BEM SI Gelar Demo Tolak PPN 12 Persen di Depan Istana Negara Hari Ini
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) akan melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen di depan Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (27/12/2024).
“
Tolak PPN 12 persen
, suara kami suara rakyat,” demikian keterangan ajakan aksi yang diunggah melalui Instagram @bem_si.
Adapun aksi unjuk rasa hari ini dijadwalkan digelar mulai pukul 15.00 WIB.
Aksi penolakan ini dilakukan karena mahasiswa menilai kenaikan PPN menjadi 12 persen bukan solusi, tapi ancaman bagi rakyat kecil. Mahasiswa beranggapan, kebutuhan hidup saat ini semakin mahal dan merugikan semua elemen masyarakat.
Untuk mengawal jalannya aksi, kepolisian akan menerjunkan 611 personel yang merupakan gabungan dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, TNI, hingga jajaran pemerintah daerah (pemda).
“Personel yang diturunkan untuk mengawal aksi sebanyak 611 personel,” ujar Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Polisi Susatyo Purnomo Condro.
Saat ini, pihak kepolisian belum melakukan rekayasa lalu lintas di sekitar lokasi aksi, mulai dari sekitar Patung Arjuna Wijaya di Jalan Medan Merdeka Barat hingga ke kawasan Istana Merdeka di Jalan Medan Merdeka Utara.
“Rekayasa lalu lintas akan disesuaikan dengan eskalasi massa aksi di lapangan,” kata dia.
Susatyo pun mengimbau agar massa aksi menyampaikan aspirasi mereka dengan cara yang kondusif dan menghindari tindakan provokatif.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah resmi menerapkan tarif
PPN 12 persen
mulai 1 Januari 2025 sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Hal ini diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa tarif PPN 12 persen akan diterapkan pada barang dan jasa yang dikategorikan mewah atau premium.
Berikut contoh kelompok barang dan jasa mewah yang sebelumnya dibebaskan PPN lalu mulai tahun depan dikenakan PPN 12 persen:
Sementara, ada barang-barang kebutuhan pokok yang mendapatkan fasilitas bebas PPN rinciannya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020. Di antaranya adalah:
Berikut beberapa jenis jasa yang bebas PPN sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2024 meliputi:
Pemerintah akan menggelontorkan insentif PPN 2025 sebesar Rp 265,5 triliun. Insentif diberikan kepada kelompok bahan makanan, otomotif, dan properti.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Airlangga Hartarto
-
/data/photo/2024/12/19/6764179b0d284.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
BEM SI Gelar Demo Tolak PPN 12 Persen di Depan Istana Negara Hari Ini Megapolitan 27 Desember 2024
-

Ricuh PPN Naik 12%, Ajakan Boikot Pajak hingga Saling Tuding di DPR
Jakarta, CNBC Indonesia – Di tengah gelombang penolakan pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) 12%, pemerintahan Presiden Prabowo memilih untuk tetap menjalankan mandat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Artinya, PPN 12% akan tetap berlaku mulai 1 Januari 2025.
Kepastian tersebut disampaikan oleh para anggota dewan yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/12/2024).
Usai menemui Presiden Prabowo, Dasco mengungkapkan pemerintah akan tetap memungut PPN 12% pada tahun depan, namun hanya berlaku bagi barang dan jasa yang sifatnya mewah atau premium.
“Untuk PPN 12% akan dikenakan hanya kepada barang-barang mewah jadi secara selektif,” kata Dasco. Sayangnya, definisi barang dan jasa yang sifatnya mewah tersebut masih rancu dan kategorinya belum diungkap.
Dasco pun hanya mengatakan, sejumlah barang mewah itu di antaranya mobil, apartemen, hingga rumah mewah. “Mobil mewah, apartemen mewah, rumah mewah, yang semuanya serba mewah,” ungkapnya. Sementara itu untuk barang lainnya masih akan dikenakan pajak 11%. “Barang-barang pokok dan berkaitan dengan pelayanan yang langsung menyentuh kepada masyarakat masih tetap akan diperlakukan pajak yang sekarang yaitu 11%,” sambungnya.
Selang beberapa hari, Senin (16/12/2024), pemerintah mengumumkan paket kebijakan stimulus untuk kesejahteraan masyarakat. Paket ini berisikan 15 insentif termasuk PPN DTP, PPh 21 DTP hingga diskon listrik untuk pelanggan tertentu. Tujuan utama paket ini diterbitkan adalah untuk meringankan beban masyarakat dan menjaga daya beli masyarakat miskin hingga kelas menegah saat penerapan PPN 12% diberlakukan.
“Untuk itu, agar kesejahteraan masyarakat tetap terjaga, Pemerintah menyiapkan insentif berupa Paket Stimulus Ekonomi yang akan diberikan kepada berbagai kelas masyarakat,” ungkap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024).
Dia pun memastikan paket ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha, utamanya UMKM dan padat karya, menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok, sehingga bisa menimbulkan kesejahteraan masyarakat.
Setelah konferensi pers tersebut baru terungkap bahwa PPN 12% juga dikenakan untuk baju dan kosmetik yang dijual di pusat perbelanjaan, biaya langganan aplikasi Netflix, Spotify, Google dan lainnya. Bahkan, sabun mandi & detergen pun akan dikenakan PPN 12% tahun depan. Hal yang tidak disangka masyarakat, ketika legislator mengabarkan PPN 12% hanya untuk barang mewah.
Sekertaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menegaskan, memang kebijakan PPN yang dianut pemerintah berlaku umum, artinya setiap barang dan jasa yang menjadi objek pajak akan terkena PPN 12% seperti baju, spotify, netflix, hingga kosmetik. Kecuali, barang itu dikecualikan oleh pemerintah.
