Gerindra Sebut Prabowo Dengarkan Kritik soal PPN 12 Persen dan Bakal Ambil Sikap
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gerindra
Ahmad Muzani
memastikan, Presiden
Prabowo Subianto
mendengarkan kritik dan masukan terkait rencana penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.
Menurut dia, kritik dan masukan, serta keberatan yang disampaikan publik akan menjadi pertimbangan Prabowo dalam mengambil keputusan terkait kebijakan tersebut.
“Pak Prabowo memahami keberatan-keberatan tersebut dan nanti pada waktunya Beliau akan mengumumkan itu semua. Apa saja poin-poin yang harus diambil untuk dilakukan penaikan,” ujar Muzani kepada wartawan di Gedung MPR RI, Senin (23/12/2024).
Dalam kesempatan itu, Muzani mengingatkan bahwa aturan soal kenaikan
PPN 12 persen
adalah produk yang disepakati bersama oleh partai di DPR RI dan pemerintah pada 2021.
Ketika itu, kata Muzani, eksekutif dan legislatif mencari cara untuk meningkatkan pendapatan negara setelah terdampak Covid-19.
“Pada 2021 ketika undang-undangnya ini dibahas, situasinya ketika itu sedang Covid-19. Negara saat itu dalam kondisi tidak memiliki kemampuan untuk memiliki penerimaan,” kata Muzani.
“Sekarang kemudian kita menemui protes. Bahkan teman-teman partai yang tadi menyetujui sekarang ikut mempertanyakan dan seterusnya. Saya kira itu sebagai sebuah proses demokrasi sesuatu yang wajar-wajar saja,” katanya.
Untuk itu, Muzani meyakini bahwa Prabowo akan mengambil sikap atas segala kritik dan masukan yang disampaikan terkait rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen.
“Pak Prabowo, pemerintah mendengar, menyimak semua pandangan-pandangan itu dengan saksama. Dan itu akan jadi masukan bagi Pak Presiden, nanti akan disampaikan oleh Presiden atau pemerintah pada waktunya,” kata Muzani.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah resmi menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025 sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Hal ini diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).
“Sesuai dengan amanat UU HPP, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari,” ujar Airlangga, dikutip dari siaran langsung akun YouTube Perekonomian RI, Senin.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pemerintah akan menerapkan kenaikan tarif PPN 12 persen khusus untuk barang dan jasa mewah.
Menurutnya, barang dan jasa mewah ini dikonsumsi oleh penduduk terkaya dengan pengeluaran menengah ke atas yang masuk dalam kategori desil 9-10.
“Kita akan menyisir kelompok harga barang dan jasa yang masuk kategori barang dan jasa premium tersebut,” katanya.
Namun, keputusan pemerintah untuk menerapkan kebijakan tersebut menuai kritik dari banyak pihak.
Sebab, kebijakan itu dikhawatirkan akan berdampak pula kepada masyarakat kecil.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Airlangga Hartarto
-
/data/photo/2024/12/19/6763964a8cbc6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Gerindra Sebut Prabowo Dengarkan Kritik soal PPN 12 Persen dan Bakal Ambil Sikap
-

Kenaikan PPN 12 Persen Tidak Berdampak untuk Transportasi Publik
Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah memastikan bahwa kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen tidak akan berdampak pada sektor transportasi publik. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama Perum Damri Setia N Milatia Dana, yang merujuk pada keterangan tertulis Nomor 3 Tahun 2024 terkait PPN 12 persen.
“Dalam keterangan tertulis tersebut, sudah jelas bahwa transportasi publik tidak dikenakan PPN 12 persen. Ini merupakan langkah penting demi kemaslahatan masyarakat luas,” ujar Setia saat konferensi pers di Kementerian BUMN, Senin (23/12/2024).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menegaskan, sejumlah kebutuhan pokok, sistem pembayaran, termasuk pembayaran tol, serta transportasi publik tidak akan dikenakan PPN.
