Tag: Benjamin Netanyahu

  • Tentara Israel Lepaskan Tembakan Serampangan Secara Acak di Gaza saat Rayakan Hari Raya Yahudi Purim – Halaman all

    Tentara Israel Lepaskan Tembakan Serampangan Secara Acak di Gaza saat Rayakan Hari Raya Yahudi Purim – Halaman all

    Tentara Israel Melepaskan Tembakan Secara Acak di Gaza saat Merayakan Hari Raya Yahudi Purim

    TRIBUNNEWS.COM- Sebuah video yang beredar di media sosial diduga menunjukkan tentara Israel di Gaza melepaskan tembakan “tanpa alasan dan tanpa perintah militer” saat merayakan hari raya Yahudi Purim, lembaga penyiaran publik Israel KAN melaporkan pada hari Sabtu, menurut Anadolu Agency.

    Menurut rekaman yang diterbitkan oleh penyiar, seorang komandan batalion terlihat membaca sebuah bagian dari Kitab Taurat sambil mengenakan topi badut, sebelum prajurit lain mulai menembaki secara acak.

    Para prajurit, yang diidentifikasi sebagai anggota Batalyon 7015, telah dituduh melanggar “peraturan keterlibatan dan disiplin militer.”

    Sumber-sumber militer Israel mengatakan insiden tersebut “mencerminkan pelanggaran disiplin militer dan pengabaian terhadap peraturan dan aturan keterlibatan.”

    Pimpinan militer memutuskan untuk mencopot sejumlah prajurit dari jabatan mereka dan mengambil tindakan disiplin setelah rekaman itu menjadi viral.

     

     

     

     

     

     

     

    Sejak militer Israel melancarkan serangannya ke Gaza pada bulan Oktober 2023, tentara Israel telah mengunggah sejumlah video yang memperlihatkan tindakan penghancuran, termasuk pembongkaran bangunan dan rumah, serta adegan tentara mengejek dan merusak properti warga Palestina di dalam rumah mereka yang hancur.

    Tahap pertama kesepakatan yang berlangsung selama enam minggu berakhir pada awal Maret, tetapi Israel menolak untuk melanjutkan tahap kedua, yang mencakup pertukaran tawanan lebih lanjut dengan Hamas.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menunda negosiasi tahap kedua, dan malah berusaha memperpanjang periode pertukaran tahanan awal untuk mengamankan pembebasan lebih banyak tawanan Israel tanpa memenuhi kewajiban militer dan kemanusiaan yang ditetapkan dalam perjanjian.

    Namun, Hamas telah berulang kali menegaskan kembali komitmennya terhadap gencatan senjata, mendesak para mediator untuk menegakkan kepatuhan Israel dan segera memulai negosiasi untuk bergerak maju.​​​​​​​​

    Lebih dari 48.500 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah tewas dalam serangan Israel di Gaza sejak Oktober 2023. Kampanye militer tersebut telah menghancurkan daerah kantong itu.

     

     

    Tentara Israel Menembaki Zona Penyangga Gaza Sambil Mereka Melafalkan Doa Yahudi

    Tentara Israel menembaki zona penyangga Gaza saat mereka melafalkan doa Purim.

    Rekaman video memperlihatkan tentara Israel menembaki zona penyangga Gaza sambil membaca doa-doa Ibrani yang terkait dengan hari raya Yahudi Purim. 

    Rekaman tersebut, yang dibagikan secara luas di media sosial, telah menuai kritik, dengan banyak yang menganggapnya sebagai tindakan provokasi di tengah blokade dan krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung di Gaza. 

    Penggabungan doa-doa keagamaan Yahudi ke dalam tindakan militer Israel di wilayah Palestina juga telah menimbulkan kekhawatiran. 

    Purim, hari raya penuh suka cita yang menandai pembebasan orang-orang Yahudi dari penganiayaan menurut Alkitab, secara tradisional dirayakan dengan pembacaan Kitab Ester, dan termasuk pesta dan pemberian amal.

     

     

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR 

  • Netanyahu Murka, Ancam Pecat Bos Intelijen Shin Bet Usai Cekcok di Depan Umum – Halaman all

    Netanyahu Murka, Ancam Pecat Bos Intelijen Shin Bet Usai Cekcok di Depan Umum – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri (PM) Israel Benyamin Netanyahu mengancam akan memecat Kepala Badan Intelijen Dalam Negeri Shin Bet, Ronen Bar dalam waktu dekat.

    Ancaman ini diungkap usai kantor Perdana Menteri memanggil Ronen Bar untuk menggelar pertemuan tertutup dengan Netanyahu pada Minggu (16/3/2025).

    Tak dirinci apa isi pertemuan Netanyahu dengan Bar. Namun pasca pertemuan tersebut digelar kantor Perdana Menteri Israel mengumumkan bahwa Netanyahu bakal mengupayakan pemecatan Bar minggu ini.

    Sumber Times Of Israel yang dekat dengan Netanyahu menyebut, pemecatan Bar akan dibawa ke hadapan pemerintah pada Rabu besok, tetapi keputusan ini berpeluang menghadapi gugatan hukum.

    Netanyahu mengatakan pemecatan Bar diperlukan untuk memulihkan organisasi, mencapai semua tujuan perang, dan mencegah bencana berikutnya.

    Namun rencana pemecatan kepala Shin Bet, Ronen Bar menuai kontroversi beberapa pihak lantaran masa jabatan Bar berakhir pada Oktober 2026.

    Adapun Ketua Partai Demokrat Israel, Yair Golan jadi sosok yang mengecam pemecatan ini, Golan dengan tegas mengecam langkah pemecatan Bar.

    “Pemecatan kepala Shin Bet merupakan upaya putus asa oleh seorang terdakwa pidana untuk menyingkirkan seseorang yang setia kepada Israel dan yang sedang menyelidiki Netanyahu dan lingkaran dekatnya atas pelanggaran serius dan gelap serta tidak bersedia menutupinya,” kata Golan.

    Kecaman serupa juga dilontarkan pemimpin oposisi Yair Lapid, ia menyebut rencana Netanyahu sebagai tindakan memalukan.

    Perang Dingin Netanyahu VS Bos Shin Bet

    Mengutip Al Jazeera, perseteruan antara Netanyahu dengan Bar sebenarnya terjadi jauh sebelum serangan Hamas dimulai.

    Akan tetapi pasca perang Hamas dan Israel pecah, hubungan Netanyahu dengan Bar menjadi semakin tegang.

    Perselisihan yang kian memanas membuat Netanyahu dan Direktur Shin Bet Ronen Bar terlibat pertengkaran di muka umum tentang reformasi badan tersebut.

    Netanyahu menuduh Shin Bet sebagai tokoh yang gagal mencegah serangan milisi Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memicu agresi brutal Israel ke Jalur Gaza Palestina.

