Surabaya (bertajatim.com) – Ruang Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur terasa berbeda dari biasanya, Senin siang, 2 Juni 2025. Di balik dinding-dinding yang selama ini menjadi saksi geliat kebahasaan dan kesastraan, berlangsung sebuah pertemuan bersejarah yang bisa menjadi tonggak penting dalam gerakan literasi di Jawa Timur.
Tiga perwakilan dari Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Jawa Timur—Ketua, Sekretaris 2, dan Anggota Bidang Pelatihan dan Penulisan—disambut hangat oleh Kepala Balai Bahasa Jawa Timur, Puji Retno Hardiningtyas. Dalam suasana penuh keakraban, perempuan yang akrab disapa Retno ini menyampaikan optimisme atas pertemuan tersebut.
“Kami menyambut bahagia kunjungan teman-teman GPMB Jatim. Pertemuan ini adalah bentuk sinergi nyata menemukan titik temu yang bisa disambungkan antar kedua institusi,” tuturnya.
Didampingi Koordinator KKLP Literasi, Amin Mulyanto, dia membuka ruang dialog dengan semangat kolaboratif. Di antara secangkir kopi dan percakapan yang hangat, diskusi mengalir membahas potensi sinergi antara program literasi kebahasaan dan kesastraan yang dimiliki Balai Bahasa dengan berbagai inisiatif GPMB.
Ketua GPMB Jatim, Bambang Prakoso, membawa misi yang jelas dalam kunjungan ini—menguatkan ekosistem literasi melalui narasi dan aksi nyata.
“Kami membawa narasi dan aksi tentang bentuk ideal dari membangun ekosistem literasi, dan ingin menyinergikannya dengan program di Balai Bahasa,” ungkap Bambang.
Dalam diskusi yang berlangsung lebih dari dua jam, sejumlah isu strategis turut mengemuka. Sekretaris 2 GPMB, Aditya Akbar Hakim, menyoroti tantangan penulis lokal dalam menerbitkan karyanya, khususnya ke penerbit mayor.
“Penerbit indie memang banyak, tapi penulis daerah juga ingin bukunya terbit di penerbit besar. Kami ingin membangun ekosistem yang memfasilitasi keinginan itu,” jelas Aditya. “Dengan sinergi bersama Balai Bahasa, semoga semakin luas dampak yang bisa dirasakan masyarakat.”
Topik revitalisasi bahasa daerah juga turut dibahas. Teguh Wahyu Utomo, Anggota Bidang Pelatihan dan Penulisan GPMB, membagikan pengalamannya saat menghadiri forum di Bawean.
“Teman-teman di Bawean itu ingin sekali punya jejak karya berupa kamus berbahasa Jawa dialek Bawean. Ini bisa dikaitkan dengan program revitalisasi bahasa daerah di Balai Bahasa,” ungkap pria yang akrab disapa Tom itu.
Pertemuan ini tak hanya menyatukan pikiran, tetapi juga menautkan harapan. Setelah diskusi, rombongan GPMB diajak berkeliling ke sejumlah ruang di Balai Bahasa, mulai dari ruang pelayanan, perpustakaan, hingga ruang diskusi literasi.
Di balik senyum dan jabat tangan yang hangat, tersimpan optimisme baru: bahwa gerakan literasi tak bisa dijalankan sendiri, dan sinergi antar-lembaga adalah kunci untuk membangun masyarakat yang lebih melek huruf, lebih cinta bahasa, dan lebih berdaya melalui tulisan. [suf]
