Jakarta: Bercanda antara suami dan istri merupakan salah satu bentuk keharmonisan rumah tangga. Namun bagaimana jika candaan yang dilontarkan menyinggung soal perceraian atau seandainya bercerai?
Terkait dengan candaan semacam ini, Islam mengajarkan sebaiknya seorang laki-laki yang sudah beristri untuk selalu menjaga lisannya dari kata-kata yang mengandung makna perceraian, meskipun dalam konteks bercanda.
Melansir dari NU Online, Rasulullah SAW pernah bersabda:
Artinya; “Ada tiga hal yang seriusnya dihukumi serius, bercandanya pun dihukumi serius, yaitu: nikah, talak, dan rujuk”. (HR At-Tirmidzi).
Berdasarkan hadits ini, kata ‘seandainya’ yang diucapkan seorang suami menunjukkan bahwa pertanyaan tersebut hanya sebatas candaan, namun nyatanya tetap dihukumi sebagai ucapan yang serius. Sebab itu, sebaiknya jauhi candaan yang menyangkut talak.
Berbeda dengan bercanda dengan mengisahkan dan memeragakan adegan talak, secara fiqih hal ini tidak dianggap sebagai talak. (Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, [Beirut: Dar Ibn Hazm, tt], halaman 507).
Dalam hukum Islam, shighat (ucapan) talak dibagi menjadi dua. Pertama, talak sharih (jelas), yaitu kalimat yang tidak memiliki kemungkinan makna lain selain talak. Contohnya seperti; “Aku ceraikan kamu” atau “Aku telah menjatuhkan talak pada istriku”. Jika seorang suami mengucapkan sighat talak sharih, maka otomatis jatuh talak, meskipun tanpa disertai niat menceraikan istri.
Kemudian talak kinayah (sindiran), yaitu kalimat yang memiliki kemungkinan makna lain selain talak. Contohnya seperti kalimat: “Aku telah berpisah dengan istriku”. Kata ‘berpisah’ selain bisa dimaknai sebagai perceraian, bisa juga dimaknai sebagai terpisah secara fisik karena jarak yang jauh.
Talak yang diucapkan dengan shighat kinayah tidak berdampak pada putusnya ikatan pernikahan kecuali jika disertai dengan niat menceraikan istri.
Jakarta: Bercanda antara suami dan istri merupakan salah satu bentuk keharmonisan rumah tangga. Namun bagaimana jika candaan yang dilontarkan menyinggung soal perceraian atau seandainya bercerai?
Terkait dengan candaan semacam ini, Islam mengajarkan sebaiknya seorang laki-laki yang sudah beristri untuk selalu menjaga lisannya dari kata-kata yang mengandung makna perceraian, meskipun dalam konteks bercanda.
Melansir dari NU Online, Rasulullah SAW pernah bersabda:
Artinya; “Ada tiga hal yang seriusnya dihukumi serius, bercandanya pun dihukumi serius, yaitu: nikah, talak, dan rujuk”. (HR At-Tirmidzi).
Berdasarkan hadits ini, kata ‘seandainya’ yang diucapkan seorang suami menunjukkan bahwa pertanyaan tersebut hanya sebatas candaan, namun nyatanya tetap dihukumi sebagai ucapan yang serius. Sebab itu, sebaiknya jauhi candaan yang menyangkut talak.
Berbeda dengan bercanda dengan mengisahkan dan memeragakan adegan talak, secara fiqih hal ini tidak dianggap sebagai talak. (Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, [Beirut: Dar Ibn Hazm, tt], halaman 507).
Dalam hukum Islam, shighat (ucapan) talak dibagi menjadi dua. Pertama, talak sharih (jelas), yaitu kalimat yang tidak memiliki kemungkinan makna lain selain talak. Contohnya seperti; “Aku ceraikan kamu” atau “Aku telah menjatuhkan talak pada istriku”. Jika seorang suami mengucapkan sighat talak sharih, maka otomatis jatuh talak, meskipun tanpa disertai niat menceraikan istri.
Kemudian talak kinayah (sindiran), yaitu kalimat yang memiliki kemungkinan makna lain selain talak. Contohnya seperti kalimat: “Aku telah berpisah dengan istriku”. Kata ‘berpisah’ selain bisa dimaknai sebagai perceraian, bisa juga dimaknai sebagai terpisah secara fisik karena jarak yang jauh.
Talak yang diucapkan dengan shighat kinayah tidak berdampak pada putusnya ikatan pernikahan kecuali jika disertai dengan niat menceraikan istri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(PRI)