Sigajang Laleng Lipa Masyarakat Bugis, Tradisi Ekstrim Mirip Carok Madura, Harga Diri dan Nyawa Dipertaruhkan

17 January 2024, 11:45

SUARAMERDEKA.COM – Sebuah peristiwa Carok Madura baru saja terjadi dan berhasil menyita perhatian publik. Dimana pada 12 Januari 2024 lalu, di Kabupaten Bangkalan Madura, terjadi pertarungan antara 2 orang melawan 10 orang yang berakhir tragis. 2 orang tersebut mengakhiri pertarungan dengan 4 korban jiwa. Kejadian itu berawal dari cekcok yang terjadi antara pelaku dan korban saat bertemu di jalan. Baca Juga: Jadwal dan Link Live Streaming Pegadaian Liga 2 PSIM Yogyakarta vs Persiraja Hari Ini, Misi Laskar Rencong Jegal Laskar Mataram Keduanya telah ditangkap dan ditetapkan menjadi tersangka dengan ancaman 15 tahun penjara atas kejadian itu.

Carok sendiri dalam berbagai literatur diartikan sebagai perkelahian dengan menggunakan senjata tajam untuk menyelesaikan masalah tertentu. Dalam hal ini, masing-masing orang harus mau menerima konsekuensi paling berat, kehilangan nyawanya sendiri. Tradisi ini ternyata tidak hanya ada di Madura, melainkan juga ada di masyarakat Sulawesi Selatan. Baca Juga: Wisata Ala Luar Negeri di Kota Semarang Jawa Tengah: Pengalaman Seru Tanpa Harus Jauh-jauh Melansir laman etnis.id, masyarakat Bugis-Makassar mengenal tradisi ini sebagai sigajang laleng Lipa, atau Sitobo laleng lipa dalam bahasa Makassar. Motif yang mendasari aksi atau kejadian sama dengan Carok Madura. Dimana pertarungan dilakukan sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah, yang tidak selesai menggunakan cara damai. Hal ini menjadi pilihan terakhir jika sebuah persoalan menyangkut malu tidak menemui mufakat dalam musyawarah. Baca Juga: Kurang Sebulan sejak Kunjungan Terakhir dan Beberapa Hari setelah Jumpa Investor Brunei, Presiden Jokowi Kembali Kunjungi IKN, Ada Apa? Berbeda dengan Carok yang menggunakan celurit, dalam tradisi Sigajang Laleng Lipa, senjata yang digunakan adalah badik. Dua orang yang bertikai masuk ke dalam satu sarung yang akan menjadi saksi saling serang antara dua orang laki-laki. Aksi itu dianggap selesai jika sudah ada satu atau bahkan keduanya gugur. Sehingga tidak ada dosa warisan, atau permasalah tidak mengundang dendam lain dari anggota keluarga setelahnya. **