    Tak hanya itu Netanyahu menuding Bar melakukan “pemerasan” dan “ancaman” terkait reformasi yang diusulkan.

    Tudingan ini keluar dari mulut Netanyahu setelah pada Kamis, pendahulu Bar, Nadav Argaman, memanas-manasi situasi dalam wawancara dengan Channel 12, stasiun televisi swasta Israel.

    “Saya menjaga kerahasiaan semua yang terjadi antara saya dan perdana menteri. Jelas saya memiliki banyak informasi yang bisa saya gunakan, tetapi saya tidak melakukannya,” kata Argaman dalam wawancara itu seperti dikutip AFP.

    “Namun, jika saya menyimpulkan bahwa perdana menteri bertindak bertentangan dengan hukum, saya tidak punya pilihan-saya akan mengungkap semua yang saya ketahui demi menjaga pentingnya hubungan antara kepala Shin Bet dan perdana menteri,” paparnya.

    Merespons pernyataan Argaman, Netanyahu pun mencuitkan pembelaan melalui platform media sosial X.

    Ia menuduh Argaman melakukan pemerasan langsung di siaran langsung terhadap seorang perdana menteri yang sedang menjabat. Adapun tudingan yang dimaksud adalah Direktur Shin Bet Ronen Bar.

    Serangkaian konflik ini yang mendorong Netanyahu untuk mengupayakan pemecatan Bar, dengan dalih masalah kepercayaan.

    Ronen Bar Tolak Mundur Dari Kursi Jabatan

    Ronen Bar diketahui menjabat sebagai Direktur Shin Bet (Agensi Keamanan Israel) sejak Maret 2021.

    Sebelumnya, ia telah memiliki pengalaman yang luas dalam Shin Bet, termasuk menjabat dalam berbagai posisi penting di badan tersebut.

    Meski mendapat tekanan dari Netanyahu untuk mundur dari kursi Direktur Shin Bet, namun hal tersebut tak membuat Ronen Bar goyah.

    Bar dengan tegas menolak untuk mengundurkan diri, ia justru menuduh kebijakan pemerintah Netanyahu yang turut berkontribusi pada serangan tersebut.

    Ia tidak yakin keputusan pemecatannya itu terkait dengan kegagalan pada 7 Oktober. Ia menuding Netanyahu punya motif politis.

    “Saya bertanggung jawab atas peran lembaga (dalam kegagalan mencegah serangan) … jelas bahwa maksud di balik pemecatan saya tidak terkait dengan 7 Oktober,” kata Bar, yang masa jabatannya akan berakhir pada Oktober 2026.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Dipecat Netanyahu, Kepala Shin Bet: Saya Akan Mundur, tapi Tidak Sekarang – Halaman all

    Dipecat Netanyahu, Kepala Shin Bet: Saya Akan Mundur, tapi Tidak Sekarang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kepala Shin Bet, Ronen Bar, menanggapi keputusan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk memecatnya dari jabatan sebagai kepala badan intelijen tersebut.

    Dilansir The Times of Israel, Netanyahu mengumumkan pada hari Minggu (16/3/2025), mengenai niatnya untuk memecat Ronen Bar, yang memicu pertikaian yang telah berlangsung selama berbulan-bulan antara keduanya.

    Netanyahu memanggil Bar untuk menghadiri rapat darurat di kantornya pada Minggu malam, dan memberi tahu, kabinet akan mengadakan pemungutan suara terkait pemecatannya akhir pekan ini.

    “Setiap saat, terutama selama perang eksistensial seperti yang sedang kita hadapi, harus ada kepercayaan penuh antara perdana menteri dan kepala Shin Bet,” ujar Netanyahu dalam pernyataan video setelah pertemuannya dengan Bar.

    “Namun, sayangnya situasinya tidak demikian — saya tidak memiliki kepercayaan penuh terhadap kepala Shin Bet,” lanjutnya.

    “Saya merasa ketidakpercayaan terhadap kepala Shin Bet ini telah berkembang seiring waktu.”

    “Saya ingin menegaskan bahwa saya sangat menghargai para pria dan wanita yang bekerja di Shin Bet.”

    Netanyahu menambahkan, dia percaya langkah ini penting untuk merehabilitasi lembaga tersebut, demi mencapai semua tujuan perang, dan untuk mencegah terjadinya bencana di masa mendatang.

    RONEN BAR – Gambar merupakan tangkap layar YouTube International Institute for Counter-Terrorism (ICT) yang diambil pada Rabu (5/3/2025), menunjukkan Ronen Bar menyampaikan sambutan di ICT21: Terorisme di Mata Badai, KTT Dunia ke-21 tentang Antiterorisme pada 29 November 2022. (YouTube International Institute for Counter-Terrorism (ICT))

    Tanggapan Ronen Bar

    Sebagai tanggapan, Ronen Bar menyatakan dia akan mengundurkan diri lebih awal, mengutip jpost.com.

    Namun, dia menegaskan, pengunduran dirinya hanya akan dilakukan setelah tercapai kemajuan lebih lanjut dalam upaya pemulangan sandera Israel, penyelesaian investigasi Qatargate, serta persiapan bagi penggantinya untuk mengambil alih posisi tersebut.

    Menurut Bar, karena dia sudah menyatakan akan mundur lebih awal akibat kegagalannya mencegah operasi Hamas pada 7 Oktober, tidak perlu bagi Netanyahu untuk memecatnya.

    Langkah itu, menurut Bar, hanya akan mempolitisasi organisasi tersebut dan menghindarkan Netanyahu dari tanggung jawab atas insiden 7 Oktober serta skandal korupsi Parlemen Eropa “Qatargate.”

    Dalam kasus Qatargate, para pembantu senior Netanyahu diduga menerima pembayaran dari Qatar, bersamaan dengan keterlibatan mereka dalam kebijakan negosiasi penyanderaan yang sangat sensitif untuk perdana menteri, yang juga terkait dengan Qatar.

    Biasanya, polisi menyelidiki dugaan pelanggaran hukum, tetapi mengingat dimensi keamanan nasional, investigasi ini dipimpin oleh Shin Bet.

    Bar mengatakan, Netanyahu merasa tidak senang dengan laporan lembaga tersebut yang 90 persen-nya mengkritik kegagalan Netanyahu sendiri.

    Sebagian kecil laporan itu secara eksplisit menyoroti kegagalan Netanyahu untuk memperhatikan peringatan terkait keputusan kebijakan yang diambilnya, yang menurut Shin Bet dapat membahayakan keamanan nasional Israel.

    Kepala Shin Bet Tidak Bisa Dipecat Begitu Saja

    Secara umum, kepala Shin Bet menjabat selama lima tahun, namun perdana menteri memiliki wewenang untuk memberhentikannya, meskipun hal ini jarang terjadi.

    Jika Bar menolak untuk memenuhi perintah Netanyahu agar mengundurkan diri, perdana menteri mungkin harus melibatkan Jaksa Agung Gali Baharav-Miara atau Mahkamah Agung untuk menengahi.

