Tag: Airlangga Hartarto

  • Begini Penjelasan Kemenkeu soal Rincian Barang dan Jasa Premium PPN 12%

    Begini Penjelasan Kemenkeu soal Rincian Barang dan Jasa Premium PPN 12%

    Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara soal rincian barang dan jasa premium yang akan menjadi objek pajak yang dikenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.
     
    Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti menyatakan Kemenkeu tengah mengkaji kriteria atau batasan barang/jasa tersebut secara hati-hati dengan pihak-pihak terkait.
     
    “Agar pengenaan PPN atas barang/jasa tertentu dengan batasan di atas harga tertentu dapat dilakukan secara tepat sasaran, yaitu hanya dikenakan terhadap kelompok masyarakat sangat mampu,” kata Dwi di Jakarta, dikutip dari Antara, Minggu, 22 Desember 2024.
     
    Hingga rincian tersebut dirilis, maka seluruh barang kebutuhan pokok dan jasa yang menerima fasilitas pembebasan PPN sebagaimana yang disebut dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tidak akan dikenakan PPN.
     
    “Atas seluruh barang kebutuhan pokok dan jasa kesehatan/pendidikan pada 1 Januari 2025 akan tetap bebas PPN sampai diterbitkannya peraturan terkait,” ujar Dwi.
     
    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.
     
    Dari konferensi pers Senin (16/12), pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.
     
    Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen. Terkait barang mewah, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.
     

     

    Konsep barang mewah
     
    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), yang terdiri atas dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non kendaraan bermotor.
     
    Untuk non kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.
     
    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu-atau yang disebut oleh Menkeu Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.
     
    Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut.
     
    Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen.
     
    Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.
     
    Untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP, menjadi contoh jasa yang dianggap premium. Sementara listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.
     
    Adapun untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Paket Insentif Ekonomi Pemerintah Jadi Angin Segar, Ciptakan Snow Ball Effect Industri Otomotif – Halaman all

    Paket Insentif Ekonomi Pemerintah Jadi Angin Segar, Ciptakan Snow Ball Effect Industri Otomotif – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Meski kondisi geopolitik dunia saat ini masih diliputi ketidakpastian, sektor otomotif nasional mampu menjadi salah satu sektor yang memiliki kinerja optimal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.

    Sebagai upaya antisipatif dalam memasuki tahun 2025, Pemerintah telah meluncurkan sebanyak 15 insentif kebijakan di bidang perekonomian yang akan diberlakukan sejak 1 Januari 2025.

    Salah satu sektor yang menjadi fokus Pemerintah dalam pemberian insentif tersebut yakni sektor otomotif. 

    Sejumlah insentif otomotif tersebut mulai dari PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) atau Electric Vehicle (EV) dengan rincian sebesar 10 persen atas penyerahan EV roda empat tertentu dan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 40%, dan sebesar 5% atas penyerahan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 20% sampai dengan kurang dari 40%, PPnBM DTP EV sebesar 15% atas impor KBLBB roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan KBLBB roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (Completely Knock Down/CKD), Pembebasan Bea Masuk EV CBU sebesar 0% sesuai program yang sudah berjalan, serta Pemberian insentif PPnBM DTP sebesar 3% untuk kendaraan bermotor bermesin hybrid. 

    “Paket Kebijakan Ekonomi ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha terutama UMKM dan industri padat karya, dan menjaga stabilitas harga serta pasokan, serta sekaligus dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers terkait Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan pada Senin (15/12/1024) lalu.

    Merespons sejumlah insentif yang telah disiapkan Pemerintah untuk mendukung industri otomotif tersebut, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Kukuh Kumara menyatakan bahwa pemberian insentif tersebut dapat menjadi angin segar bagi industri otomotif di tengah kondisi ketidakpastian saat ini.

    Kebijakan insentif fiskal untuk EV yang telah diberlakukan Pemerintah dari beberapa tahun terakhir dinilai optimal dalam mendorong adopsi dan perkembangan kinerja industri kendaraan listrik. 