“Arahan Pak Presiden kan barang mewah itu yang didetailkan di PMK (Peraturan Menteri Keuangan) nya baik barang dan jasanya, mewahnya seperti apa, itu yang di level teknis kita bahas sama-sama, tapi untuk barang apapun mulai netflix, spotify dan lain-lain itu pengenana dari 11 ke 12 seluruh barang dan jasa akan kena dulu, baru dari itu ada yang dikecualikan,” paparnya.
Hal ini memicu kemarahaan masyarakat sehingga memicu ajaka untuk boikot bayar pajak di media sosial. Aksi boikot itu sebagai bentuk penolakan atas kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang berlaku mulai 2025.
Dalam salah satu postingan di media sosial seperti X, aksi ini disebut bisa dilakukan dengan berbelanja di pengusaha kecil seperti warung-warung. Selain tidak kena PPN, cara itu disebut bisa membantu tetangga dan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Postingan lainnya juga mengimbau masyarakat untuk fokus boikot objek yang terkena PPN. “Caranya dengan mulai hidup minimalis, tunda beli barang-barang kena PPN dan mulai perbankan beli barang di pasar tradisional,” sebagaimana tertulis di postingan-postingan yang tranding dengan tanda pagar seperti #PajakMencekik dan #TolakPPN12Persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bungkam, merespons viralnya ajakan boikot membayar pajak yang muncul di media sosial tersebut.
Hanya Airlangga yang memberikan komentar soal hal ini. Dia mengatakan, aksi tersebut merupakan sebagai bentuk bukti bahwa Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga masyarakat yang tidak setuju dengan kebijakan PPN 12% bisa buka suara dan memberikan respons.
“Ya kalau itu namanya negara demokrasi, ada yang setuju ada yang tidak setuju,” ucap Airlangga
Gedung DPR Panas
Gelombang penolakan PPN 12% ternyata terus berlanjut hingga melibatkan anggota dewan. Ketegangan ini terjadi antara sejumlah fraksi di DPR RI, yakni PDI-Perjuangan (PDIP), Gerindra hingga Golkar.
Penolakan terhadap penerapan 12% yang dilakukan oleh PDIP dianggap aneh. Pasalnya, PDIP terlibat dalam panja pembuatan UU HPP. Penolakan PPN 12% sempat disampaikan PDIP saat paripurna DPR.
Waketum Partai Gerindra sekaligus Wakil Ketua Komisi VII DPR Rahayu Saraswati pun mempertanyakan perihal penolakan PDIP terhadap rencana kenaikan PPN 12%.
“Itulah kenapa saya heran saat ada kader PDIP berbicara di rapat paripurna, tiba-tiba menyampaikan pendapatnya tentang PPN 12%,” kata Sara kepada wartawan, dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (27/12/2024).
Sara mengatakan sejumlah anggota DPR lainnya juga keheranan dengan penolakan PDIP. Sara mempertanyakan mengapa PDIP baru kini menolak PPN 12% persen.
“Jujur saja, banyak dari kita saat itu hanya bisa senyum dan geleng-geleng ketawa. Dalam hati, hebat kali memang kawan ini bikin kontennya. Padahal mereka saat itu ketua panja UU yang mengamanatkan kenaikan PPN 12% ini. Kalau menolak ya kenapa tidak waktu mereka ketua panjanya?” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit yang merupakan Ketua Panja RUU HPP buka suara. Dia menegaskan bahwa undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) merupakan inisiatif pemerintah Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang diusulkan ke DPR pada 2021.
UU HPP ini memang menjadi dasar kenaikan PPN jadi 12% tahun depan.
Dolfie mengungkapkan UU HPP merupakan UU inisiatif pemerintahan Jokowi, yang disampaikan ke DPR tanggal 5 Mei 2021. Seluruh fraksi setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP.
“UU HPP, bentuknya adalah Omnibus Law, mengubah beberapa ketentuan dalam UU KUP, UU PPh, UU PPN, dan UU Cukai. UU ini juga mengatur Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak dan Pajak Karbon,” ujarnya anggota partai PDIP tersebut, dalam pernyataan resmi kepada CNBC Indonesia.
Doflie yang merupakan Ketua Panja RUU HPP mengungkapkan kenaikan PPN sebenarnya didasarkan pertimbangan kondisi perekonomian nasional. Oleh karena itu, pemerintah diberi ruang untuk melakukan penyesuaian tarif PPN, baik naik atau turun.
“Pemerintah dapat mengusulkan perubahan tarif tersebut dalam rentang 5% sd 15% (bisa menurunkan maupun menaikan); Sesuai UU HPP, Pasal 7 ayat (3), Pemerintah dapat merubah tarif PPN di dalam UU HPP dengan Persetujuan DPR,” ujar Dolfie.
Alih-alih reda, aksi saling tuding kian memanas. Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menilai tidak selayaknya PDI Perjuangan membuat langkah-langkah politik cuci tangan seakan-akan mereka tidak terlibat dalam proses politik ketika membahas UU HPP, dimana penentuan kenaikan tarif PPN dari 10% naik secara bertahap menjadi 11% pada 1 April 2022 dan naik lagi menjadi 12% pada 1 Januari 2025 nanti. Semuanya Tertuang dalam UU HPP No. 7 Tahun 2021 tanggal 7 Oktober 2021.
Misbakhun pun mengatakan kalau saat ini ada upaya politik balik arah dari PDIP dengan melakukan upaya penolakan itu berarti mereka mau ‘tinggal glanggang colong playu.’
“Mereka terlibat dalam proses politik pembuatan UU itu sebagai ketua Panja RUU Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah Dolfie OFP sebagai Ketua Panja saat pertama kali RUU itu diberikan nama, lalu berubah disetujui menjadi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP),” kata Misbakhun.
Dia pun mengungkapkan sikap politik mencla-mencle PDIP seperti ini harus diketahui oleh semua rakyat Indonesia. Dia menuding PDIP ketika berkuasa berkata apa. Ketika tidak menjadi bagian dari kekuasaan seakan-akan paling depan menyuarakan kepentingan rakyat.