    Bar juga menegaskan kembali, Netanyahu tidak memiliki kebebasan penuh untuk menunjuk siapapun sebagai pengganti kepala Shin Bet.

    Ia harus mengikuti tradisi dengan menunjuk salah satu dari dua wakil kepala yang baru-baru ini menjabat.

    Lebih lanjut, Bar menyatakan, jika dia tunduk pada uji kesetiaan terhadap Netanyahu, dia akan gagal dalam tugasnya yang lebih tinggi sebagai pelayan publik bagi hukum dan masyarakat Israel.

    Kepala Shin Bet tampaknya mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Netanyahu dibandingkan dengan Kepala IDF yang akan lengser, Herzi Halevi.

    Halevi tampaknya berusaha menjaga perbedaan pandangan mereka agar tetap tertutup dan mengikuti permintaan Netanyahu untuk mengundurkan diri pada 5 Maret, setelah sekitar satu bulan tertunda.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Tak Harmonis, Netanyahu Akan Pecat Kepala Keamanan Dalam Negeri Israel

    Tak Harmonis, Netanyahu Akan Pecat Kepala Keamanan Dalam Negeri Israel

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memberi tahu kepala Shin Bet, badan keamanan internal negara itu, bahwa ia akan meminta pemerintah untuk memecatnya. Netanyahu dan kepala badan Shin Bet Ronen Bar telah terlibat dalam pertengkaran publik dalam beberapa minggu terakhir mengenai reformasi badan tersebut.

    “Karena kurangnya kepercayaan yang berkelanjutan, saya telah memutuskan untuk mengajukan proposal kepada pemerintah untuk mengakhiri masa jabatan kepala Shin Bet Ronen Bar,” kata Netanyahu sebuah pernyataan video dilansir AFP, Senin (17/3/2025)

    Ketegangan telah meningkat antara kepemimpinan politik Israel yang dipimpin oleh Netanyahu dan aparat keamanan dan militer negara itu mengenai siapa yang harus disalahkan karena gagal mencegah serangan Hamas 7 Oktober 2023 yang belum pernah terjadi sebelumnya.

    “Kita berada di tengah-tengah perang untuk eksistensi kita… selama perang eksistensial seperti itu, harus ada kepercayaan penuh antara perdana menteri dan kepala Shin Bet,” kata Netanyahu.

    “Saya terus-menerus tidak percaya kepada pimpinan Shin Bet, ketidakpercayaan yang terus tumbuh seiring waktu.”

    Netanyahu mengatakan pemecatan Bar “diperlukan untuk memulihkan organisasi, mencapai semua tujuan perang kita, dan mencegah bencana berikutnya.” Masa jabatan Bar akan berakhir pada Oktober 2026.

    Pada 4 Maret, Shin Bet mengakui kegagalannya dalam mencegah serangan Hamas, dengan mengatakan bahwa jika mereka bertindak berbeda, hari paling mematikan dalam sejarah Israel dapat dihindari.

    Serangan itu mengakibatkan 1.218 kematian di pihak Israel, sebagian besar warga sipil. Respons balasan Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 48.572 orang, sebagian besar juga warga sipil, menurut data dari kedua belah pihak.

    Bar telah memimpin Shin Bet sejak 2021, tetapi hubungannya dengan Netanyahu sudah tegang bahkan sebelum serangan Hamas, terutama karena usulan reformasi peradilan yang telah memecah belah negara tersebut.

    Hubungan menjadi semakin tegang setelah laporan internal Shin Bet tentang serangan tersebut dirilis pada 4 Maret. Laporan tersebut mengatakan bahwa “kebijakan diam-diam telah memungkinkan Hamas melakukan peningkatan militer besar-besaran”.

    Tanggung jawab Bar tampaknya sudah dibatasi. Laporan media mengatakan dia dikeluarkan dari rapat kabinet keamanan baru-baru ini dan juga delegasi negosiasi Israel, yang dipimpin oleh wakil Bar, yang hanya dikenal sebagai ‘M’.

    Bar telah terlibat dalam sesi negosiasi tidak langsung sebelumnya dengan Hamas, termasuk yang mengarah pada gencatan senjata yang rapuh saat ini di Jalur Gaza.

    (rfs/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Jenazah Berdatangan ke RS Indonesia di Gaza, Israel Segera Laksanakan Agresi Militer Terbatas – Halaman all

    Jenazah Berdatangan ke RS Indonesia di Gaza, Israel Segera Laksanakan Agresi Militer Terbatas – Halaman all

    Jenazah Berdatangan ke RS Indonesia di Gaza, Israel Segera Laksanakan Agresi Militer Terbatas

     

    TRIBUNNEWS.COM – Gerakan Hamas menyatakan, serangan udara yang dilakukan Israel di Beit Lahia, Gaza Utara, pada Sabtu adalah pembantaian mengerikan.

    Hamas menyatakan, serangan yang dilakukan pasukan pendudukan Israel (IDF) merupakan eskalasi berbahaya yang mencerminkan pengabaian terhadap hukum internasional.

    Dilaporkan, sembilan warga Palestina tewas dan lainnya terluka dalam serangan udara Israel yang menargetkan kota Beit Lahia di Jalur Gaza utara.

    Seorang koresponden Al Jazeera melaporkan bahwa pesawat nirawak Israel dua kali menargetkan perkumpulan warga sipil di Beit Lahia.

    Dalam sebuah pernyataan, Hamas menganggap eskalasi pendudukan sebagai konfirmasi niatnya untuk membatalkan perjanjian gencatan senjata dan menyia-nyiakan kesempatan untuk menyelesaikan implementasinya dan menukar sandera (Israel) dengan tahanan (Palestina).

    Gerakan perlawanan Palestina itu menambahkan, meningkatnya kejahatan pendudukan sejak gencatan senjata dimulai menempatkan para mediator dan Perserikatan Bangsa-Bangsa di hadapan tanggung jawab untuk menghentikan kejahatan ini.

    Hamas meminta para mediator untuk “mengambil tindakan mendesak dan menekan penjahat perang Netanyahu agar memaksanya melaksanakan apa yang telah disepakati.”

    Jenazah Berdatangan ke RS Indonesia di Gaza

    Dalam rincian korban serangan Israel tersebut, Minggu (15/3/2025) sumber-sumber Palestina mengungkapkan kalau di antara para martir terdapat empat wartawan yang meliput berbagai peristiwa dan proyek bantuan di wilayah tersebut. 

    “Sumber-sumber tersebut juga mengonfirmasi kedatangan jenazah para martir ke rumah sakit Indonesia,” tulis laporan Khaberni, Minggu.

    Dilaporkan juga kalau seorang warga Palestina terluka oleh tembakan tentara Israel di lingkungan Tel al-Sultan, Rafah, selatan Jalur Gaza.