    “Kemudian yang belum pernah diberikan itu adalah insentif fiskal untuk hybrid ya. Hybrid itu kan mendapat insentif 3% ya. Nah, hybrid itu belakangan juga mendapatkan minat dari masyarakat. Nah, sekarang tahun 2025 ini akan diberikan insentif 3%. Harapannya adalah sebelum diberikan insentif saja sudah minatnya banyak. Apalagi kalau diberikan insentif dan ini nampaknya sangat positif ya,” ujar Sekretaris Umum GAIKINDO Kukuh. 

    Selain mengapresiasi Pemerintah terkait pemberian insentif bagi sektor otomotif, Sekretaris Umum GAIKINDO Kukuh juga menyebutkan bahwa hal yang menarik dari pemberian insentif tersebut yakni persyaratan yang diberlakukan.

    Kendaraan-kendaraan yang akan diberikan insentif harus memenuhi syarat yakni produksi dilakukan di Indonesia.

    Dengan demikian diharapkan dapat memberikan snowball effect seperti mendorong penciptaan lapangan pekerjaan, hingga mampu memberi dampak signifikan ke kondisi perekonomian nasional. (Wahyu Aji)

  • Menko Airlangga Buka Suara Soal Kisruh PPN 12% QRIS dan e-Money

    Menko Airlangga Buka Suara Soal Kisruh PPN 12% QRIS dan e-Money

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Adapun Jasa Sistem Pembayaran masuk ke dalam objek, sehingga muncul kekhawatiran transaksi pembayaran melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) hingga e-Money juga akan terdampak.

    Menjawab kekhawatiran tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa transaksi QRIS tidak akan kena PPN 12%. Dengan demikian, konsumen tidak akan dikenakan pajak tambahan saat bertransaksi menggunakan QRIS.

    “Kedua (yang tidak kena PPN 12%) payment system. Hari ini ramai QRIS, itu juga tidak dikenakan PPN. Jadi QRIS tidak ada PPN,” ujar Airlangga, dalam sambutannya di acara Peluncuran EPIC Sale di Alam Sutera, dikutip detikcom, Minggu (22/12/2024).

    Hal ini seperti transaksi menggunakan debit card, e-money transaksi kartu lainnya, menurutnya tidak akan terkena dampak kenaikan PPN jadi 12%. Dengan demikian, transaksi tol juga tidak akan terdampak kebijakan baru ini.

    “Transportasi itu tanpa PPN. Jadi yang namanya tol dan kawan-kawannya, (transaksi e-Money) di tol juga tidak ada PPN,” ujar Airlangga, ditemui usai acara.

    Airlangga juga tetap optimistis bahwa daya beli masih dapat terkendali di tahun depan, meski PPN naik menjadi 12%. Pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai stimulus untuk menjaga keseimbangan.

    (fsd/fsd)

  • Airlangga Akui Kenaikan PPN Jadi 12% Bakal Pengaruh ke Inflasi

    Airlangga Akui Kenaikan PPN Jadi 12% Bakal Pengaruh ke Inflasi

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan berpengaruh pada kenaikan inflasi. Adapun kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% sendiri mulai berlaku per 1 Januari 2025.

    Hal tersebut disampaikan oleh Airlangga usai acara Peluncuran EPIC Sale di Alfamart Drive Thru, Alam Sutera, Tangerang, Banten, Minggu (22/12/2024). Meski demikian, menurutnya pengaruh kenaikan PPN tidak akan terlalu signifikan.

    “Jadi tentu dari segi kenaikan ini (PPN menjadi 12%) pengaruh inflasi ada. Akan tetapi, relatif tidak terlalu tinggi,” kata Airlangga.

    Menurut Airlangga, sektor transportasi menjadi salah satu yang berpengaruh besar terhadap inflasi. Selaras dengan itu, pemerintah membebaskan sektor transportasi dari PPN alias PPN 0% di tahun depan. Hal ini juga sebagai salah satu stimulus dalam menjaga daya beli masyarakat.