“Berpolitiklah secara elegan,” tegasnya.
Dia menceritakan bahwa dirinya adalah bagian dari Anggota Panja RUU HPP. Namun, dia kerap tidak dilibatkan dalam rapat atau pertemuan tertentu.
Misbakhun mengatakan Fraksi Partai Golkar sempat tidak dilibatkan dalam beberapa pertemuan lobby dalam pembahasan RUU tersebut karena dianggap terlalu memberikan banyak pembahasan dan argumentasi bersifat kritis terhadap beberapa isu penting dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
“Ketika RUU dibahas, Fraksi Partai Golkar untuk tarif pajak UMKM justru meminta tarif nya diturunkan dari 1% menjadi 0,5%. Penurunan sebesar 0,5% itu setara dengan penurunan 50 persen. Ini adalah keberpihakan nyata Partai Golkar untuk masyarakat kelompok usaha mikro kecil dan menengah,” ungkap Misbakhun.
Sikap politik Partai Golkar sangat jelas, lanjutnya, setelah UU HPP disetujui maka setiap UU harus dijalankan dalam rangka tertib bernegara dan berkonstitusi.
“Langkah Bapak Presiden Prabowo soal kenaikan PPN 12% jelas arahannya. Sesuai perintah UU HPP yaitu naik 12% untuk selected items hanya pada komponen barang yang selama ini terkena penjualan barang mewah,” tegas Misbakhun.
Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengungkapkan aksi saling tuding ini mulai mengarah pada situasi yang kontraproduktif. Padahal, situasi perekonomian di Tanah Air tengah menghadapi tantangan besar dari global, termasuk pelemahan rupiah.
“Padahal energi bangsa ini kita perlukan untuk bersatu, menghadapi tantangan ekonomi 2025 yang tidak mudah,” ujarnya dalam pernyataan resmi, Selasa lalu (24/12/2024).
Untuk meluruskan hal ini, Said pun menceritakan dalam pembahasan APBN 2025 pemerintah dan DPR juga menyepakati target pendapatan negara dengan asumsi pemberlakuan PPN 12% untuk mendukung berbagai program strategis Presiden Prabowo Subianto, seperti program quick win yang akan didanai oleh APBN 2025.
Program tersebut a.l.Makan Bergizi Gratis yang membutuhkan dana sekitar Rp 71 triliun, Pemeriksaan Kesehatan Gratis Rp 3,2 triliun, Pembangunan Rumah Sakit Lengkap di Daerah Rp 1,8 triliun, pemeriksaan penyakit menular (TBC) Rp. 8 triliun, Renovasi Sekolah Rp 20 triliun, Sekolah Unggulan Terintegrasi Rp 2 triliun, dan Lumbung Pangan Nasional, Daerah dan Desa Rp 15 triliun.
Said mengaku sebagai Ketua Badan Anggaran DPR RI, pada tanggal 8 Desember 2024 yang lalu, saya juga sudah menyampaikan ke publik agar pemerintah melakukan mitigasi resiko atas dampak kenaikan PPN dari 11%menjadi 12%, khususnya terhadap rumah tangga miskin, dan kelas menengah. Adapun mitigasi resiko itu dapat diwujudkan dalam sejumlah kebijakan.
Pertama, perlu penambahan anggaran untuk perlindungan sosial ke rakyat. DPR meminta agar jumlah penerima manfaat perlinsos di pertebal bukan hanya untuk rumah tangga miskin tetapi juga hampir miskin/rentan miskin, serta memastikan program tersebut disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran.
Kedua, subsidi BBM, LPG, listrik untuk rumah tangga miskin diperluas hingga rumah tangga menengah.
“Termasuk driver ojek online hendaknya tetap mendapatkan jatah pengisian bbm bersubsidi, bahkan bila perlu menjangkau kelompok menengah bawah,” kata Said.
Ketiga, subsidi transportasi umum diperluas yang menjadi moda transportasi massal diberbagai wilayah, khususnya kota kota besar yang memiliki moda transportasi massal
Keempat, dia juga meminta adanya subsidi perumahan untuk kelas menengah bawah, setidaknya tipe rumah 45 ke bawah, serta rumah susun. Kelima, bantuan untuk pendidikan dan beasiswa perguruan tinggi dipertebal yang menjangkau lebih banyak penerima manfaat, khususnya siswa berprestasi dari rumah tangga miskin hingga menengah.
Keenam, pemerintah diminta melakukan operasi pasar secara rutin paling sedikit 2 bulan sekali dalam rangka memastikan agar inflasi terkendali dan harga komoditas pangan tetap terjangkau. Ketujuh, dia juga meminta pemerintah memastikan penggunaan barang dan jasa UMKM di lingkungan pemerintah.
“Menaikkan belanja barang dan jasa pemerintah yang sebelumnya paling sedikit 40% menjadi 50% untuk menggunakan produk Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi dari hasil produksi dalam negeri,” kata Said.
Kedelapan, pemerintah juga didorong untuk menyediakan program pelatihan dan pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat kelas menengah, serta meluncurkan program pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi untuk kelas menengah yang terdampak. Hal ini guna membantu mereka beralih ke sektor-sektor yang lebih berkembang dan berdaya saing. Juga bisa disinkronisasi dengan penyaluran KUR.
Terakhir, pemerintah harus memastikan program penghapusan kemiskinan ekstrem dari posisi saat ini 0,83%menjadi nol persen di tahun 2025, dan penurunan generasi stunting di bawah 15% dari posisi saat ini 21%.
Selain syarat di atas, Said pun mengatakan pemerintah sebenarnya punya ruang diskresi untuk menurunkan PPN pada batas bawah di level 5% dan batas atas 15% bila dipandang perlu, mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional.
