Siswa SMA di Kota Malang Jadi Korban Kekerasan Senior Sejak 2024, Orangtua Tuntut Keadilan

Siswa SMA di Kota Malang Jadi Korban Kekerasan Senior Sejak 2024, Orangtua Tuntut Keadilan

Surabaya (beritajatim.com) – AT, seorang siswa SMA dari Kota Malang, menjadi korban kekerasan dua seniornya di kamar asrama sejak Minggu, 16 Juni 2024. Orang tuanya berharap polisi segera menuntaskan perkara tersebut setelah hampir satu tahun ditangani, Rabu 14 Mei 2025.

Perkara yang menimpa AT itu sudah dilaporkan ke pihak kepolisian Mapolresta Malang Kota, sesuai Surat Laporan Nomor: LP/B/420/VI/2024/SPKT/POLRESTA MALANG KOTA/POLDA JAWA TIMUR. Yang saat itu dilaporkan oleh pihak keluarga AT pada Senin, 17 Juni 2024 silam.

Ayah AT, Yohanes Bambang Latrianto Istirom mengatakan, tindak kekerasan yang menimpa putera bungsunya kala itu cukup parah. Dia mengaku nelangsa melihat anaknya dirawat di klinik asrama dengan luka serius. Banyak lebam di bagian tubuh dan memar di wajah, serta luka robek 9 jahitan di mata kanan.

“Dari keterangan anak saya, waktu itu kejadiannya berlangsung dua kali pada hari yang sama (Minggu) 16 Juni 2024. Bertempat di kamar asrama AT sekitar pukul 08.00 WIB. Kemudian di kamar seniornya sekitar pukul 12.00 WIB,” kata Yohanes alias akrab disapa Joni kepada beritajatim.com, ditulis Rabu (14/5/2025).

Joni menyampaikan, bahwa laporan kepolisian yang hampir satu tahun ini terkesan jalan di tempat. Dan dengan didampingi pengacara dari Aliansi Advokat Surabaya Raya (AASR), dia ingin, perkara segera selesai ditangani dan bisa menjadi hikmah pembelajaran bagi dunia pendidikan.

“Biar ada efek jera bagi anak anak (yang melakukan kekerasan) dan bagi orang tua. Bahwa kejadian (kekerasan di sekolah) ini bukan lah kejadian yang pertama. Kalau kejadian seperti ini kita diamkan, kita maklumi saja, mau jadi apa (anak-anak) nantinya. Jadi harus ada efek jera,” tutur Joni.

Kronologi

Menurut Joni, peristiwa kekerasan itu bermula dari kesalahpahaman antara AT dengan salah satu seniornya kelas XI. Saat itu, senior masuk ke kamar asrama kelas X dan terpelesat karena lantai licin setelah di pel. Sementara usai terpeleset, senior menuduh AT telah menjegal kakinya dan timbulah kekerasan sepihak kepada AT di kamar asrama kelas X, sekitar pukul 08.00 WIB pagi.

“Pertama pelaku jatuh terpeleset di kamar anak saya setelah lantai di pel. Mungkin waktu itu anak saya posisinya berdekatan dengan pelaku saat terjatuh. Pelaku menduh anak saya menjegal kakinya dan langsung dipukul. Saat kejadian pertama pagi itu, anak saya hanya memar di bagian tubuhnya,” jelasnya.

Selang beberapa jam kemudian, AT dipanggil oleh senior (pelaku) untuk menemui di kamarnya. Namun AT tidak langsung menemuinya, dia memilih untuk meminta saran kepada kakak asuhnya.

Pada saat itu, lanjut Joni, salah satu rekanan senior (pelaku) merangsak masuk ke kamar kakak asuh menemui AT. Dan timbulah peristiwa kekerasan kedua kalinya, yang menyebabkan bagian mata kanan AT robek dijahit 9.

“Saat pemukulan yang kedua oleh rekanan (seangkatan) senior pelaku pertama itu lah bagian mata anak saya robek,” rinci Joni.

Joni mengaku, dirinya tidak pernah tahu kejadian kekerasan yang menimpa anaknya AT saat pagi dan siang, Minggu 16 Juni 2024. Sebelum ia dikasih kabar oleh salah satu wali murid lain di group WhatsApp, sebab kala itu kondisi AT sudah dilarikan ke rumah sakit dan tidak memegang handphone (Hp).

Setelah menerima kabar tersebut, Joni kemudian bergegas untuk menjenguk dan memastikan kondisi AT yang luka-luka untuk dibawa pulang. Sehari setelahnya, pada tanggal 17 Juni 2024, Joni bersama keluarganya melaporkan kejadian kekerasan tersebut ke Mapolreta Malang Kota.

Laporan Polisi

Kuasa Hukum dari AASR, Wahyu Ongko Wiyono menyampaikan perkembangan laporan kasus AT di Mapolresta Malang Kota saat ini sudah naik ke proses sidik. Adapun kendala yang disampaikan oleh polisi, soal penanganan terkesan jalan di tempat dikarenakan seluruh saksi korban mencabut keterangan.

“(seluruh saksi cabut laporan) ini yang membuat semakin besar tanda tanya dari kami, sebenarnya ini ada apa?. Nah prosesnya sekarang sejak 9 Desember 2024 kasus ini sudah ditingkatkan dari lidik menjadi sidik. Dan pada tanggal 26 dan 27 Mei 2025, telah dijadwalkan oleh penyidik, untuk pemanggilan saksi saksi dari pihak sekolah maupun teman korban,” terang Wahyu.

Wahyu pun menegaskan, bakal terus mengawal penanganan kasus kekerasan yang menimpa korban AT, siswa SMA di Kota Malang tersebut. Juga, akan mendukung pihak kepolisian dalam upaya penegakan hukum.

“Kami berprasangka baik kepada dan memberikan ruang sepenuhnya kepada penyidik. Kami tidak akan terlalu mengintervensi penyidik. Namun, kami juga akan mengupayakan secara maksimal dalam hal pendampingan dan hal hal yang berkaitan dengan korban maupun keluarganya,” ujar Wahyu.

Kondisi Korban dan Pelaku

Wahyu juga menambahkan bahwa, kondisi korban saat ini masih mengalami traumatik dan masih ada kendala pada mata bagian kanan. Korban AT sudah beraktivitas sekolah, kini kelas XI di SMA yang sama.

“Korban masih mengalami traumatik dan masih ada kendala penglihatan di mata bagian kanan bekas luka kekerasan kemarin,” ujarnya.

Sementara, dua pelaku senior yang melakukan kekerasan terhadap AT itu sudah dikeluarkan dari sekolah SMA karena perkara kekerasan. Mereka berdua telah melanggar aturan sekolah Perduptar (Peraturan Kehidupan Taruna), dan juga telah menyalahi pakta intregitas di sekolah SMA tersebut.

“Dua siswa pelaku ini sudah dikeluarkan oleh pihak sekolah, itu tercantum dalam aturan sekolah bernama Perduptar. Dan dari fakta tersebut, poin poin yang dilanggar sudah sangat jelas dan memang keduanya terbukti layak untuk dikeluarkan,” ucap dia. [ram/aje]