    Pembebasan PPN juga diberikan khususnya untuk bahan pokok penting. Airlangga menambahkan, beberapa bahan pokok juga ditanggung PPN-nya oleh pemerintah sehingga tetap di angka 11%.

    “Jadi kalau misalnya, contoh tepung terigu, minyak kita, kemudian gula industri, yang sebelumnya sudah bayar PPN 11%, ini tetap 11%, bukan dari 0,” terangnya.

    Selain itu, berbagai stimulus lainnya juga diberikan pemerintah pada tahun depan. Salah satunya seperti pemberian diskon tarif listrik 50% periode Januari-Februari. Kemudian ada juga insentif pembelian rumah rumah Rp 2 miliar bebas PPN.

    Dari segi mobilitas, PPN untuk motor listrik ditanggung pemerintah (DTP). Demikian pula untuk mobil listrik dilanjutkan, bahkan ditambahkan potongan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3%.

    “Nah itu kan membuktikan pemerintah memperhatikan apa yang dibeli oleh masyarakat,” kata dia.

    Ia juga menegaskan bahwa transaksi QRIS tidak akan kena PPN 12%. Hal ini seperti transaksi menggunakan debit card, e-money transaksi kartu lainnya, menurutnya tidak akan terkena dampak kenaikan PPN jadi 12%. Dengan demikian, transaksi tol juga tidak akan terdampak kebijakan baru ini.

    “Transportasi itu tanpa PPN. Jadi yang namanya tol dan kawan-kawannya, (transaksi e-Money) di tol juga tidak ada PPN,” ujar Airlangga, ditemui usai acara.

    Sebagai informasi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelumnya telah membeberkan dampak kenaikan PPN menjadi 12% per 1 Januari 2025. Kebijakan itu dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun depan akan tetap dijaga sesuai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yakni sebesar 5,2%.

    “Pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5%. Dampak kenaikan PPN ke 12% terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan. Pertumbuhan ekonomi 2025 akan tetap dijaga sesuai target APBN sebesar 5,2%,” ujar Febrio dalam pernyataan resmi, Minggu (22/12/2024).

    Selain itu, Febrio menyebut inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di 1,5%-3,5%. Berdasarkan hitungannya, dampak kenaikan PPN 12% hanya menambah 0,2% terhadap inflasi.

    “Inflasi saat ini rendah di 1,6%. Dampak kenaikan PPN ke 12% adalah 0,2%,” ucapnya.

    (kil/kil)

  • Soal Pembayaran QRIS Kena PPN 12 Persen, Ini Penjelasan DJP  – Page 3

    Soal Pembayaran QRIS Kena PPN 12 Persen, Ini Penjelasan DJP  – Page 3

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan sistem pembayaran menggunakan QRIS tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

    “Payment sistem hari ini ramai, QRIS itu tidak dikenakan PPN sama seperti debit card dan transaksi lain,” kata Airlangga dalam pembukaan acara Launching of EPIC SALE di Alfamart Drive Thru Alam Sutera, Minggu (22/12/2024).

    Airlangga menambahkan pihaknya selalu memantau perkembangan apa yang sedang ramai di masyarakat. Ia menambahkan, PPN hanya dikenakan pada barangnya bukan pada sistem transaksinya. 

    Menko Perekonomian itu juga menekankan bahan pokok penting dan turunanya tidak akan dikenakan PPN. Selain itu untuk sektor transportasi, pendidikan, dan kesehatan juga tidak dikenakan PPN kecuali hal yang khusus. 

    “Berita akhir-akhir ini banyak yang salah. Pertama urusan bahan pokok penting tidak kena PPN termasuk turunannya turunan tepung, terigu turunan minyak kita, turunan gula. Bayar tol juga tak kena PPN,” jelas Airlangga. 

