TRIBUNJATIM.COM – Pemilik maskapai penerbangan komersial baru akhirnya terungkap.
Telah lahir, maskapai penerbangan komersial baru, Indonesia Airlines Group (INA), yang akan resmi beroperasi di Indonesia.
Meski memakai nama “Indonesia”, Indonesia Airlines yang terdaftar pada 7 Maret 2025 merupakan maskapai yang didirikan perusahaan asal Singapura, Calypte Holding Pte. Ltd.
Namun, maskapai Indonesia Airlines ternyata milik pengusaha asal Indonesia yang bernama Iskandar.
Kini Iskandar pemilik maskapai Indonesia Airlines yang akan mengudara di Tanah Air itu disoroti sosoknya.
Berikut penjabaran sosok Iskandar seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com, Senin (10/3/2025).
Diketahui, Calypte Holding Pte. Ltd merupakan perusahaan yang bergerak di bidang energi terbarukan, penerbangan, dan pertanian.
“Kami mempersembahkan maskapai penerbangan komersial berjadwal dengan layanan premium di bawah merek Indonesia Airlines,” ujar Chief Executive Officer Indonesia Airlines Iskandar, diberitakan Kompas.com, Minggu (9/3/2025).
“Kami menggabungkan kemewahan perjalanan jet pribadi dengan kenyamanan penerbangan komersial, menawarkan perjalanan yang benar-benar tak tertandingi bagi penumpang,” lanjutnya.
Iskandar merupakan seorang pengusaha yang lahir pada 7 April 1983 di Bireuen, Aceh.
Potret CEO Indonesia Airlines, Iskandar pemilik maskapai PT Indonesia Airlines Group yang resmi beroperasi di Indonesia(Dok. Indonesia Airlines). (KOMPAS.COM/Dok. Indonesia Airlines)
Saat ini, dia menjabat sebagai pendiri sekaligus CEO Indonesia Airlines dan Kepala Eksekutif Calypte Holding.
Iskandar diketahui menempuh pendidikan di Universitas Syiah Kuala (USK), Banda Aceh.
Dia mulai berkarier di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias.
Pada 2006-2009, dia sempat bergabung dengan BUMN PLN sebelum beralih ke bidang perbankan dan asuransi.
Lalu, Iskandar tertarik ke bidang kelistrikan.
Dia mulai mengembangkan bisnisnya pada 2015.
Perusahaan kelistrikan miliknya sempat berdiri dua tahun, tetapi gagal bertahan.
Pada 2022, Iskandar mendirikan Calypte Holding bersama rekannya dari Singapura.
Perusahaan ini berkembang dengan tiga bidang utama, yaitu energi terbarukan, pertanian, dan aviasi.
Pada bidang aviasi, Calypte Holding membuat perusahaan PT Indonesia Airlines Group untuk mengelola maskapai Indonesia Airlines di Indonesia.
Menurut Iskandar, maskapai Indonesia Airlines akan beroperasi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Maskapai ini telah melalui studi kelayakan secara komprehensif dengan konsultan aviasi dari Singapura dan Amerika Serikat (AS).
“Berdasarkan perencanaan bisnis dan hasil studi kelayakan yang telah disusun, Indonesia Airlines hanya akan berfokus pada penerbangan internasional,” ujarnya, dikutip dari Kontan, Minggu.
Rencananya, maskapai ini akan melayani penerbangan di 48 kota tujuan dari 30 negara dalam lima tahun pertama operasionalnya.
Dalam tahap awal operasional, Indonesia Airlines akan mengoperasikan 20 pesawat yang terdiri dari:
10 unit pesawat berbadan ramping, seperti Airbus A321neo atau A321LR.
10 unit pesawat berbadan lebar, seperti Airbus A350-900 dan Boeing 787-9.
Indonesia Airlines mengusung konsep layanan premium dan fasilitas kelas dunia yang biasanya hanya diperuntukkan bagi penyewaan jet pribadi.
Iskandar menuturkan, Indonesia Airlines berisikan tim yang berpengalaman di berbagai maskapai besar dunia.