(haa/haa)
-

Tak Semua Pelanggan PLN Dapat Diskon Tarif Listrik 50 Persen di 2025, Ini Daftarnya – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tarif listrik pelanggan rumah tangga akan mendapatkan diskon sebesar 50 persen mulai 1 Januari hingga akhir Februari 2025.
Pemberian diskon ini sebagai upaya pemerintah meringankan beban masyarakat imbas kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengatakan, mekanisme diskon tarif listrik berlaku untuk pelanggan prabayar dan pascabayar.
Bagi pelanggan prabayar, diskon tarif listrik akan otomatis diterapkan pada saat pembelian token listrik.
Untuk pelanggan pascabayar, diskon akan langsung terlihat pada tagihan listrik periode Januari dan Februari 2025.
Dilansir dari Kontan, berikut pelanggan yang mendapatkan diskon:
Daya listrik 450 VA sebanyak 24,7 juta orang
Daya listrik 900 VA sebanyak 38 juta pelanggan
Daya listrik 1.300 VA sebanyak 14,1 juta pelanggan
Daya listrik 2.200 VA sebanyak 4,6 juta pelanggan.PLN akan memastikan mekanisme penyaluran diskon listrik berjalan tepat sasaran dan tanpa melalui proses registrasi.
“Kami siap all out mendukung untuk pelaksanaan kebijakan ini. Dengan adanya sistem layanan pelanggan yang sudah terdigitalisasi di PLN, maka kami memudahkan pelanggan agar tidak perlu ada registrasi yang berbelit,” ujarnya.
“Potongan 50 persen akan langsung didapatkan saat pelanggan membeli token listrik di manapun, baik itu di PLN Mobile, di ritel-ritel, di agen, dan di mana pun,” sambungnya.
Sebelumnya, pemerintah meluncurkan paket kebijakan ekonomi melalui beragam stimulus seiring kenaikan PPN 12%.
Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat, khususnya sektor rumah tangga.
“Hingga akhir tahun ini pertumbuhan ekonomi masih terjaga rata-rata 5%,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, Senin (16/12/2024).
“Konsumsi rumah tangga ini menyumbang lebih dari 50% ekonomi Indonesia dan tumbuh kuat, dan diharapkan tumbuh di atas 5%,” sambungnya.
-

Apa Itu Pailit yang Dialami Sritex? Ini Penyebab dan Cara Mencegahnya
Jakarta, Beritasatu.com – Pailit merupakan situasi di mana sebuah perusahaan atau PT tidak bisa membayarkan utangnya kepada kreditur sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hal ini juga dialami oleh PT Sri Rejeki Isman (Sritex).
Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi atas perkara pailit yang diajukan oleh PT Sritex. MA menolak kasasi Nomor Perkara 1345 K/PDTSUS-PAILIT/2024 pada Rabu (18/12/2024).
Meskipun telah dinyatakan pailit, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mendorong PT Sritex untuk terus beroperasi. Kementerian Ketenagakerjaan juga ikut mengawal nasib 15.000 karyawan PT Sritex.
Lalu, apa yang menyebabkan sebuah perusahaan mengalami pailit? Berikut ini penjelasan mengenai penyebab dan cara mencegah perusahaan pailit.
Penyebab Pailit
Pailit menurut Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) menjelaskan pailit diartikan sebagai debitur yang memiliki satu atau lebih kreditur dan mengalami kesulitan untuk melakukan pelunasan yang sudah jatuh tempo.Pailit terjadi ketika debitur tidak memiliki kemampuan dalam membayarkan utangnya sesuai dengan perjanjian yang sudah dilakukan. Status pailit sebuah perusahaan dinyatakan oleh Pengadilan Niaga. Hal ini bisa dilakukan oleh permohonan debitur sendiri ataupun kreditur.
Setelah dinyatakan pailit, debitur wajib melakukan pembayaran utang kepada kreditur dengan menjual aset-aset yang dimilikinya. Aset-aset tersebut dikelola dan dijual oleh kurator yang ditunjuk dan diawasi pengadilan.
Mencegah Pailit
Pailit dapat dicegah dengan beberapa cara, seperti berikut ini.
– Mengelola keuangan perusahaan dengan baik.
– Melakukan evaluasi bisnis dengan rutin.
– Membuat dan menjalankan strategi bisnis yang efektif.
– Terbuka dengan berbagai inovasi dalam hal bisnis.
– Meminta arahan dari profesional dalam hal pengembangan bisnis.Itulah pengertian dari pailit, penyebabnya, dan cara mencegah perusahaan pailit.
-

Prabowo Bisa Batalkan Kenaikan PPN 12%, Begini Caranya!
Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto bisa mengakhiri polemik kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% dengan cara membatalkannya.
Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno mengemukakan kebijakan PPN 12% tersebut sangat mudah diperbaiki agar tidak menjadi polemik berkepanjangan di masyarakat.
“Mestinya untuk mengubah aturan PPN 12% ini semudah membalikan telapak tangan,” tuturnya di Jakarta, Kamis (26/12).
Terlebih, menurut Adi, pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki mayoritas pendukung di DPR melalui Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Jika Presiden Prabowo ingin segera menghentikan polemik tersebut, katanya, pemerintah hanya perlu mengajukan inisiatif perubahan ke DPR.
“Jadi rakyat tidak terus-terusan disuguhi narasi saling menyalahkan,” katanya.
Adi juga mengatakan bahwa pemerintahan Indonesia memiliki pengalaman mengubah aturan secepat kilat, sehingga dia menilai tidak sulit mengubah aturan PPN 12%.
“Kalau mau diubah itu peraturan kan mudah. Merem saja beres. Mumpung Istana dan DPR lagi akur,” ujarnya.
Sebagai informasi, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025 sudah diamanatkan Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
UU HPP menetapkan bahwa tarif PPN naik jadi 11% pada 2022. Setelah itu, tarif PPN diatur untuk kembali naik jadi 12% pada tahun depan.