“Transportasi publik tidak dikenakan PPN, dan untuk bahan pokok penting, PPN-nya ditanggung oleh pemerintah,” jelas Airlangga dalam keterangannya dalam menanggapi kenaikan PPN menjadi 12 persen.
Dalam rangka menyambut penerapan kenaikan PPN jadi 12 persen yang akan efektif mulai 1 Januari 2025, pemerintah juga telah menyiapkan 15 paket insentif kebijakan berupa pembebasan hingga keringanan pajak bagi berbagai lapisan masyarakat dan sektor usaha. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi beban masyarakat dan menjaga stabilitas ekonomi.
Kenaikan PPN 12 persen akan diberlakukan untuk barang dan jasa tertentu yang tidak termasuk kategori khusus, seperti transportasi publik, bahan pokok penting, sektor kesehatan, dan pendidikan. Pengenaan tarif PPN untuk kategori tertentu akan diatur lebih lanjut oleh pemerintah.
-

PPN 12%: Saling ‘Lempar Batu Sembunyi Tangan’ di Senayan
Bisnis.com, JAKARTA — Fraksi-fraksi di Senayan, markas DPR, seakan tidak mau disalahkan atas penerapan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12% yang akan berlaku pada 1 Januari 2025. PDI Perjuangan menyalahkan pemerintahan sebelumnya, tetapi fraksi lain menuduh PDIP ‘lempar batu sembunyi tangan’.
Belakangan, gelombang penolakan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% memang terus berdatangan. Di platform change.org misalnya, per Senin (23/12/2024), sudah 171.000 lebih orang sudah menandatangani petisi penolakan tarif PPN 12% yang diinisiasi pengguna bernama Bareng Warga.
Sejumlah pihak menilai kenaikan PPN pada saat kondisi perekonomian belum stabil akan semakin membebankan masyarakat—terutama kelas menengah ke bawah.
Elite politik misalnya, yang ikut menyatakan penolakan terang-terangan atas penerapan PPN 12% pada tahun depan. Elite-elite politik yang dimaksud berasal dari PDI Perjuangan (PDIP).
Ketua DPP PDI Perjuangan Ganjar Pranowo menilai PPN 12% akan memaksa masyarakat menengah-bawah mengurangi konsumsi, mengorbankan tabungan, atau bahkan meningkatkan utang.
“Apakah ini sebuah keadilan? Saya menyampaikan ini karena khawatir bahwa kenaikan PPN 12% yang dimaksudkan sebagai obat justru menyebabkan sejumlah komplikasi,” ujarnya di YouTube Ganjar Pranowo, dikutip pada Senin (23/12/2024).
Politisi PDIP lainnya seperti Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Puan Maharani, hingga Dolfie OFP juga sempat memberikan komentar bernada kritis atas PPN 12%.
Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI Bahtra Banong tidak habis pikir dengan berbagai pernyataan dari kubu PDIP tersebut. Padahal, menurutnya, PDIP merupakan inisiator Undang-undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mengamanatkan kenaikan PPN menjadi 12%.
“PDIP terus mencari simpati rakyat, tetapi mereka lupa bahwa merekalah yang mengusulkan soal kenaikan PPN 12% itu,” kata Bahtra, dilansir dari Antara, Minggu (22/12/2024).
Dia menjelaskan bahwa ketua panitia kerja (panja) RUU HPP waktu itu adalah anggota Fraksi PDIP sekaligus Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie OFP.
Anggota Fraksi Partai Golkar DPR sekaligus Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun memberi pernyataan serupa. Dia merasa PDIP seakan cuci tangan padahal kadernya merupakan ketua panja RUU HPP.
“Sikap politik mencla-mencle PDI Perjuangan seperti ini harus diketahui oleh semua rakyat Indonesia banyak. Ketika berkuasa berkata apa, ketika tidak menjadi bagian dari kekuasaan seakan-akan paling depan menyuarakan kepentingan rakyat. Berpolitik lah secara elegan,” kata Misbahkhun dalam keterangannya, Senin (23/12/2024).
