduh langkah Israel itu sebagai upaya putusa asa. Dia menyebut taktik tersebut tidak dapat diterima.

    “Upaya putus asa untuk menekan rakyat kami dan perlawanan mereka melalui taktik pemerasan murahan dan tidak dapat diterima,” ujarnya.

    Dilansir Al-Jazeera, warga Gaza saat ini mengalami kesulitan air bersih karena pabrik desalinasi air tak bisa beroperasi maksimal akibat listrik terputus. Pabrik ini memiliki generator dan panel surya, tetapi jumlah air yang dapat diproduksi tanpa kabel listrik tidak sama lagi.

    Sejak pemutusan listrik, orang-orang di wilayah selatan Gaza tidak dapat mengakses air seperti dulu. Pemutusan kabel listrik ini terjadi saat Israel terus menutup perlintasan Karem Abu Salem atau Kerem Shalom, yang mencegah bahan bakar, makanan, dan obat-obatan memasuki Gaza untuk hari kesembilan.

    Hamas sendiri terus mendorong segera dilakukan perundingan gencatan senjata tahap 2. Israel juga akan mengirim perwakilan ke perundingan tersebut, yang mana Hamas menekankan bantuan kemanusiaan kembali masuk ke wilayah yang terkepung.

    Sejauh ini, Hamas menyebut telah terjadi dua pertemuan langsung antara Hamas dan pejabat AS di Doha dalam beberapa hari terakhir. Hamas juga akan menggelar perundingan gencatan senjata tahap 2 dengan Israel di Doha.

    Dilansir AFP, delegasi tingkat tinggi Hamas juga menekankan perlunya ‘bergerak langsung untuk memulai perundingan tahap kedua’ yang akan bertujuan untuk meletakkan dasar bagi gencatan senjata permanen.

    Tuntutan Hamas untuk tahap kedua tersebut termasuk penarikan penuh Israel dari Gaza, diakhirinya blokade, rekonstruksi wilayah dan dukungan finansial. Juru bicara Hamas Abdel Latif Al-Qanoua mengatakan indikator sejauh ini “positif”.

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga mengatakan akan mengirim delegasi ke Doha. Israel telah menegaskan bahwa mereka menginginkan perpanjangan fase pertama gencatan senjata hingga pertengahan April.

    Periode awal tersebut berakhir pada tanggal 1 Maret setelah enam minggu relatif tenang yang mencakup pertukaran 25 sandera hidup dan delapan jenazah untuk pembebasan sekitar 1.800 tahanan Palestina yang ditahan di Israel.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Laporan NYT: 41 Sandera Israel Tewas akibat Serangan Pasukan IDF Sendiri – Halaman all

    Laporan NYT: 41 Sandera Israel Tewas akibat Serangan Pasukan IDF Sendiri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sejak dimulainya konflik pada 7 Oktober 2023, lebih dari 40 tawanan Israel yang berada di Gaza, tewas akibat serangan pasukan pendudukan Israel (IDF).

    Dalam laporan yang diterbitkan oleh New York Times pada hari Sabtu (8/3/2025), disebutkan 41 dari 251 tentara dan pemukim Israel yang ditahan di Gaza tewas akibat pengeboman IDF.

    Laporan ini menyebutkan, 24 dari 59 tawanan masih hidup.

    Sementara, 130 lainnya telah dibebaskan dengan selamat.

    Jumlah sandera yang tewas sebagian besar terbunuh saat awal perang.

    “Beberapa tawanan hampir pasti terbunuh pada hari-hari awal perang, sebelum gencatan senjata dapat dicapai.”

    “Namun, banyak lainnya yang tewas sejak gencatan senjata singkat pertama berakhir pada November 2023 dan pertempuran terus berlanjut dalam perang yang telah menewaskan puluhan ribu warga Palestina,” menurut laporan NYT, dikutip dari Al Mayadeen.

    Dalam kesepakatan gencatan senjata, puluhan jenazah telah dikembalikan.

    “Mayat 40 orang lainnya telah dikembalikan ke Israel sebagai imbalan atas pembebasan ratusan tahanan dan tahanan Palestina menyusul perjanjian gencatan senjata pada November 2023 dan Januari tahun ini,” jelasnya.

    Laporan ini didasarkan pada penyelidikan forensik, investigasi militer terkait kematian tawanan, serta wawancara dengan pejabat Israel dan anggota keluarga para tawanan. 

    Ibu Sandera Israel Ungkap sang Anak Tewas dalam Pengeboman IDF

    Seorang ibu sandera Israel yang ditahan di Gaza, Ron Sherman, mengatakan sang anak tewas akibat serangan Israel.

    Menurut Maayan Sherman, sang anak dibunuh secara sengaja oleh Israel.

    Jasad sang anak dan dua orang lainnya ditemukan di sebuah terowongan Gaza.

    Di mana terowongan tersebut hancur akibat serangan Israel.

    Pengakuan Sherman ini ia ungkapkan melalui Facebook pribadinya.

    Dalam unggahan tersebut, Sherman mengatakan sang anak tewas bukan karena Hamas, melainkan karena bom dan gas beracun yang dilemparkan IDF ke sebuah terowongan.

    Saat jasad Ron ditemukan, beberapa bagian tubuhnya ada yang hilang.

    Sherman menduga ini terjadi lantaran sang anak berusaha melarikan diri dari pengeboman tersebut.

    Pengakuan Sherman dan laporan NYT ini sejalan dengan pernyataan Hamas yang berulang kali menekankan, sandera Israel tewas karena pengeboman Israel sendiri.

    Pertama kali Hamas menegaskan pihaknya bukan penyebab kematian para sandera Israel adalah pada awal Desember 2024.

    Hamas dengan tegas mengatakan narasi yang dibuat oleh IDF yang menuduh Hamas sebagai penyebab kematian para sandera adalah salah.

    Menurut Hamas, semakin banyak sandera yang tewas, itu artinya bukti kuat, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, gagal membebaskan mereka.

    Justru hal ini menunjukkan Netanyahu tidak ingin membebaskan sandera lantaran serangan yang terus berlanjut di Gaza dan berakhir membunuh para tawanan.