     

  • Banjir Diskon Akhir Tahun, Bisa Hemat Devisa Belanja RI hingga Rp 80 T

    Banjir Diskon Akhir Tahun, Bisa Hemat Devisa Belanja RI hingga Rp 80 T

    Jakarta

    Sejumlah gelaran diskon di toko ritel offline maupun online hadir memeriahkan Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024-2025. Diproyeksikan gebyar diskon akhir tahun ini akan memberikan mendatangkan penghematan devisa belanja negara hingga Rp 80 triliun atau sekitar US$ 5 miliar.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, sejumlah asosiasi pengusaha telah menginisiasi gelaran diskon. Ada Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas), Belanja di Indonesia Aja (BINA) Diskon 2024, hinggiga EPIC Sale yang diluncurkan hari ini.

    “Kalau dihitung dalam satu bulan ini mulai dari Harbolnas, BINA, sampai dengan EPIC Sale. Itu bisa dapat Rp 80 triliun. Nah itu Rp 80 triliun kalau didolarkan itu sekitar US$ 5 miliar. Berarti US$ 5 miliar ini adalah penghematan devisa belanja di Indonesia saja,” kata Airlangga, dalam acara Peluncuran EPIC Sale di Alam Sutera, Tangerang, Minggu (22/12/2024).

    Airlangga menjelaskan, angka Rp 80 triliun ini merupakan akumulasi dari target-target belanja konsumen dari masing-masing event. Rinciannya antara lain, untuk Harbolnas diperkirakan target transaksi Rp 40 triliun bisa dicapai.

    Kemudian di acara BINA Diskon, targetnya perolehan transaksi mencapai Rp 25 triliun. Sedangkan pada gelaran EPIC Sale yang diluncurkan hari ini, ditargetkan perolehannya mencapai Rp 14 triliun selama gebyar diskon berlangsung.

    “Tadi Pak Solehin (Ketua Umum Aprindo) mengatakan retail ini per harinya Rp 1,2 triliun. Jadi kalau (10 hari pelaksanaan) Rp 12 triliun, ditambah 8%, kita harus tumbuh 8% Pak. Jadi Rp 14 triliun,” paparnya.

    Dalam kesempatan itu, Airlangga juga menyinggung tentang implementasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% mulai 1 Januari 2025. Ia menekankan, tidak semua barang akan dikenakan PPN 12%, salah satunya ialah produk-produk kebutuhan pokok.

    “Pertama, urusan bahan pokok penting semuanya tidak kena PPN termasuk turunannya. Jadi turunan tepung terigu, turunan MinyaKita, kemudian turunan gula,” ujar Airlangga

    Berikutnya ada jasa layanan pembayaran atua payment system seperti Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) hingga e-Money. Hal ini seperti transaksi menggunakan debit card, e-money transaksi kartu lainnya, menurutnya tidak akan terkena dampak kenaikan PPN jadi 12%.

    “Jadi QRIS tidak ada PPN, sama seperti debit card transaksi yang lain. Jadi apalagi kalau sektor kan transportasi, kemudian kesehatan dan pendidikan itu tanpa PPN semua. Kecuali yang khusus, yang khusus nanti yang ditentukan. Jadi bayar tol pun tidak kena PPN,” terangnya.

    Oleh karena itu, menurut Airlangga program-program Kementerian Perdagangan perlu terus didukung, khususnya dalam menyemarakan libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024-2025. Ia optimistis, target-target transaksi dapat terpenuhi dan menunjukkan bahwa daya tahan ekonomi RI kuat.

    (shc/kil)

  • Kemenkeu buka suara soal rincian barang dan jasa premium PPN 12 persen

    Kemenkeu buka suara soal rincian barang dan jasa premium PPN 12 persen

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti saat media briefing di Bandung, Jawa Barat, Rabu (4/12/2024). (ANTARA/Imamatul Silfia)

    Kemenkeu buka suara soal rincian barang dan jasa premium PPN 12 persen
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Minggu, 22 Desember 2024 – 16:10 WIB

    Elshinta.com – Kementerian Keuangan buka suara soal rincian barang dan jasa premium yang akan menjadi objek pajak yang dikenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti menyatakan Kemenkeu tengah mengkaji kriteria atau batasan barang/jasa tersebut secara hati-hati dengan pihak-pihak terkait.