Dengan alasan amanat UU HPP, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah akan mencoba menjalankan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% tersebut meski banyak pihak yang menentangnya.
“Kita perlu siapkan agar itu [kenaikan PPN menjadi 12%] bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024).
Padahal, UU HPP sudah menambahkan klausul yang memungkinkan penundaan kenaikan tarif PPN tersebut. Dalam Pasal 7 ayat (3) UU HPP disebutkan tarif PPN 12% pada awal 2025 dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%.
Caranya dijelaskan dalam Pasal 4 UU HPP:
“Perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.”
Artinya, PPN 12% bisa dibatalkan lewat penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) oleh Prabowo setelah disampaikan ke DPR. Bukan hanya menunda atau membatalkan kenaikan, Prabowo bahkan bisa menurunkan tarif PPN hingga 5%.
Asal Muasal Kenaikan PPN 12% di UU HPP
Ketua MPR RI sekaligus Sekjen Gerindra Ahmad Muzani menyampaikan asal mula munculnya pasal terkait kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% saat pembahasan Rancangan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Sebagai informasi, RUU HPP yang dibahas pada 2021 atau saat pandemi Covid-19. Pada masa itu, kata Muzani, semua negara berada dalam posisi dan kondisi yang tidak memiliki kemampuan untuk memiliki penerimaan negara. Oleh sebab itu, imbuhnya, semua negara berpikir untuk bagaimana mendapatkan sumber-sumber penerimaan.
“Maka ketika itu, DPR bersama pemerintah berpikir bagaimana meningkatkan sumber-sumber penerimaan. Salah satu sumber penerimaannya adalah meningkatkan sektor penerimaan pajak dari PPN,” katanya di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin (23/12/2024).
Pada 2021 itu, lanjut dia, DPR dan pemerintah melakukan pembahasan terkait kemungkinan penerimaan PPN yang bersumber dari masyarakat, mulai dari 10%, menjadi 11%, hingga nanti 12%. Dia menyebut bahwa kenaikan itu pun dilakukan secara bertahap.
Muzani kembali menekankan memang kala itu juga pembahasan dilakukan oleh partai-partai di parlemen dan Gerindra sebagai partai yang ikut dalam Koalisi Indonesia Maju pada saat itu ikut bersama-sama dengan partai lain memberi persetujuan.
Oleh sebab itu, imbuhnya, kini Prabowo sebagai Presiden RI memiliki kewajiban untuk menjalankan UU HPP yang sudah diputuskan pada saat pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
“Sekarang kemudian kita menemui protes. Bahkan teman-teman partai yang tadi menyetujui sekarang ikut mempertanyakan dan seterusnya,” ujarnya.
Sebagai informasi, pemerintah resmi mengumumkan belasan insentif fiskal sebagai kompensasi kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku kebijakan insentif fiskal tersebut dikeluarkan agar kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% tidak memberi dampak negatif ke masyarakat.
“Paket ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha—utamanya UMKM dan padat karya, menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok, dan ujungnya untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).
-

Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas: Kenaikan PPN 12 Persen Bisa Turunkan Daya Beli Masyarakat – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas angkat bicara tentang keputusan Pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen berlaku tahun depan.
Menurutnya, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen bisa membuat daya beli masyarakat turun yang berisiko membuat perekonomian lesu.
“Pihak pemerintah tampak bersikeras untuk memberlakukan ketentuan tersebut pada tanggal 1 Januari 2025. Alasannya ada 2 hal yang sangat mengemuka. Pertama, karena hal demikian sudah merupakan tuntutan dari UU HPP. Kalau tidak dilaksanakan maka pemerintah tentu akan dicap telah melanggar UU,” kata Anwar Abbas dalam keterangannya Kamis (26/12/2024).
Kedua lanjutnya karena pemerintah saat ini memang sedang memerlukan dana besar untuk membiayai semua pengeluaran pemerintah, termasuk pengeluaran untuk pembangunan.
“Untuk itu sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam melaksanaan kenaikan PPN 12 persen tersebut, pemerintah juga sudah menyiapkan berbagai langkah seperti mengecualikan kenaikan PPN untuk barang-barang kebutuhan pokok, obat-obatan dan layanan pendidikan,” kata Anwar Abbas.
Menurutnya, masyarakat dan dunia usaha tampak resah dan sangat keberatan dengan pemberlakuan UU tersebut.
“Karena dengan adanya kenaikan PPN 12 persen jelas akan mendorong terjadinya kenaikan harga barang dan jasa,” kata Waketum MUI itu.
Bila hal demikian yang terjadi, diterangkannya maka tentu daya beli masyarakat akan menurun.
“Jika daya beli masyarakat menurun maka tingkat keuntungan pengusaha dan kesejahteraan serta kemakmuran masyarakat tentu juga akan menurun,” tegasnya.
Diketahui, Pemerintah akan secara resmi mengumumkan soal kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen pada Senin pekan depan 16 Desember 2024.
Hal itu disampikan oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, (13/12/2024).
“Diumumkan hari Senin, jam 10 nanti diundang. Soal PPN dan paket kebijakan ekonomi,” kata Airlangga.
Sekarang ini pemerintah kata Airlangga masih melakukan penghitungan mengenai tarif PPN yang akan diberlakukan nanti. Yang pasti kata dia, PPN multi tarif akan diberlakukan.
“Ya ada. Ada tarif tertentu,” katanya.
Airlangga mengatakan nantinya payung hukum PPN multi tarif tersebut ada yang berupa peraturan menteri keuangan (PMK) dan ada juga yang berupa peraturan pemerintah.
Airlangga mengatakan selain mengenai PPN, pada pekan depan, pemerintah juga akan mengumumkan paket kebijakan ekonomi baru. Namun ia belum mau menyampaikan paket kebijakan seperti apa yang akan diberlakukan nantinya.
“Nanti diumumkan di kantor Menko,” pungkasnya.