    Juru bicara militer Brigade al-Qassam Hamas, Abu Obeida, juga membuat pernyataan, Israel sengaja menargetkan lokasi di mana para sandera berada.

    Tidak hanya sekali, Israel terus menerus menyerang lokasi para sandera ditahan.

    “Kelompok Perlawanan memiliki informasi intelijen yang mengonfirmasi bahwa musuh sengaja menargetkan lokasi para sandera berada dengan maksud membunuh tawanan dan pengawal mereka,” kata Abu Obeida melalui Telegram.

    Sebagai informasi, Israel telah melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2024.

    Serangan ini menyebabkan lebih dari 48.450 warga Palestina telah terbunuh.

    Sebagian besar korban merupakan wanita dan anak-anak.

    Lebih dari 111.800 warga Palestina terluka akibat agresi Israel.

    Namun sejak kesepakatan gencatan senjata, serangan Israel telah dihetikan sesuai kesepakatan yang berlaku pada 19 Januari 2025.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Warga Israel Unjuk Rasa Hari Kedua untuk Menuntut Penyelesaian Kesepakatan Pertukaran Tahanan Gaza – Halaman all

    Warga Israel Unjuk Rasa Hari Kedua untuk Menuntut Penyelesaian Kesepakatan Pertukaran Tahanan Gaza – Halaman all

    Warga Israel Unjuk Rasa Hari Kedua untuk Menuntut Penyelesaian Kesepakatan Pertukaran Tahanan Gaza

    TRIBUNNEWS.COM- Untuk hari kedua berturut-turut, pengunjuk rasa Israel berkumpul di luar Kementerian Pertahanan di Tel Aviv pada hari Minggu untuk menuntut pemerintah melanjutkan gencatan senjata Gaza dan perjanjian pertukaran tahanan dengan Hamas, Anadolu melaporkan.

    Menurut surat kabar Maariv, ratusan pengunjuk rasa dan kerabat tawanan Israel di Gaza berkemah semalam di Tel Aviv untuk menyerukan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu agar tidak menyabotase kesepakatan pertukaran tersebut.

    Para pengunjuk rasa menuntut agar delegasi negosiasi Israel yang melakukan perjalanan ke Doha pada hari Senin diberikan kewenangan penuh untuk menyelesaikan perjanjian yang menjamin pengembalian semua tawanan sekaligus.

    Protes hari Minggu terjadi setelah ribuan demonstran mengepung kantor pusat kementerian pada hari Sabtu untuk menuntut penyelesaian kesepakatan gencatan senjata.

    Einav Zangauker, ibu dari tawanan Israel Matan, menyerukan tekanan publik yang berkelanjutan kepada pemerintah untuk menyelesaikan perjanjian tersebut.

    Keluarga tawanan dan aktivis Israel berencana untuk berdemonstrasi setiap hari di sekitar Kementerian Pertahanan dan melakukan aksi duduk semalaman untuk menambah tekanan pada pemerintahan Netanyahu agar menyelesaikan perjanjian tersebut.

    Gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan telah berlaku sejak Januari, menghentikan perang genosida Israel di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 48.400 korban, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan meninggalkan daerah kantong itu dalam reruntuhan.

    Sejauh ini, 25 sandera Israel dan lima pekerja Thailand telah dibebaskan berdasarkan tahap pertama perjanjian dengan imbalan hampir 2.000 tahanan Palestina.

    November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR 

  • Termasuk Partai Zionis, Menkeu Israel Bahas Perpindahan Warga Gaza: Sejarah Akhiri Konflik – Halaman all

    Termasuk Partai Zionis, Menkeu Israel Bahas Perpindahan Warga Gaza: Sejarah Akhiri Konflik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kaukus Knesset Tanah Israel yang dipimpin oleh MK Yuli Edelstein (Likud), Simcha Rothman (Partai Zionis Religius) dan Limor Son-Harmelech (Otzma Yehudit) menyelenggarakan konferensi pada Minggu (9/3/2025).

    Konferensi itu berjudul “Timur Tengah Baru: Rencana Emigrasi Sukarela dari Gaza”, seperti diberitakan JPost.

    Selain para pemimpin kaukus, pembicara pada konferensi tersebut termasuk Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Misi Nasional Orit Struk.

    Kemudian Ketua Knesset MK Amir Ohana, sejumlah MK tambahan dari koalisi, dan serangkaian perwakilan organisasi masyarakat sipil.

    Termasuk dari organisasi pemukiman Nachala, Forum Kohelet, Bithonistim, dan lainnya.

    Pembicara lainnya adalah sarjana budaya Arab dari Bar-Ilan, Prof. Motti Kedar.

    Smotrich berjanji dalam sambutannya, masalah penganggaran tidak akan menghalangi pembentukan “Direktorat Emigrasi” baru di Kementerian Pertahanan.

    Ia menuduh semua warga Gaza menyimpan “kebencian mendasar” terhadap Israel.

    Ia juga menggambarkan langkah emigrasi alias perpindahan warga Gaza selanjutnya.

    Menurutnya, emigrasi warga Gaza sebagai langkah bersejarah yang pada akhirnya dapat mengakhiri konflik Israel-Palestina.

    Barat Dukung Arab

    Menteri luar negeri Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris mengatakan pada Sabtu (8/3/2025), mereka mendukung rencana para negara Arab untuk rekonstruksi Gaza yang akan menelan biaya US$53 miliar (S$70 miliar).

    Kemudian menghindari pengusiran warga Palestina dari daerah kantong itu.

    “Rencana tersebut menunjukkan jalur realistis menuju rekonstruksi Gaza dan menjanjikan — jika dilaksanakan — perbaikan cepat dan berkelanjutan terhadap kondisi kehidupan yang menyedihkan bagi warga Palestina yang tinggal di Gaza,” kata para menteri dalam pernyataan bersama, dikutip dari AsiaOne.

    Rencana tersebut, yang disusun oleh Mesir dan diadopsi oleh para pemimpin Arab pada hari Selasa, telah ditolak oleh Israel dan oleh Presiden AS Donald Trump, yang telah menyampaikan visinya sendiri untuk mengubah Jalur Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    Usulan Mesir membayangkan pembentukan sebuah komite administratif yang terdiri dari teknokrat Palestina yang independen dan profesional yang diberi tugas untuk memerintah Gaza setelah berakhirnya perang di Gaza antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas.