    “Agar pengenaan PPN atas barang/jasa tertentu dengan batasan di atas harga tertentu dapat dilakukan secara tepat sasaran, yaitu hanya dikenakan terhadap kelompok masyarakat sangat mampu,” kata Dwi, dikutip di Jakarta, Minggu.

    Hingga rincian tersebut dirilis, maka seluruh barang kebutuhan pokok dan jasa yang menerima fasilitas pembebasan PPN sebagaimana yang disebut dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tidak akan dikenakan PPN.

    “Atas seluruh barang kebutuhan pokok dan jasa kesehatan/pendidikan pada tanggal 1 Januari 2025 akan tetap bebas PPN sampai diterbitkannya peraturan terkait,” ujar Dwi.

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah. Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.

    Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen. Terkait barang mewah, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), yang terdiri atas dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non kendaraan bermotor.

    Untuk non kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu–atau yang disebut oleh Menkeu Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut. Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen.

    Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen. Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.

    Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen. Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.

    Sumber : Antara

  • Nasib Sritex Setelah Dinyatakan Pailit, Airlangga: Kami Restrukturisasi

    Nasib Sritex Setelah Dinyatakan Pailit, Airlangga: Kami Restrukturisasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara terkait nasib PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex pasca-inkrah diputuskan pailit oleh Mahkamah Agung (MA).

    Menko Airlangga menyampaikan bahwa hingga saat ini Sritex masih tetap berjalan. “Sritex tetap berjalan,” kata Airlangga saat ditemui di Alfamart Drive Thru Alam Sutra, Kota Tangerang, Banten, Minggu (22/12/2024).

    Airlangga hanya menyampaikan bahwa pemerintah terus mendukung upaya restrukturisasi terhadap Sritex.

    “Ya upaya [dari pemerintah] restructuring,” singkatnya.

    Adapun, putusan penolakan kasasi dengan Nomor Perkara: 1345 K/PDT.SUS-PAILIT 2024 telah dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Agung Hamdi dan dua anggota yakni Hakim Agung Nani Indrawati dan Lucas Prakoso pada Rabu, (18/12/2024).

    Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto menyampaikan perusahaan menghormati putusan MA tersebut dan telah melakukan konsolidasi internal. Pihaknya memutuskan untuk melakukan upaya hukum peninjauan kembali (PK).

    “Upaya hukum ini kami tempuh, agar kami dapat menjaga keberlangsungan usaha, dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi 50.000 karyawan yang telah bekerja bersama-sama kami selama puluhan tahun,” ujar Wawan melalui keterangan resminya, Jumat (20/12/2024). 

    Wawan menegaskan bahwa langkah hukum tersebut ditempuh tidak hanya untuk kepentingan perusahaan, tetapi membawa serta aspirasi seluruh karyawan Sritex.

    Selama proses pengajuan kasasi ke MA, Wawan menyampaikan bahwa Sritex telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan usahanya, dan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), sebagaimana pesan disampaikan pemerintah.

    Sementara itu, Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group Slamet Kaswanto menuturkan bahwa para pekerja telah menaruh harapan terhadap keputusan kasasi yang nantinya dapat memberikan solusi bagi kelangsungan pekerjaan mereka.

    “Kami selaku pekerja Sritex Group yang saat ini masih terikat hubungan kerja dengan Sritex merasa sangat kaget dan sedih dengan putusan kasasi MA ini karena kami sangat berharap putusan kasasi ini menjawab keinginan puluhan ribu buruh Sritex yang ingin terus bekerja agar upah yang didapat bisa untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya,” tutur Slamet kepada Bisnis, Jumat (20/12/2024).