    Hal ini merupakan bagian dari serangkaian pelanggaran perjanjian gencatan senjata di Gaza, yang coba dihindari Israel dengan menolak melanjutkan ke fase kedua, sebagaimana disepakati, setelah fase pertama berakhir pada awal Maret.

    SERANGAN UDARA ISRAEL – Tangkap layar Khaberni yang menunjukkan bekas ledakan bom dari serangan udara Israel di Beit Lahia, Gaza Utara, Sabtu (14/3/2025). Israel berdalih, serangan menargetkan terduga milisi perlawanan yang hendak memasang perangkap. Sejumlah saksi menuturkan kalau para korban adalah warga sipil, termasuk 4 jurnalis dari 9 korban yang dilaporkan. (khaberni/tangkap layar)

    Rencana Baru Perang Gaza

    Tanda Israel enggan meneruskan negoisasi gencatan senjata makin jelas saat Channel 12 Israel, mengutip sumber politik di Tel Aviv, menyatakan kalau keputusan mungkin dikeluarkan hari ini untuk meluncurkan operasi militer terbatas di Gaza.

    Operasi militer terbatas ini dinyatakan untuk menekan Hamas yang berarti Israel akan kembali mengerahkan pasukan mereka ke Gaza.

    Sebelumnya, media berbasis di Amerika Serikat (AS), The Wall Street Journal melaporkan kalau Israel sedang mengembangkan rencana perang baru untuk menekan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas).

    Laporan ini menyusul perkembangan situasi yang dilansir Lembaga Penyiaran Israel, KAN, yang mengutip sumber informasi, kalau tingkat politik di Israel telah mengeluarkan instruksi kepada pihak tentara (IDF) untuk segera bersiap menghadapi pertempuran di Gaza.

    The Wall Street Journal melaporkan, Israel telah memetakan arah untuk secara bertahap meningkatkan tekanan terhadap Hamas hingga pada titik melancarkan invasi lain ke Jalur Gaza.

    Mengutip sumber yang mengetahui rencana Israel tersebut, laporan mengatakan kalau militer Israel potensial akan menginvasi Gaza dengan kekuatan yang jauh lebih besar daripada yang telah digunakannya selama ini dalam 15 bulan agresi yang berujung kegagalan.

    “Pengerahan pasukan besar-besaran ini bertujuan untuk menguasai wilayah tersebut dan menduduki Gaza di area tertentu sambil menargetkan elemen-elemen Hamas,” kata laporan tersebut dikutip Khaberni, Minggu (9/3/2025).

    Mantan Penasihat Keamanan Nasional Israel Yaakov Amidror mengatakan kepada surat kabar itu kalau Israel, “Akan membutuhkan setidaknya enam bulan hingga satu tahun untuk menundukkan Hamas,”.

    Amidror menambahkan kalau “tidak ada cara untuk melenyapkan Hamas tanpa menduduki Gaza.”

    Laporan surat kabar Amerika tersebut, mengutip mediator perundingan, mengatakan kalau Hamas bersikeras membuka perundingan tahap II alih-alih memperpanjang gencatan senjata tahap I seperti yang diminta Israel.

    Untuk memasuki negosiasi Tahap II, Hamas menyerukan Israel untuk membuka blokade akses bantuan kemanusiaan dan menarik mundur pasukan dari Gaza.

    Hamas juga menolak membahas perlucutan senjata. Sejauh ini, negosiasi gencatan senjata tahap berikutnya, masih menemui jalan buntu.

    SIAP MASUK GAZA – Foto file yang diambil dari Khaberni, Rabu (12/2/2025) menunjukkan tank-tank pasukan Israel bersiap memasuki Gaza pada Oktober 2023 setelah Operasi Banjir Al-Aqsa terjadi. Israel bersiap memasuki Gaza lagi pada pertengahan Februari 2025 seiring mandeknya negosiasi gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Instruksi Bagi IDF, Bersiap Perang Lagi!

    Di sisi lain, Otoritas Penyiaran Israel, KAN, mengutip sumber yang mengetahui kalau tingkat politik di Israel telah menginstruksikan IDF  untuk segera bersiap menghadapi pertempuran di Gaza.

    Perintah untuk bersiap perang lagi bagi IDF ini merujuk pada terhentinya negosiasi mengenai kemajuan menuju fase kedua perjanjian gencatan senjata.

    KAN, mengutip pejabat Israel yang mengatakan kalau Hamas tidak berminat untuk memenuhi usulan yang diajukan Utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff yang meminta perpanjangan gencatan senjata tahap I di Gaza.

    Israel justru mengklaim, pihaknya tidak berniat berunding untuk mengakhiri perang sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian tiga tahap gencatan senjata pada Januari 2025 silam.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan anggota Brigade Al-Qassam memamerkan senjata selama pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Sabtu (22/2/2025). Pada Sabtu (22/2/2025), Hamas membebaskan 6 sandera Israel dengan imbalan 602 tahanan Palestina. (Telegram/Brigade Al-Qassam)

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Israel telah menyetujui garis besar gencatan senjata yang diusulkan oleh Witkoff selama bulan suci Ramadhan dan hari raya Paskah Yahudi (12-20 April).

    Kantor tersebut mengatakan bahwa proposal tersebut menetapkan pembebasan separuh dari tahanan Israel di Gaza, baik hidup maupun mati, selama hari pertama gencatan senjata yang diusulkan, dan jika kesepakatan gencatan senjata permanen tercapai, baru separuh sandera Israel lainnya di Gaza akan dibebaskan.

    Hamas menolak tegas usulan ini.

    KAN juga melaporkan kalau perwakilan Kantor Netanyahu mengatakan, kembali bertempur di Gaza merupakan salah satu pilihan yang tersedia, tetapi pejabat keamanan Israel memperingatkan selama konsultasi tertutup bahwa kembali perang di Gaza meningkatkan risiko melukai atau bahkan membunuh para sandera Israel yang ada di tangan Hamas saat ini.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Kamis (20/2/2025), memperlihatkan anggota Brigade Al-Qassam membawa salah satu peti mati dari empat jenazah sandera Israel; Kfir Bibas (9 bulan), Ariel Bibas (4), ibu mereka bernama Shiri Bibas (32) dan Oded Lifshitz (83), dalam pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Kamis. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    “Laporan KAN juga menyatakan, Israel menyadari bahwa keputusan untuk menghentikan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza telah mulai mempengaruhi Jalur Gaza, dan Israel yakin bahwa sejumlah tahanan dapat dibebaskan jika tekanan terus berlanjut,” kata laporan Khaberni mengutip lansiran tersebut.

    Pada awal Maret, fase pertama perjanjian gencatan senjata di Gaza, yang berlangsung selama 42 hari, berakhir, sementara Israel menolak melanjutkan pembicaran fase kedua gencatan senjata, yang mencakup penghentian perang.