    Komite tersebut akan bertanggung jawab atas pengawasan bantuan kemanusiaan dan pengelolaan urusan Jalur Gaza untuk periode sementara di bawah pengawasan Otoritas Palestina.

    Pernyataan yang dikeluarkan oleh keempat negara Eropa pada hari Sabtu, mengatakan mereka “berkomitmen untuk bekerja dengan inisiatif Arab,” dan mereka menghargai “sinyal penting” yang telah dikirim oleh negara-negara Arab dengan mengembangkannya.

    Pernyataan tersebut menyatakan Hamas “tidak boleh memerintah Gaza dan tidak boleh menjadi ancaman bagi Israel lagi” dan keempat negara “mendukung peran utama Otoritas Palestina dan pelaksanaan agenda reformasinya.”

    Gencatan Senjata

    Hamas dilaporkan telah menyetujui usulan perpanjangan gencatan senjata tahap pertama selama dua bulan dengan Israel, serta pembebasan sandera Israel.

    Laporan tersebut disampaikan oleh media Arab Saudi, Al Hadath, pada Sabtu malam, 8 Maret 2025, yang menyebutkan bahwa menunjukkan fleksibilitas dalam perundingan yang berlangsung di Kairo, Mesir.

    Sumber Al Hadath mengungkapkan, perkembangan pembicaraan ini mendorong Israel untuk mengirimkan delegasinya ke Kairo pada hari Senin.

    Namun, hingga saat ini belum ada konfirmasi resmi dari pihak Hamas mengenai laporan tersebut.

    Media Saudi lainnya, Al Arabiya, juga melaporkan Hamas dan Israel telah menyepakati gencatan sementara selama bulan Ramadhan, meskipun kedua belah pihak membantah informasi tersebut.

    Pada hari yang sama, Israel mengumumkan pengiriman delegasi ke Doha, Qatar, pada Senin untuk membahas pembebasan sandera di Gaza.

    Menurut Yedioth Ahronoth, pengiriman delegasi ini dilakukan setelah adanya undangan dari Mesir dan Qatar sebagai mediator.

    Delegasi Israel terdiri dari pejabat senior Dinas Keamanan Israel (Shin Bet), penasihat politik Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, serta perwakilan dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan Mossad.

    Sebelumnya, Amerika Serikat (AS)  menawarkan perpanjangan gencatan senjata selama dua bulan dan aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza, dengan syarat Hamas membebaskan beberapa sandera Israel yang masih hidup.

    Di antara sandera tersebut adalah Edan Alexander, yang memiliki kewarganegaraan ganda AS dan Israel.

    Tawaran ini disampaikan dalam pertemuan antara utusan Presiden AS, Adam Boehler, dan pejabat senior Hamas, termasuk Khalil Al Hayya.

    Hamas sebelumnya menolak usulan perpanjangan gencatan senjata tahap pertama dari Israel. Hamas mengatakan usulan tersebut tidak dapat diterima.

    Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, menyatakan Israel harus bertanggung jawab karena tidak memulai negosiasi untuk tahap kedua gencatan senjata.

    Hamas lebih memilih untuk merundingkan tahap kedua gencatan senjata.

    Jika tahap kedua dapat terwujud, semua sandera akan dipulangkan dan pasukan Israel akan ditarik sepenuhnya dari Gaza.

    (Tribunnews.com/Chrysnha, Febri)

  • Israel Siapkan Rencana Perang Baru di Gaza: Tak Ada Cara Lenyapkan Hamas Kecuali Duduki Gaza – Halaman all

    Israel Siapkan Rencana Perang Baru di Gaza: Tak Ada Cara Lenyapkan Hamas Kecuali Duduki Gaza – Halaman all

    Israel Siapkan Rencana Perang Baru di Gaza: Tak Ada Cara Lenyapkan Hamas Kecuali Duduki Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Media berbasis di Amerika Serikat (AS), The Wall Street Journal melaporkan kalau Israel sedang mengembangkan rencana perang baru untuk menekan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas).

    Laporan ini menyusul perkembangan situasi yang dilansir Lembaga Penyiaran Israel, KAN, yang mengutip sumber informasi, kalau tingkat politik di Israel telah mengeluarkan instruksi kepada pihak tentara (IDF) untuk segera bersiap menghadapi pertempuran di Gaza.

    The Wall Street Journal melaporkan, Israel telah memetakan arah untuk secara bertahap meningkatkan tekanan terhadap Hamas hingga pada titik melancarkan invasi lain ke Jalur Gaza.

    Mengutip sumber yang mengetahui rencana Israel tersebut, laporan mengatakan kalau militer Israel potensial akan menginvasi Gaza dengan kekuatan yang jauh lebih besar daripada yang telah digunakannya selama ini dalam 15 bulan agresi yang berujung kegagalan.

    “Pengerahan pasukan besar-besaran ini bertujuan untuk menguasai wilayah tersebut dan menduduki Gaza di area tertentu sambil menargetkan elemen-elemen Hamas,” kata laporan tersebut dikutip Khaberni, Minggu (9/3/2025).

    Mantan Penasihat Keamanan Nasional Israel Yaakov Amidror mengatakan kepada surat kabar itu kalau Israel, “Akan membutuhkan setidaknya enam bulan hingga satu tahun untuk menundukkan Hamas,”.

    Amidror menambahkan kalau “tidak ada cara untuk melenyapkan Hamas tanpa menduduki Gaza.”

    Laporan surat kabar Amerika tersebut, mengutip mediator perundingan, mengatakan kalau Hamas bersikeras membuka perundingan tahap II alih-alih memperpanjang gencatan senjata tahap I seperti yang diminta Israel.

    Untuk memasuki negosiasi Tahap II, Hamas menyerukan Israel untuk membuka blokade akses bantuan kemanusiaan dan menarik mundur pasukan dari Gaza.

    Hamas juga menolak membahas perlucutan senjata. Sejauh ini, negosiasi gencatan senjata tahap berikutnya, masih menemui jalan buntu.

