TRIBUNJAKARTA.COM – Terkuak sederet ‘dosa besar’ Jan Hwa Diana pemilik UD Sentosa Seal di Surabaya, Jawa Timur kepada karyawannya.
Nama Jan Hwa Diana mendadak jadi sorotan setelah video sidak Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, di gudang perusahaan tersebut viral di media sosial, Jumat (11/4/2025).
Sidak itu dilakukan Armuji usai menerima keluhan dari seorang mantan karyawan yang mengaku ijazahnya ditahan meskipun sudah mengundurkan diri.
Diana yang sempat tak terima justru melaporkan Armuji ke Polda Jawa Timur dengan tuduhan pencemaran nama baik dan pelanggaran Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Meski dikabarkan laporan itu telah dicabut, persoalan baru kini terkuak.
Ternyata Jan Hwa Diana tak hanya menahan ijazah karyawannya, berikut daftar dosa pengusaha asal Surabaya tersebut:
1. Potong Gaji Karyawan yang Izin Salat Jumat Lebih dari Batas Waktu
Karyawan yang melaksanakan shalat Jumat melebihi batas waktu yang ditentukan perusahaan terancam terkena pemotongan gaji.
Dugaan itu terkuak saat Wakil Menteri Ketenagakerjaan Imannuel Ebenezer atau akrab disapa Noel menggelar sidak ke gudang perusahaan tersebut bersama Armuji pada Kamis (16/4/2025).
Noel pun geram. Dia mengatakan, ada hak memeluk keyakinan dan beribadah yang dipangkas oleh pemilik perusahaan.
“Ini Republik yang diajarkan semua dilindungi, termasuk agama. Dia mau ke masjid, mau ke pura, itu dilindungi undang-undang. Kalau melarang, itu ada konsekuensi,” ujar Noel, Kamis.
Temuan ini kembali dia tegaskan saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (19/4/2025).
Noel menyebut, memang ada dugaan pemotongan gaji bagi karyawan yang shalat Jumat.
Beberapa mantan karyawan perusahaan itu pun mengaku mengalami pemotongan gaji ketika izin menunaikan shalat Jumat.
Sementara, karyawan bernama Peter Evril Sitorus yang mulai bekerja di UD Sentosa Seal pada akhir Desember 2024 mengungkapkan, ia baru mengetahui ihwal pemotongan gaji tersebut setelah bekerja beberapa minggu.
“Karena saya non-Islam, saya kurang tahu detailnya, cuma saya tahu kalau ada pemotongan waktu shalat Jumat sebesar Rp 10.000. Per Jumat, kalau mau shalat Jumat, dipotong (gajinya),” ujar Peter.
2. Pemotongan Gaji
Tak hanya terkait ibadah, Jan Hwa Diana juga dituding melakukan sejumlah tindakan merugikan lain terhadap para pekerja.
Peter Evril Sitorus menyebut perusahaan menerapkan denda besar apabila karyawan tidak hadir bekerja.
“Ada (potongan gaji), jadi kalau tidak masuk satu hari potongannya (seperti kerja) 2 hari. Nominalnya potongannya Rp 150 ribu, terus gaji per harinya Rp 80 ribu,” ujarnya.
Peter juga menyoroti ketimpangan antara gaji dan jam kerja, serta tidak adanya kompensasi atas lembur.
“Gajinya di bawah UMK, jam kerjanya tidak sesuai. Dari pukul 09.30 WIB sampai pukul 17.00 WIB, kalau lembur enggak dihitung lembur,” lanjutnya.
3. Dugaan penyekapan
Selain pembatasan hak beribadah dan pemotongan gaji, Menteri Noel juga mendapat laporan adanya penyekapan di perusahaan tersebut.
Meski tidak memerinci bagaimana penyekapan terjadi, Noel mengatakan, laporan itu bisa menjadi indikasi kejahatan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan.
“Karena kan (kemungkinan) karyawan itu ada yang kadang-kadang mereka dikurung, ada kadang-kadang (kalau) shalat gajinya dipotong, seperti itu,” jelasnya.
Kemenaker pun memastikan akan menindaklanjuti laporan-laporan ini dan mengimbau para mantan pekerja UD Sentosa Seal menempuh jalur hukum.
“Yang pasti kita serahkan proses ini ke proses hukum ya, itu sudah pasti,” ujar Noel.
4. Bayar Rp2 Juta Jika Tak Ingin Ijazah Ditahan
Mantan karyawan lainnya, Ananda Sasmita Putri Ageng, menambahkan bahwa lebih dari 50 karyawan mengalami penahanan ijazah oleh perusahaan.
Menurutnya, sejak awal masuk kerja, karyawan diwajibkan menitipkan ijazah dengan dalih aturan internal.
“Sejak dia (karyawannya) baru pertama masuk ke interview, terus setelah itu hari kedua dia wajib menitipkan ijazah. Keseluruhan pegawai mungkin, ini kan baru beberapa (yang lapor),” ujar Ananda.
Jika menolak menitipkan ijazah, lanjutnya, karyawan diwajibkan memberikan uang jaminan sebesar Rp 2 juta.
“Kalau tidak (menaruh) ijazah kan mereka harus menaruh uang jaminan sebesar Rp2 juta. Kalau mereka nggak mau menaruh ijazah, mereka mengganti uang itu, mereka menaruh uang,” jelasnya.
Ananda kini hanya berharap ijazahnya dikembalikan.
“Semoga pemilik perusahaan tersebut membuka hatinya selebar-lebarnya, untuk mengasihkan ijazah kami. Kita hanya minta itu saja, ijazah asli kita, itu ijazah SMA atau SMK tolong dikembalikan,” ujarnya, Kamis (17/4/2025).
Tanpa ijazah asli, ia mengaku kesulitan melamar pekerjaan di tempat lain. Peter menyatakan bahwa ia bahkan sengaja bersikap buruk agar dipecat dan ijazahnya dikembalikan tanpa harus membayar denda. Namun, upayanya gagal.
“Saya sengaja memang untuk dikeluarkan. Saya kira kalau dikeluarkan itu ijazah saya dikembalikan, ternyata tidak, tetap ditahan dan diminta uang Rp 2 juta,” katanya.
Kuasa hukum para mantan karyawan, Edi Kuncoro Prayitno, mengatakan bahwa selain menahan ijazah, pihak perusahaan juga belum melunasi gaji beberapa mantan karyawan yang sudah mengundurkan diri.
“Teman-teman yang sekarang ini menuntut ijazah ini posisinya sudah di luar, sudah resign. Terakhir ada yang gajinya diberikan, ada yang tidak, ada yang belum,” ungkap Edi.
Ia mendesak aparat penegak hukum untuk segera bertindak dan mengamankan bukti.
“Saya mendorong kepada pihak kepolisian dan aparat lainnya agar segera mengamankan TKP dan mengamankan barang bukti,” pungkasnya.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya


/data/photo/2025/04/17/6800efb7f1adb.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


/data/photo/2025/04/18/68023d60c5be6.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



/data/photo/2025/04/17/6800bddc1f736.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)