    Netanyahu, yang didukung oleh Amerika Serikat, ingin memperpanjang tahap pertama perjanjian, yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025, untuk membebaskan sebanyak mungkin tahanan Israel tanpa menawarkan imbalan apa pun atau menyelesaikan hak militer dan kemanusiaan yang diberlakukan dalam perjanjian selama periode sebelumnya.

    “Dengan berakhirnya fase pertama perjanjian gencatan senjata, Israel sekali lagi menutup semua penyeberangan menuju Gaza untuk mencegah masuknya bantuan kemanusiaan, dalam sebuah langkah yang bertujuan menggunakan kelaparan sebagai alat tekanan pada Hamas untuk memaksanya menerima perintahnya (Israel),” kata laporan Khaberni. 

    Israel juga mengancam tindakan eskalasi lainnya, yang mengarah pada dimulainya kembali perang genosida di Gaza.

     

    (oln/wsj/kan/khbrn/*)

     
     

  • Jenderal Herzi Halevi: Saya Tak Punya Pilihan Selain Memuji Hamas yang Ninabobokan Israel – Halaman all

    Jenderal Herzi Halevi: Saya Tak Punya Pilihan Selain Memuji Hamas yang Ninabobokan Israel – Halaman all

    Jenderal Herzi Halevi: Saya Tak Punya Pilihan Selain Memuji Hamas yang Ninabobokan Israel

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan kepala staf militer Israel (IDF), Jenderal Herzi Halevi memuji kelompok perlawanan Palestina Hamas karena sukses “menipu” Israel selama serangan 7 Oktober 2023, menurut media Israel pada Minggu (15/3/2025).

    “Saya tidak punya pilihan selain memuji Hamas atas penipuan yang dilakukannya terhadap kami,” kata Herzi Halevi dalam rekaman yang disiarkan oleh Radio Angkatan Darat Israel, dilansir Anews.

    “Mereka menggunakan distraksi (gangguan) dan kekhawatiran kemanusiaan untuk menidurkan kami dan mempersiapkan serangan – dan mereka berhasil,” tambahnya.

    “Dalam semua latihan militer yang telah kita lakukan dan dalam semua diskusi yang kita lakukan, kita tidak menyangka bahwa 5 persen dari apa yang terjadi (hari itu) bisa terjadi,” kata mantan panglima angkatan darat itu.

    Halevi meninggalkan jabatannya pada tanggal 6 Maret dan bertanggung jawab atas serangan Hamas, yang menyebabkan ratusan orang tewas dan lebih dari 250 lainnya ditawan.

    Tentara Israel melancarkan agresi militer brutal menyusul serangan Hamas, menewaskan lebih dari 48.500 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan melukai lebih dari 111.000 lainnya sejak Oktober 2023.

    Serangan yang meninggalkan Gaza dalam kehancuran itu terhenti berdasarkan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan, yang berlaku pada bulan Januari.

    November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas kampanye militernya.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar) (khaberni/tangkap layar)

    Pada Akhirnya, Hamas Lah yang Akan Bertahan

    Soal perkembangan terkini di Gaza, analis dan penulis Israel, Gideon Levy mengatakan kalau apa yang gagal dicapai Israel dengan kekuatan paling “barbar” dalam sejarahnya tidak akan tercapai dengan kekuatan yang lebih brutal di Gaza.

    Tulisan Gideon Levy ini merujuk pada rencana Israel untuk melanjutkan perang Gaza dengan menekan Hamas secara bertahap, dengan blokade bantuan dan pemutusan pasokan listrik, sebelum mengerahkan pasukan lebih besar dari agresi sebelumnya ke Gaza.

    Dia menulis dalam sebuah artikel di media Israel, Haaretz kalau Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas pada akhirnya akan bertahan dari perang berdarah di mana ratusan tentara Israel dan puluhan ribu warga Gaza terbunuh.

    Perang berdarah di Gaza ini memiliki daya dan tingkat kerusakan yang sama besarnya dengan yang dialami di Dresden, ibu kota negara bagian Saxony di Jerman, selama Perang Dunia II.

    Levy menambahkan kalau Israel harus mengakui bahwa hanya Hamas yang akan tetap berada di Jalur Gaza, dan Israel harus belajar dari kenyataan ini.

    “Patut dicatat, Gideon Levy menyebutkan Hamas sebanyak 24 kali dalam artikelnya, yang menegaskan klaimnya bahwa Gerakan Perlawanan Palestina tersebut, meskipun telah menderita kerusakan militer yang signifikan, akan pulih,” tulis laporan Khaberni, Kamis (13/3/2025) mengutip ulasan Levy.

    BRIGADE AL-QASSAM – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan anggota Brigade Al-Qassam berdiskusi di atas panggung dalam pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Sabtu (22/2/2025) yang membebaskan 6 sandera Israel, dengan imbalan 602 tahanan Palestina. (Telegram/Brigade Al-Qassam)

    Ideologi Perlawanan Hamas Tumbuh Kuat Selama Perang 

    Secara politis dan ideologis, Levy mengakui kalau Hamas tumbuh lebih kuat selama perang Gaza dalam 15 bulan agresi pasukan Israel (IDF).

    “Hamas menghidupkan kembali ideologi (mental dan cara pandang) perjuangan Palestina, yang diyakini Israel dan dunia, telah dilupakan,” kata Gideon Levy.

    Intinya dalam konteks ideologis dan politis, menurut Levy, Israel tidak dapat mengubah fakta kalau Hamas akan tetap eksis dan ada. 

    “Israel tidak memiliki kemampuan untuk menunjuk badan pemerintahan lain di Gaza, bukan hanya karena keberadaan badan tersebut dipertanyakan, tetapi juga, dan terutama, karena ada batasan terhadap kewenangannya, yaitu kewenangan negara pendudukan (agresor yang tidak memiliki legitimasi),” papar Gideon Levy.

    SAYAP MILITER – Foto file Khaberni yang diambil, Kamis (13/3/2025) yang menunjukkan personel Brigade Al Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas saat berkumpul dalam parade militer. Seorang analis dan penulis Israel, Gideon Levy meyakini kalau Hamas akan tetap eksis terlepas dari niat Israel melancarkan perang lagi di Gaza dengan kekuatan yang lebih besar dari agresi sebelumnya.

    Oleh karena itu, Levi percaya bahwa pembicaraan tentang “The Day After Hamas” atau “Hari Setelah Hamas” adalah menyesatkan.

    Sebagai konteks, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kerap melontarkan rencana ‘The After’ dengan membayangkan Gaza akan dikelola bukan oleh Hamas yang diskenariokan sudah dibasmi IDF.

    Pada faktanya, sirat Gideon Levy, wacana ini bahkan masih jauh dari kenyataan di lapangan. 

     “Tidak ada hari setelah Hamas, dan kemungkinan besar tidak akan ada hari setelah Hamas dalam waktu dekat,” kata Levy.