    SIAP MASUK GAZA – Foto file yang diambil dari Khaberni, Rabu (12/2/2025) menunjukkan tank-tank pasukan Israel bersiap memasuki Gaza pada Oktober 2023 setelah Operasi Banjir Al-Aqsa terjadi. Israel bersiap memasuki Gaza lagi pada pertengahan Februari 2025 seiring mandeknya negosiasi gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Instruksi Bagi IDF, Bersiap Perang Lagi!

    Di sisi lain, Otoritas Penyiaran Israel, KAN, mengutip sumber yang mengetahui kalau tingkat politik di Israel telah menginstruksikan IDF  untuk segera bersiap menghadapi pertempuran di Gaza.

    Perintah untuk bersiap perang lagi bagi IDF ini merujuk pada terhentinya negosiasi mengenai kemajuan menuju fase kedua perjanjian gencatan senjata.

    KAN, mengutip pejabat Israel yang mengatakan kalau Hamas tidak berminat untuk memenuhi usulan yang diajukan Utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff yang meminta perpanjangan gencatan senjata tahap I di Gaza.

    Israel justru mengklaim, pihaknya tidak berniat berunding untuk mengakhiri perang sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian tiga tahap gencatan senjata pada Januari 2025 silam.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan anggota Brigade Al-Qassam memamerkan senjata selama pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Sabtu (22/2/2025). Pada Sabtu (22/2/2025), Hamas membebaskan 6 sandera Israel dengan imbalan 602 tahanan Palestina. (Telegram/Brigade Al-Qassam)

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Israel telah menyetujui garis besar gencatan senjata yang diusulkan oleh Witkoff selama bulan suci Ramadhan dan hari raya Paskah Yahudi (12-20 April).

    Kantor tersebut mengatakan bahwa proposal tersebut menetapkan pembebasan separuh dari tahanan Israel di Gaza, baik hidup maupun mati, selama hari pertama gencatan senjata yang diusulkan, dan jika kesepakatan gencatan senjata permanen tercapai, baru separuh sandera Israel lainnya di Gaza akan dibebaskan.

    Hamas menolak tegas usulan ini.

    KAN juga melaporkan kalau perwakilan Kantor Netanyahu mengatakan, kembali bertempur di Gaza merupakan salah satu pilihan yang tersedia, tetapi pejabat keamanan Israel memperingatkan selama konsultasi tertutup bahwa kembali perang di Gaza meningkatkan risiko melukai atau bahkan membunuh para sandera Israel yang ada di tangan Hamas saat ini.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Kamis (20/2/2025), memperlihatkan anggota Brigade Al-Qassam membawa salah satu peti mati dari empat jenazah sandera Israel; Kfir Bibas (9 bulan), Ariel Bibas (4), ibu mereka bernama Shiri Bibas (32) dan Oded Lifshitz (83), dalam pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Kamis. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    “Laporan KAN juga menyatakan, Israel menyadari bahwa keputusan untuk menghentikan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza telah mulai mempengaruhi Jalur Gaza, dan Israel yakin bahwa sejumlah tahanan dapat dibebaskan jika tekanan terus berlanjut,” kata laporan Khaberni mengutip lansiran tersebut.

    Pada awal Maret, fase pertama perjanjian gencatan senjata di Gaza, yang berlangsung selama 42 hari, berakhir, sementara Israel menolak melanjutkan pembicaran fase kedua gencatan senjata, yang mencakup penghentian perang.

    Netanyahu, yang didukung oleh Amerika Serikat, ingin memperpanjang tahap pertama perjanjian, yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025, untuk membebaskan sebanyak mungkin tahanan Israel tanpa menawarkan imbalan apa pun atau menyelesaikan hak militer dan kemanusiaan yang diberlakukan dalam perjanjian selama periode sebelumnya.

    “Dengan berakhirnya fase pertama perjanjian gencatan senjata, Israel sekali lagi menutup semua penyeberangan menuju Gaza untuk mencegah masuknya bantuan kemanusiaan, dalam sebuah langkah yang bertujuan menggunakan kelaparan sebagai alat tekanan pada Hamas untuk memaksanya menerima perintahnya (Israel),” kata laporan Khaberni. 

    Israel juga mengancam tindakan eskalasi lainnya, yang mengarah pada dimulainya kembali perang genosida di Gaza.

     

    (oln/wsj/kan/khbrn/*)

     
     

  • Kepala Staf IDF Mau Perang Lagi di Gaza, Kemenhan Israel: Jumlah Prajurit Cacat Tembus 78 Ribu – Halaman all

    Kepala Staf IDF Mau Perang Lagi di Gaza, Kemenhan Israel: Jumlah Prajurit Cacat Tembus 78 Ribu – Halaman all

    Kepala Staf IDF Mau Perang Lagi, Kemenhan Israel: Jumlah Prajurit Cacat Tembus 78 Ribu

    TRIBUNNEWS.COM – Niatan Kepala Staf baru Militer Israel (IDF), Eyal Zamir yang mengindikasikan melanjutkan pertempuran di Gaza dan front lainnya, disambut realitas yang tidak mendukung hal tersebut.

    Baru-baru ini, Kementerian Pertahanan dan Keamanan (Kemenhan) Israel mengungkapkan kalau jumlah yang terluka dan cacat di jajaran tentara Israel telah meningkat menjadi 78 ribu, sebagai akibat dari perang belakangan ini di berbagai lini.

    Dikutip dari Khaberni, laporan kementerian tersebut menunjukkan kalau sebagian besar dari mereka adalah prajurit dari divisi cadangan (reserve division).

    Divisi cadangan kemiliteran Israel merupakan tulang punggung karena dikerahkan ke berbagai wilayah pertempuran dengan merekrut mereka dari unsur sipil.

    Dari jumlah tersebut, kata laporan itu, lebih dari 50 persen dari mereka berusia di bawah tiga puluh tahun.

    “Laporan menunjukkan kalau 62 persen dari mereka menderita cedera psikologis, dan 10 persen dari yang terluka berada dalam kondisi sedang hingga kritis. Laporan juga mencatat bahwa saat ini ada 194 tentara di rumah sakit Israel,” tulis laporan Khaberni, mengutip pernyataan kementerian Israel tersebut.

