Siraman Gong Kiai Pradah Blitar, Bukti Kekuatan Tradisi Gerakkan Ekonomi Lokal

Siraman Gong Kiai Pradah Blitar, Bukti Kekuatan Tradisi Gerakkan Ekonomi Lokal

Blitar (beritajatim.com) – Suara gamelan mengalun merdu, mengiringi ribuan pasang mata yang memadati Kelurahan Kalipang, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar. Mereka hadir untuk menyaksikan tradisi tahunan yang penuh makna, Siraman Gong Kiai Pradah.

Ritual sakral ini tak hanya menjadi ajang pelestarian budaya, tetapi juga magnet yang menggerakkan roda ekonomi lokal. Bupati Blitar, Rijanto, mengapresiasi antusiasme warga yang begitu tinggi.

Menurutnya, penyelenggaraan tahun ini menunjukkan peningkatan signifikan, mulai dari penataan acara yang lebih rapi hingga partisipasi UMKM yang semakin besar.

“Dari tahun ke tahun sudah jauh lebih bagus. Namun, kita harus terus tingkatkan. Pemerintah daerah hadir untuk mendampingi, memastikan tradisi ini bisa menjadi motor penggerak pariwisata dan ekonomi masyarakat.” kata Bupati Rijanto, Sabtu (6/9/2025).

Evaluasi untuk Event yang Lebih Profesional

Meski sukses menyedot perhatian, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar berkomitmen untuk melakukan evaluasi. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Blitar, Eko Susanto, menegaskan bahwa tradisi ini harus dikelola lebih profesional.

“Siraman gong tidak boleh hanya berhenti sebagai rutinitas. Pengemasan acara, penataan kawasan, dan inovasi-inovasi perlu terus dilakukan,” jelas Eko.

Pihaknya menyoroti beberapa poin penting yang akan dievaluasi, seperti kebersihan, penataan lokasi pedagang kaki lima (PKL), dan penambahan event pendukung agar pengunjung mendapatkan pengalaman yang lebih lengkap.

Eko juga menambahkan bahwa tradisi yang telah diakui sebagai warisan tak benda ini perlu dikelola secara serius. “Kami akan usulkan agar ada investasi lebih dalam penyelenggaraan, karena perputaran uang di sini cukup besar. Dengan kemasan yang lebih baik, kunjungan wisatawan diharapkan meningkat,” imbuhnya.

Berkah di Tengah Rebutan Air dan Daun

Puncak acara yang paling dinanti adalah ketika ribuan warga berebut air jamasan (air bekas pencucian gong) dan daun yang telah dibaurkan dengan air tersebut. Mereka percaya, air dan daun tersebut membawa berkah.

Salah satunya adalah Marsini, seorang pedagang dari Desa Binangun. Ia datang bersama suaminya sejak pagi buta untuk mendapatkan air dan daun tersebut.

“Saya ini pedagang. Bersyukur sekali bisa dapat kembang dan daun ini. Saya berharap ada kebaikan dan keberkahan dalam hidup, serta rezeki yang lancar,” ungkap Marsini dengan mata berbinar.

Keberadaan Siraman Gong Kiai Pradah bukan hanya menjaga kelestarian budaya, tetapi juga memberikan harapan dan semangat bagi masyarakat. Evaluasi yang akan dilakukan Pemkab Blitar diharapkan mampu menjadikan tradisi ini sebagai aset budaya sekaligus kekuatan ekonomi yang berkelanjutan. (owi/ian)