TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketegangan geopolitik global dan kebijakan proteksionisme seperti tarif 32 persen yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap Indonesia menjadi sorotan tajam dalam lanskap ekonomi saat ini.
Direktur Eksekutif Indonesia Digital Community Institute (IDCI), Yayang Ruzaldy, menegaskan bahwa momen ini harus dimanfaatkan Indonesia untuk mempercepat transformasi digital demi memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
“Tarif tinggi dari negara mitra dagang besar seperti AS memang berdampak signifikan, terutama bagi sektor manufaktur, pertanian, logistik, dan UMKM. Tapi di balik tantangan ini, ada peluang besar melalui digitalisasi,” ujar Yayang kepada wartawan, Minggu (6/4/2025).
Dia menyebutkan bahwa teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), dan blockchain dapat meningkatkan produktivitas hingga 25 persen serta membuka akses pasar global secara lebih luas, khususnya bagi pelaku UMKM.
Strategi digital nasional, lanjut Yayang, harus melibatkan semua pihak.
Dia pun mendorong agar pemerintah memfokuskan kebijakan pada pengembangan perdagangan digital, pemberian insentif adopsi teknologi, dan pembentukan Digital Sovereign Fund sebagai penyangga ekosistem digital nasional.
“Perusahaan-perusahaan di Indonesia juga harus mulai serius menerapkan otomatisasi dan AI dalam rantai pasok mereka, serta membangun kemitraan digital lintas negara. Ini akan menjadi langkah penting menuju efisiensi dan daya saing global,” tambahnya.
Sementara itu, sektor UMKM perlu diberdayakan melalui pemanfaatan e-commerce global dan layanan fintech agar mampu bertransformasi menjadi bisnis berbasis digital. Investor pun didorong untuk mengarahkan pendanaan ke startup teknologi lokal, terutama yang bergerak di bidang logistik digital dan AI.
Di sisi akademis, Yayang menekankan pentingnya reformasi kurikulum teknologi dan peningkatan riset berbasis data.
“Transformasi digital bukan sekadar adaptasi, melainkan sebuah lompatan strategis menuju kemandirian ekonomi berbasis inovasi. Dengan dukungan populasi muda yang melek digital dan semangat kolaborasi lintas sektor, Indonesia memiliki pondasi kuat untuk menjadi kekuatan ekonomi digital baru di Asia,” jelasnya.
Yayang juga menyerukan semangat kepada seluruh pihak untuk mengambil peran aktif dalam perubahan ini.
“Saatnya bersatu, berani melompat, dan memimpin perubahan,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenakan tarif impor terbaru terhadap produk-produk yang mereka impor dari Indonesia sebesar 32 persen.
Keputusan itu diumumkan Trump hari Rabu, 2 April 2025 waktu Amerika Serikat.
Dalam pengumumannya, Trump menyatakan AS mengenakan tarif dasar 10 persen untuk semua produk impor AS.
Total ada 60 negara yang terkena aturan tarif individual Trump yang dihitung sebesar setengah dari tarif dan hambatan lain yang “dibebankan negara-negara tersebut kepada AS.”
“Tidak akan pernah ada transformasi suatu negara seperti transformasi yang terjadi di Amerika Serikat,” kata Trump dalam pernyataan yang ia sampaikan di Rose Garden, Gedung Putih, Rabu (2/4/2025) waktu AS.
Trump menyebut hari pengumuman tarif imbal balik tersebut sebagai Hari Pembebasan.
“Menurut saya, ini adalah salah satu hari terpenting dalam sejarah Amerika. Ini adalah deklarasi kemerdekaan ekonomi kita,” katanya dikutip dari Guardian, Kamis (3/4/2025).