    Dalam konteks terkait, surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, Minggu (9/3/2025) melaporkan kalau ada kekhawatiran dari para petinggi militer di Staf Umum Angkatan Darat Israel mengenai “kekurangan tenaga kerja yang parah”,”.

    “Kekhawatiran akan krisis personel ini muncul di tengah perkiraan kalau ada “tekanan berat pada tentara reguler yang tidak akan kembali ke rumah mereka dalam beberapa tahun mendatang.”

    Terlebih, Kepala IDF saat ini sudah menyatakan, kalau tahun 2025 akan menjadi ‘Tahun Perang’

    Menurut Divisi Operasional IDF, diperkirakan bahwa “Israel akan mengalami kekurangan tenaga kerja selama bertahun-tahun, yang belum pernah disaksikannya sejak masa sabuk keamanan di Lebanon selatan, yang berlanjut segera setelahnya hingga tahun-tahun intifada kedua.”

    PIMPIN IDF – Mayor Jenderal (Purn) Eyal Zamir mengambil alih sebagai panglima baru tentara Israel pada hari Rabu (5/3/2025). Dia menggantikan Herzi Halevi , yang memimpin militer selama perang genosida di Jalur Gaza. (Anews/Tangkap Layar)

    Eyal Zamir Nyatakan 2025 Sebagai Tahun Perang

    Niatan Kepala Staf baru IDF, Eyal Zamir, untuk melanjutkan perang, baik di Gaza, maupun di front lainnya, terindikasi dari sejumlah gerak cepat yang dia lakukan setelah menjabat.

    Eyal Zamir dilaporkan langsung merombak struktur kepemimpinan IDF beberapa jam setelah menduduki jabatannya, menggantikan Herzi Halevi yang mengundurkan diri.

    Anadolu, mengutip media Israel, Jumat (7/3/2025) melaporkan kalau Eyal Zamir memutuskan untuk menunjuk Mayor Jenderal Yaniv Asor sebagai komandan Komando Selatan, dan Itzik Cohen sebagai kepala Divisi Operasi dan mempromosikannya ke pangkat Mayor Jenderal.

    “Kepala Staf baru IDF juga menyetujui perubahan struktural di militer Israel, dengan menganggap tahun 2025 sebagai “tahun perang, dengan fokus pada Gaza dan Iran,” menurut media Israel dikutip Anadolu.

    Sebelumnya pada Rabu malam, Eyal Zamir secara resmi menduduki jabatannya, menggantikan Halevi, yang mengundurkan diri pada Januari, dan mengumumkan tanggung jawabnya atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Upacara pelantikan Zamir berlangsung di markas besar Kementerian Pertahanan di Tel Aviv, di hadapan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan sejumlah pejabat, dipimpin oleh Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, dan Herzi Halevi.

    “Setelah resmi mengemban tugasnya, Zamir mengadakan pertemuan pertamanya dengan Forum Staf Umum IDF , di mana ia menyampaikan arahan dan keputusan utama,” menurut laporan Channel 14 Israel.

    LARAS TANK MERKAVA – Foto tangkap layar Khaberni, Rabu (12/2/2025) menunjukkan pasukan Israel (IDF) menjejerkan posisi laras meriam tank Merkava dalam agresi militer di Gaza. Pasukan Israel dijegal krisis keuangan saat mereka berniat melanjutkan perang di Gaza karena potensi berakhirnya gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Bentuk Dua Brigade Baru IDF

    Menurut sumber yang sama, Zamir mengumumkan penunjukan Mayor Jenderal (Cadangan) Sami Turgeman sebagai kepala tim yang akan dibentuk untuk memeriksa investigasi atas peristiwa 7 Oktober, mengambil pelajaran darinya, dan menyerahkan laporan langsung kepadanya.

    Eyal Zamir, dilaporkan memerintahkan pembentukan brigade tank baru IDF, di samping pembentukan brigade infanteri baru.

    “Zamir memutuskan untuk membubarkan “Divisi Strategi dan Iran” yang dibentuk pada tahun 2020. Dia lalu memutuskan membentuk brigade tank tambahan, mempelajari pembentukan brigade infanteri tambahan, dan menyusun kembali unit pengintaian lapis baja yang sudah dibongkar,” menurut laporan media Israel tersebut.

    Dalam pertemuan tersebut, Eyal Zamir mengatakan kalau 2025 akan menjadi “tahun perang. Dengan fokus pada Gaza dan Iran serta mempertahankan dan memperdalam pencapaian di bidang lain,” menurut Channel 14.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar) (khaberni/tangkap layar)

    Depak Daniel Hagari

    Eyal Zamir, juga memutuskan untuk memberhentikan tugas juru bicara IDF, Daniel Hagari, dalam beberapa minggu mendatang, menurut apa yang dilaporkan oleh Channel 14 Israel.

    Koresponden saluran tersebut melaporkan kalau, “Zamir telah membuat keputusan untuk menggantikan Hagari, dan diharapkan seorang perwira tempur dari pasukan darat akan ditunjuk untuk posisi ini dalam waktu dekat.” 

    Pada bulan Maret 2024, sejumlah pejabat senior dalam perangkat propaganda dan media IDF mengundurkan diri, dipimpin oleh Kolonel Shlomit Miller-Butbul, yang dianggap sebagai orang kedua dalam komando di Departemen Juru Bicara IDF setelah Daniel Hagari.

    Selain itu ada juga pengunduran diri Moran Katz, kepala departemen komunikasi di Unit Juru Bicara IDF, dan Letnan Richard Hecht, juru bicara IDF untuk urusan media luar negeri.

    Sebelum menduduki jabatan juru bicara “angkatan darat”, Hagari adalah komandan unit “Shayetet 13”, menjabat sebagai asisten mantan Kepala Staf Gadi Eisenkot, dan juga merupakan bagian dari tim inti Menteri Benny Gantz.

    Perlu dicatat kalau media Israel sebelumnya telah meliput keterkejutan yang dialami IDF setelah serangkaian pengunduran diri besar-besaran para petingginya.

    Herzi Halevi, Kepala Staf, adalah orang pertama yang mengundurkan diri, diikuti oleh sejumlah pemimpin militer, termasuk kepala Divisi Operasi di IDF, Oded Basiuk, yang mengundurkan diri setelah gagal mengusir serangan 7 Oktober 2023.

