JAKARTA – Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Nani Afrida, menyoroti pasal-pasal yang dianggap mengganggu kebebasan pers dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Misalnya, soal larangan peliputan dan siaran langsung persidangan.
“(Misalnya) Sidang itu tertutup, atau harus streaming, harus ada izin dari ketua pengadilan. Kita merasa itu mengganggu kerja-kerja PERS yang harusnya transparan, kita harus tahu apa yang terjadi di dalam,” ujar Nani, Selasa, 8 April.
Nani yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar pasal-pasal yang menganggu kebebasan pers seperti itu dihapus. Karena peliputan persidangan dinilai bagian dari kepentingan umum.
“Makanya saya bersama dengan teman-teman dari koalisi ikut mencoba supaya pasal-pasal seperti ini yang mengganggu kita kerja-kerja sekarang, itu bisa dicopot dari situ, kalau bisa dihapuskan,” tegasnya.
“Karena itu hak semua bangsa, itu kan ada hubungan dengan kepentingan umum ketika sebuah proses pengadilan itu terjadi. Apalagi kalau misalnya melibatkan yang namanya kepentingan umum, kayak korupsi misalnya, atau pembunuhan berencana, dan yang lain-lain,” sambung Nani.
Kecuali, lanjutnya, jik pengadilan tentang kekerasan seksual mungkin bisa dilakukan secara tertutup. “Dan kita kan punya etika soal itu. Aku rasa wartawan-wartawan pasti paham dan mereka pasti nggak akan meliput,” katanya.
“Tapi yang berhubungan dengan kepentingan umum, ya pasti kita harus liput. Itu aja,” imbuh Nani.
Menurut Nani, dalih larangan siaran langsung persidangan agar para saksi tidak mencontek atau merubah keterangan bukanlah sebuah alasan. “Itu tidak bisa menjadi alasan. Tapi kalau di luar pengadilan mereka bisa saling ketahuan dari pengacaranya. Gimana cara nutupinya? Nggak mungkin juga,” ucapnya.
“Nah ini sekarang yang paling penting adalah membuka akses buat jurnalis juga untuk tahu apa yang terjadi di dalam pengadilan. Makanya kami dari AJI itu semangat untuk, kalau bisa jangan mengganggu kerja-kerja kita lah sebagai jurnalis. Ini enam tahun terakhir, proses pembuatan legislasi itu kan banyak kritik dari masyarakat,” lanjutnya.
Sebelumnya, advokat Juniver Girsang mengusulkan agar revisi KUHAP melarang media melakukan siaran langsung persidangan tanpa izin pengadilan. Hal itu disampaikan Juniver dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR, Senin, 24 Maret.
“Usul kami yang dimaksud pasal 253 ayat itu, ‘Setiap orang yang berada di ruang sidang pengadilan dilarang untuk mempublikasikan/liputan langsung proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan,’” kata Juniver.
Meski begitu, Juniver menekankan siaran langsung bisa diperbolehkan jika mendapat izin langsung dari majelis hakim.
“Dilarang mempublikasikan atau liputan langsung, tanpa seizin, bisa saja diizinkan oleh hakim, tentu ada pertimbangannya,” jelasnya.
Juniver pun mengungkapkan kekhawatirannya bahwa siaran langsung persidangan dapat membuat saksi yang belum diperiksa mengubah keterangannya.
“Kenapa ini harus kita setuju? Karena orang dalam persidangan pidana kalau diliput langsung, saksi-saksi bisa mendengar, bisa saling mempengaruhi, bisa nyontek, itu kita setuju itu,” kata Juniver.