Dia bahkan mengaku Fraksi Partai Golkar sempat tidak dilibatkan dalam beberapa pertemuan lobi dalam pembahasan RUU HPP karena dianggap kritis terhadap beberapa isu penting dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) seperti tarif pajak UMKM yang semula 1% diminta menjadi 0,5%.
PDIP tidak tinggal diam atas berbagai pernyataan fraksi lain. Dolfie tidak menampik bahwa dirinya merupakan ketua panja pembahasan RUU HPP beberapa tahun lalu.
Hanya saja, dia mengingatkan bahwa RUU HPP merupakan usulan pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Oleh sebab itu, Fraksi PDIP bukan inisiator RUU HPP.
Lebih dari itu, sambung Dolfie, terdapat klausul yang memungkinkan pemerintah sekarang mengusulkan perubahan tarif PPN dalam rentang 5%—15%. Dia menegaskan sesuai dengan Pasal 7 Ayat (3) UU HPP, pemerintah dapat mengubah ketentuan kenaikan tarif PPN.
“Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa kenaikan atau penurunan tarif PPN sangat bergantung pada kondisi perekonomian nasional. Oleh karena itu, pemerintah diberi ruang untuk melakukan penyesuaian tarif PPN [naik atau turun],” jelasnya, Minggu (22/12/2024).
Alasan Pemerintah PPN 12% Tetap Jalan
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan penerimaan perpajakan sangat diperlukan untuk biaya berbagai program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Akibatnya, PPN harus tetap naik.
Hanya saja, sebagai mengkompensasi, pemerintah keluarkan kebijakan insentif fiskal agar kenaikan PPN tidak terlalu memberi dampak negatif ke masyarakat.
“Paket ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha—utamanya UMKM dan padat karya, menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok, dan ujungnya untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).
Berikut Daftar Skema Insentif Fiskal 2025:
Beras, daging, telur, sayur, buah-buahan, garam, gula konsumsi, tetap bebas PPN
Jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa transportasi publik tetap bebas PPN
MinyakKita, tepung terigu, gula industri tetap 11% (1% ditanggung pemerintah)
PPh Final 0,5% diperpanjang hingga 2025
PPh Pasal 21 karyawan industri padat karya yang bergaji sampai dengan Rp10 juta, ditanggung pemerintah
Diskon Listrik 50% untuk pelanggan dengan daya sampai 2.200 VA selama Januari—Februari 2025
Bantuan pangan/beras tiap keluarga 10 kg untuk 16 juta kader pembangunan manusia (KPM) selama Januari—Februari 2025
Diskon PPN 100% sampai dengan Rp2 miliar untuk pembelian rumah dengan harga maksimal Rp5 miliar
Pekerja yang mengalami PHK akan diberikan kemudahan akses jaminan kehilangan pekerjaan dan kartu prakerja
Subsidi bunga 5% revitalisasi mesin untuk produktivitas di sektor padat karya
Bantuan 50% untuk jaminan kecelakaan kerja sektor padat karya selama 6 bulan
Kendaraan listrik berbasis baterai, PPnBM DTP 15% untuk KBLBB CKD dan CBU (kendaraan bermotor listrik berbasis baterai yang diimpor dalam keadaan utuh dan dalam keadaan terurai lengkap)
PPN ditanggung pemerintah (DTP) 10% KBLBB CKD
Bea masuk nol untuk KBLBB CBU
PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah) DTP 3% kendaraan listrik hybrid. -

Zulhas Pastikan Beras Premium Tak Kena PPN 12%
Jakarta –
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) memastikan beras premium tidak dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% yang mulai berlaku 2025 mendatang. Hal ini disampaikan Zulhas dalam unggahan di akun Instagram pribadinya.