Sebelumnya Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang berlaku pada 1 Januari 2025 akan berlaku selektif. Kenaikan tarif PPN yang tadinya 11 persen menjadi 12 persen hanya untuk barang-barang mewah saja.
Hal itu disampikan Prabowo sebelum meninggalkan Istana Negara, Jakarta, pada Jumat malam, (6/12/2024).
“Kan sudah diberi penjelasan PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan, tapi selektif hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo.
“Jadi kalaupun naik itu hanya untuk barang mewah,” Imbuhnya.
Presiden Prabowo memastikan bahwa kenaikan tarif PPN tidak akan membebani rakyat kecil. Menurutnya rakyat kecil tetap terlindungi dari kenaikan tarif PPN.
“Sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela, membantu rakyat kecil ya,” katanya.
Sejumlah pimpinan DPR bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, (5/12/2024).
Mereka diantaranya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dan Adies Kadir, Ketua Komisi 11 Mukhamad Misbakhun, Ketua Komisi 3 Habiburokhman, dan lainnya.
Mereka menemui Presiden Prabowo untuk menyampaikan aspirasi hasil rapat paripurna DPR mengenai rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang berlaku pada 1 Januari 2025.
“Kami telah banyak berdialog dan berdiskusi dengan Bapak Presiden,” kata Dasco.
Sementara itu Ketua Komisi XI Mukhamad Misbakhun mengatakan bahwa berdasarkan hasil diskusi dengan Presiden kenaikan tarif PPN 12 persen tetap berlaku pada Januari 2025 mendatang. Hanya saja kenaikan tersebut berlaku selektif.
“Hasil diskusi kami dengan Bapak Presiden, kita akan tetap mengikuti undang-undang bahwa PPN akan tetap berjalan sesuai jadwal waktu amanat di undang-undang yaitu 1 Januari 2025. Tetapi kemudian akan diterapkan secara selektif,” kata Misbakhun.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen kata Misbakhun hanya berlaku untuk barang barang mewah saja.
“Selektif kepada beberapa komoditas baik itu barang dalam negeri maupun impor yang berkaitan dengan barang mewah,” katanya.
Dengan kata lain kata Misbakhun, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen hanya dibebankan kepada para konsumen barang mewah. Sementara masyarakat yang membeli barang selain barang mewah tetap dikenakan tarif Ppn 11 persen.
“Masyarakat kecil tetap kepada tarif PPN yang saat ini berlaku,” pungkasnya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5066062/original/060446600_1735186382-Depositphotos_419386782_S.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kontraksi Ekonomi Pasca Kenaikan PPN Menjadi 12% Diprediksi Hanya Berlangsung Temporer – Page 3
Seiring dengan keputusan pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12%, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyiapkan berbagai skema kebijakan dan program strategis. Bauran kebijakan ini diimplementasikan pemerintah dengan mempertimbangkan prinsip keadilan dan gotong royong, serta diiringi dengan langkah mitigasi berupa pemberian insentif di bidang ekonomi.
“Untuk itu, agar kesejahteraan masyarakat tetap terjaga, Pemerintah telah menyiapkan insentif berupa Paket Stimulus Ekonomi yang akan diberikan kepada berbagai kelas masyarakat,” ungkap Menko Airlangga.
Pemerintah sendiri telah memproyeksikan insentif PPN dibebaskan yang diberikan pada 2025 sebesar Rp265,6 triliun. Pemerintah tetap memberikan fasilitas bebas PPN atau tarif PPN 0% untuk barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat umum dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
Barang dan jasa tersebut termasuk bahan kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, gula konsumsi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum.
Selain itu, ada juga beberapa insentif bantuan untuk rumah tangga berupa PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1% dari kebijakan PPN 12% untuk arang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Bapokting) yakni minyak Kita, tepung terigu, dan gula industri, sehingga PPN yang dikenakan tetap sebesar 11%. Stimulus Bapokting tersebut cukup krusial untuk menjaga daya beli masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Secara khusus, stimulus untuk gula industri diharapkan dapat menopang industri pengolahan makanan-minuman yang memiliki kontribusi sebesar 36,3% terhadap total industri pengolahan.
Ada juga kebijakan bantuan Pangan/Beras yang dirancang pemerintah sebanyak 10kg per bulan untuk 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP) selama 2 bulan. Ada juga diskon listrik sebesar 50% selama 2 bulan (Januari-Februari 2025) untuk pelanggan dengan daya hingga 2200 VA.
Di sisi lain, kelas menengah juga mendapatkan berbagai stimulus kebijakan yang disiapkan pemerintah untuk menjaga daya beli. Misalnya PPN DTP Properti bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai Rp5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai Rp2 miliar, PPN DTP KBLBB atau Electric Vehicle (EV) atas penyerahan EV roda empat tertentu dan bus tertentu, PPnBM DTP KBLBB/EV atas impor EV roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan EV roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (Completely Knock Down/CKD), serta Pembebasan Bea Masuk EV CBU.
Kebijakan baru juga diberikan pemerintah untuk masyarakat kelas menengah seperti pemberian PPnBM DTP Kendaraan Bermotor Hybrid, pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP untuk Pekerja di Sektor Padat Karya dengan gaji sampai dengan Rp10 juta/bulan, optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai buffer bagi para pekerja yang mengalami PHK dengan tidak hanya manfaat tunai, tapi juga manfaat pelatihan dan akses informasi pekerjaan, serta Relaksasi/Diskon sebesar 50% atas pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) kepada sektor industri padat karya.
Beragam paket stimulus yang diberikan pemerintah diharapkan bisa menjadi ‘bantalan’ bagi masyarakat yang terdampak kenaikan PPN menjadi 12% tersebut. Sementara itu menurut Pengamat Perpajakan sekaligus mantan staf khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, menekankan bahwa pemerintah harus fokus mengukur dampak di lapangan ketika program ini sudah berlangsung minimal 2 bulan setelah penerapan.
