Status ‘in Danger TRHS’ Segera Diakhiri

1 February 2023, 22:32

SELAMA dua hari Menteri LHK dan tim serta Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO di Paris, Prancis, Prof. Ismunandar melakukan pembahasan tentang posisi in danger TRHS.  

Sebelumnya sudah 5 hari Dubes  bersama Plt. Dirjen KSDAE, Bambang Hendroyono melakukan kunjungan kerja ke beberapa Taman Nasional yang menyandang predikat sebagai situs warisan alam dunia Tropical Rainforest Heritage of Sumatera (TRHS), yaitu TN Bukit Barisan Selatan (25/1) dan TN Gunung Leuser (27/1). 

TRHS merupakan salah satu warisan alam dunia Indonesia yang terdiri dari TN Bukit Barisan Selatan, TN Kerinci Seblat dan TN Gunung Leuser dengan luas ± 2.595.125 ha dan ditetapkan WHC-UNESCO dalam Sidang Warisan Dunia ke-29 tahun 2004 di Durban.

Ketiga Taman Nasional ditetapkan sebagai TRHS karena memenuhi kriteria nilai penting atau Outstanding Universal Value warisan alam dunia.

Setelah kunjungan kerja dari TN Bukit Barisan Selatan dan TN Gunung Leuser, selanjutnya Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO dan tim kerja lapangan bersama Menteri LHK dan Sekretaris Jenderal KLHK selaku Plt. Dirjen KSDAE berkunjung ke TN Komodo sebagai situs Warisan Dunia. 

Baca juga: Keberhasilan FOLU Net Sink 2030, Kerja Bersama Semua PihakDalam keterangan tertulis yang diberikan ke media, Rabu (1/2/2023), disebutkan, Menteri LHK Siti Nurbaya berpesan untuk dapat dilihat secara nyata di lapangan bagaimana kerja-kerja pemerintah dan masyarakat Indonesia menangani kawasan konservasi dan world heritage-nya secara baik dan proprosional, tetap menjaga prinsip-prinsip konservasi dan posisi sebagai warisan dunia (world heritage).  

“Ini penting karena bukti lapangan menjadi sangat penting, sehingga bukan hanya asal menilai dan salah, tidak sesuai dengan kenyataan”, ujar Menteri Siti.

Tantangan Pengelolaan Situs Warisan Alam Dunia

Plt. Dirjen KSDAE Bambang Hendroyono menjelaskan bahwa dalam pertemuan Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO dengan Menteri LHK beserta beberapa pejabat tinggi Kementerian LHK lainnya membahas perkembangan pengelolaan warisan alam dunia Indonesia.

Selain iti, juga membahas tentang membangun strategi dan solusi dalam menghadapi tantangan pengelolaan situs warisan alam dunia, khususnya upaya mengeluarkan TRHS dalam Daftar Warisan Dunia Dalam Bahaya (the List of World Heritage in Danger).

Disamping itu juga dibahas isu-isu terkait pengelolaan warisan dunia alam Indonesia lainnya, yaitu isu pembangunan sarana pendukung wisata alam di situs warisan alam dunia TN Komodo serta isu keberadaan jalan di situs warisan alam dunia TN Lorentz. 

Lebih lanjut Bambang menjelaskan secara umum Menteri LHK dengan Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO berharap semua pihak baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga non-pemerintah, sektor swasta dan masyarakat memahami dan bersama-sama menjaga kelestarian warisan alam dunia Indonesia sebagai bentuk komitmen bangsa Indonesia terhadap dunia internasional dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

BambangHendroyono menjelaskan, poin-poin penting yang menjadi arahan untuk percepatan pengeluaran TRHS dari Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya.

Poin-poin itu adalah (1) Penguatan koordinasi pengelolaan TRHS dengan skala prioritas pada tujuh indikator implementasi EAP, DSOCR dan Corrective Measure; (2) Penguatan rekaman serta publikasi data dan informasi yang merepresentasikan upaya optimal Pemerintah dalam pengelolaan TRHS; 

Kemduain (3) Identifikasi dan perekaman riwayat dinamika kawasan sebagai pertimbangan dasar dalam pengeloaan TRHS; serta (4) Pelaksanaan Boundary Modification dengan melibatkan stakeholders dan para pakar/ahli untuk memastikan eksistensi OUV dan integritas kawasan TRHS.

Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka mengeluarkan TRHS dari Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya adalah peningkatan dan pengembangan kegiatan pengelolaan TRHS dengan target pengendalian dan penanganan ancaman yang dirancang dalam Emergency Action Plan (EAP), Desired State of Conservation for the Removal (DSOCR), serta Corrective Measure. 

Tujuh indikator penting yang menjadi target dalam implementasi EAP, DSOCR dan Corrective Measure.

Tujuh indikator itu adalah: (1) penurunan deforestasi dan peningkatan tutupan hutan; (2) Stabilitas dan pertumbuhan populasi satwa kunci; (3) Memastikan tidak adanya pembangunan jalan baru; (4) Tidak adanya akivitas pertambangan; (5) Pemeliharaan tata batas kawasan; (6) Pelaksanaan penegakan hukum; serta (7) Penerapan pengelolaan lanskap.   

Duta Besar RI untuk UNESCO tersebut sangat mengapresiasi atas berbagai upaya yang telah dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam mengelola TRHS dan khususnya mengeluarkan TRHS dari daftar bahaya. 

“Semoga kerja-kerja yang telah dilakukan oleh Kementerian LHK khususnya ketiga Taman Nasional sebagai site TRHS dapat mengantarkan TRHS keluar dari daftar bahaya. Mengingat keberadaan flora dan fauna yang asli Indonesia merupakan kebanggan kita bersama sebagai Warisan untuk Dunia,” ucap Prof. Ismunandar.

Prof. Ismunandar juga berpandangan bahwa berbagai tantangan dalam mengeluarkan TRHS dari daftar bahaya, perlu diiringi dengan publikasi upaya-upaya perlindungan kawasan TRHS pada tingkat global.

Selain itu, perlu upaya lobi terhadap negara-negara anggota komite untuk mengeluarkan TRHS dari daftar bahaya, dan menjaga  komitmen dan sinergi para pihak terkait (pemerintah, akademisi, LSM, masyarakat, dan badan usaha) dalam melindungi kawasan TRHS. (RO/OL-09)

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi