Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Siapa Dalang di Balik Pembangunan Pagar Laut Misterius di Tangerang dan Bekasi?

Siapa Dalang di Balik Pembangunan Pagar Laut Misterius di Tangerang dan Bekasi?

Jakarta, Beritasatu.com – Kemunculan pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten dan Bekasi, Jawa Barat menghebohkan publik. Pemerintah dinilai kecolongan dengan pemagaran wilayah perairan tersebut. Siapa dalang di baliknya?

Pagar laut di Tangerang diakui sudah ada sejak September 2024. Baru mencuat ke publik setelah diungkap oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten berdasarkan hasil investigasi pihaknya.

Kepala DKP Banten Eli Susiyanti mengatakan timnya menemukan ada pagar bambu terbentang sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.

Menurut Eli, struktur pagar laut itu terbuat dari bambu atau cerucuk, tinggi rata-rata 6 meter. Di atasnya dipasang anyaman bambu, paranet, dan karung berisi pasir sebagai pemberat.

Pagar laut itu terbentang dalam 16 desa di enam kecamatan. Tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri, tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.

Keberadaan pagar laut itu dikeluhkan nelayan karena mengganggu aktivitas mereka mencari ikan. Pasalnya kapal nelayan harus memutari pagar itu sampai satu jam lebih, menghabiskan banyak bahan bakar.

Belakangan Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengeklaim pagar itu dibangun secara swadaya untuk mitigasi bencana tsunami dan abrasi.

“Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ini dilakukan untuk mencegah abrasi,” kata Koordinator JRP Sandi Martapraja.

Namun, klaim JRP diragukan. Pasalnya pembuatan pagar laut itu ditaksir menghabiskan dana miliaran rupiah. Temuan awal Ombudsman RI menyebutkan warga diupah Rp 100.000 per hari saat pembangunan pagar laut tersebut.

Ada tudingan pagar laut di Tangerang dibangun oleh pihak pengembang Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 karena lokasinya dekat proyek strategis nasional (PSN) PIK. Namun, manajemen PIK 2 Toni membantah.

“Soal pagar laut, kami sudah sampaikan melalui kuasa hukum kami kalau itu bukan dari kami. Tanggul laut itu bukan dari kami yang melakukan pembangunan,” kata Toni dalam konferensi pers.

Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo menegaskan pagar laut di Tangerang bukan bagian dari PSN.

“Saya tegaskan pagar laut ini bukan bagian dari PSN,” ujar Wahyu setelah meninjau pagar laut itu.

KKP telah melakukan investigasi sejak September 2024, termasuk analisis peta citra satelit dan rekaman geotagging selama 30 tahun terakhir. Hasilnya menunjukkan bahwa area tersebut tidak pernah berbentuk darat atau tanah, dan didominasi sedimentasi, bukan abrasi.

Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik Doni Ismanto mengatakan, KKP masih menginvestigasi siapa pemilik pagar laut di Tangerang.

“Sampai sekarang pemiliknya belum ada yang datang. Kita enggak tahu buat apa. Jadi kita menerka-nerka saja. Yang ada kan di media semua omongannya, kita sampai sekarang belum ada yang mau datang mengaku sebagai pemilik,” katanya.

KKP sudah menyegel pagar laut tersebut dan memberi waktu maksimal 20 hari kepada pemiliknya untuk dibongkar. Jika tidak, maka KKP akan membongkarnya secara paksa.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan sudah meminta komisi teknis di parlemen untuk mengecek siapa yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut di Tangerang.

“Kita sudah minta komisi teknis, sekarang justru mengecek, siapa pihak yang bertanggung jawab. Karena ini kan ada banyak pihak yang mengaku yang bertanggung jawab gitu, ada nelayan, ada kelompok masyarakat, nah sehingga kalau tadi mau dipanggil, kita takut salah panggil,” ujar Dasco.

Pagar laut di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi yang dikeluhkan nelayan setempat. – (Beritasatu.com/Eka Jaya Saputra)

Pagar Laut Melanggar Hukum
Pembangunan pagar laut dinilai melanggar Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kusdiantoro mengatakan pemagaran laut juga melanggar konvensi PBB tentang hukum laut atau UNCLOS 1982 yang sudah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985.

Pembangunan pagar laut itu dapat menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati dan berpotensi menyebabkan perubahan fungsi ruang laut. 

Pembangunan pagar laut di Tangerang ternyata tak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Dalam undang-undang itu diamanatkan setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang laut secara menetap di perairan pesisir, wilayah pesisir, dan wilayah yurisdiksi wajib memiliki KKPRL. Pelaksanaan KKPRL juga mengacu kepada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut, Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Nomor15 Tahun 2023, dan Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Nomor 50 Tahun 2023.

Pembangunan pagar laut di Tangerang juga melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Pasal 8 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mewajibkan semua pihak yang melakukan pemanfaatan ruang laut, untuk mengutamakan kepentingan masyarakat pesisir dan kelestarian lingkungan.

“Pemagaran laut seperti ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Jika tidak ada izin atau kajian lingkungan yang jelas, tindakan ini adalah pelanggaran hukum yang tidak bisa dibiarkan,” kataaAnggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS Johan Rosihan dalam keterangannya kepada media.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sedang  mengkaji dampak lingkungan dari pembangunan pagar laut di Tangerang. Kajian akan dilakukan selama dua pekan, mencakup analisis dampak terhadap biota laut dan ekosistem perairan secara keseluruhan.

“Kami akan memastikan apakah biota laut atau lingkungan secara umum terdampak oleh pagar laut Tangerang. Hasil kajian ini akan menjadi dasar untuk langkah selanjutnya,” kata Direktur Pengaduan dan Pengawasan Lingkungan Hidup KLHK Ardyanto Nugroho.

“Jika ditemukan kerusakan lingkungan yang melampaui ambang batas, kami akan menegakkan hukum, baik melalui sanksi administratif maupun proses pidana,” sambungnya.

Ombudsman RI mendesak KKP segera membongkar pagar laut di Tangerang karena keberadaannya merugikan ribuan nelayan setempat. 

“Dari keterangan pihak KKP bahwa sudah jelas ini (pagar laut) tidak berizin, sehingga sudah disegel. Ombudsman mendesak KKP untuk segera melakukan pembongkaran pagar tersebut karena merugikan nelayan,” kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika seusai sidak di lokasi pemagaran laut di Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Rabu (15/1/2025). 

Yeka menaksir kerugian nelayan di pesisir Tangerang selama lima bulan terakhir setidaknya mencapai Rp 9 miliar, karena akses mereka untuk mencari nafkah terganggung pemagaran laut. 

“Karena pagar laut ini sudah berlangsung lama sejak Agustus 2024, semestinya tidak perlu menunggu 20 hari untuk pembongkaran. Namun, memang perlu persiapan sumber daya untuk melakukan pembongkaran ini,” ujarnya.

Merangkum Semua Peristiwa