Yayan juga menjelaskan bahwa salah satu konsekuensi utama dari penutupan selat ini adalah terjadinya disrupsi pada rantai pasok minyak global. Ia membandingkan situasi ini dengan perang Rusia-Ukraina, yang juga menyebabkan terganggunya suplai energi secara global.
“Berdasarkan data historis dari konflik Ukraina, disrupsi pasokan bisa mengurangi supply minyak sekitar 2 persen per hari. Kalau hal serupa terjadi karena konflik Iran, tentu akan ada eskalasi besar dalam harga minyak dunia,” ujarnya.
Dari kalkulasi sementara, Yayan memprediksi bahwa harga minyak bisa melonjak hingga ke kisaran USD120 hingga USD135 per barel jika disrupsi berlangsung terus-menerus dalam beberapa waktu.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa prediksi ini masih bersifat spekulatif. Ada banyak faktor yang mempengaruhi pergerakan harga, mulai dari dinamika pasar, sentimen global, hingga sejauh mana eskalasi konflik berlangsung.
“Kalau misalkan kita lihat sejauh mana bahwa harga minyak itu akan didorong sampai dengan USD130 ya saya kira, spekulasinya mungkin bisa iya dan bisa tidak,” pungkasnya.