TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu tampaknya terus membuat keputusan baru dalam karir politiknya belakangan ini.
Salah satunya adalah pemecatan beberapa orang penting di Israel.
Setelah memecat bos Shin Bet Ronen Bar pada minggu lalu, Netanyahu kembali membuat keputusan untuk mengusulkan pemecatan Jaksa Agung Gali Baharav-Miara.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Kehakiman Yariv Levin setelah pemungutan suara pada Minggu (23/3/2025).
Levin mendesak Baharav-Miara untuk mengundurkan diri dari jabatannya, dikutip dari The New Arab.
Menurut Kantor Perdana Menteri, Baharav-Miara dituduh melakukan ‘perilaku tidak pantas’ dan “perbedaan pendapat substansial yang berkelanjutan antara pemerintah dan jaksa agung, dikutip dari Al-Jazeera.
Oleh karena itu, kabinet Israel telah mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap Baharav-Miara.
“Tidak ada cara agar kerja sama yang efektif dapat terjalin antara jaksa agung dan pemerintah, dan tidak ada cara untuk memulihkan hubungan kepercayaan yang sudah tidak ada lagi,” kata Menteri Kehakiman Yariv Levin setelah pemungutan suara, dikutip dari Anadolu Anjansi.
Menurut Levin, apa yang dilakukan Baharav-Miara justru merusak kepercayaan pemerintah Israel.
“Situasi ini benar-benar merusak fungsi pemerintah dan kemampuannya untuk melaksanakan kebijakannya,” imbuh Levin.
Selama sidang Kabinet hari Minggu, Menteri Kebudayaan dan Olahraga Miki Zohar menuduh Baharav-Miara memusuhi pemerintah.
“Semua orang melihat pertentangan Jaksa Agung; setiap kali kami membentuk suatu posisi, dia menciptakan posisi yang berlawanan,” katanya dalam komentar yang dikutip oleh surat kabar Israel Hayom.
Jaksa Agung, yang tidak menghadiri rapat kabinet, membantah klaim kabinet.
Menurut Baharav-Miara, kabinet melangkahi hukum pemerintah Israel.
Tidak hanya itu, Baharav-Miara juga meunduh kabinet mengajukan mosi tidak percaya ini untuk kepentingan pribadi.
“Mosi tidak percaya tersebut bertujuan untuk memperoleh “kekuasaan tanpa batas, sebagai bagian dari langkah yang lebih luas untuk melemahkan cabang yudikatif” dan untuk “meningkatkan kesetiaan kepada pemerintah”, katanya dalam surat yang dikirim ke kabinet menjelang pemungutan suara.
Pemungutan suara tersebut belum berarti pemecatannya.
Nantinya usulan pemecatan ini akan ditinjau oleh sebuah komite.
Kemudian komite akan mengadakan sidang untuk mempertimbangkan kasus tersebut.
Apabila komite tidak mendukung pemecatan tersebut, maka Mahkamah Agung dapat mengalahkan mosi tersebut.
Kecaman dari Berbagai Pihak
Pemecatan jaksa agung Israel ini menuai kecaman dan kritik dari berbagai pihak, mulai dari pemimpin oposisi Israel hingga presiden Israel.
Ketua Partai Yisrael Beiteinu, Avigdor Lieberman mengatakan di X bahwa pemecatan ini merupakan pengalihan isu.
“Pemecatan Baharav-Miara bertujuan untuk “mengalihkan perhatian dari krisis penyanderaan (di Gaza) dan undang-undang penghindaran wajib militer,” katanya.
Menurut Avigdor, pemecatan ini hanya untuk menutupi kegagalan pemerintah pada 7 Oktober 2023, lalu.
Pemimpin Partai Demokrat, Yair Golan juga mengkritik keputusan tersebut.
Golan menganggap bahwa keputusan ini justru membungkam dan mengubur demokrasi.
“Mereka (pemerintah) telah mengabaikan akal sehat dan tidak lagi menghormati garis merah. Pemerintah ini, yang dengan suara bulat memilih untuk memecat jaksa agung, dengan suara bulat memilih untuk mengubur demokrasi, tetapi mereka akan menghadapi orang-orang yang tegas yang akan berjuang dan menang,” tegasnya.
Terakhir, presiden Israel Isaac Herzog juga tak terima dengan keputusan ini.
Menurut Herzog ini adalah keputusan yang dapat membuat Israel semakin terpuruk.
“Sampai pada tingkat kegilaan apa kita bisa terpuruk sebagai sebuah bangsa?” katanya.
Sebagai informais, Baharav-Miara diangkat sebagai jaksa agung Israel pada 7 Februari 2022.
Ia mengemban jabatan jaksa agung selama 6 tahun.
(Tribunnews.com/Farrah)
Artikel Lain Terkait Kabinet Israel dan Benjamin Netanyahu