Melalui unggahan video, Zulhas mengatakan baik beras medium maupun premium tidak terkena pajak apapun, termasuk PPN 12%. Dia memastikan komoditas pangan tersebut terbebas dari pajak.
“Tidak, tidak (kena PPN 12%. (Beras) Medium, (beras) premium nggak kena. Aman. Tidak ada kena pajak apapun yang 12%, tidak mau (beras) medium mau (beras) premium tidak (kena PPN 12%),” kata Zulhas dikutip dari akun Instagram @zul.hasan, Senin (23/12/2024).
Dia pun menekankan jangan menebar informasi yang simpang siur. “Jangan menebar informasi yang simpang siur. Beras medium maupun premium tidak terkena ppn 12%,” tulis Zulhas.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahan kebutuhan pokok seperti beras tidak akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% di 2025, termasuk beras premium.
Airlangga mengatakan, produk-produk kebutuhan pokok seperti beras, telur, jagung, buah-buahan hingga sayur-sayuran PPN-nya Ditanggung Pemerintah (DTP) alias PPN 0%. Sedangkan sejumlah produk pokok lainnya seperti MinyaKita, terigu, hingga gula industri PPN ditanggung 1% sehingga tetap 11%.
“Beras premium itu bagian dari beras. Tidak kena PPN,” tegas Airlangga, ditemui di Alam Sutera, Tangerang, Minggu (22/12/2024).
Sebagai informasi, dalam catatan Kemenko Bidang Perekonomian, ada beberapa jenis makan mewah yang sebelumnya dibebaskan PPN, namun pada 2025 akan dikenakan PPN 12%.
Contohnya ada beras premium, buah-buahan premium, serta daging premium seperti Wagyu dan Kobe. Ini juga akan berlaku untuk ikan mahal seperti tuna premium, salmon premium, serta udang dan kepiting premium seperti king crab.
Adapun yang dimaksud dengan beras premium yang disebutkan di atas merupakan beras khusus yang bukan merupakan konsumsi pokok mayoritas masyarakat Indonesia. Namun menyangkut beras tersebut, masih akan didiskusikan oleh pemerintah lebih lanjut.
(acd/acd)
-

Gak Usah Panik Dolar Rp16.300, Simak 6 Cara Perkuat Rupiah!
Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pekan lalu. Mata uang Garuda sempat jatuh di hadapan dolar ke level Rp16.300/US$.
Berdasarkan data Refinitiv, pelemahan rupiah terhadap dolar paling dalam terjadi pada perdagangan Kamis (19/12/2024). Melansir data Refinitiv, pada penutupan perdagangan hari itu rupiah anjlok hingga 1.24% ke level Rp16.285/US$. Pelemahan lebih dari 1% ini adalah yang paling tajam sejak 7 Oktober 2024 yakni sebelumnya sebesar 1,26%.
Namun, pada penutupan perdagangan Jumat (20/12/2024), rupiah sukses menguat tipis hingga 0,58% ke level Rp16,190/US$. Kendati menguat di akhir pekan, selama sepekan lalu, rupiah tetap mengalami penurunan cukup dalam hingga 1,25%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melihat pelemahan rupiah sebagai fenomena global. Dolar AS menguat tajam terhadap banyak mata uang termasuk rupiah.
“Jadi tentu ini fenomena global,” ungkapnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (20/12/2024).
Penguatan dolar AS terjadi karena semakin meningkatkan ketidakpastian global akibat terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Kemudian diperparah keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS yang kembali memangkas suku bunga acuannya tapi tidak sesuai ekspektasi.
“Penguatan dolar itu terkuat 2 bulan terakhir,” ujarnya.
Menurut Airlangga, rupiah masih lebih baik secara tahun kalender (year to date) dibandingkan kinerja mata uang Korea Selatan, Jepang, Turki dan beberapa negara lain.
