Shutdown Pemerintah Berlanjut, Gedung Putih Ancam PHK Massal PNS

Shutdown Pemerintah Berlanjut, Gedung Putih Ancam PHK Massal PNS

Bisnis.com, JAKARTA – Gedung Putih memperingatkan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap pegawai federal Amerika Serikat (AS) akan segera terjadi seiring dengan penutupan (shutdown) pemerintahan yang memasuki hari kedua.

Dalam konferensi pers di Gedung Putih, Wakil Presiden JD Vance bersama Sekretaris Pers Karoline Leavitt menuding Partai Demokrat memainkan permainan politik. 

“Jika mereka begitu khawatir dengan dampaknya bagi rakyat Amerika — dan memang seharusnya begitu — yang harus mereka lakukan adalah membuka kembali pemerintahan, bukan mengeluh tentang bagaimana kami merespons,” ujar Vance dikutip dari BBC International, Jumat (3/10/2025).

Sejumlah pegawai federal mulai dirumahkan pada Rabu (1/10/2025). Vance juga kembali menegaskan ancaman adanya PHK permanen terhadap pegawai federal.

“Jujur saja, jika situasi ini berlarut, kami akan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja,” ujarnya.

Sementara itu, Leavitt mengisyaratkan bahwa PHK massal bisa terjadi sebelum akhir pekan. Ketika ditanya wartawan soal batas waktu, dia menjawab, “dua hari, segera, sangat dekat,” sambil menjanjikan pembaruan lebih lanjut.

“Terkadang Anda harus melakukan hal-hal yang tidak ingin Anda lakukan,” jelas Leavitt, seraya menambahkan Partai Demokrat yang menempatkan Gedung Putih pada posisi tersebut

Trump melalui media sosialnya, Truth Social, kembali menekan Partai Republik agar memanfaatkan penutupan ini. 

“Partai Republik harus menggunakan kesempatan penutupan paksa oleh Demokrat ini untuk membersihkan pemborosan dan penipuan. Miliaran dolar bisa dihemat,” tulisnya.

Pemerintah juga mengumumkan akan menahan dana US$18 miliar untuk proyek infrastruktur di New York, markas besar pimpinan Demokrat di Kongres.

Saling Tuding Demokrat-Republik

Adapun, saling tuding antara kedua partai semakin memanas. Pemimpin Mayoritas Senat Partai Demokrat Chuck Schumer menuding Partai Republik berusaha memaksa mereka menerima rencana anggaran yang merugikan. 

Partai Demokrat menuntut adanya jaminan pendanaan layanan kesehatan sebelum menyetujui kesepakatan anggaran. Sementara itu, Partai Republik mendorong penggunaan skema pendanaan sementara untuk menjaga pemerintahan tetap berjalan hingga pertengahan November dengan tingkat anggaran saat ini.

Schumer dan para sekutunya menyatakan bahwa mereka membiarkan pemerintahan ditutup demi membuka ruang negosiasi untuk menyelamatkan manfaat layanan kesehatan bagi warga berpenghasilan rendah. Namun, upaya berunding dengan Republik sejauh ini belum membuahkan hasil.

“Mengapa mereka memboikot perundingan? Saya belum pernah menyaksikan hal seperti ini sepanjang hidup saya. Pemerintahan akan kembali dibuka ketika Republik benar-benar serius berbicara dengan Demokrat,” ujar Senator Partai Demokrat Chris Murphy dari Connecticut. 

Sementara itu, Partai Republik menegaskan manfaat layanan kesehatan bukanlah prioritas. Menurut mereka, yang terpenting adalah menjaga agar pemerintahan tetap berjalan.

“Ini bukan soal siapa yang menang atau kalah, atau siapa yang disalahkan. Ini soal rakyat Amerika. Dan [Demokrat] telah menyandera rakyat dengan cara yang mereka pikir menguntungkan secara politik,” kata Pemimpin Mayoritas Senat Partai Republik, John Thune.

Partai Republik juga berargumen bahwa perluasan manfaat layanan kesehatan yang didorong Demokrat akan membebani pembayar pajak AS, serta awalnya hanya diberlakukan untuk mengatasi kompleksitas pada masa pandemi Covid-19 yang kini dinilai sudah tidak relevan.

Adapun, pekerja esensial seperti agen perbatasan dan militer kemungkinan harus tetap bekerja tanpa bayaran untuk sementara waktu. Sementara itu, pegawai pemerintah yang dikategorikan non-esensial akan dirumahkan tanpa gaji. 

Pada shutdown sebelumnya, mereka biasanya menerima pembayaran secara retrospektif setelah pemerintahan kembali dibuka.

Menurut analis, penutupan pemerintah kali ini diperkirakan lebih luas dibandingkan pada 2018. Sekitar 40% pegawai federal—atau sekitar 750.000 orang—diprediksi akan dirumahkan sementara tanpa gaji, dengan sejumlah pegawai sudah mulai dirumahkan sejak Rabu.

Hingga Rabu, prospek kesepakatan tampak tipis. Ketua DPR dari Partai Republik Mike Johnson menegaskan tidak ada ruang negosiasi. 

“Tidak ada yang bisa ditarik dari rancangan ini untuk membuatnya lebih ramping atau bersih dari yang ada sekarang,” ujarnya.