Siasat Licik Oligarki Merampok Tanah (Bagian I)
Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.
TANAH
adalah sumber kehidupan seluruh mahluk hidup ciptaan Ilahi. Tanah adalah benda yang dimiliki, sekaligus sumber konflik berkepanjangan.
Tanah acapkali jadi simbol harkat diri yang harus dipertahankan dengan segala harga dan rupa-rupa siasat.
Di republik kita sekarang ini, kegaduhan sosial terjadi di pelbagai daerah lantaran kepemilikan tanah.
Beberapa bulan lalu, kita terkaget-kaget dengan kasus Pantai Indah Kapuk di mana pantai dipatok sepanjang 30 kilometer oleh pihak swasta.
Kita juga pernah dikagetkan oleh kasus tanah dalam proyek Meikarta di Jawa Barat. Status tanah masih penuh liku, tetapi pihak swasta sudah mengomersialkannya.
Republik kita juga pernah heboh lantaran tanah orangtua Doktor Dino Patti Jalal, diplomat, yang disiasati secara licik oleh orang-orang tertentu sehingga tanah-tanah tersebut bisa berpindah tangan secara enteng.
Kasus ini memberi petunjuk jelas,
mafia tanah
memang ada dan ril. Bukan sekedar “omon-omon.”
Pelbagai metode tuna ahlak dan surplus pelanggaran hukum, acapkali dipakai untuk menguasai dan merampas tanah rakyat, orang atau kelompok lain.
Motifnya tunggal, kerakusan. Metodenya tunggal, licik dan tak bermoral. Hal semacam ini pada umumnya dilakukan oleh para
oligarki
, khususnya oligarki ekonomi yang tampil dengan dandanan “rakusnomik”.
Kelicikan yang padat dengan tuna ahlak tersebut, diaminkan dan dijalani dengan pat gulipat dokumen. Hulunya ada di kantor pertanahan di pelbagai pelosok negeri.
Mental kerupuk dipadu dengan integritas yang tunduk pada hukum “penawaran dan permintaan” pada pejabat kantor pertanahan, memudahkan pembuatan sertifikat ganda.
Proses seperti inilah yang selalu mengibarkan bendera kemenangan para oligarki merampok tanah-tanah orang lain. Sertifikat ganda adalah andalannya.
Untuk melegitimasi dan meyakinkan publik bahwa tanah-tanah yang dirampoknya itu sah secara yuridis, oligarki menempuh jalur hukum, dituntut atau menuntut secara perdata.
Caranya, merekayasa sejumlah orang untuk mengklaim tanah yang sudah dipunyainya dengan cara memperoleh sertifikat ganda.
Lawan perkara rekayasa tersebut, bisa jadi pihak penuntut atau pihak yang dituntut oleh oligarki. Masuklah mereka dalam pengadilan.
Biasanya, di level pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, oligarki mengalahkan diri. Mereka pun melakukan kasasi di Mahkamah Agung. Di level inilah mereka tancap gas memenangkan perkara mereka.
Malah kalau perlu, harus menang di level PK (Peninjauan Kembali). Hebat kan?
Dengan kemenangan di level Mahkamah Agung tersebut, para oligarki mendesakkan kehendak dengan cara melakukan mobilisasi massa untuk menduduki tanah yang dimenangkan secara licik.
Papan bicara pun dipasang sebagai pemakluman bahwa tanah rampokan itu adalah milik mereka.
Setelah itu, para perampok tanah tersebut bermain di level panitera pengadilan negeri untuk melakukan eksekusi.
Dalam tahap ini, para oligark membangun kohesi kental dengan para pejabat dari Jakarta yang di pundaknya bertaburan bintang.
Para pejabat tersebut diperalat untuk melindungi mereka. Caranya, menggertak dan mengintimidasi setiap pihak yang menghalangi jalannya eksekusi.
Dalam banyak hal dan situasi, para guru besar diperalat untuk memberi opini yang mengesahkan kepemilikan para oligarki.
Para profesor yang bukan ahli tentang tanah pun berkomentar mengenai silsilah, jenis dan jenjang serta hirarki kepemilikan tanah.
Semua bermuara pada pengaminan bahwa tanah yang dirampok itu adalah sah. Hebat kan?
Lantas, bagaimana dengan dokumen-dokumen awal yang dipakai mengurus sertifikat ganda di kantor pertanahan?
Gampang sekali caranya. Cukup menyiapkan uang kecil pada orang tertentu yang memang puluhan tahun bergelut dengan pemalsuan dokumen palsu.
Hasilnya sangat fantastis. Dengan metode khusus, kertas-kertas baru bisa berubah wujud menjadi kertas kuno.
Sebelum kertas-kertas itu direkayasa, di atasnya sudah ditulisi nama pemilik tanah, alamat tanah serta ukurannya.
Huruf-huruf yang dipakai disesuaikan dengan jenis mesin ketik yang ada pada era itu. Peta dan gambar tanah yang hendak dirampok itu, ditulis tangan dengan tinta kuno.
Untuk bagian-bagian tertentu, adakalanya dibutuhkan tulisan tangan dalam dokumen. Ini juga sudah memiliki spesialisasi, orang yang terampil menulis miring yang rapi seperti tulisan-tulisan kuno di zaman Belanda.
Pokonya, Anda akan takjub dengan hasil siasat licik para oligarki.
Dokumen-dokumen yang dipalsukan itu, bisa berbentuk rincik, girik atau pun tanah garapan dan sebagainya.
Dalam pelbagai kasus, para birokrat negara di kantor pertanahan, sudah memiliki notaris favorit dan pilihan untuk ditempati, mengaminkan akte sesuai kehendak.
Hebatnya, bila pemilik asli protes ke kantor pertanahan mengenai sertifikat mereka yang digandakan, dengan enteng para birokrat negara tersebut mengatakan: “Wah, kita tidak bisa menolak permohonan yang lengkap dengan dokumen. Kami ini hanya bersifat pencatatan administrasi.”
“Bila Tuan-tuan dan Puan-puang keberatan, silahkan gugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara.”
Maka, kian sempurnalah kemenangan oligarki dalam merampok tanah-tanah orang lain. Negara ikut menjadi bagian dari perampokan itu.
Selama ini, jarang sekali kita menyaksikan, birokrat negara yang dikenai pidana dalam pat gulipat perampokan tanah. Yang biasanya jadi korban adalah kepala desa, lurah atau camat serta beberapa orang di level managemen kantor para oligarki.
Pemilik perusahaan, para oligarki tidak pernah tersentuh hukum, kendati segala kerakusan mereka terpenuhi dengan keuntungan dari hasil pat gulipat licik.
Para pejabat di kantor pertanahan, juga tidak disentuh hukum pidana karena selalu beralasan bahwa apa yang mereka lakukan adalah diskresi administrasi negara. Bila ada soal, penyelesaiannya ada pada Peradilan Tata Usaha Negara.
Negara mulai kini, harus serius membenahi sektor pertanahan kita. Hukuman pidana bagi para oligarki dan birokrat negara di kantor-kantor pertanahan, sudah harus dipidana.
Di sini, ada perampokan. Di sini, ada pembohongan. Di sini, ada persekongkolan jahat. Mari kita bersihkan negeri ini dengan tindakan nyata. Bukan sekedar
omon-omon. Bersambung…
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Siasat Licik Oligarki Merampok Tanah (Bagian I) Nasional 26 November 2025
/data/photo/2025/11/25/6925c23d5c79a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)