    Siap Kembali Perang ke Gaza

    Eyal Zamir, juga mengatakan bahwa tentara Israel harus memutuskan pertempuran melawan Hamas.

    Dia mengindikasikan, IDF segera mengerahkan kembali pasukan ke Gaza guna kembali berperang dengan tujuaan utama pembebasan sandera Israel di tangan Hamas.

    “Kami sedang bersiap untuk kembali bertempur dan masalah penculikan menjadi prioritas utama kami,” tambahnya.

    Situs Israel, Walla melaporkan kalau Zamir merencanakan manuver skala besar di Jalur Gaza dan meningkatkan tekanan militer terhadap Hamas.

    PANGLIMA PERANG BARU – Kepala Staf baru Militer Israel (IDF), Eyal Zamir. Pergantian panglima perang ini dilaporkan akan mengubah sifat pertempuran di Gaza, sebuah sinyal yang mengindikasikan Israel tak mau meneruskan negosiasi gencatan senjata dengan Hamas di Gaza. (khaberni/tangkap layar)

    Pajang Foto Sandera Israel di Markas IDF

    Kepala Staf baru IDF juga menanggapi soal sandera Israel yang masih berada di tangan Hamas di Gaza dengan mengatakan bahwa, “Kepulangan mereka merupakan kewajiban moral”.

    Dia juga mengatakan kalau “tentara Israel akan berupaya untuk membawa mereka semua kembali.”

    Ia mengatakan, foto-foto para tahanan tersebut akan dipajang di kantor Kepala Staf hingga mereka kembali.

    Selama kariernya, Zamir memegang posisi militer terkemuka, termasuk Wakil Kepala Staf, Panglima Wilayah Selatan, dan jabatan terakhirnya adalah Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan.

    Zamir diketahui dekat dengan Netanyahu dan Katz, dan juga dipandang sebagai sosok yang memiliki hubungan kuat dengan mantan Menteri Pertahanan Yoav Galant.

    Pengangkatannya ke jabatan terjadi pada momen kritis kelanjutan gencatan senjata.

    Israel mengatakan pihaknya sedang bersiap untuk melanjutkan perang di Gaza meskipun ada perjanjian gencatan senjata sejak 19 Januari.

    Minggu tengah malam lalu, 28 Februari 2025, tahap pertama perjanjian gencatan senjata di Gaza, yang berlangsung selama 42 hari, secara resmi berakhir tanpa persetujuan Israel untuk memasuki tahap kedua dan mengakhiri perang.

    Forum Jenderal Israel: Negara Zionis Bisa Pecah

    Niatan Israel untuk melanjutkan perang di Gaza juga ditentang “Panglima Keamanan Israel”, sebuah forum jenderal yang berisi sejumlah besar mantan perwira senior tentara pendudukan Israel (IDF).

    Mereka dilaporkan telah mengirimkan pesan keras terhadap pemerintah Israel yang dipimpin Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu.

    Sebagai informasi, “Panglima Keamanan Israel” dipimpin oleh Mayor Jenderal (Cadangan) Matan Vilnai, mantan Wakil Kepala Staf IDF.

    Forum ini dilaporkan memiliki sebanyak lebih dari 550 mantan perwira senior militer Israel.

    Dilansir Khaberni, dalam pesan keras yang dikirim oleh Vilnai, forum tersebut memperingatkan agar pemerintah Israel tidak memulai kembali perang di Gaza.

    Forum itu juga mengatakan kalau melancarkan perang tanpa tujuan strategis yang jelas akan menyebabkan terbunuhnya sandera Israel, kondisi pendudukan berdarah di Jalur Gaza, dan menimbulkan isolasi regional bagi Israel.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Risiko Israel Kalau Nekat Kembali Berperang di Gaza, Negara Bisa Pecah

    Vilnai mengawali suratnya dengan peringatan keras, yang menyatakan bahwa “Memulai pertempuran lagi akan menyebabkan terbunuhnya tentara IDF yang diculik, terus menipisnya kekuatan tentara Israel dengan mengorbankan banyaknya korban jiwa, dan akan menyebabkan situasi pendudukan berdarah dan berkepanjangan, yang akan menyebabkan hilangnya kesempatan regional yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

    Dalam surat tersebut, Vilnai menawarkan alternatif lain selain kembali mulai berperang di Gaza, yaitu berfokus pada aksi politik sambil mengambil keuntungan dari pencapaian tentara Israel, klaimnya.

    Surat itu mengatakan bahwa “Pemerintah Israelsaat  bekerja melawan keinginan rakyat Israel dan menyerah pada tuntutan kelompok minoritas ekstremis sambil mempromosikan agenda untuk mencaplok tanah di Tepi Barat, memermanenkan pendudukan di Gaza, dan memperdalam konfrontasi militer.”

    Surat itu juga memperingatkan, kalau “Kebijakan saat ini membawa Israel pada pendudukan berdarah di Jalur Gaza, memperburuk mimpi buruk keamanan di Tepi Barat, mengekspos dirinya ke arah isolasi regional, dan membuang-buang kesempatan untuk menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi.”

    Dalam konteks ini, surat tersebut mempertanyakan hak pemerintah untuk meneruskan perang setelah 500 hari perang.

    “Pemerintah Israel (memang) memiliki kewenangan resmi, tetapi tidak memiliki kewenangan yang sah dan moral untuk mengeluarkan perintah kepada tentara Israel setelah 500 hari pertempuran yang melelahkan tanpa mencapai tujuan perang untuk melanjutkan pertempuran,” tulis surat tersebut.

    Menurut pejabat senior Israel tersebut, “Pemerintah Israel berkewajiban untuk menilai kembali situasi, menetapkan tujuan yang realistis, dan menghindari membahayakan tentara dan tahanan IDF dengan slogan-slogan kosong, seperti kemenangan mutlak atau melenyapkan Hamas.”

    Para mantan perwira dalam froum jenderal tersebut memberikan ringkasan perang Israel di Gaza dan Lebanon, dengan mengklaim bahwa “pendudukan tersebut mencapai prestasi operasional dan membawa perubahan kepentingan strategis, karena sebagian besar kerangka tempur Hamas dibongkar, Hizbullah dihancurkan, dan kelemahan Iran terungkap.”