“Pemerintah juga harus fokus melihat sektor mana yang kemungkinan terdampak namun belum tercakup dalam skema stimulus, ini kan penting supaya jangan ada yang tertinggal. Lalu memastikan belanja APBN-nya tepat sasaran sehingga dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat,” ungkap Prastowo dalam sesi wawancara bersama tim Liputan6.com.
Prastowo juga melanjutkan bahwa adanya kontraksi ekonomi ini merupakan tanda bahwa ekonomi nasional mengalami pergerakan.
“Kalau kita berkaca pada pengalaman sebelumnya terkait kenaikan harga BBM maupun kenaikan PPN 11%, dampak inflasi ada tapi temporer. Artinya 3 bulan pertama ada tapi masih bisa diatasi, artinya ekonomi kita bergerak, tidak statis. Jadi, harapannya nanti juga temporer seperti itu, bisa dikendalikan dampaknya termasuk pemerintah kan diharapkan mengendalikan harga-harga yang variabelnya banyak ya,” ungkap Prastowo.
Ia menambahkan, “Maka menurut saya yang paling penting memastikan sinergi antara pusat dan daerah untuk melihat betul fakta lapangan apakah harga-harga dapat dikendalikan. Pemerintah kan punya kewenangan melakukan operasi pasar jika nanti ada kenaikan harga-harga tertentu. Menurut saya jadinya bagus karena pajak kan gotong royong, ya seperti iuran-iuran itu. Idealnya yang mampu membayar lebih besar. yang tidak mampu dibantu. Jadi harapannya dengan adanya stimulus dan mengejar pajak orang kaya, itu harapannya nanti bisa mengompensasi dampak atau risiko yang mungkin muncul,” tandasnya.
-

Fix! Beras Premium Tidak Kena PPN 12% pada 2025
Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pangan Nasional (Bapanas) menegaskan pemerintah tidak akan mengenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau Tarif PPN 12% untuk beras premium pada 2025.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menyampaikan bahwa kebijakan penyesuaian PPN dari 11% menjadi 12% tidak akan dikenakan pada pangan pokok strategis, terutama pada beras yang diproduksi dalam negeri.
“Beras medium dan premium tidak dikenakan PPN. Beras yang kena PPN [12%] itu beras khusus yang diimpor, misalnya untuk kebutuhan hotel atau restoran,” kata Arief dalam keterangan tertulis, dikutip pada Kamis (26/12/2024).
Terlebih, Arief menyatakan pemerintah tengah menggenjot produksi beras dalam negeri. “Tentunya Bapak Presiden Prabowo itu berpihak pada kepentingan masyarakat menengah ke bawah. Apalagi sekarang ini kita lagi sama-sama dorong produksi beras dalam negeri,” imbuhnya.
Arief juga mengklarifikasi terkait paparan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang sebelumnya tercantum beras premium termasuk barang yang terkena PPN 12% pada Januari 2025. Dia menjelaskan, beras premium yang dimaksud adalah beras khusus yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri.
“Itu maksudnya lebih ke beras khusus yang tidak bisa diproduksi dalam negeri, tapi terhadap beras khusus dari lokasi tertentu di Indonesia, misalnya seperti beras aromatik produksi lokal, itu juga tidak kena PPN. Hal ini supaya kita dapat terus menjaga margin yang baik bagi petani lokal kita,” jelasnya.
Lebih lanjut, kualifikasi beras telah diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 2 Tahun 2023. Beleid itu menjelaskan beras umum terdiri dari atas beras premium dan medium yang ditentukan berdasarkan perbedaan derajat sosoh dan butir patah.
Untuk itu, Bapanas telah mengusulkan kepada Kemenkeu agar pemberlakuan PPN 12% hanya untuk beras khusus tertentu yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Ini telah sesuai dengan pasal 3 ayat 5 dalam Bab I pada Perbadan 2 Tahun 2023.
Apalagi, Arief mengungkap bahwa beras premium banyak diminati masyarakat secara luas. Di samping itu, sebaran beras premium juga merata di semua lini pasar. “Jadi ini yang diperhatikan pemerintah, sehingga tidak termasuk barang mewah dan tidak dikenakan PPN seperti yang ada sebelum ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menegaskan beras premium tidak dikenakan PPN 12% pada tahun depan. Dia menuturkan bahwa beras premium merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN 12%.
“Beras premium itu bagian dari beras. Tidak ada PPN,” kata Airlangga saat ditemui di Alfamart Drive Thru Alam Sutra, Kota Tangerang, Banten, Minggu (22/12/2024).
Dia kembali menegaskan, PPN 12% tidak dikenakan untuk beras premium. “Enggak [kena PPN 12% untuk beras premium],” jelasnya.
Adapun, Airlangga menyampaikan aturan dan klasifikasi untuk barang dan jasa mewah yang dikenakan PPN 12% akan dimuat di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Dia memastikan beleid itu bakal meluncur sebelum pengenaan PPN 12% dilakukan, atau sebelum Januari 2025. “[PMK barang dan jasa mewah] sebelum 1 Januari,” tuturnya.
Dalam aturan itu, Airlangga hanya menyampaikan bahwa pemerintah akan memasukkan kategori barang dan jasa mewah dan bukan. “Ya nanti ditentukan ada PMK-nya apa yang kategori mewah dan non mewah,” ungkapnya.
Namun, dia tidak berkomentar lebih jauh terkait barang dan jasa mewah yang menjadi pertimbangan pemerintah. “Pertimbangannya nanti kita lihat,” singkatnya.
-

5 Fakta PPN Naik Jadi 12 Persen
Jakarta, CNN Indonesia —
Pemerintah bersikukuh menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Dalihnya adalah kenaikan ini menjadi amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Kenaikan PPN itu memantik reaksi keras dari sejumlah kalangan.