    Ia mengaitkan hal ini dengan fakta kalau Hamas adalah satu-satunya badan pemerintahan di Jalur Gaza, setidaknya dalam situasi saat ini yang hampir tidak dapat diubah. 

    “Oleh karena itu, (rencana) “hari berikutnya” harus menyertakan eksistensi Gerakan Perlawanan Hamas, dan Israel harus terbiasa dengan hal itu,” saran Levy.

    PASUKAN PERTAHANAN ISRAEL – Foto yang diambil dari laman resmi IDF tanggal 12 Maret 2025 memperlihatkan beberapa tentara Israel saat beroperasi. IDF dilaporkan kekurangan tentara. (IDF)

    Langkah Sia-sia Jika Israel Kembali Memulai Perang

    Kesimpulan pertama tulisan Gideon Levy ini adalah kalau memulai kembali perang di Gaza adalah langkah yang sia-sia, bagi Israel khususnya. 

    “Tindakan itu akan membunuh tahanan Israel yang tersisa dan puluhan ribu warga Gaza, dan pada akhirnya, Hamas akan bertahan hidup,” kata dia.

    Alih-alih melancarkan perang lagi “untuk mencabut Hamas dari kekuasaan dan omong kosong lainnya,” kata Levy, “kita harus membiasakan diri dengan keberadaannya.”

    Ia menambahkan kalau situasi ini mengharuskan Israel untuk bernegosiasi dengan gerakan tersebut.

    Ia juga mengatakan: “Jika Israel menepati janjinya seperti yang dilakukan Hamas, kita sekarang akan berada di tahap kedua dan ketiga perjanjian gencatan senjata.”

    Ia melanjutkan bahwa jika Israel memiliki seorang negarawan dengan visi dan keberanian—sebuah ide yang mungkin tidak ada harapan, katanya—dia akan mencoba berbicara dengan Hamas secara langsung, di depan umum, dan di hadapan semua orang di Gaza atau Yerusalem.

    Meskipun Gideon Levy percaya bahwa akan lebih baik jika Gaza memiliki pemerintahan yang berbeda, ia mengakui bahwa pilihan ini tidak dapat dicapai dalam waktu dekat.

    Menurutnya, mustahil menunjuk seorang pemimpin di Jalur Gaza, bahkan Mohammed Dahlan, tanpa persetujuan Hamas.

    Mohammed Dahlan adalah mantan kepala Keamanan Preventif Otoritas Palestina di Gaza dan anggota senior Fatah yang menentang presiden Mahmoud Abbas.

    Levy yakin kalau “Otoritas Palestina, yang katanya perlahan-lahan ‘sekarat’ kehilangan pengaruh dan legitimasi di Tepi Barat, tidak akan tiba-tiba hidup kembali di Gaza.”

     

    (oln/Anews/khbrn/*)

     

  • Profesor Tamer Qarmout Sebut Pemindahan Paksa Warga Palestina ke Afrika sebagai ‘Menjijikkan’ – Halaman all

    Profesor Tamer Qarmout Sebut Pemindahan Paksa Warga Palestina ke Afrika sebagai ‘Menjijikkan’ – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Profesor madya di Institut Studi Pascasarjana Doha, Tamer Qarmout mengecam usulan pemindahan paksa warga Palestina ke Afrika sebagai “garis merah yang tidak boleh dilampaui.”

    Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Qarmout menyatakan pemerintah dunia memiliki tanggung jawab untuk menghentikanusulan yang “menjijikkan” dan tidak boleh terlibat dalam skenario tersebut, terutama jika melibatkan pemindahan warga Palestina ke negara-negara Afrika yang masih berjuang melawan warisan kolonial.

    “Sudan dan Somalia masih dilanda perang akibat warisan kolonial,” katanya, dikutip dari Al Jazeera.

    “Mereka (pemerintah Israel) harus diekspos dan dimasukkan ke dalam daftar orang-orang yang harus dipermalukan,” ujar Qarmout.

    Menurut laporan, Amerika Serikat dan Israel dilaporkan melakukan pembicaraan diam-diam dengan beberapa negara Afrika Timur, termasuk Somaliland, mengenai kemungkinan penerimaan warga Palestina yang dipindahkan.

    Sebagai imbalannya, berbagai insentif – finansial, diplomatik, dan keamanan – diperkirakan akan ditawarkan kepada pemerintah tersebut.

    Seorang pejabat AS yang terlibat dalam upaya ini mengonfirmasi kepada Associated Press AS telah melakukan pembicaraan dengan Somaliland mengenai bidang-bidang tertentu yang bisa mereka bantu, dengan imbalan pengakuan internasional untuk wilayah yang memisahkan diri tersebut.

    Namun, pejabat Somaliland, Abdirahman Dahir Adan, Menteri Luar Negeri Somaliland, membantah bahwa pihaknya telah menerima atau membahas usulan tersebut.

    “Saya belum menerima usulan seperti itu, dan tidak ada pembicaraan dengan siapa pun terkait Palestina,” katanya kepada Reuters.

    Qarmout menilai usulan pemindahan paksa ini sebagai tindakan yang “keterlaluan” dan mendesak masyarakat internasional untuk menentangnya.

    Ia menegaskan bahwa negara-negara seperti Sudan dan Somalia, yang masih menghadapi tantangan besar akibat warisan kolonial, seharusnya tidak dilibatkan dalam rencana ini.

    AS-Israel Lirik Afrika untuk Pindahkan Warga Gaza

    Amerika Serikat (AS) dan Israel telah menghubungi pejabat dari tiga negara di Afrika Timur untuk mendiskusikan kemungkinan penggunaan wilayah mereka sebagai tempat penampungan bagi warga Palestina dari Gaza.

    Laporan ini muncul dari Associated Press pada Jumat (14/3/2025), yang mengutip sumber dari pejabat AS dan Israel.

    Namun, Sudan menolak tawaran tersebut, sementara Somalia dan Somaliland menyatakan ketidaktahuan mengenai usulan itu.

    Pejabat Sudan secara tegas menolak tawaran untuk menampung warga Gaza.

    Sementara itu, Somalia dan Somaliland mengaku tidak menerima informasi terkait tawaran tersebut.

    Hal ini menunjukkan ketidakpastian dan penolakan dari negara-negara yang diharapkan dapat menampung pengungsi.

    Langkah AS dan Israel ini berlawanan dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump sebelumnya.

    Dalam sebuah konferensi pers di Gedung Putih pada Kamis (13/2/2025), Trump menegaskan, “Tidak ada yang akan diusir dari Gaza.”

    Pernyataan ini disampaikan ketika ia bertemu dengan Perdana Menteri Irlandia, Michel Martin.

    Rencana Kontroversial AS

    Pada Februari 2025, Trump mengusulkan rencana yang kontroversial untuk mengambil alih Gaza, merelokasi penduduk Palestina, dan mengubah wilayah tersebut menjadi “Riviera Timur Tengah.”

    Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump menyatakan keyakinannya bahwa Yordania dan Mesir tidak akan menolak permintaannya untuk menyambut pengungsi Gaza.

    Baik Yordania maupun Mesir menolak usulan tersebut, dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Raja Yordania Abdullah sepakat bahwa Gaza harus dibangun kembali tanpa mengusir warga Palestina.

    Mesir bahkan mengusulkan rencana rekonstruksi senilai $53 miliar untuk Gaza, yang berfokus pada pembangunan infrastruktur dan layanan penting, tanpa melibatkan Hamas dalam kepemimpinan masa depan.

    Israel dan AS menolak rencana Mesir karena dianggap tidak menawarkan solusi yang jelas untuk mengeluarkan Hamas dari kekuasaan dan tidak mengatasi masalah keamanan serta pemerintahan jangka panjang.

    Dengan situasi yang terus berkembang, langkah AS dan Israel untuk mencari tempat penampungan di Afrika menambah kompleksitas dalam upaya penyelesaian konflik Palestina-Israel.

    Pasukan Israel Tangkap 8 Warga Palestina dalam Penggerebekan di Tepi Barat

    Pasukan Israel menangkap delapan warga Palestina dalam serangkaian penggerebekan yang terjadi di berbagai kota di Tepi Barat, menurut laporan terbaru dari kantor berita Wafa.

    Lima pemuda dari keluarga Al-Zalbani ditangkap selama penyerbuan di kota Anata, timur laut Yerusalem.

    Sebelumnya pada malam itu, seorang pemuda terluka setelah ditembak di perut dengan peluru tajam dalam bentrokan dengan tentara Israel di kota yang sama.

    Selain itu, pasukan Israel menangkap tiga warga Palestina dari kota Silwad, timur Ramallah, menurut sumber keamanan setempat.

    Pasukan Israel juga melakukan serangan di kota Anabta dan Bal’a, timur Tulkarem, serta kota Yerikho.

    Serangkaian penangkapan dan penggerebekan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat di wilayah tersebut.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani) 

  • Tak Harmonis, Netanyahu Akan Pecat Kepala Keamanan Dalam Negeri Israel

    Israel Tolak Tawaran Hamas Bebaskan Sandera AS-Israel

    Tel Aviv

    Israel menolak tawaran kelompok Hamas yang menyatakan siap membebaskan seorang sandera warga Amerika-Israel jika Tel Aviv memulai perundingan untuk tahap kedua dalam gencatan senjata Gaza, menuju akhir perang secara permanen. Tel Aviv menyebut tawaran itu sebagai “perang psikologis”.

    Hamas dalam pernyataannya pada Jumat (14/3) mengajukan tawaran untuk membebaskan seorang sandera warga negara Amerika-Israel bernama Edan Alexander, seorang tentara Israel berusia 21 tahun yang berasal dari New Jersey, AS, dan menyerahkan empat jenazah sandera berkewarganegaraan ganda lainnya.

    Tawaran itu disampaikan Hamas setelah menerima proposal dari mediator untuk negosiasi tahap kedua gencatan senjata yang terhenti.

    Pertempuran di Jalur Gaza berhenti sejak 19 Januari lalu ketika tahap pertama gencatan senjata diberlakukan. Namun ketika tahap pertama berakhir pada 2 Maret lalu, Israel dan Hamas gagal menyetujui dimulainya tahap kedua, yang memicu kegagalan perundingan dan blokade Israel terhadap Jalur Gaza.

    Israel telah menawarkan untuk memperpanjang tahap pertama gencatan senjata Gaza hingga April, proposal yang didukung oleh Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff. Namun Hamas bersikeras melanjutkan pembebasan sandera hanya jika tahap kedua dimulai, yang mewajibkan Israel membahas penarikan pasukan dan diakhirinya perang secara permanen — tuntutan utama Hamas.

    Kantor Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Sabtu (15/3/2025), menyebut tawaran Hamas untuk membebaskan Alexander sebagai “manipulasi dan perang psikologis”.

    “Meskipun Israel telah menerima proposal Witkoff, Hamas tetap pada penolakannya dan tidak bergerak sedikitpun,” sebut kantor Netanyahu.

    Disebutkan juga bahwa Netanyahu akan menggelar rapat dengan jajaran kabinetnya pada Sabtu (15/3) malam untuk membahas situasi penyanderaan dan memutuskan langkah selanjutnya.

    Sebelumnya dilaporkan bahwa AS melakukan pembicaraan langsung dengan Hamas membahas pembebasan sandera, terutama Alexander. Witkoff menyebut pembebasan Alexander sebagai “prioritas utama”.

    Dua pejabat Hamas mengatakan kepada Reuters bahwa persetujuan kelompok mereka untuk membebaskan sandera Amerika-Israel dan empat jenazah sandera lainnya menjadi persyaratan saat dimulainya perundingan membahas tahap kedua gencatan senjata Gaza.

    “Kami bekerja sama dengan para mediator agar perjanjian itu berhasil dan memaksa pendudukan untuk menuntaskan semua fase perjanjian. Persetujuan Hamas untuk membebaskan Edan Alexander bertujuan mendorong penyelesaian fase-fase perjanjian,” ucap juru bicara Hamas, Abdel-Latif Al-Qanua kepada Reuters.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • PBB Tuduh Israel Lakukan Genosida-Kekerasan Seks di Gaza, Netanyahu Berang

    PBB Tuduh Israel Lakukan Genosida-Kekerasan Seks di Gaza, Netanyahu Berang

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu memberikan reaksi keras terhadap laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menuduh Tel Aviv melakukan genosida dan kekerasan seks selama perang berkecamuk di Jalur Gaza. Netanyahu mengecam laporan itu “palsu dan absurd”.

    “Sirkus anti-Israel yang dikenal sebagai Dewan HAM PBB telah sejak lama terungkap sebagai badan yang anti-Semit, korup, mendukung teror, dan tidak relevan,” kecam Netanyahu dalam pernyataan yang dirilis oleh kantor PM Israel, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Sabtu (15/3/2025).

    “Bukannya fokus pada kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan oleh organisasi teroris Hamas dalam pembantaian paling parah terhadap orang-orang Yahudi sejak Holocaust, PBB sekali lagi memilih untuk menyerang negara Israel dengan tuduhan palsu, termasuk klaim-klaim absurd,” sebutnya.

    Laporan terbaru yang dirilis oleh Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB menuduh Israel telah melakukan “tindakan genosida” terhadap warga Palestina dengan secara sistematis menghancurkan fasilitas perawatan kesehatan perempuan selama perang berkecamuk di Jalur Gaza.

    Laporan PBB itu juga menuding Israel menggunakan kekerasan seksual sebagai strategi perang.

