Soal Pelanggaran HAM di Penulisan Ulang Sejarah, Fadli Zon Ingin "Tone" Positif Nasional 3 Juni 2025

Soal Pelanggaran HAM di Penulisan Ulang Sejarah, Fadli Zon Ingin "Tone" Positif
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Juni 2025

Soal Pelanggaran HAM di Penulisan Ulang Sejarah, Fadli Zon Ingin “Tone” Positif
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Kebudayaan
Fadli Zon
mengatakan, penulisan sejarah ulang yang dilakukan pemerintah akan memiliki nada positif, bukan untuk mencari-cari kesalahan di masa lalu.
Hal ini disampaikan Fadli merespons kabar yang menyebut 
term of reference 
(TOR) sejarah yang disusun pemerintah hanya mencantumkan 2 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

Tone
kita adalah
tone
yang lebih positif. Karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah. Pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa,” ujar Fadli saat ditemui di Cibubur, Depok, Jawa Barat, Minggu (1/6/2025).
Fadli menekankan, salah satu tujuan
penulisan ulang sejarah Indonesia
adalah mempersatukan bangsa dan kepentingan nasional.
“Kita ingin sejarah ini Indonesia sentris. Mengurangi atau menghapus bias-bias kolonial. Kemudian, terutama untuk mempersatukan bangsa dan kepentingan nasional,” tutur dia.
Selain itu, penulisan sejarah ulang dimaksudkan agar peristiwa di masa lalu bisa relevan untuk generasi saat ini.
Terutama terkait prestasi dan capaian di masa lalu untuk memberikan semangat generasi penerus dengan belajar dari kesuksesan pendahulu.
“Jadi yang kita inginkan tone-nya dari sejarah kita itu adalah
tone
yang positif. Dari era Bung Karno sampai era Presiden Jokowi dan seterusnya,” ucap dia.
Fadli mengatakan, proyek bernilai Rp 9 miliar ini dikerjakan oleh 113 sejarawan dari 34 perguruan tinggi.
Sebab itu, dia meminta publik tidak perlu khawatir karena yang menulis adalah pakar di bidang keilmuwan sejarah.
Politikus Partai Gerindra ini juga menyebut, penulisan sejarah ulang akan dilakukan uji publik pada Juli 2025.
“Jadi tidak perlu khawatir dan tentu kita akan melakukan uji publik nanti setelah ditulis,” kata dia.
Sebelumnya, dalam acara
Satu Meja The Forum Kompas TV
, aktivis HAM Beka Ulung Hapsara menyoroti sudut pandang korban pelanggaran HAM berat masa lalu dalam penulisan sejarah ulang.
“Ketika kami mendapat TOR (Term of Reference), peristiwa pelanggaran HAM yang berat itu hanya dua yang ada (dalam penulisan sejarah ulang), sementara kalau kita merujuk pada status hukum yang dikeluarkan Komnas, hasil penyelidikannya sampai saat ini ada 13 yang belum selesai,” kata dia.
Menurut Beka, jika hal ini terjadi, korban pelanggaran HAM berat masa lalu akan semakin dilupakan, padahal mereka memiliki rasa trauma dan keadilan belum hadir.
“Pada titik itu juga saya kira penting sebenarnya menghadirkan perspektif korban untuk ditulis dalam sejarah,” imbuh dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.