Misalnya, direktur operasionalnya berasal dari Singapore Airlines dengan pengalaman lebih dari 40 tahun dan salah satu pilot pertama yang menerbangkan pesawat Airbus A380.
Kemudian, direktur komersial akan diisi oleh sosok berpengalaman dari berbagai maskapai besar, seperti Emirates dan Asiana Airlines.
Sementara itu, departemen operasi penerbangan akan dipimpin salah satu pilot terbaik Indonesia yang pernah bekerja di maskapai asing.
Posisi direktur produk dan layanan akan diisi sosok ahli dari Brunei Darussalam yang telah bekerja di Royal Brunei dan Emirates selama 25 tahun.
Untuk memberikan layanan kabin terbaik, Indonesia Airlines merekrut manajer awak kabin dari British Airways yang juga bagian dari Komite Korporasi Pramugari Eropa (EBAA) serta wakil manajer awak kabin dari Emirates.
Sementara itu, maskapai lain yakni Garuda Indonesia mengungkapkan keresahannya.
Isu harga tiket pesawat rute domestik yang mahal berujung polemik.
Masyarakat banyak yang mengeluh ke maskapai soal harga tiket mahal.
Satu di antaranya adalah maskapai nasional Garuda Indonesia.
Bahkan Dirut maskapai juga curhat sering dikritik oleh masyarakat.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengungkapkan, perusahaan yang dipimpinnya mengaku kerap dikritik habis-habisan oleh masyarakat lantaran harga tiket yang dijual relatif mahal.
Awalnya, Irfan menegaskan bahwa manajemen selalu patuh kepada pemerintah perihal penjualan harga tiket yang dilakukannya sesuai aturan Tarif Batas Atas (TBA) yang telah ditentukan.
Namun perlu diketahui, komponen dalam harga tiket sangat banyak.
Mulai dari pajak bandara, biaya avtur, pajak pertambahan nilai (PPN), hingga komponen pajak lainnya.
Apabila komponen biaya tersebut naik, maka harga tiket yang dijual ke konsumen mau tidak mau harus naik.
Tetapi Irfan menegaskan bahwa harga yang dijual tetap mengacu TBA.
Ia mengaku, permasalahan ini terus dirundingkan bersama berbagai Menteri terkait.
“Pemahaman yang terlalu salah soal harga murah. Kalau jualan harga domestik Garuda, kita tidak pernah menaikkan harga (di atas TBA) sejak tahun 2019. Tapi kan harga tiket dipengaruhi banyak hal,” ucap Irfan dalam paparan kinerja di Kantor Pusat Garuda Indonesia, Tangerang, Senin (11/11/2024).
“Kita diskusi ke banyak Menteri, hingga ganti Presiden, ngomong lagi harga tiket. Harga tiket ini ada satu komponen yang disebut tarif batas atas, dan kita selalu ikut angka itu,” sambungnya.
Sebagai informasi, Pemerintah pada tahun 2025 bakal menaikkan besaran PPN dari 11 persen menjadi 12 persen.
Hal ini tentunya bakal turut mengerek harga tiket.
Irfan pun mewanti-wanti masyarakat.
Meski ditimpa berbagai komponen yang naik, Irfan memastikan Garuda Indonesia tetap beroperasi dengan penjualan harga tiket yang sesuai dalam rambu-rambu.
Serta berkomitmen menjadikan Garuda menjadi perusahaan yang sehat.
Diketahui, kondisi keuangan Garuda Indonesia masih dalam kondisi penyehatan, pasca berlangsungnya program restrukturisasi yang telah berlangsung sejak beberapa tahun ke belakang.
Meskipun, Garuda Indonesia terus mendapatkan kritik harga tiket yang dinilai terlampau tinggi.
“So, ini yang terus dibombardir dan dibully oleh masyarakat, tapi kita terbuka aja. Omongin yang struktur biaya,” papar Irfan.
“Tapi kami punya kewajiban sesuai dengan janji kami ke para kreditur yang mau menerima proposal kita, perusahaan ini harus untung. tapi bagaimana kita memastikan bahwa Bapak Ibu bayar mahal, itu pantas,” pungkasnya.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com