Meski sudah menjadi amanat undang-undang, mereka memandang bahwa kenaikan ini berpotensi mencekik masyarakat yang sekarang ini tengah tercekik daya belinya.
Berikut lima fakta PPN naik ke 12 persen mulai 2025:
1. Diinisiasi di Era Jokowi dan Berlaku 1 Januari 2025
RUU HPP merupakan RUU usul inisiatif pemerintah yang saat itu dipimpin Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Awalnya, RUU itu bernama RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Jokowi kemudian mengirimkan Surat Presiden (Surpres) Nomor R-21/Pres/05/2021 ke DPR pada 5 Mei 2021 untuk membahas RUU KUP. Kemudian, Surat Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor PW/08529/DPR RI/VI/2021 diteken pada 22 Juni 2021.
DPR RI kemudian membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas RUU itu. Secara resmi, RUU KUP mulai dibahas pada 28 Juni 2021. Dalam pembahasan, RUU berubah nama jadi RUU HPP.
Pembahasan RUU memakan waktu sekitar tiga bulan hingga disahkan di tingkat I pada 29 September 2021. Delapan fraksi partai di DPR menyetujui RUU HPP segera disahkan dalam rapat paripurna.
Kedelapan fraksi itu yakni PDIP, Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, NasDem, PKB, dan PPP. Hanya PKS yang menolak.
Hingga kemudian pada 29 Oktober 2021, Jokowi menerbitkan UU HPP. Dalam beleid itu, disebutkan bahwa PPN dinaikkan secara bertahap, yakni 11 persen pada 1 April 2022 dan 12 persen pada 1 Januari 2025.
Pemerintahan Jokowi mengklaim bahwa UU HPP dirancang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mendukung pemulihan ekonomi yang lebih cepat. Oleh karenanya, diperlukan strategi konsolidasi fiskal yang fokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak.
2. Berlaku ke Semua Barang yang Selama Ini Dikenakan PPN
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan tarif PPN 12 persen yang mulai berlaku tahun depan tak hanya dikenakan terhadap barang mewah.
Padahal, semula kenaikan PPN itu disebut-sebut oleh pemerintah bersifat selektif dan hanya menyasar barang dan jasa kategori mewah atau premium.
“Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenakan tarif 11 persen,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti dalam keterangan resmi, Sabtu (21/12).
Artinya, kenaikan PPN menjadi 12 persen akan berlaku untuk barang dan jasa yang biasa dibeli masyarakat, mulai dari sabun mandi, makanan siap saji di restoran, pulsa telepon, tiket konser, hingga layanan video streaming seperti Netflix.
Bersambung ke halaman berikutnya…
3. Petisi Penolakan Warga
Masyarakat ramai-ramai menandatangani petisi berisi penolakan terhadap kenaikan PPN ini. Petisi yang berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” ini sudah tayang di situs change.org sejak 19 November 2024 silam.
Per Senin (23/12) pagi ini, sudah ada 171.532 orang yang menandatangani petisi untuk menolak kenaikan PPN 12 persen ini. Inisiator petisi menargetkan 200 ribu tanda tangan untuk petisi tersebut.
Pembuat petisi menganggap kenaikan PPN menjadi 12 persen menyulitkan rakyat. Ia mengingatkan daya beli masyarakat sedang terpuruk.
Petisi online tersebut pun diantar ke Istana Kepresidenan Jakarta oleh sejumlah massa dari beberapa elemen masyarakat. Mereka melakukan aksi tolak kenaikan PPN 12 persen pada Kamis (19/12).
4. Ada Barang yang Dikecualikan
Pemerintah menegaskan tak semua barang dan jasa kena kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen. Beberapa di antaranya malah digratiskan PPN-nya oleh pemerintah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merinci bahwa bahan kebutuhan pokok yang mendapatkan fasilitas bebas PPN telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2020.
Barang dan jasa yang termasuk di antaranya adalah beras, daging (ayam ras, sapi), ikan (bandeng, cakalang, tongkol, tuna, kembung/banyar/gembolo/aso-aso), telur ayam ras, sayur-sayuran, buah-buahan, susu, garam, gula konsumsi, minyak goreng (tertentu), cabai (hijau, merah, rawit), dan bawang merah.
Kemudian jenis jasa yang mendapatkan fasilitas bebas PPN sesuai dengan PP Nomor 49 Tahun 2024 yaitu jasa pendidikan, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa angkutan umum, jasa keuangan, dan jasa persewaan rumah susun sederhana.
Namun, pemerintah juga menetapkan bahwa barang-barang strategis tertentu masih dikenai PPN sebesar 11 persen, dengan 1 persen sisanya ditanggung pemerintah. Barang tersebut mencakup Minyakita, tepung terigu, dan gula industri.
[Gambas:Photo CNN]
5. Guyuran Insentif Buat Kompensasi
Guna meredam dampak kenaikan PPN ini, pemerintah menyiapkan enam paket kebijakan ekonomi berupa insentif hingga diskon pajak sebagai stimulus.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan kebijakan stimulus ini didesain untuk merespons guncangan ekonomi yang dialami dalam negeri, salah satunya terkait pelemahan daya beli masyarakat kelas menengah hingga bawah.
Adapun paket stimulus ekonomi tersebut diberikan kepada enam sektor produktif, seperti sektor rumah tangga yang mendapatkan bantuan pangan hingga diskon listrik 50 persen.
Selanjutnya, sektor pekerja akan mendapatkan kemudahan akses jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) bagi mereka yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Lalu, sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) diberikan perpanjangan periode pemanfaatan pajak penghasilan (PPh) final 0,5 persen dari omzet hingga 2025. Berikutnya, industri padat karya, di mana pekerja dengan gaji di bawah Rp10 juta diberikan insentif PPh Pasal 21 DTP.
Lebih lanjut, sektor mobil listrik dan hybrid diberikan insentif, hingga sektor perumahan diberikan PPN DTP pembelian rumah.