Kendati demikian, di tengah pelemahan rupiah ini, masyarakat sebenarnya bisa ikut membantu BI dan pemerintah. Dikutip dari OJK, ada enam cara yang bisa dilakukan masyarakat untuk membantu menguatkan rupiah.
1. Membeli Produk dalam Negeri serta Menahan Diri terhadap Produk Impor
Hal yang paling mudah dilakukan untuk membantu pemerintah adalah dengan menghindari membeli produk impor agar rupiah semakin kuat. Masyarakat dapat memilih pembelian ke produk buatan dalam negeri.
Selain itu, menunda membeli handphone dan barang elektronik yang sebagian besar adalah barang impor dapat membantu meningkatkan nilai rupiah.
2. Tidak Menimbun Dolar dan Menukarkannya dengan Rupiah
Masyarakat yang memiliki kemampuan finansial lebih dan biasanya menyimpan dolar sebagai bagian dari portofolio keuangannya. Dolar dijadikan sebagai bagian diversifikasi investasi. Namun, sebagai warga negara, rupiah yang melemah bisa menjadi momentum bagi kita untuk berperan menyelamatkan perekonomian bangsa dengan cara menukarkan simpanan dolar kalian menjadi rupiah.
3. Berwirausaha dengan Orientasi Ekspor
Pelemahan nilai rupiah menjadi momen untuk menggenjot ekspor, terutama jika masyarakat memiliki impian untuk menghasilkan produk yang bisa menembus pasar internasional.
Salah satu contoh bisnis yang bisa kalian tekuni adalah kerajinan tangan, di mana kerajinan tangan asli Indonesia sudah dikenal luas di luar negeri. Nilai tukar Rupiah yang turun membuat harga produk ekspor Indonesia relatif lebih murah dibandingkan dengan produk negara lain. Dengan mengekspor produk kalian maka masyarakat bisa membantu pemerintah dalam mengumpulkan devisa.
4. Berwisata dan Menikmati Wisata Dalam Negeri
Upaya lainnya adalah dengan menahan terlebih dahulu keinginan untuk jalan-jalan ke luar negeri serta mendorong pengembangan sektor pariwisata dalam negeri yang diharapkan dapat mempercepat penerimaan devisa. Masyarakat bisa memilih destinasi wisata di dalam negeri.
5. Berpergian dengan Transportasi Publik
Ternyata ada hubungannya penggunaan transportasi publik dengan mata uang Rupiah. Penggunaan transportasi publik sangat efektif untuk menghemat pemakaian BBM. Jika kalian menghemat penggunaan BBM, maka jumlah BBM yang harus diimpor pemerintah dapat dikurangi sehingga cadangan devisa dapat digunakan untuk kebijakan lain. Cara ini menjadi hal paling sederhana dalam membantu kurs rupiah.
6. Berinvestasi di Dalam Negeri
Walaupun kurs rupiah sedang merosot, bukan berarti seluruh investasi menjadi tidak menguntungkan. Masyarakat sebenarnya dapat tetap berinvestasi aset yang tidak bergantung terhadap kurs Dolar, salah satunya di Surat Utang Negara (SUN). Hal ini membantu BI dan pemerintah melakukan pengelolaan supply dan demand terhadap dolar.
(arj/haa)
-

Heboh Hitung-hitungan PPN Bukan Naik 1% tapi 9%, Benarkah?
Jakarta –
Dunia maya dihebohkan dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik dari semula 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Yang menjadi sorotan besaran kenaikan bukan 1%, melainkan 9%.
Dikutip dari beberapa unggahan viral dari sejumlah akun media sosial, Sabtu (21/12/2024), persentase kenaikan 9% yang dimaksud ialah kenaikan pajaknya, bukan barangnya.
Persentase tersebut sontak menuai berbagai respons warganet. Tidak sedikit yang merasa bahwa kenaikan upah minimum (UM) tidak sebanding dengan dampak dari kenaikan PPN. Beberapa di antaranya juga merasa bebannya bertambah dengan potensi kenaikan harga beberapa produk.
