Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan menerapkan skema baru penyaluran subsidi energi seperti BBM dan listrik berbentuk blending, yaitu lewat bantuan langsung tunai dan subsidi langsung pada barang. Ekonom pun mewanti-wanti dampak skema baru tersebut ke kenaikan inflasi.
Rencananya, subsidi energi tersebut tidak akan berlaku umum namun hanya kepada masyarakat yang membutuhkan. Bahkan, khusus subsidi barang hanya akan diberikan untuk kendaraan berpelat kuning alias transportasi publik dan UMKM.
Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyambut baik rencana skema subsidi baru tersebut karena bisa menjadi solusi agar penyalurannya lebih tetap sasaran. Hanya saja, sambungnya, ada potensi kenaikan inflasi apabila pemberian subsidi BBM dan listrik dibatasi.
Oleh sebab itu, Yusuf mendorong pemerintah memitigasi potensi kenaikan inflasi. Pertama, pemerintah harus mewaspadai periode-periode pada saat inflasi secara umum naik seperti hari besar keagamaan.
Kedua, pemerintah harus memilah-milah secara regional pemberian subsidi langsung untuk barang karena hanya diberikan kepada transportasi umum. Di daerah yang pengelolaan transportasi umumnya tidak berjalan baik, ditakutkan pemanfaatan subsidinya tidak optimal.
“Sehingga orang akan lebih banyak menggunakan transportasi pribadi dan dalam konteks tersebut saya kira itu yang kemudian akan mendorong kenaikan inflasi secara umum,” ujar Yusuf kepada Bisnis, Rabu (8/1/2025).
Selain itu, dia menyarankan agar pemerintah tidak langsung mencabut subsidi BBM secara langsung namun secara bertahap. Dengan adanya proses transisi, dampak negatifnya ke inflasi bisa ditekan.
Lebih lanjut, Yusuf merasa juga ada celah pembengkakan anggaran apabila penyaluran subsidi energi tersebut dilakukan secara serampangan.
“Sehingga menurut hemat saya skema ini dalam perjalanannya tentu akan harus dievaluasi secara bertahap,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan penggodokan skema baru penyaluran subsidi BBM telah mencapai 98%. Dia pun memastikan skema tersebut berlaku tahun ini.
Menurutnya, saat ini progres penggodokan skema penyaluran BBM subsidi masih tahap pemutakhiran data penerima BLT agar data penerima tidak tumpang tindih.
Maklum, sambungnya, selama ini data penerima BLT masih berbeda-beda antara PT Pertamina (Persero) hingga Kementerian Sosial (Kemensos). Oleh karena itu, semua data tersebut akan dikonsolidasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
“Sekarang datanya semua dikumpul ke satu pintu lewat BPS. Sudah 3 kali perubahan, sudah tinggal sedikit lagi. Karena kita tidak ingin data-data penerima peralihan subsidi itu tidak tepat sasaran,” jelas Bahlil di Kantor BPH Migas, Jakarta Selatan, Selasa (7/1/2025).