    Namun, para buruh tetap menghormati proses hukum atas kepailitan yang sedang berlangsung, meski tetap berharap opsi going concern dapat dijalankan untuk menjaga keberlangsungan usaha untuk menyambung hidup para pekerja.

  • Airlangga: PMK Barang dan Jasa Mewah Kena PPN 12% Bakal Terbit Sebelum Januari 2025

    Airlangga: PMK Barang dan Jasa Mewah Kena PPN 12% Bakal Terbit Sebelum Januari 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur tentang barang dan jasa mewah yang dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% akan diterbitkan sebelum Januari 2025.

    Hal ini seiring dengan pengenaan tarif PPN yang naik dari 11% menjadi 12% pada awal tahun depan. Airlangga menjelaskan bahwa aturan dan klasifikasi untuk barang dan jasa mewah akan diterbitkan melalui PMK.

    “[PMK barang dan jasa mewah yang terkena PPN 12% terbit] sebelum 1 Januari [2025],” kata Airlangga saat ditemui di Alfamart Drive Thru Alam Sutra, Tangerang, Banten, Minggu (22/12/2024).

    Dalam aturan itu, Airlangga hanya menyampaikan bahwa pemerintah akan memasukkan kategori barang dan jasa mewah dan bukan. “Ya nanti ditentukan ada PMK-nya apa yang kategori mewah dan non mewah,” ungkapnya.

    Sayangnya, dia tak berkomentar lebih jauh terkait barang dan jasa mewah yang menjadi pertimbangan pemerintah. “Pertimbangannya nanti kita lihat,” singkatnya.

    Mengutip dari laman resmi Kemenko Perekonomian, Minggu (22/12/2024), pemerintah mengenakan PPN sebesar 12% terhadap barang dan jasa mewah yang dikonsumsi masyarakat mampu yang sebelumnya tidak dikenakan PPN.

    Rinciannya, bahan makanan premium yang di antaranya beras premium, buah-buahan premium, ikan premium, dan daging premium.

    Kemudian, PPN 12% juga dikenakan untuk pelayanan kesehatan medis premium, jasa pendidikan premium, dan listrik pelanggan rumah tangga sebesar 3500 VA-6600 VA.

    Berdasarkan catatan Bisnis.com, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Morgiarso menjelaskan Kementerian Keuangan tengah menyusun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang nantinya merincikan kriteria hingga kategori enam barang/jasa premium itu yang akan dikenakan PPN 12%.

    “Nanti masih harus menunggu teknis detilnya kan di PMK,” kata Susi.

  • Kemenkeu Buka Suara soal Perincian Barang dan Jasa yang Kena PPN 12 Persen

    Kemenkeu Buka Suara soal Perincian Barang dan Jasa yang Kena PPN 12 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara soal perincian barang dan jasa premium yang akan dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.

    Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti menyatakan, Kemenkeu tengah mengkaji kriteria atau batasan barang/jasa tersebut secara hati-hati dengan pihak-pihak terkait.

    “Tujuannya agar pengenaan PPN 12 persen atas barang/jasa tertentu dengan batasan di atas harga tertentu dapat dilakukan secara tepat sasaran, yaitu hanya dikenakan terhadap kelompok masyarakat sangat mampu,” kata Dwi, dikutip di Jakarta, Minggu (22/12/2024) dilansir Antara.

    Adapun seluruh barang kebutuhan pokok dan jasa kesehatan/pendidikan pada 1 Januari 2025 akan tetap bebas PPN sampai diterbitkannya peraturan terkait.

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.

    Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, tetapi dengan fasilitas pembebasan barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas. Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.

    Terkait barang mewah, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM), yang terdiri atas dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan nonkendaraan bermotor.

    Untuk nonkendaraan bermotor, perinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu atau yang disebut oleh Menkeu Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen.

    Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN. Namun, salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.

    Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium. Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.

    Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan dalam waktu dekar, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.