Apakah benar besaran kenaikan PPN bukan 1%, melainkan 9%?
Pengamat pajak sekaligus founder Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam mengatakan, angka sebesar 9% itu merupakan persentase dibandingkan dengan PPN yang semula dibayarkan. Ia pun membuat perhitungan dengan rumus sebagai berikut:
(%) Kenaikan tarif PPN = persentase tarif PPN baru – persentase tarif PPN lama / (prosentase tarif PPN lama) x 100%
= (12% – 11%) / (11%) x 100%
= 1/11 x 100%
= 9,09%“Angka 9.09% tersebut kalau kenaikan PPN dibandingkan dengan PPN yang semula dibayar,” terang Darussalam, dihubungi terpisah.
Sedangkan secara total nominal yang dibayar atau harga barang kena pajak ditambah PPN, bisa menggunakan rumus 12% dikalikan dengan harga barang kena pajak, misal Rp 100.000. Hasilnya, jumlah yang dibayarkan konsumen sebesar Rp 112.000.
“Dibandingkan total nominal yg dibayar semula sebesar 11% dikalikan Rp 100.000, total dibayar semula Rp 111.000 (naik Rp 1.000),” sambungnya.
Berdasarkan dua perhitungan tersebut, menurutnya total nominal yang dibayar dengan adanya kenaikan PPN adalah bisa menggunakan rumus selisih kenaikan harga dibagi dengan harga barang saat PPN masih 11%. Perhitungannya sebagai berikut:
(Rp 1.000/Rp 111.000) x 100% = 0,9%
Respons dari pemerintah
Menanggapi hal tersebut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto enggan berkomentar banyak. Ia hanya menegaskan bahwa kenaikan PPN hanya 1%.
“Nambahnya cuma 1%,” tegas Airlangga, ditemui di Alam Sutera, Tangerang, Minggu (22/12/2024).
Kemudian saat dikonfirmasi lebih lanjut terkait dari mana perhitungan tersebut dan apakah benar angka 9% itu merupakan beban pajak, Airlangga juga enggan menjawab. Lalu ia pun kembali menekankan bahwa kenaikan PPN hanya 1%.
“PPN nambahnya cuma 1%,” ujarnya lagi.
Saksikan pembahasan lengkap hanya di program detikPagi edisi Senin (23/12/2024). Nikmati terus menu sarapan informasi khas detikPagi secara langsung langsung (live streaming) pada Senin-Jumat, pukul 08.00-11.00 WIB, di 20.detik.com, YouTube dan TikTok detikcom. Tidak hanya menyimak, detikers juga bisa berbagi ide, cerita, hingga membagikan pertanyaan lewat kolom live chat.
“Detik Pagi, Jangan Tidur Lagi!”
(vrs/vrs)
-

Heboh Hitung-hitungan PPN 12%, Airlangga: Nambahnya Cuma 1%
Jakarta –
Masyarakat tengah dihebohkan dengan rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% di tahun depan. Satu hal yang banyak dibahas ialah hitung-hitungan yang menyatakan dibalik kebijakan itu ada kenaikan beban pajak 9%.
Dimintai respons terkait hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto enggan berkomentar banyak. Ia hanya menegaskan bahwa kenaikan PPN hanya 1%.
“Nambahnya cuma 1%,” tegas Airlangga, ditemui di Alfamart Drive Thru, Alam Sutera, Tangerang, Banten, Minggu (22/12/2024).
Kemudian saat dikonfirmasi apakah benar angka 9% itu merupakan beban pajak, Airlangga juga enggan menjawab. Lalu ia pun kembali menekankan bahwa kenaikan PPN hanya 1%.
