Anastasia Kriestella dari CERAH menjelaskan, praktik di negara lain menunjukkan kepastian regulasi hukum yang konsisten dapat mempercepat transisi energi secara signifikan. Hal serupa diharapkan dapat diterapkan di Indonesia untuk mendorong pembiayaan proyek-proyek energi terbarukan.
Sementara itu, Aurellia Puteri Arfita, Sustainable Finance Analyst WWF Indonesia, menekankan bahwa sektor perbankan memiliki peran strategis dalam menghadapi dampak krisis iklim. Menurutnya, perubahan iklim dapat memengaruhi perbankan melalui dua jenis risiko utama, yaitu risiko fisik dan risiko transisi.
Kedua risiko ini memiliki potensi untuk bertransformasi menjadi risiko keuangan seperti risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas yang dapat memengaruhi kinerja debitur maupun perbankan itu sendiri.
“Hal ini menunjukkan bahwa transisi menuju praktik yang lebih berkelanjutan, termasuk transisi energi dengan target dan rencana transisi yang kredibel dan science-based menjadi penting bagi perbankan dan para debiturnya,” jelas Aurellia.
Ia menambahkan, “Selain memahami berbagai tantangan atau hambatan, kolaborasi juga menjadi penting bagi kita untuk melihat peluang dan manfaat yang dapat diperoleh perbankan melalui pembiayaan kepada debitur yang berkomitmen pada keberlanjutan.”
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5398136/original/082860600_1761858638-IMG_8290.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)