    “Otoritas Israel telah menghancurkan sebagian kapasitas reproduksi warga Palestina di Gaza sebagai sebuah kelompok, termasuk dengan memberlakukan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran, salah satu kategori tindakan genosida dalam Statuta Roma dan Konvensi Genosida,” demikian bunyi laporan PBB tersebut.

    Tindakan-tindakan tersebut, ditambah lonjakan kematian ibu karena akses terbatas ke pasokan medis, menurut laporan PBB itu, merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, berupa praktik pemusnahan.

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Laporan tersebut menuduh pasukan keamanan Israel menggunakan tindakan menelanjangi di depan umum dan kekerasan seksual sebagai bagian dari prosedur operasi standar ganda mereka untuk menghukum warga Palestina, setelah serangan mengejutkan dilancarkan Hamas terhadap Tel Aviv pada Oktober 2023.

    Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB yang beranggotakan tiga orang itu dibentuk oleh Dewan HAM PBB pada Mei 2021 untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hukum internasional di wilayah Israel dan Palestina.

    Sebelum Netanyahu menyatakan kecamannya, Israel telah menyampaikan penolakan mentah-mentah terhadap laporan PBB tersebut. Misi tetap Israel untuk PBB di Jenewa menggambarkan tuduhan dalam laporan itu sebagai tuduhan yang “tidak berdasar, bias, dan kurang kredibel”.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Tarik Ulur Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza, Tawaran Hamas Bebaskan Sandera Ditolak Israel – Halaman all

    Tarik Ulur Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza, Tawaran Hamas Bebaskan Sandera Ditolak Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Tawar menawar terus terjadi antara Israel dan Hamas demi kesepakatan gencatan senjata tercapai.

    Namun, tawar menawar tersebut tak pernah menemui titik terang agar perdamaian di Gaza terwujud.

    Terbaru, Israel telah menolak tawaran Hamas untuk membebaskan seorang warga negara ganda Amerika-Israel.

    Hamas mengatakan pihaknya telah mengajukan tawaran untuk membebaskan Edan Alexander, warga asli New Jersey, seorang prajurit berusia 21 tahun dalam tentara pendudukan Israel.

    Tawaran dari Hamas ini dilakukan setelah menerima proposal dari mediator untuk negosiasi tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata.

    Akan tetapi, kesepakatan ini berada dalam ketidakpastian karena Israel menolak untuk memulai negosiasi tahap kedua dan berupaya memberikan tekanan maksimum kepada Palestina untuk memaksa mereka menerima persyaratan barunya.

    Dikutip dari Middle East Monitor, Hamas mengatakan pemimpin Gaza Khalil Al-Hayya tiba di Kairo, Mesir pada Jumat (14/3/2025).

    Al-Hayya berada di Kairo untuk melakukan pembicaraan gencatan senjata dengan mediator Mesir.

    Sejak fase pertama sementara gencatan senjata berakhir pada tanggal 2 Maret, Israel telah menutup perbatasan ke Gaza, melarang semua bantuan kemanusiaan memasuki Jalur Gaza, dan memutus aliran listrik ke satu-satunya pabrik desalinasi di daerah kantong itu.

    Israel mengatakan ingin memperpanjang fase pertama gencatan senjata sementara, sebuah usulan yang didukung oleh utusan AS Steve Witkoff.

    Lalu Hamas mengatakan akan melanjutkan pembebasan tawanan hanya pada fase kedua.

    Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebut tawaran pembebasan Alexander sebagai “manipulasi dan perang psikologis”.

    “Meskipun Israel telah menerima usulan Witkoff, Hamas tetap pada penolakannya dan tidak bergeming sedikit pun,” kata kantor Netanyahu menambahkan.

    Dikatakan bahwa ia akan bersidang dengan kabinetnya Sabtu (15/3/2025) malam untuk membahas situasi dan memutuskan langkah selanjutnya.

    Witkoff mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih pada awal Maret bahwa pembebasan Alexander merupakan “prioritas utama”.

    Negosiator penyanderaan AS Adam Boehler bertemu dengan para pemimpin Hamas dalam beberapa hari terakhir untuk meminta pembebasan Alexander.

    Dua pejabat Hamas mengatakan kepada Reuters bahwa persetujuan mereka untuk membebaskan Alexander dan keempat jenazah itu bersyarat pada dimulainya perundingan mengenai gencatan senjata tahap kedua, pembukaan penyeberangan, dan pencabutan blokade Israel.

    “Kami bekerja sama dengan para mediator agar kesepakatan ini berhasil dan memaksa pendudukan untuk menyelesaikan semua fase kesepakatan,” kata Abdel-Latif Al-Qanoua, juru bicara Hamas.

    Hamas Disebut Buat Taruhan yang Buruk

    Gedung Putih menuduh Hamas mengajukan tuntutan yang “sama sekali tidak praktis”.

    Hamas juga disebut menunda kesepakatan untuk membebaskan sandera AS-Israel dengan imbalan perpanjangan gencatan senjata Gaza.

    “Hamas bertaruh dengan sangat buruk bahwa waktu ada di pihaknya. Tidak demikian,” kata pernyataan dari kantor Steve Witkoff dan Dewan Keamanan Nasional AS, dikutip dari Arab News.

    “Hamas sangat menyadari tenggat waktu itu, dan harus tahu bahwa kami akan menanggapinya dengan tepat jika tenggat waktu itu terlewati,” katanya lagi.

    Witkoff menambahkan bahwa Trump telah bersumpah Hamas akan “membayar harga yang mahal” karena tidak membebaskan sandera.

    Utusan Trump itu mengajukan proposal “jembatan” di Qatar pada hari Rabu untuk memperpanjang fase pertama gencatan senjata hingga pertengahan April jika Hamas membebaskan sandera yang masih hidup dengan imbalan tahanan Palestina.

    “Hamas diberi tahu dengan tegas bahwa ‘jembatan’ ini harus segera diimplementasikan — dan bahwa warga negara AS-Israel Edan Alexander harus segera dibebaskan,” kata pernyataan itu.

    “Sayangnya, Hamas telah memilih untuk menanggapi dengan secara terbuka mengklaim fleksibilitas sementara secara pribadi mengajukan tuntutan yang sama sekali tidak praktis tanpa gencatan senjata permanen,” tambahnya.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, ditanya apakah Amerika Serikat memprioritaskan pembebasan sandera Amerika, berkata: “Kami peduli dengan semua sandera”.

    “Kami bertindak seolah-olah ini adalah pertukaran yang normal, ini adalah hal yang normal yang terjadi. Ini adalah kemarahan. Jadi mereka semua harus dibebaskan,” kata Rubio.

    “Saya tidak akan mengomentari apa yang akan kami terima dan tidak terima, selain bahwa kita semua — seluruh dunia — harus terus mengatakan bahwa apa yang telah dilakukan Hamas adalah keterlaluan, konyol, sakit, menjijikkan,” katanya.

    (*)