“PPN nambahnya cuma 1%,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut, saat dimintai tanggapan tentang banyaknya penolakan dari masyarakat terhadap rencana kenaikan PPN jadi 12% di tahun depan, ia tetap optimistis bahwa daya beli masih dapat terkendali di tahun depan. Pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai stimulus untuk menjaga keseimbangan.
“Kalau pemerintah selalu optimis (daya beli aman),” kata Airlangga.
“Tentu kita melihat daya beli tahun depan, pemerintah mengeluarkan berbagai paket stimulus,” sambungnya.
Airlangga menyebut, ada beberapa stimulus yang akan diberikan pemerintah di 2025 seiring pemberlakuan kebijakan baru itu. Stimulus itu antara lain seperti diskon tarif listrik 50% periode Januari-Februari hingga insentif pembelian rumah rumah Rp 2 miliar bebas PPN.
Selain itu, PPN untuk motor listrik ditanggung pemerintah (DTP) secara penuh. Demikian pula untuk mobil listrik dilanjutkan, bahkan ditambahkan potongan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3%.
“Nah itu kan membuktikan pemerintah memperhatikan apa yang dibeli oleh masyarakat,” ujarnya.
Pemerintah juga membebaskan sektor transportasi dari PPN alias PPN 0% di tahun depan. Hal ini dilakukan salah satunya lantaran sektor transportasi memberikan berpengaruh besar terhadap inflasi.
Pembebasan PPN juga diberikan khususnya untuk bahan pokok penting. Airlangga menambahkan, beberapa bahan pokok juga ditanggung PPN-nya oleh pemerintah sehingga tetap di angka 11%.
Airlangga juga memastikan, pemerintah akan segera menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan memuat rincian barang-barang mewah kena PPN 12%. Aturan itu akan terbit di akhir tahun 2024 ini.
“PMK-nya sebelum 1 Januari (2025),” ujar Airlangga.
Sebagai informasi, kenaikan beban pajak PPN 9% kini tengah viral di jagat dunia maya. Berbagai akun mulai mencoba membahas hitung-hitungan dan didapatkan bahwa kenaikan beban pajak dari PPN 11% ke 12% adalah sebesar 9%.
Merespons hal tersebut, Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menjelaskan, ada yang namanya statutory tax rate atau tarif yang tertulis secara legal. Kenaikan sebesar 1% dati 11% ke 12% itu merupakan statutory tax rate.
“Memang pemerintah biasanya menggunakan statutory tax rate. Sedangkan yang 9% adalah kenaikan besaran beban pajak yang dibayarkan dibandingkan beban pajak sebelumnya. Jadi, tarifnya secara legal naik 1%. Sedangkan beban pajaknya, naik 9% dari beban pajak sebelumnya,” terang Fajry saat dihubungi detikcom, Sabtu (21/12).
(shc/kil)
-

Airlangga sebut transaksi elektronik tak dikenakan PPN 12 persen
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan transaksi pembayaran virtual melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan e-Money seperti e-toll tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen. (ANTARA/HO-Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian)
Airlangga sebut transaksi elektronik tak dikenakan PPN 12 persen
Dalam Negeri
Editor: Widodo
Minggu, 22 Desember 2024 – 21:49 WIBElshinta.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan transaksi pembayaran virtual melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan e-Money seperti e-toll tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.
PPN 12 persen hanya akan dikenakan pada nilai barangnya, bukan pada sistem transaksinya.
“Hari ini ramai QRIS. Itu juga tidak dikenakan PPN. Jadi QRIS tidak ada PPN. Sama seperti debit card transaksi yang lain,” ujar Airlangga di Kota Tangerang, Banten, Minggu.
Diketahui, PPN resmi naik dari 11 menjadi 12 persen yang mulai berlaku efektif 1 Januari 2025 mendatang.
Airlangga menjelaskan, QRIS sudah digunakan di berbagai negara di Asia, termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Ia mengatakan, jika masyarakat bertransaksi menggunakan QRIS di Indonesia atau di negara yang sudah menggunakan sistem pembayaran virtual tersebut, tidak akan dikenakan PPN 12 persen.
