Jakarta, CNBC Indonesia – Transaksi judi online atau judol yang terus meningkat di tanah air beberapa tahun terakhir semakin membuat resah pemerintah. Sebab, menjadi salah satu pemicu tergerusnya daya beli masyarakat untuk melakukan kegiatan konsumsi produktif yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sebagaimana diketahui, konsumsi rumah tangga yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi terhadap PDB mencapai 53,08%, hanya mampu tumbuh 4,91% pada kuartal III-2024, lebih rendah dari laju pertumbuhan kuartal II-2024 sebesar 4,93%.
Kondisi ini membuat pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2024 hanya mampu tumbuh 4,95%, lebih rendah dari pertumbuhan kuartal II-2024 yang sebesar 5,11% maupun kuartal I-2024 yang tumbuh 5,05%, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS).
“Saya tidak memungkiri ada indikasi-indikasi yang kita harus waspada makanya saya sampaikan kita tetap waspada. Belum lagi faktor munculnya judol yang timbulkan mungkin punya daya beli tapi kesedot untuk aktivitas yang tidak timbulkan konsumsi tapi hilang di judol,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, dikutip Kamis (14/11/2024).
Meski begitu, pemerintah sebetulnya perlu memahami juga bahwa maraknya aktivitas judi online di Indonesia disinyalir turut dipicu keinginan masyarakat untuk memperoleh pendapatan lebih untuk memenuhi kebutuhan hidup di Indonesia mengingat inflasi bahan pokok sangat tinggi beberapa bulan terakhir melampaui kenaikan gajinya. Hal ini diungkapkan Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda.
“Motif mereka bermain judi online adalah pendapatan mereka terbatas, berkurang, jikapun meningkat, peningkatannya sangat rendah. Sedangkan di sisi lain, kebutuhan hidup tetap tinggi, bahkan meningkat sehingga mereka ini butuh pendanaan guna mencukup kebutuhan hidup mereka,” tegas Huda.
Salah satu yang juga terus menekan pendapatan masyarakat ia katakan sebetulnya dipicu pula oleh beberapa kebijakan masyarakat. Pajak Pertambahan Nilai atau PPN yang telah naik dari 10% ke 11%, dan menjadi 12% pada 2025, lalu harga BBM Pertalite juga telah meningkat harganya 30% pada 2022 sila.
“Hidup mereka terhimpit oleh kebijakan-kebijakan fiskal kontraktif pemerintah. Mereka akan mencari sumber pendapatan lainnya yang termudah, masuklah mereka ke judi online. Maka kita lihat grafik, ketika pandemi, pemain judi online meningkat tajam, pencarian kata zeus slot meningkat drastis. Saat itu, mereka kekurangan pendapatan,” ucap Nailul Huda.
Tak heran Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK) telah mencatat selama Semester I-2024, angka perputaran transaksi judi online mencapai Rp 174 triliun. Kini, memasuki Semester II-2024 angkanya sudah mencapai Rp 283 triliun.
Sementara itu, Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, judol memang bisa menjadi salah satu pemicu penghambat konsumsi produktif masyarakat sebagaimana yang dikatakan Sri Mulyani. Apalagi, bila melihat transaksi judol yang terus meningkat hingga menjadi ratusan triliun pada 2024.
“Uang tersebut seharusnya jika tidak digunakan untuk judol bisa digunakan untuk konsumsi produktif atau mungkin ditabung yang nantinya bisa digunakan untuk aktivitas yang sifatnya lebih penting,” ungkap Manilet.
Tapi, ia juga mengingatkan, menjadi keliru bila melihat aktivitas judi online semata-mata sebagai penyebab berkurangnya daya beli masyarakat, sebab tertekannya daya beli masyarakat di Indonesia saat ini dipicu banyak faktor.
“Penurunan daya beli sesungguhnya merupakan fenomena multidimensi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor,” ucapnya.
Manilet menjelaskan, bila dikaitkan dengan merosotnya daya beli masyarakat, sebetulnya faktor yang berkontribusi di antaranya masih adanya ketimpangan pendapatan di Indonesia, kemudian juga peningkatan upah yang relatif lebih kecil dibandingkan peningkatan inflasi.
“Dan relatif terbatasnya mereka yang bekerja di sektor-sektor formal sehingga sangat rentan terkena gejolak perekonomian yang mungkin terjadi secara tiba-tiba,” ucap Manilet.
Hal ini juga didukung dengan data yang menunjukkan pelemahan pendapatan masyarakat, misalnya fenomena banjirnya pemutusan hubungan kerja atau PHK yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir.
Kemudian peranan sektor industri terhadap produk domestik bruto atau PDB yang terus mengalami penurunan dan menjadi tanda di industrialisasi dini terjadi di Indonesia. Adapula data masih tingginya angka ketimpangan antara kelompok pendapatan.
“Jadi saya kira penyebab penurunan daya beli tidak semata-mata hanya karena jodoh online saja,” tegasnya.
(arj/mij)