Jakarta, Beritasatu.com — Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) secara resmi mengumumkan bahwa sistem penjurusan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) akan kembali diberlakukan pada tahun 2025. Penjurusan SMA tersebut mencakup tiga jurusan utama, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa.
Kebijakan penjurusan SMA 2025 ini memicu beragam tanggapan di kalangan pelajar, termasuk siswa-siswi SMAN 3 Jakarta yang terletak di Jalan Taman Setia Budi II, Kuningan, Jakarta Selatan.
M Faqih, siswa kelas XII mengaku lebih menyukai sistem Kurikulum Merdeka Belajar karena memberikan keleluasaan dalam memilih mata pelajaran sesuai minat dan kemampuannya.
“Kalau aku lebih suka yang berhubungan dengan hitung-hitungan. Jadi aku ambil Matematika Tingkat Lanjut, Fisika, Kimia, dan juga Informatika,” ujar Faqih kepada BeritaSatu.com, Selasa (15/4/2025).
Senada dengan Faqih, Luna Diandra, siswi kelas XII, menilai Kurikulum Merdeka Belajar memberinya ruang untuk mengeksplorasi minat sebelum menentukan jurusan kuliah.
“Kalau dari kelas X belum tahu mau ambil jurusan apa di kuliah, kurikulum ini membantu banget. Aku bisa coba pelajaran IPA sekaligus IPS. Jadi saat memilih peminatan, aku sudah lebih yakin,” jelas Luna.
Ia juga menambahkan bahwa sistem ini memberikan keadilan bagi siswa untuk menentukan arah akademiknya. “Aku ambil Biologi dari IPA, dan dari IPS aku ambil Sosiologi, Ekonomi, sama Bahasa Indonesia Tingkat Lanjut,” ujarnya.
Berbeda dari dua rekannya, Atlas Amiradzima, siswa kelas X, menyambut positif kebijakan penjurusan SMA 2025 yang akan kembali diberlakukan. Menurutnya, sistem ini mendorong siswa lebih fokus mendalami bidang tertentu.
“Saya setuju penjurusan diberlakukan lagi, karena bisa membuat kita lebih fokus pada materi yang memang kita pilih dan pelajari secara mendalam,” ujar Atlas.
Ia juga menyatakan Kurikulum Merdeka Belajar memiliki beberapa kelemahan, seperti kurangnya efektivitas dalam pembelajaran serta beban tugas yang tinggi, khususnya dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
“Tugas P5 kadang memberatkan, apalagi buat siswa yang punya kegiatan di luar sekolah. Susah atur waktu dan bisa bikin stres,” ungkapnya.
Kembalinya sistem penjurusan SMA 2025 ini akan menjadi tantangan sekaligus peluang bagi siswa, guru, dan pemangku kepentingan pendidikan untuk kembali menyesuaikan pendekatan belajar-mengajar di tingkat SMA. Dengan pro dan kontra yang terus bergulir, penting bagi Kemdikdasmen untuk memastikan implementasi kebijakan ini berjalan efektif dan tetap memperhatikan kebutuhan siswa secara individual.