“Kalau ke sana pun (negara Asia lain) juga pakai QRIS dan tidak ada PPN. Jadi ini kami klarifikasi bahwa payment system tidak dikenakan PPN, karena ini kan transaksi, yang PPN adalah barang,” ujar Menko Airlangga.
Hal yang sama juga berlaku untuk penggunaan e-toll.
“Transportasi itu tanpa PPN. Jadi yang namanya tol dan kawan-kawannya, e-toll juga tidak ada PPN,” kata Airlangga menegaskan.
Lebih lanjut selain sistem pembayaran, Airlangga menyampaikan bahwa PPN juga tidak diberlakukan untuk bahan pokok. Ia menyebut, bahan makanan seperti tepung terigu, minyak goreng Minyakita, dan gula industri bebas dari dampak kenaikan PPN.
Ia menyebut, tarif PPN 12 persen juga tidak dikenakan untuk tarif tol, sektor kesehatan, dan pendidikan, kecuali barang dan jasa khusus.
“Kecuali yang khusus. Yang khusus nanti yang ditentukan,” tegasnya.
Airlangga mengaku kenaikan PPN bukan 12 persen, melainkan hanya 1 persen dari sebelumnya 11 menjadi 12 persen. Ia mengakui memang akan ada dampak terhadap inflasi, namun, hal itu tidak terlalu besar dan berpengaruh terhadap perekonomian nasional.
“PPN naik itu 1 persen, dari 11 ke 12, bukan dari nol ke 12. Jadi dari segi kenaikan ini pengaruh inflasi ada, tapi relatif tidak terlalu tinggi,” tuturnya.
Sebelumnya, beredar isu transaksi uang elektronik bakal menjadi objek pajak yang dikenakan tarif PPN 12 persen mulai 1 Januari mendatang.
Adapun Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti menyebut pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983.
“Perlu kami tegaskan bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984, artinya bukan objek pajak baru,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, Jumat.
UU PPN telah diperbarui dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam UU HPP, layanan uang elektronik tidak termasuk objek yang dibebaskan dari PPN. Artinya, ketika PPN naik menjadi 12 persen nanti, tarif tersebut juga berlaku untuk transaksi uang elektronik.
Aturan rinci mengenai pengenaan PPN terhadap transaksi uang elektronik, atau layanan teknologi finansial (fintech) secara umum, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69 Tahun 2022.
Layanan yang dikenakan PPN di antaranya uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), gerbang pembayaran, switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.
PPN berlaku untuk biaya layanan atau komisi yang dibebankan kepada penyelenggara. Misalnya, biaya layanan registrasi, pengisian ulang saldo (top-up), pembayaran transaksi, transfer dana, dan tarik tunai untuk uang elektronik.
Hal yang sama berlaku pada layanan dompet elektronik, termasuk biaya pembayaran tagihan dan layanan paylater. PPN juga dikenakan pada biaya merchant discount rate (MDR).
Sementara nilai uang elektronik itu sendiri, termasuk saldo, bonus point, reward point, dan transaksi transfer dana murni, tidak dikenakan PPN.
Sebagai contoh, ketika pengguna melakukan top-up saldo uang elektronik dan dikenakan biaya administrasi, maka biaya administrasi tersebut yang dikenakan PPN.
Jika biaya administrasi top-up adalah Rp1.000 dan tarif PPN yang berlaku saat ini sebesar 11 persen, maka PPN yang harus dibayar adalah Rp110, sehingga total biaya menjadi Rp1.110.
Bila PPN naik menjadi 12 persen nantinya, maka PPN yang perlu dibayar sebesar Rp120, sehingga total biaya menjadi Rp1.120.
Sedangkan ketika pengguna hanya mentransfer uang atau menggunakan saldo
Sumber : Antara