    Namun pada saat yang sama, mereka melihat bahwa “Israel masih terlibat konflik di 8 front, yang paling berbahaya adalah front internal, yaitu perpecahan di dalam negara dan serangan terhadap lembaga keamanan sebagai ‘musuh rakyat yang dipimpin dan diarahkan dari atas.’”

    Menurut surat tersebut, pemerintah sengaja menghindari penanganan “The Day After” di Gaza, yang menimbulkan bahaya nyata, tidak hanya bagi para tahanan, tetapi juga bagi eskalasi menyeluruh di Tepi Barat.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Tiga Tujuan Utama

    Surat tersebut juga menyerukan kepada pemerintah untuk menetapkan tiga tujuan utama dalam kebijakannya terkait situasi saat ini.

    “Yang pertama adalah pembebasan tahanan “sebagai syarat pertama untuk tindakan apa pun di masa mendatang,” dan menjelaskan bahwa “menetapkan tujuan yang saling bertentangan—menggulingkan Hamas dan membebaskan para sandera—telah menyebabkan terbunuhnya para sandera,” kata surat tersebut

    Sebagai balasannya, para perwira senior Israel di forum tersebut juga menyerukan diakhirinya pertempuran di berbagai arena “sebagai bagian dari proses politik yang memungkinkan Israel untuk fokus pada ancaman Iran.”

    Menurut surat tersebut, “Penyelesaian masalah dengan Hamas mungkin akan terjadi di masa mendatang, tetapi sekarang upaya harus difokuskan pada pembebasan para sandera bahkan jika hal itu mengorbankan penarikan pasukan Israel.”

    Mengenai tujuan kedua, yaitu mendirikan pemerintahan alternatif bagi Hamas di Gaza yang dipimpin oleh Amerika Serikat, negara-negara Arab, dan Otoritas Palestina, para mantan pejabat itu menegaskan kalau “Hamas tidak dapat digulingkan tanpa pemerintahan alternatif, dan membahas pemindahan (pemindahan) dan ide-ide tidak praktis lainnya mengalihkan perhatian dari pokok bahasan utama. Setiap hari tambahan tanpa merumuskan alternatif bagi Hamas memberinya pencapaian lain.”

    “Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan Otoritas Palestina melalui reformasi ke dalam payung keamanan regional,” imbuh mereka.

    Surat itu juga melihat kalau tujuan ketiga yang harus diperjuangkan Israel adalah merehabilitasi militer dan masyarakat Israel.

    Hal ini  mengingat bahwa “terkikisnya ketahanan sosial adalah ancaman eksistensial terbesar, dan bahwa kebijakan pemerintah saat ini membahayakan Israel lebih dari ancaman eksternal apa pun.”

    Surat itu juga menyoroti implikasi regional dari kelanjutan perang, dengan mengatakan, “Dukungan pemerintah Israel terhadap gagasan pemindahan warga Palestina dari Gaza sebenarnya membahayakan perjanjian damai dengan Mesir dan Yordania, Perjanjian Abraham, dan kemungkinan normalisasi dengan Arab Saudi, serangkaian aset strategis kelas satu.”

    Surat dari mantan perwira senior Israel menekankan bahwa “kebijakan yang bertanggung jawab memerlukan kerja sama dengan rezim moderat, bukan tindakan yang akan merugikan mereka.”

    Surat tersebut diakhiri dengan seruan tegas kepada pemerintah: “Berdasarkan pencapaian IDF yang mengesankan di berbagai bidang, pelajaran harus dipelajari dan pasukan keamanan diperkuat, tetapi batas-batas kekuatan juga harus dipahami, dan pada saat yang sama perlu untuk merumuskan strategi nasional yang akan memanfaatkan pencapaian IDF dalam aksi politik untuk mencapai tujuan nasional.”

    (oln/khbrn/anadolu/chn14/*)

     
     

     
     

  • Menkeu Israel Bocorkan Rencana Trump untuk Usir Warga Gaza Mulai Terbentuk, Singgung Kerja Sama – Halaman all

    Menkeu Israel Bocorkan Rencana Trump untuk Usir Warga Gaza Mulai Terbentuk, Singgung Kerja Sama – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, mengatakan rencana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk merelokasi jutaan warga Gaza ke negara lain “mulai terbentuk.”

    Namun, Bezalel Smotrich mengakui bahwa itu akan menjadi usaha logistik yang sangat besar.

    Smotrich mengklaim persiapan sedang dilakukan untuk membentuk badan berskala besar guna mengawasi pemindahan tersebut.

    “Rencana ini mulai terbentuk, dengan tindakan berkelanjutan yang dikoordinasikan dengan pemerintah.”

    “Rencana ini melibatkan identifikasi negara-negara utama, pemahaman kepentingan mereka – baik dengan AS maupun dengan kita – dan pemupukan kerja sama,” kata Smotrich dalam sebuah acara di parlemen, Minggu (9/3/2025), dilansir Al Arabiya.

    Smotrich – yang telah berulang kali menyerukan Israel untuk mengusir warga Palestina keluar dari Gaza dan membangun kembali wilayah tersebut – menyebut tugas tersebut “rumit” secara logistik, menurut media Israel.

    Selain merelokasi Gaza, Smotrich – yang tinggal di pemukiman di Tepi Barat yang diduduki – juga mendorong Israel untuk memperluas pemukimannya di Tepi Barat.

    Tahun lalu, ia mengatakan akan mendatangkan “sejuta” pemukim baru ke wilayah yang diduduki.

    Trump Sebut Warga Palestina Tak Punya Hak untuk Kembali

    Sebelumnya, Donald Trump mengatakan dua juta warga Palestina yang akan dimukimkan kembali di negara-negara tetangga berdasarkan rencananya untuk mengambil alih dan membangun kembali Jalur Gaza, tidak akan memiliki hak untuk kembali.

    “Tidak, mereka tidak akan melakukannya, karena mereka akan mendapatkan perumahan yang jauh lebih baik,” katanya kepada Fox News.

    “Saya berbicara tentang membangun tempat tinggal permanen untuk mereka,” jelasnya.

