JAKARTA – Suede, grup musik asal Inggris baru saja merilis album mereka berjudul Antidepressants. Bukan sekadar menambah diskografi, mereka menegaskan karya mereka masih berada di level yang tinggi.
Hal itu terbukti dari torehan album tersebut di chart musik. Antidepressants menempati urutan pertama chart album di UK pekan ini.
Album nomor 10 dalam perjalanan karier Suede ini menjadi perpaduan kreativitas dan kematangan. Di sini mereka mengeksplorasi post-punk dengan sentuhan artistik yang dipunyai.
Suede sendiri sangat percaya diri dengan yang karya yang mereka buat. Brett Anderson Cs melihat album ini adalah bagian penting dari perjalanan musik mereka yang sudah ‘mendekati status legenda’.
“Saya rasa tidak ada band lain di generasi kami yang masih membuat rekaman sepenting rekaman yang kami buat,” ujar Suede kepada NME, dikutip dari situs tersebut pada 9 September.
Visi yang diusung Suede pun bisa dibilang berbeda dari band-band seangkatan seperti Blur atau Oasis. Ketimbang mengglorifikasi musik 90an, mereka lebih tertarik dengan bunyi-bunyi modern.
“Kita bisa bicara tentang [tahun 90-an], tapi saya tidak punya hal menarik lagi untuk diceritakan. Saya tidak terlalu tertarik. Saya sama sekali tidak ingin Suede menjadi band nostalgia,” kata Anderson.
“Saya selalu merasa kami sendirian. Saya merasa kami sendirian di tahun ’92, ketika tidak ada yang mau bernyanyi tentang kehidupan di Inggris, dan kami satu-satunya yang melakukannya. Saya rasa kami bertahan dan sekarang kami sendiri,” tandasnya.
Soal preferensi, Suede membawa dimensi sound ala abad 21. Dari situ mereka menuangkan emosi dan perasaan, yang akhirnya terkumpul menjadi sebuah album penuh rasa.
“Bunyi abad ke-21 adalah sesuatu yang saya coba refleksikan: neurosis, rasa tertekan, rasa kendali laten yang saya rasakan,” tutur Anderson. “Ada banyak efek suara insidental dan hal-hal semacam itu. Bagi saya, warga abad ke-21 selalu diberi perintah. Banyak cuplikan kecil itu dimaksudkan sebagai obrolan yang selalu terjadi.”
