Bisnis.com, JAKARTA — Rusaknya sejumlah halte Transjakarta maupun stasiun akibat aksi demonstrasi yang terjadi pada pekan lalu nyatanya tidak melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap transportasi umum.
Ketua Inisiatif Strategis Transportasi (Instran) Budi Susandi mengungkapkan bahwa dengan rusaknya halte angkutan umum tentu akan mengganggu mobilitas pengguna yang sudah rutin dalam kesehariannya.
Belum lagi, bagi mereka yang harus menjangkau halte lain yang lebih jauh dari asal dan tujuannya. Baik menggunakan moda transportasi umum seperti ojek online (ojol) maupun terpaksa menggunakan kendaraan pribadi.
“Karena dengan tidak berfungsinya halte, maka membuat pengguna harus menjangkau halte lain yang lebih jauh dari asal dan tujuannya sehingga mereka khawatir dan beralih ke sepeda motor lagi [yang menambah macet]” ujarnya.
Dengan kata lain, peralihan moda transportasi tersebut turut menambah beban biaya transportasi bagi para pengguna transportasi umum tersebut.
Seperti halnya bagi Echa, Via, dan Rina—yang setiap hari menggunakan Transjakarta—bahwa layanan dari pemerintah Jakarta tersebut tetap menjadi pilihan meski kekhawatiran dan hambatan operasional sempat mengganggu perjalanannya.
Via (24), pengguna setia koridor 9A, 9, 6A, dan 6, mengaku tidak khawatir dengan keberadaan petugas di halte yang selalu siap siaga dan fasilitas CCTV di dalam bus sehingga membuatnya tetap merasa aman.
Dirinya pun juga telah kembali menggunakan Transjakarta usai operasional berangsur normal, meski terjadi pengalihan rute sebagai imbas sejumlah halte yang masih dalam tahap perbaikan.
Karyawan swasta yang bekerja di daerah Jakarta Selatan tersebut pun mengaku enggan beralih ke moda transportasi lain dan menanti fasilitas Transjakarta dapat normal seperti sediakala. Tidak lain tidak bukan, karena biayanya yang murah untuk jarak jauh.
“Tetap setia dan tidak ingin beralih [ke transportasi lain]. Apalagi harga yang sangat terjangkau, meskipun perjalanan jarak jauh harga tetap sama,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (1/9/2025).
Sementara Echa (28) mengaku cukup khawatir ke depannya kembali terjadi kondisi yang mendadak tidak kondusif. Karyawan swasta yang rutin menggunakan Koridor 9, 3F Kalideres—GBK, dan 10H Tanjung Priok—Bunderan Senayan tersebut mengaku hingga hari ini belum menggunakan kembali Transjakarta.
Pasalnya rute-rute yang dirinya lalui masih belum dapat dilewati—seperti Gerbang Pemuda dan GBK.
“Saat ini untuk sementara waktu saya beralih naik ojek online. Tapi kalau sudah pulih, saya tetap akan pilih Transjakarta karena nyaman dan murah,” ungkapnya.
Adapun Rina (22), menyampaikan bahwa meski rute Transjakarta yang dilaluinya, yakni 7V Cibubur—Kampung Rambutan dan 7E Kampung Rambutan—Ragunan, jauh dari pusat kerusuhan, tetapi dampaknya tetap terasa terhadap waktu tunggu.
Rina mengaku pada pekan lalu dirinya sempat menunggu bus cukup lama, bahkan hingga satu jam.
Hingga hari ini, dirinya pun belum kembali menggunakan moda transportasi tersebut. Sama halnya seperti Echa dan Via, Rini juga tetap akan memilih Transjakarta, tetapi menunggu situasi lebih kondusif.
Ketiga pengguna setia tersebut juga satu suara agar tidak merusak fasilitas umum yang justru berdampak pada masyarakat dan mengganggu mobilitas.
“Tolong jangan merusak fasilitas yang sudah ada, karena ini benar-benar berpengaruh bagi pengguna transportasi umum. Yang kena imbasnya malah masyarakat bukan pemerintah,” ungkap Rina.
Maklum, Transjakarta menjadi fasilitas umum yang paling parah menjadi amukan massa dan mengalami kerugian paling fantastis dari fasilitas umum lainnya.
Gubernur Jakarta Pramono Anung mengungkapkan akibat demo yang ricuh, sebanyak 22 halte TransJakarta (BRT maupun non-BRT) rusak. Sebanyak 6 halte Transjakarta terbakar dan dijarah. Kemudian ada 16 halte TransJakarta yang dirusak dan kemudian dilakukan coret-coret vandalisme dan sebagainya.
“Untuk estimasi kerugian, kerusakan infrastruktur untuk MRT sebesar Rp3,3 miliar. TransJakarta kurang lebih Rp41,6 miliar. Kemudian, kerusakan CCTV infrastruktur lainnya Rp5,5 miliar sehingga total kerusakan Rp55 miliar,” ujarnya saat konferensi pers di Balai Kota, Minggu (1/9/2025).
Pramono mengatakan Pemprov Jakarta menargetkan mampu memperbaiki fasilitas umum yang rusak agar dapat digunakan kembali pada 8-9 September 2025.