    Klip wawancara tersebut dirilis sehari setelah Trump mengatakan dia “berkomitmen untuk membeli dan memiliki Gaza”, meskipun ada kecaman global terhadap rencana yang dia luncurkan.

    Otoritas Palestina dan kelompok Hamas, yang perangnya selama 16 bulan dengan Israel telah menyebabkan kehancuran yang meluas di Gaza, menegaskan kembali bahwa tanah Palestina “tidak untuk dijual”.

    Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji usulan Trump sebagai “revolusioner dan kreatif”.

    Sementara itu, PBB telah memperingatkan bahwa pemindahan paksa warga sipil dari wilayah yang diduduki dilarang keras berdasarkan hukum internasional dan “sama saja dengan pembersihan etnis”.

    Kini, sebagian besar penduduk Gaza telah mengungsi berkali-kali, hampir 70 persen bangunan diperkirakan rusak atau hancur, sistem perawatan kesehatan, air, sanitasi, dan kebersihan telah runtuh.

    Selain itu, terjadi kekurangan makanan, bahan bakar, obat-obatan, dan tempat tinggal.

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Diberitakan Al Jazeera, Israel mengatakan akan mengirim delegasi ke ibu kota Qatar, Doha, pada hari Senin untuk mencoba dan memajukan gencatan senjata Gaza dan pembicaraan pertukaran tawanan.

    Hamas mengatakan ada “indikator positif” untuk dimulainya perundingan mengenai fase kedua gencatan senjata.

    Enam toko roti di Khan Younis, Gaza, menghentikan operasinya di tengah kekurangan bahan bakar sementara Israel terus memblokade semua bantuan yang masuk ke Jalur Gaza.

    Hamas menyerukan diakhirinya blokade Israel terhadap Gaza serta negosiasi segera mengenai fase kedua kesepakatan gencatan senjata setelah Netanyahu mengatakan ia akan mengirim delegasi ke pembicaraan gencatan senjata di Doha.

    JALUR GAZA – Foto yang diambil dari kantor berita Wafa tanggal 7 Maret 2025 memperlihatkan situasi di Beit Lahia, Gaza. Israel merampungkan persiapan untuk memindahkan warga Gaza. (Wafa)

    Axios melaporkan bahwa utusan Trump, Steve Witkoff, akan terbang ke Doha pada Selasa malam untuk mencoba dan “menengahi kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata baru antara Israel dan Hamas”.

    Seorang polisi senior Palestina di Gaza terluka setelah amunisi yang ditinggalkan oleh militer Israel meledak di Jabalia.

    Pasukan Israel melanjutkan serangan di seluruh Tepi Barat yang diduduki, menangkap dua tahanan yang dibebaskan di Hebron dan menyebarkan peluru tajam dan granat kejut di desa Burqa.

    Qatar menyerukan “upaya internasional yang lebih intensif” untuk membawa fasilitas nuklir Israel di bawah perlindungan badan atom PBB.

    Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi 48.453 kematian warga Palestina dalam perang Israel di Gaza, dengan 111.860 orang terluka.

    Kantor Media Pemerintah memperbarui jumlah korban tewas menjadi sebanyak 61.709, dengan mengatakan bahwa ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan diduga tewas.

    Sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Demo Besar Warga Israel Tuntut Pembebasan Sandera – Halaman all

    Demo Besar Warga Israel Tuntut Pembebasan Sandera – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ratusan warga Israel menggelar unjuk rasa besar-besaran di Tel Aviv pada Minggu, 9 Maret 2025.

    Aksi ini diadakan oleh keluarga dan teman-teman para tawanan yang ditahan oleh Hamas, menuntut pemerintah Israel untuk mematuhi perjanjian gencatan senjata dan segera membebaskan sandera.

    Dalam demonstrasi tersebut, Zahiro Shahar Mor, keponakan tawanan Avraham Munder, mengungkapkan, “Kepentingan Netanyahu bukanlah kepentingan negara Israel atau rakyatnya.”

    Ia menambahkan bahwa sebagian besar masyarakat Israel menginginkan semua sandera yang tersisa segera dipulangkan dan bersedia membayar harga untuk itu.

    Sebelum unjuk rasa, para kerabat sandera juga memohon kepada Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang baru saja bertemu dengan delapan mantan tawanan pada Rabu, 5 Maret 2025.

    Pembicaraan Pembebasan Sandera

    Sementara itu, pertemuan antara para pemimpin Hamas dan negosiator sandera dari AS, Adam Boehler, berlangsung dalam beberapa hari terakhir.

    Fokus pembicaraan adalah untuk membebaskan seorang warga negara ganda Amerika-Israel yang ditahan di Gaza.

    Taher al-Nono, penasihat politik pemimpin Hamas, mengonfirmasi pembicaraan langsung yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Washington, yang berlangsung di Doha.

    Al-Nono menyatakan, “Kami telah menanganinya secara positif dan fleksibel dengan cara yang melayani kepentingan rakyat Palestina.” Ia menambahkan bahwa diskusi juga membahas implementasi perjanjian bertahap untuk mengakhiri perang Israel-Hamas.

    Utusan khusus Presiden Trump, Steve Witkoff, menyebutkan bahwa mendapatkan pembebasan Edan Alexander, seorang pria berusia 21 tahun dari New Jersey yang diyakini sebagai sandera Amerika terakhir yang masih hidup, adalah prioritas utama.

    Proses Negosiasi Gencatan Senjata

    Israel dan Hamas telah menunjukkan kesediaan untuk melanjutkan negosiasi gencatan senjata.

    Delegasi Hamas bertemu dengan mediator Mesir dan mengonfirmasi kesiapan mereka untuk merundingkan tahap kedua kesepakatan gencatan senjata.

    Israel juga berencana mengirim negosiator ke Doha pada Senin, 10 Maret 2025.

    Perjanjian gencatan senjata sebelumnya yang dimulai pada 19 Januari 2025 telah menghasilkan pembebasan 33 sandera, termasuk delapan yang telah meninggal, sebagai imbalan untuk sekitar 1.800 tahanan Palestina.

    Hingga saat ini, dari 251 orang yang diculik selama serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, 58 orang masih ditahan di Gaza, sementara 34 di antaranya telah dinyatakan meninggal oleh militer Israel.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).